Makalah karakteristik kualitatif informasi akuntansi

Full PDF PackageDownload Full PDF Package

This Paper

A short summary of this paper

37 Full PDFs related to this paper

Download

PDF Pack

Makalah karakteristik kualitatif informasi akuntansi

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

You're Reading a Free Preview
Pages 5 to 8 are not shown in this preview.

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Karakteristik Kualitatif Informasi Akuntansi Laporan keuangan merupakan media informasi yang digunakan manajemen kepada pihak luar perusahaan. Informasi yang dihasilkan oleh pihak manajemen harusmemiliki beberapa karakteristik kualitatif. Karakteristikkarakteristik tersebut akan membedakan informasi yang bermanfaat dengan informasi yang kurang bermanfaat bagi penggunanya. Karakteristik-karakteristik tersebut harus menjadi salah satu dasar pertimbangan manajemen dalam memilih metode akuntansi yang akan digunakan perusahaan. Berdasarkan SFAC nomor 2 karakteristik kualitatif dari informasi akuntansi adalah sebagai berikut (Suwardjono, 2010) : 1. Relevan menyatakan informasi harus dihubungkan dengan maksud penggunaannya dengan kata lain perhatian difokuskan pada kebutuhan umum pemakai bukan pada kebutuhan khusus pihak-pihak tertentu. Dengan demikian suatu informasi memiliki tingkat relevansi yang tinggi. Relevan mengandung tiga karakteristik utama, sebagai berikut: a. Ketepatan waktu (timelines) menyatakan informasi harus disampaikan sedini mungkin sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk membantu dalam pengambilan keputusan serta untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut.

b. Nilai prediktif (predictive value) menyatakan kemampuan informasi untuk membantu pemakai dalam memberikan prediksi tentang hasil akhir dari kejadian masa lalu, sekarang dan masa depan. c. Umpan balik (feedback) menyatakan kemampuan informasi untuk dijadikan dasar evaluasi apakah keputusan-keputusan masa lalu adalah tepat dengan datangnya informasi tersebut. 2. Keterandalan atau reliabilitas (reliability) menyatakan kualitas informasi yang dijamin bebas dari kesalahan dan penyimpangan atau bias serta telah dinilai dan disajikan secara layak sesuai dengan tujuannya. Reliabilitas mempunyai tiga karakteristik utamayaitu: a. Dapat diperiksa (veriviability) Laporan keuangan harus dapat diverifikasi oleh metode akuntansi lain dan hasilnya sama. b. Kejujuran penyajian (representation faithfulness) Laporan keuangan harus dapat dipercaya, angka dan penjelasan yang dilaporkan adalah apa yang memang terjadi. c. Netralitas (neutrality) Informasi laporan keuangan harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak-pihak tertentu. 3. Daya banding menyatakan informasi dalam laporan keuangan akan lebih berguna bila dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode

sebelumnya dari perusahaan yang sama maupun dengan laporan keuangan perusahaan-perusahaan lain pada periode yang sama. 4. Konsistensi (consistency) menyatakan penerapan metode akuntansi yang sama dari tahun ke tahun. 2.1.2. Teori Keagenan Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori agensi bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contracts) antara investor dan manajer yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya perusahaan. Hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan yaitu: a. Terjadinya informasi asimetris, dimana manajer secara umum memiliki lebih banyak memiliki informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi perusahaan yang sebenarnya. b. Terjadinya konflik kepentingan akibat ketidaksamaan tujuan, dimana manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan investor. Salah satu penyebab konflik agensi antara manajer dan investor adalah perbedaan dalam pembuatan keputusan pendanaan (financing decision) dan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh diinvestasikan. Dalam upaya mengatasi atau mengurangi masalah keagenan ini menimbulkan biaya keagenan yang akan ditanggung oleh investor maupun manajer. Jensen dan Meckling (1976) membagi biaya keagenan ini menjadi monitoring cost, bonding cost dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh investor untuk mengawasi perilaku manajer,

yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku manajer. Bonding cost merupakan biaya yang ditangung oleh manajer untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa manajer akan bertindak untuk kepentingan investor. Residual loss merupakan pengorbanan yang berupa berkurangnya pendapatan investor, sebagai akibat dari perbedaan keputusan antara manajer dan keputusan investor. 2.1.3. Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory) Teori akuntansi positif sering dikaitkan dalam pembahasan mengenai manajemen laba. Teori akuntansi positif menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen dalam memilih posedur akuntansi yang terbaik dengan tujuan tertentu. Menurut teori akuntansi positif yang dikemukakan oleh Waats dan Zimmerman (1986), perusahaan harus diberi kebebasan untuk memilih salah satu dari alternatif prosedur untuk meminimumkan biaya kontrak dan memaksimumkan nilai perusahaan. Kondisi ini diperkuat dengan pemberian fleksibilitas kepada manajer dalam memilih metode akuntansi yang diperbolehkan standar akuntansi selama tidak menyimpang dari standar. Adanya kebebasan bagi manajer untuk memilih prosedur akuntansi tersebut, manajer memiliki kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan yang oleh teori akuntansi positif dinamakan sebagai manajemen laba dengan tujuan menguntungkan dirinya. Teori akuntansi positif menggunakan teori keagenan untuk menjelaskan serta memprediksi pilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan manajemen. Teori

ini memprediksi adanya tiga hipotesis yang mendorong manajemen untuk melakukan manajemen laba yaitu: 1. Hipotesis program bonus (the bonus plan hypothesis) Hipotesis ini menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus akan mendorong manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang dapat menggantikan laporan laba untuk periode mendatang ke periode sekarang (menaikkan laba jangka pendek). Jadi apabila sistem penggajian perusahaan sangat tergantung pada bonus maka manajer akan cenderung memilih metode akuntansi yang dapat memaksimalkan gajinya (misalnya dengan metode akrual). 2. Hipotesis perjanjian utang(the debt covenant hypothesis) Motivasi kontrak muncul karena perjanjian antara manajer dan pemilik perusahaan berbasis pada kompensasi manajerial dan perjanjian utang (debt covenant). Semakin tinggi rasio leverage suatu perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan semakin dekat dengan pelanggaran perjanjian utang maka manajer cenderung untuk menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba. Manajemen diduga memilih prosedur akuntansi yang meningkatkan aset, mengurangi utang, dan meningkatkan pendapatan dengan tujuan untuk menghindari pelanggaran debt covenant. 3. Hipotesis biaya politik (the political cost hypothesis). Hipotesis ini menyatakan bahwa semakin besar biaya politik perusahaan mendorong manajer untuk memilih prosedur akuntansi yang menangguhkan laporan laba periode sekarang ke periode mendatang. Dengan kata lain

peusahaan besar memiliki biaya politik lebih besar daripada perusahaan kecil sehingga perusahaan besar cenderung lebih suka menurunkan atau mengurangi laba yang dilaporkan dibandingkan perusahaan kecil. 2.1.4. Teori Pecking Order Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Donaldson pada tahun 1961 dan penamaan pecking order theory dilakukan oleh Myers 1984 (Pitaloka, 2009). Pecking order theorymenjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan dengan laba yang tinggi umumnya melakukan pinjaman utang dalam jumlah sedikit karena dana internalnya sudah mencukupi sedangkan perusahaan yang kurang profitable akan cenderung mempunyai utang yang lebih besar karena dana internalnya tidak mencukupi dan utang merupakan sumber pendanaan yang biasanya dipilih. Secara teori apabila utang(debt to asset ratio)semakin besar, maka perusahaan akan menanggung biaya yang tinggi sehingga berpotensi terhadap penurunan laba dan mendekatkan perusahaan pada pelanggaran kontrak utang serta timbulnya risiko keuangan jika perusahaan tidak mampu melunasi utang. Hal tersebut akan mendorong manajemen melakukan pengelolaan laba agar terhindardari risiko probabilitas pelanggaran kontrak utang serta sebagai upaya manajemen untuk menghindardari risiko likuidasi karena utang yang tidak mampu dibayar perusahaan. Teori ini memberikan urutan pendanaan yang dimulai dari laba ditahan, utang, utang obligasi dan saham preferen, lalu yang terakhir adalah penerbitan saham biasa. Pemilihan urutan dalam pendanaan ini dilakukan berdasarkan tingkat risiko atas keputusan pendanaan tersebut.

2.1.5. Utang SFAC nomor 6 dalam Suwardjono (2009:311) mendefinisikan utang sebagai berikut: Liabilities are probablefuture sacrifices of economic benefits arising from present obligations of a particular entity to transfer assets or provide services to other entities in the future as a result of past transactions or events. (Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer asset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain dimasa datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu). Utang merupakan salah satu pembiayaan eksternal yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kebutuhan dananya. Pengambilan keputusan mengenai utang harus mempertimbangkan besarnya biaya tetap yang muncul dari utang yaitu berupa bunga yang akan menyebabkan semakin meningkatnya leverage. 2.1.6. Kualitas Laba Menurut Grahita (2001) dalam Sugiarto dan Jang (2007) laba akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sebenarnya dengan sedikit atau tidak dipengaruhi oleh manajemen laba yang disebabkan dari penerapan konsep akrual dalam akuntansi. Suatu laba juga dikatakan berkualitas apabila laba telah memenuhi karakteristik kualitatif kerangka konseptual FASB yang terdiri dari relevansi, dapat dipahami, dapat diuji kebenarannya, netral, tepat waktu, dapat

dibandingkan, dan lengkap. Dalam penelitian ini kualitas laba diukur berdasarkan nilai discretionary accruals (DA). DA merupakan akrual yang dapat diatur oleh manajemen di mana akan berakibat pada pengelolaan laba suatu perusahaan. Adanya nilai DA menunjukkan terjadinya manajemen laba sehingga tinggi rendahnya nilai DA akan mengukur kualitas laba suatu perusahaan. DA dapat bernilai nol, positif, dan negatif. Nilai DA nol menunjukkan manajemen mengelola laba dengan pola perataan laba (income smoothing); nilai DA positif menunjukkan manajemen mengelola laba dengan pola menaikkan laba (income increasing); dan DA bernilai negatif menunjukkan bahwa manajemen menurunkan laba (income decreasing). Ada beberapa model yang digunakan untuk mengukur kualitas laba. Kualitas laba dalam penelitian ini diukur melalui DA maka model yang digunakan adalah model Jones (1991). Model ini dipilih karena menurut Sanjaya (2006) model ini lebih mampu mendeteksi manajemen laba daripada model yang lain. Model ini berfokus pada akrual total sebagai sumber manipulasi. Adanya perubahan akrual menunjukkan adanya abnormal accruals namun tidak semua abnormal accruals tersebut berasal dari diskresi manajemen. Ada juga perubahan akrual yang berasal dari perubahan kondisi ekonomik perusahaan (perubahan penjualan) maka dalam model Jones memasukkan perubahan pendapatan yang dapat mempengaruhi akrual dalam mengestimasi DA. Selain itu perlunya dimasukkan PPE ke dalam model untuk mengontrol porsi akrual total terkait biaya depresiasi non diskresioner. Dengan demikian dapat diketahui nilai DA.

2.1.7. Leverage Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajibannya. Rasio ini sama dengan rasio solvabilitas. Rasio solvabilitas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam pembayaran kewajibannya jika perusahaan tersebut dilikuidasi. Perusahaan yang tidak solvabel adalah perusahaan yang total utangnya lebih besar dari total asetnya. Ada beberapa macam rasio leverage, namun penelitian ini hanya berfokus pada debt to total asset. Debt to total asset ratio (DAR) menunjukkan sebagian aset yang didanai melalui utang. DAR yang tinggi berdampak pada risiko keuangan yang semakin besar. Risiko keuangan yang dimaksud adalah kemungkinan perusahaan tidak mampu membayar utang-utangnya. Adanya risiko gagal bayar ini menyebabkan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk mengatasi masalah tersebut semakin besar sehingga akan menurunkan laba perusahaan dan hal ini akan mendekatkan perusahaan pada kemungkinan pelanggaran kontrak utang. Kreditur lebih tertarik rasio utang yang rendah karena semakin rendah rasio ini, maka semakin besar perlindungan terhadap kerugian kreditur dalam peristiwa likuidasi. Di sisi lain, investor cenderung menginginkan leverage yang lebih besar karena dapat meningkatkan ekspektasi pengembalian yang lebih tinggi (Badera,2009). 2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan Ghosh dan Moon (2010) menunjukkan hasil negatif terhadap hubungan antara (debt financing) terhadap kualitas laba. Hasil

dari penelitian tersebut menyatakan bahwa perusahaan dengan utang yang relatif tinggi akan berdampak pada tingginya biaya utang yang dibayarkan. Oleh sebab itu perusahaan dengan tingkat utang yang tinggi akan terjadi pertukaran darii pelaporan laba yang berkualitas menuju pada tindakan manajer untuk menghindari pelanggaran perjanjian. Sebagai akibat biaya yang harus dikeluarkan perusahaan sangat tinggi apabila perusahaan melanggar perjanjian, maka manajer cenderung menggunakan kebebasan dalam pemilihan metode akuntansi untuk mengatur laba. Dengan demikian, fleksibilitas manajer dalam penggunaan kebijakan akuntansi untuk menghindari pelanggaran perjanjian utang akan menurunkan kualitas laba. Beatty dan Weber (2003) melakukan penelitian yang menunjukkan hasil terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh Ghosh dan Moon. Penelitian yang dilakukan Beatty menguji apakah ketentuan-ketentuan utang bank perusahaan mempengaruhi pilihan akuntansi. Hasil penelitiannya menemukan bahwa perusahaan akan melakukan manajemen laba dengan meningkatkan pendapatan apabila dengan cara tersebut mampu mengurangi kemungkinan pelanggaran perjanjian utang. Apriliana Nuzul (2012) menguji pengaruh kebijakan utang terhadap nilai perusahaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan utang seperti free cash flow, struktur kepemilikan manajerial dan struktur kepemilikan institusional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan utang mempunyai pengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Free cash flow dan struktur kepemilikan manjerial tidak berpengaruh terhadap kebijakan utang. Struktur kepemilikan

institusional berpengaruh negatif terhadap kebijakan utang. Terdapat pengaruh positif ukuran perusahaan dengan kebijakan utang. 2.3. Pengembangan Hipotesis Utang merupakan salah satu kebijakan pendanaan yang seringkali dipilih perusahaan ketika modal tidak mampu mencukupi kebutuhan perusahaan. Namun apabila utang relatif tinggi, maka perusahaan akan semakin mendekati probabilitas risiko pelanggaran perjanjian utang sehingga mendorong manajer untuk membuat pilihan metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba dengan tujuan mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran perjanjian utang. Proksi yang digunakan untuk mengukur kualitas laba adalah discretionary accruals atau residual accrual. Discresionary accruals merupakan akrual yang tidak normal yang terjadi karena penggunaan kebijakan manajer yang berlebihan sehingga dianggap sebagai manajemen laba. Jadi semakin tinggi nilai discretionary accrual atau residual accrual akan mengindikasikan kualitas laba yang buruk. Berdasarkan pada penjelasan tersebut, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: H1 : Pendanaan melalui utang (debt financing) berpengaruh positif terhadap nilai residual accrual/ discretionary accrual