Layanan pandu selat malaka indonesia

Bisnis.com, JAKARTA – PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau IPC segera bergabung dan memperkuat keberadaan Pelindo I dan Pelindo III dalam memberikan pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal di Selat Malaka untuk bersaing dengan Pelabuhan Tanjung Pelepas di Malaysia dan di Singapura.

Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Agus H. Purnomo mengatakan Pelindo I dan Pelindo III sudah melayani di selat Malaka. Dengan kondisi yang ada saat ini Kemenhub sedang meningkatkan program aktivitas kapal untuk memindahkan muatan kapal atau ship to ship dan lay-up kapal.

Bahkan, lanjutnya, diskon tarif juga sedang digencarkan supaya bisa menarik dan bersaing dengan Tanjung Pelepas di Malaysia dan Singapura.

“Ini program jangka panjang antar K/L. Pelan-pelan kami lakukan. Nantinya alur pelayaran, sarana navigasi kami programkan. Yang jelas Pelindo II akan menyusul bagaiman optimasi jalur yang kami punya. Temasuk laut yang ada fasilitas lay up dan ship to ship,” ujarnya, Rabu (4/2/2021).

Adapun Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memang sudah menunjuk PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III melalui anak usahanya yakni Pelindo Marine Service untuk memberikan pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal di Selat Malaka, Selat Phillip, dan Selat Singapura pada 18 Februari 2020.

Kawasan perairan tersebut dinyatakan sebagai wilayah perairan pandu luar biasa alur pelayaran Traffic Separation Scheme (TSS). Sebab, di perairan tersebut berbatasan dengan negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura. Dengan begitu Pelindo Marine Service juga diharapkan bisa menggarap pasar internasional.

Terlebih saat ini pasar global semakin bersaing. Alhasil layanan pemanduan perairan Selat Malaka harus dilaksanakan dengan pelayanan terbaik, sebagai penegasan untuk menjaga ketahanan dan suplai logistik Indonesia.

Peluang bisnis menggarap layanan pandu dan tunda di perairan tersebut telah dibahas bertahun-tahun oleh para negara panti atau The Littoral States. Forum negosiasi multilateral tersebut yaitu Forum Tripartite Technical Expert Group (TTEG) diikuti oleh Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Persaingan cukup ketat lantaran adanya pilotage atau marine advisory oleh Malaysia dan Singapura. Padahal sekitar 60 persen wilayah pelayaran tersebut merupakan wilayah Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :


Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

pelindo ii

Editor : Rio Sandy Pradana

Konten Premium Nikmati Konten Premium Untuk Informasi Yang Lebih Dalam

Oleh: Siswanto Rusdi

Direktur The National Maritime Institute (NAMARIN) 

Kementerian Perhubungan memberi izin kepada PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III untuk melakukan pemanduaan/pilotage di Selat Malaka dan Selat Singapura, atau SMS. Masalahnya, kawasan ini merupakan lapaknya PT Pelindo I, Medan, dan jauh sebelum izin itu keluar, mereka sudah menjalankan aktivitas pemanduan di perairan tersebut.

Sepertinya, bisnis pemanduan cukup menggiurkan untuk digeluti. Memang sih. Sebagai selat tersibuk di dunia, kawasan perairan ini dilintasi 94.000 lebih kapal setiap tahunnya (data 2008).

Sayangnya, tugas pemanduan kapal adalah tugas pengawasan terhadap keselamatan pelayaran, khususnya perjalanan kapal yang akan masuk dan keluar kawasan pelabuhan. Jadi, ia sejatinya bukan merupakan kegiatan usaha. Pemanduan baru masuk segmen komersial ketika perubahan UU No. 21 Tahun 1992 menjadi UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yakni ketika pemerintah tidak lagi mampu menggaji petugas pandu dan mengalihkan pembinaannya kepada BUMN kepelabuhan atau Pelindo.

Jatah kawasan pemanduan di wilayah teritorial Indonesia merupakan yang terpanjang di Selat Malaka. Dimulai dari Pulau Batu Berhenti, di dekat Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau, sampai ke Pulau One Fathom Bank yang terletak di mulut SMS menghadap ke Samudra Indonesia (east bound). Total panjangnya sekitar 800 km.

Resolusi Organisasi Maritim Internasional atau IMO No. A.375(X) tahun 1977 menetapkan, untuk mencegah kecelakaan di SMS, setiap kapal yang memiliki under keel clearance lebih dari 20 meter direkomendasikan untuk mengunakan pemanduan yang akan disediakan dan diselenggarakan oleh tiga negara pantai Selat Malaka/Selat Singapura.

Tiga negara pantai melalui forum Tripartite Technical Experts Group (TTEG) on the Safety of Maritime Navigation in the Straits of Malacca and Singapore mencoba menetapkan standar kompetensi petugas pandu di laut dalam (deep sea pilotage) untuk kawasan Selat Malaka/Selat Singapura. Hingga saat ini standar tersebut belum ditetapkan.

Kendati demikian, sejak awal dekade 2000-an kegiatan pemanduan di SMS telah dilakukan oleh beberapa perusahaan swasta dari tiga negara pantai. Mereka beroperasi tanpa memperoleh pengesahan/izin dari otoritas yang berwenang.

Pemerintah Indonesia mengeluarkan keputusan Direktur Jenderal Perhubungang Laut No. BX-428/PP 304 pada November 2016 yang menunjuk Pelindo I sebagai salah satu operator voluntary pilotage services di SMS. Bila kini Pelindo juga memperoleh izin di sana, maka perlu ditelusuri dokumen legalitas yang mendukung izin dimaksud.

Itu masalah administratif. Namun, tidak demikian halnya dengan aspek teknis. Diperlukan kualifikasi petugas pandu yang kompeten dalam melaksanakan deep sea pilotage. Memiliki kemampuan berbahasa Inggris. Peralatan pendukung juga harus cukup untuk melaksanakan kegiatan pemanduan deep draft vessel dan very large crude carrier dalam waktu yang cukup lama, sekitar 20 jam dengan kecepatan 10 knot.

Yang jelas, tidak semuanya bisa diduitin.

Selat Malaka itu milik siapa?

Secara geografis, Selat Malaka berada di bawah kedaulatan tiga negara Asia, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Mengapa Selat Malaka menjadi hal penting dalam jalur pelayaran dan perdagangan?

Selat Malaka dikenal sebagai Jalur Sutra karena jalurnya memang menghubungkan perdagangan antara Timur dan Barat. Seperti disinggung sebelumnya, Jalur Sutra Laut melewati sejumlah laut dan samudra, seperti Laut China Selatan, Selat Malaka, Samudra Hindia, Teluk Benggala, Laut Arab, Teluk Persia, dan Laut Merah.

Apa itu jalur Selat Malaka?

Selat Malaka merupakan jalur perdagangan tersibuk di dunia, dimana selat ini dikenal sebagai jalur utama bagi lalu lintas perdagangan barang dan manusia antar wilayah, yang menjadi penghubung utama antara Eropa, Timur Tengah dan Asia Selatan, serta Asia Tenggara dan Asia Timur.

Berapa banyak kapal yang melewati Selat Malaka?

Dikatakan strategis sebab perairan tersebut dilalui oleh kapal-kapal perniagaan yang mengangkut barang, minyak, dan gas dengan jumlah yang besar. Selat Malaka adalah salah satu selat tersibuk di dunia dengan arus lalu lintas kapal mencapai lebih dari 90.000 kapal tiap tahunnya (lintasterkini.com).