Langkah untuk merealisasikan Demokrasi Terpimpin adalah dikeluarkannya Dekrit Presiden yang berisikan?

DEKRIT Presiden 5 Juli 1959 dikeluarkan oleh Presiden Soekarno. Ada beberapa alasan Soekarno mengeluarkan dekrit itu. Banyak peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum dikeluarkannya dekrit presiden. 

Faktor utama penyebab dikeluarkannya dekrit presiden adalah karena kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan undang-undang baru untuk mengganti UUDS 1959. 

Badan Konstituante adalah lembaga negara yang dibentuk lewat Pemilihan Umum (Pemilu) 1955. Badan tersebut dibentuk untuk merumuskan UU baru. Tapi, sejak dimulai persidangan pada 1956 hingga 1959 tidak berhasil merumuskan undang-undang baru. 

Baca juga: Yuk Mengenal Apa Itu BPUPKI

Kondisi itu membuat Indonesia semakin buruk dan kacau. Banyak muncul pemberontakan di daerah-daerah, mereka tidak mengakui keberadaan pemerintahan pusat dan membuat sistem pemerintahan sendiri. 

Pada 22 April 1959 diadakan sidang lengkap Konstituante di Bandung. Pada sidang tersebut Presiden Soekarno mengusulkan untuk kembali ke UUD 1945. 

Dalam pidatonya, Soekarno mengkritik cara kerja Konstituante yang tidak mengalami kemajuan selama dua tahun lima bulan dan 12 hari. 

Kemudian Presiden meminta supaya usul pemerintah disetujui dengan segera.  Usulan Presiden Soekarno untuk kembali ke UUD 1945 terjadi pro dan kontra, ada yang mendukung dan menolak. 

Dua partai besar, PNI dan PKI menerima usul rencana pemerintah tentang UUD 1945, sedangkan Masjumi menolak. 

Di kalangan yang menolak menjelaskan kekhwatirannya tentang akibat-akibat pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dengan pelaksanaan UUD 1945. 
Namun, dalam sidang Konstituante telah beberapa kali dilakukan pemungutan suara tidak berhasil memecahkan usul pemerintah tersebut. 

Akhirnya, pada 5 Juli 1959, di Istana Merdeka, Presiden Sekarno membubarkan Konstituante dan mengumumkan Dekrit Presiden tentang berlakunya kembali UUD yang dipergunakan pada 1945 saat bangsa Indonesia mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk kali pertama.

Dikeluarkannya Dekrit Presiden mendapat dukungan dari rakyat Indonesia. Karena dengan dekrit tersebut membuat kondisi politik di Indonesia kembali stabil. 

Upaya yang dilakukan Presiden ini dasarnya adalah hukum keselamatan negara dalam bahaya yang luar biasa yang terpaksa dijalankan. 

Dengan sdanya Dekrit Presiden, sistem pemerintahan liberal dan kabinet parlementar berakhir. Kemudian diganti dengan sistem pemerintahan terpimpin dan kabinet diganti dengan presidensial.

Isi Dekrit Presiden 

  1. Berikut ini adalah isi dekrit presiden 5 juli 1959 :
  2. Dibubarkannya Konstituante 
  3. Diberlakukannya kembali UUD 1945 
  4. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950 
  5. Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) yang diberlakuakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. (OL-1)

Sejak masa kemerdekaan hingga saat ini, Indonesia telah mengalami berbagai perubahan sistem politik dan ekonomi. Demokrasi yang kita rasakan sekarang memerlukan proses yang panjang. Salah satu sistem demokrasi yang pernah dijalankan oleh Indonesia adalah demokrasi terpimpin yang berlangsung pada tahun 1959 hingga 1965.

Demokrasi terpimpin adalah sistem demokrasi di mana seluruh keputusan berpusat pada pemimpin negara yang saat itu dijabat oleh Presiden Soekarno. Demokrasi ini diumumkan pertama kali oleh Presiden Soekarno pada pembukaan sidang konstituante tanggal 10 November 1956.

Kenapa Demokrasi Terpimpin?

Ada beberapa hal yang melatarbelakangi dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin. Dari segi keamanan sosial, saat itu Indonesia menghadapi banyak gerakan separatis di masa demokrasi liberal. Gerakan-gerakan tersebut mengakibatkan ketidakstabilan negara.

Selain itu, pergantian kabinet terjadi berulang kali di masa demokrasi liberal, sehingga program-program yang telah dirancang tidak dapat dijalankan dengan penuh. Akibatnya, pembangunan ekonomi pun tidak berlangsung dengan lancar. Konstituante juga gagal menyusun Undang-Undang Dasar yang baru untuk menggantikan UUDS 1950.

Demokrasi terpimpin diawali oleh anjuran Presiden Soekarno untuk menggantikan UUDS 1950 kembali ke UUD 1945. Karena usulan tersebut mengundang pro-kontra di kalangan anggota konstituante, diadakanlah pemungutan suara. Hasilnya, 269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945, sementara 199 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945.

(Baca juga: 5 Fakta Penting Tentang Dekrit Presiden 5 Juli 1959)

Namun, hasil pengumpulan suara tidak dapat dijalankan karena anggota yang menyetujui usulan Presiden Soekarno tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950. Karena itu, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959 yang berisi:

  1. Tidak berlaku kembali UUDS 1950,
  2. berlakunya UUD 1945,
  3. dibubarkannya konstituante,
  4. pembentukan MPRS dan DPAS.

Kalau begitu, apa yang membedakan demokrasi terpimpin dengan sistem demokrasi lainnya?

Salah satu ciri demokrasi terpimpin yang paling dominan adalah kekuasaan presiden yang mendominasi. Demokrasi jenis ini menempatkan presiden di atas kekuasaan segalanya di pemerintahan Indonesia. Hal ini menjadi pemicu terjadinya kesenjangan yang berlangsung di Indonesia saat itu. Akibatnya, presiden yang memiliki kekuasaan tertinggi dapat dengan mudah menyingkirkan pihak yang ia anggap tidak sejalan atau bertentangan di bidang politik.

Selain itu, partai politik memiliki ruang gerak yang terbatas di masa demokrasi terpimpin. Anggota yang mengisi jabatan dalam pemerintahan tidak lagi diambil dari partai politik. Tugas partai politik saat itu hanyalah mendukung presiden dan kebijakannya.

Tidak hanya partai politik, pers pun dikekang dan tidak dapat menyalurkan aspirasi politik rakyat. Beberapa oknum membatasi kebebasan pers, sehingga bangsa Indonesia dikenal menutup diri saat itu.

Peran militer di masa demokrasi terpimpin diperkuat. Mereka dibekali senjata dan ditugaskan sebagai pelindung, khususnya bagi Presiden Soekarno. Paham komunis juga menyebar dengan cepat, khususnya karena terdapat hubungan timbal-balik antara PKI dengan Presiden Soekarno.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 merupakan jembatan politik dari era demokrasi liberal ke demokrasi terpimpin. Dekrit ini di keluarkan oleh Presiden Soekarno dan disambut baik masyarakat yang selama 10 tahun merasa ketidakstabilan sosial politik.

Selain masyarakat, dekrit ini juga didukung oleh TNI, partai besar (PNI dan PKI), dan Mahkamah Agung. Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini memiliki tujuan dan dampak bagi negara. Ulasan lengkap terkait dekrit ini, bisa disimak pada penjelasan berikut ini.

Berdasarkan penjelasan dalam buku “Modul Sejarah Indonesia Kelas XII KD. 3.4 dan 4.4, diterangkan bahwa upaya menuju demokrasi terpimpin sudah dirilis sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Langkah pertama dilakukan pada 6 Mei 1957 saat Presiden Soekarno membentuk Dewan Nasional untuk mewujudkan Konsepsi Presiden 1957.

Melalui panitia perumus Dewan Nasional, muncul usulan tertulis tentang pemberlakan kembali UUD 1945 sebagai landasan demokrasi terpimpin. Usulan tersebut diutarakan oleh Mayor Jenderal A.H. Nasution. Meskipun demikian, usulan tersebut kurang didukung oleh wakil partai dalam dewan tersebut yang ingin mempertahankan UUDS 1950.

Atas desakan dari Nasution, akhirnya Presiden Soekarno menyetujui untuk kembali ke UUD 1945. Tanggal 19 Februari, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan tentang pelaksaan demokrasi terpimpin dalam rangka kembali ke UU 1945. Keputusan tersebut disampaikan dihadapan DPR pada 2 Maret 1959.

Dalam sidang konstitusi yang dilaksanakan pada 22 April 1959, Presiden Soekarno meminta konstituante untuk menempatkan kembali UU 1945 tanpa perubahan dan menetapkannya sebagai konstitusi negara.

Advertising

Advertising

Baca Juga

Usulan presiden tersebut ditindaklanjuti dengan pemungutan suara. Namun hingga tiga kali pengumungan suara, anggota konstituante gagal menyepakati konstitusi negara.

Tanggal 3 Juni 1959 sidang dewan konstituante masuk masa reses. Beberapa fraksi dalam dewan konstituante menyatakan tidak akan menghadiri sidang kecuali untuk membubarkan konstituante tersebut.

Kondisi tersebut membuat kondisi politik sangat genting. Konflik politik antar partai semakin panas hingga melibatkan masyarakat didalamnya. Selain itu, ada juga beberapa pemberontokan di daerah-daerah yang mengancam kesatuan NKRI.

Untuk mencegah terjadinya ekses politik sebagai akibat ditolaknya usulan pemerintah, maka A.H. Nasution selaku Penguasa Perang Pusat mengeluarkan PEPERPU/040/1959 atas nama pemerintah yang isinya larangan adanya kegiatan politik termasuk menunda semua sidang dewan konstituante.

Suwiryo selaku KASD dan Ketua Umum PNI juga menyarankan kepada presiden untuk mengumumkan bahwa UUS 45 kembali berlaku. Tanggal 3 Juli 1959, Presiden Soekarno kemudian mengadakan pertemuan dengan dewan DRP Sartono, Perdana Menteri Djuanda, anggota dewan nasional (Roelan Abdoel Gani dan Muh. Yamin), dan Ketua Mahkamah Agung Mr. Wirjono Prodjodikoro.

Pertemuan tersebut bertujuan untuk menyepakati diberlakukannya kembali UUD 45 sebagai konstitusi negara tanpa persetujuan konstituante. Pertujuan tersebut kemudian dilanjutkan dengan pidato singkat Presiden Soekarno yang dikenal dengan nama Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Baca Juga

Kegagalan konstituante dalam merumuskan UUD baru, membuat lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Berdasarkan penjelasan di atas, kita bisa mengetahui bahwa tujuan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yaitu untuk menyelamatkan negara yang pada saat itu sedang genting.

Dalam buku “Modul Sejarah Indonesia Kelas XII KD. 3.4 dan 4.4, berikut tiga dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959:

  1. Pembubaran konstituante.
  2. Tidak berlakukannya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
  3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang terdiri dari anggota DPR ditambah utusan daerah dan golongan serta Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Dampak Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Setiap peristiwa pasti memiliki dampak, termasuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Mengutip dari tirto.id, berikut tiga dampak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 bagi Indonesia.

  1. Mengakhiri tugas kabinet, parlemen, dan periode sistem parlementer.
  2. Mengakhiri demokrasi parlementer.
  3. Berakhirnya periode partai politik yang membuat peranan palemen perlahan dipegang langsung oleh Presiden Soekarno yang akhirnya melahirkan sistem pemerintahan demokrasi terpimpin.

Baca Juga

Setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, pemerintahan Indonesia menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Menurut penjelasan di Jurnal Legislasi Indonesia 15(1), ciri-ciri dari demokrasi terpimpin sebagai berikut:

  1. Terdapat dominasi presiden.
  2. Lembaga tertinggi dan lembagai tinggi negara tidak berfungsi.
  3. Paham komunis semakin berkembang.
  4. Peran ABRI sebagai unsur sosial politik semakin besar.

Kemunculan demokrasi terpimpin di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

  1. Kegagalan badan konstituante dalam menyusun undang-undang baru.
  2. Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
  3. Muncul gerakan separatisme yang ingin mengambil alih kekuasaan secara paksa.
  4. Sering berganti kabinet yang menimbulkan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah.
  5. Muncul persaingan antar partai politik.