Jakarta - Lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan setiap upacara bendera dan juga di kala ada peristiwa bersejarah. Termasuk pada peringatan detik-detik Proklamasi 17 Agustus 2021 besok, lagu Indonesia Raya akan dikumandangkan. Show Nah, barangkali detikers saat di sekolah pernah mendapatkan sebuah pertanyaan, Lagu Indonesia Raya diciptakan oleh siapa? Lagu Indonesia Raya adalah ciptaan Wage Rudolf Supratman, seorang jurnalis yang juga pemusik. Putra dari pasangan Djoemeno Senen dan Siti Senen ini mendapat inspirasi menulis lagu kebangsaan setelah membaca sebuah tulisan di salah satu surat kabar yang mengatakan negara lain telah memiliki lagu kebangsaan. Lagu Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman punya sejarah panjang. Lagu itu pertama kali dikumandangkan saat dilakukan Kongres Pemuda pada 28 Oktober 1928 di Jakarta. Hari itu kemudian diperingati sebagai Sumpah Pemuda setiap tahunnya. Lagu Indonesia Raya memiliki tiga stanza. Selama ini setiap upacara bendera hanya stanza pertama yang dinyanyikan. Namun belakangan dalam acara-acara tertentu, dua stanza lainnya juga sering dinyanyikan. Berikut lirik lagu 'Indonesia Raya' tiga stanza:Lirik Lagu Indonesia Raya dan Chordnya Ciptaan WR SoepratmanIIndonesia tanah airku,Tanah tumpah darahku,Di sanalah aku berdiri, Jadi pandu ibuku. Indonesia kebangsaanku,Bangsa dan tanah airku,Marilah kita berseru, Indonesia bersatu. Hiduplah tanahku,Hiduplah neg'riku,Bangsaku, Rakyatku, semuanya,Bangunlah jiwanya,Bangunlah badannya, Untuk Indonesia Raya. IIIndonesia, tanah yang mulia,Tanah kita yang kaya,Di sanalah aku berdiri, Untuk s'lama-lamanya. Indonesia, tanah pusaka,P'saka kita semuanya,Marilah kita mendoa, Indonesia bahagia. Suburlah tanahnya,Suburlah jiwanya,Bangsanya, Rakyatnya, semuanya,Sadarlah hatinya,Sadarlah budinya, Untuk Indonesia Raya. IIIIndonesia, tanah yang suci,Tanah kita yang sakti,Di sanalah aku berdiri, N'jaga ibu sejati. Indonesia, tanah berseri,Tanah yang aku sayangi,Marilah kita berjanji,Indonesia abadi.S'lamatlah rakyatnya,S'lamatlah putranya,Pulaunya, lautnya, semuanya,Majulah Neg'rinya,Majulah pandunya, Untuk Indonesia Raya. RefrainIndonesia Raya,Merdeka, merdeka,Tanahku, neg'riku yang kucintaIndonesia Raya, Merdeka, merdeka, Hiduplah Indonesia Raya Simak Video "Viral Indonesia Raya Diparodikan, Seperti Ini Sejarahnya" (erd/erd) "Indonesia Raya" merupakan lagu kebangsaan Republik Indonesia. Lagu ini menjadi salah satu titik kelahiran pergerakan nasionalis di seluruh nusantara yang mendukung ide "Indonesia" yang satu sebagai penerus Hindia Belanda, daripada dipecah belah menjadi beberapa koloni.
Indonesia Raya
(tataan simfoni Jozef Cleber) Lagu ini digubah oleh Wage Rudolf Soepratman pada tahun 1924 dan kemudian diperkenalkan di depan khalayak pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam Kongres Pemuda II di Batavia (Jakarta).[1] Koran Tionghoa berbahasa Melayu, Sin Po, edisi 10 November 1928 diterbitkan.[2] Setelah beberapa kali mengalami perubahan, lagu "Indonesia Raya" diputar dalam upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia seusai pembacaan Teks Proklamasi oleh Soekarno.[3] Lagu "Indonesia Raya" yang gubahannya sempat ditinjau ulang kemudian diatur keabsahannya sebagai lagu kebangsaaan dalam PP No. 44 Tahun 1958. Keabsahannya sebagai lagu kebangsaan dikukuhkan lebih jauh dengan ditetapkannya amandemen kedua UUD 1945 yang memasukkan butir "Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya" dalam Pasal 36B, dan juga disahkannya UU No. 24 Tahun 2009. "Indonesia Raya" selalu dimainkan dan dinyanyikan pada upacara bendera, yaitu pada saat pengibaran atau penurunan Bendera Sang Merah Putih, terutama pada upacara Hari Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus setiap tahunnya. Bendera Negara harus dinaikkan atau dituturunkan dengan khidmat serta dengan tarikan dan uluran yang diatur sedemikian agar bendera mencapai puncak tiang bendera ketika lagu berakhir. Setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat.[4] Lagu kebangsaan "Indonesia Raya" juga wajib diputar di setiap stasiun televisi dan radio[5] sebelum pembukaan stasiun televisi dan radio, atau antara pukul 04:00 WIB dan 06:00 WIB. Ketika mempublikasikan "Indonesia Raya" tahun 1928, Wage Rudolf Soepratman dengan jelas menuliskan "lagu kebangsaan" di bawah judul "Indonesia Raya". Teks lagu "Indonesia Raya" dipublikasikan pertama kali oleh suratkabar Sin Po, sedangkan rekaman pertamanya dimiliki oleh seorang pengusaha bernama Yo Kim Tjan. Setelah dikumandangkan tahun 1928 di hadapan para peserta Kongres Pemuda Kedua dengan biola, pemerintah kolonial Hindia Belanda segera melarang penyebutan lagu kebangsaan bagi "Indonesia Raya". Meskipun demikian, para pemuda tidak gentar. Mereka menyanyikan lagu itu dengan mengucapkan "Mulia, Mulia!" (bukan "Merdeka, Merdeka!") pada refrein. Akan tetapi, tetap saja mereka menganggap lagu itu sebagai lagu kebangsaan.[6] Selanjutnya lagu "Indonesia Raya" selalu dinyanyikan pada setiap rapat partai-partai politik. Setelah Indonesia merdeka, lagu itu ditetapkan sebagai lagu Kebangsaan perlambang persatuan bangsa. Naskah pada koran Sin Po (1928)Lagu "Indonesia Raya" diciptakan oleh WR Supratman dan dikumandangkan pertama kali di muka umum pada Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 di Jakarta (pada usia 25 tahun), dan disebarluaskan oleh koran Sin Po pada edisi bulan November 1928. Naskah tersebut ditulis oleh WR Supratman dengan Tangga Nada C (natural) dan dengan catatan Djangan Terlaloe Tjepat, sedangkan pada sumber lain telah ditulis oleh WR Supratman pada Tangga Nada G (sesuai kemampuan umum orang menyanyi pada rentang a - e) dan dengan irama Marcia, Jos Cleber (1950) menuliskan dengan irama Maestoso con bravura (kecepatan metronome 104).[7] Aransemen simfoni Jos Cleber (1950)Secara musikal, lagu ini telah dimuliakan — justru — oleh orang Belanda (atau Belgia) bernama Jos Cleber (pada waktu itu ia berusia 34 tahun) yang tutup usia tahun 1999 pada usia 83 tahun. Setelah menerima permintaan Kepala Studio RRI Jakarta adalah Jusuf Ronodipuro sejak pada tahun 1950, Jos Cleber pun menyusun aransemen baru, yang penyempurnaannya ia lakukan setelah juga menerima masukan dari Presiden Soekarno. Rekaman asli (1950) dan rekam ulang (1997)Rekaman asli dari Jos Cleber sejak pada tahun 1950 dari Jakarta Philharmonic Orchestra dimainkan perekaman secara bersuara stereo di Bandar Lampung sejak peresmian oleh Presiden Soeharto sejak pada tanggal 1 Januari 1992 dan direkam kembali secara digital di Australia sejak bertepatan pada Kerusuhan Mei 1998 yang diaransemen oleh Jos Cleber yang tersimpan di RRI Jakarta oleh Victoria Philharmonic Orchestra di bawah konduktor oleh Addie Muljadi Sumaatmadja yang berkerjsama oleh Twilite Orchestra yang diletak debut album pertama oleh Simfoni Negeriku yang durasi selama 1-menit 47-detik.[7] Putar media Rekaman video Indonesia Raya 3 bait (1945)
Berikut adalah notasi lagu Indonesia Raya sebagaimana dimuat pada surat kabar Sin Po, yang memiliki perbedaan dari versi aransemen Jos Cleber yang termuat pada Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1958.
Lagu kebangsaan "Indonesia Raya" dan penggunaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 1958[10] dan Undang-Undang Nomor: 24 tahun 2009 Tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Namun kewajiban untuk memperdengarkan lagu kebangsaan tersebut hanya berlaku untuk Daerah Istimewa Yogyakarta dimana seluruh warga diwajibkan untuk mendengarkan lagu kebangsaan "Indonesia Raya" untuk menghormati jasa pahlawan pada jam 10:00 WIB sesuai dengan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 29/SE/V/2021 dan lagu kebangsaan tersebut disiarkan dua kali di seluruh jaringan TV dan radio di seluruh DI Yogyakarta. Lalu, lagu kebangsaan didengarkan pada saat upacara bendera di seluruh ruang publik DIY seperti tempat kerja, sekolah dan fasilitas umum.[11] Protokol"Setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat" - Pasal 62 UU Nomor 24 tahun 2009 Tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Yang dimaksud dengan ”berdiri tegak dengan sikap hormat” pada waktu lagu kebangsaan diperdengarkan/dinyanyikan adalah berdiri tegak di tempat masing-masing dengan sikap sempurna, meluruskan lengan ke bawah, mengepalkan telapak tangan, dan ibu jari menghadap ke depan merapat pada paha disertai pandangan lurus ke depan.[12] Mereka yang berpakaian seragam dari sesuatu organisasi, memberi hormat dengan cara yang telah ditetapkan untuk organisasi itu.[13] PenggunaanLagu kebangsaan "Indonesia Raya" diperdengarkan dan/atau dinyanyikan: Lagu kebangsaan juga dapat diperdengarkan/dinyanyikan untuk keperluan lain selain yang disebut diatas. Diantaranya yaitu untuk mengekspresikan rasa kebangsaan, patriotisme, dan/atau nasionalisme. Lagu kebangsaan juga dapat diperdengarkan/dinyanyikan saat memulai acara yang diadakan oleh organisasi masyarakat, lembaga pendidikan, partai politik, dan/atau instansi/yayasan/kelompok masyarakat lainya. Yang dimaksud dengan "acara" yaitu seperti Wisuda, kompetisi ilmu pengetahuan, debat, rapat, acara peresmian, dan pada saat memulai acara atau kegiatan lainya yang secara signifikan lokasinya/situasinya layak untuk diperdengarkan/dinyanyikan lagu kebangsaan tersebut. LaranganDILARANG: Pada saat menjelaskan hasil Festival Film Indonesia (FFI) 2006 yang kontroversial dan pada kompas tahun 1990-an, Remy Sylado, seorang budayawan dan seniman senior Indonesia mengatakan bahwa lagu "Indonesia Raya" merupakan jiplakan dari sebuah lagu yang diciptakan tahun 1600-an berjudul "Lekka Lekka Pinda Pinda". Kaye A. Solapung, seorang pengamat musik, menanggapi tulisan Remy dalam harian Kompas tanggal 22 Desember 1991. Ia mengatakan bahwa Remy hanya sekadar mengulang tuduhan Amir Pasaribu pada tahun 1950-an. Ia juga mengatakan dengan mengutip Amir Pasaribu bahwa dalam sastra musik, ada lagu "Lekka Lekka Pinda Pinda" di Belanda, begitu pula "Boola-Boola" di Amerika Serikat. Solapung kemudian membedah lagu-lagu itu. Menurutnya, lagu "Boola-boola" dan "Lekka Lekka" tidak sama persis dengan "Indonesia Raya", karena hanya delapan ketukannya yang sama. Begitu juga dengan penggunaan akor yang jelas berbeda. Oleh karena itu, ia menyimpulkan bahwa "Indonesia Raya" tidak menjiplak dari mana pun.[16]
|