Keterkaitan program bk pola 17+ dengan panduan operasional penyelenggaran bk

We’ve updated our privacy policy so that we are compliant with changing global privacy regulations and to provide you with insight into the limited ways in which we use your data.

You can read the details below. By accepting, you agree to the updated privacy policy.

Thank you!

View updated privacy policy

We've encountered a problem, please try again.

We’ve updated our privacy policy so that we are compliant with changing global privacy regulations and to provide you with insight into the limited ways in which we use your data.

You can read the details below. By accepting, you agree to the updated privacy policy.

Thank you!

View updated privacy policy

We've encountered a problem, please try again.

A.   Pendahuluan

Sekolah merupakan lembaga formal yang secara khusus dibentuk untuk menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat. Arah pembentukan lembaga ini yaitu memberikan kemudahan pencapaian perkembangan yang optimal terhadap peserta didik. Untuk mencapai perkembangan diri yang optimal, dalam kelembagaan sekolah diwujudkan dengan adanya bidang pelayanan pendidikan, salah satunya adalah pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK) di Sekolah. Hal tersebut diperkuat dengan adanya penjelasan dari Prayitno dan Amti (2004: 114), bahwa:

Tujuan umum bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya.

Sejak tahun 1993 penyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah memperoleh perbendaharaan istilah baru, yaitu BK Pola-17 (Prayitno, 2004: i). BK Pola-17 merupakan pola dasar dalam BK yang dilaksanakan di lingkungan sekolah. Pola ini meliputi empat bidang bimbingan, tujuh layanan BK, dan lima kegiatan pendukung BK. Dengan berkembangnya zaman, pada abad ke-21 BK Pola-17 berkembang menjadi BK Pola 17 Plus. Hal ini dikarenakan adanya pengembangan sasaran pelayanan BK yang lebih luas. Butir-butir pokok BK Pola-17 Plus meliputi keterpaduan mantap tentang pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan asas, serta landasan BK; enam bidang pelayanan BK; sembilan jenis layanan BK; enam kegiatan pendukung BK; serta format pelayanan yang mencakup format individual, kelompok, klasikal, lapangan, dan politik.

BK Pola-17 Plus menjadi bidang tugas bagi konselor sekolah dalam pelayanan konseling. Salah satu jenis layanan pada BK Pola-17 Plus adalah layanan konsultasi. Layanan konsultasi dalam BK Pola-17 Plus merupakan pengembangan dari layanan pada BK Pola 17. Layanan konsultasi merupakan hal yang baru bagi BK di Sekolah, khususnya bagi konselor sekolah. Untuk itu konselor perlu pemahaman yang mendalam tentang layanan konsultasi agar tercapai keberhasilan pelaksanaan layanan.

Menurut G. Caplan (dalam Shertzer dalam Marsudi, 2003: 123) merumuskan, ‘… a process of interaction between two professional persons the consultant and the consultee who involves the consultant’s help in regard to a current problem with which he is having some difficulty …’ (konsultasi sebagai proses interaksi antara dua pribadi profesional: konsultan yang profesional dan konsulti yang minta bantuan konsultan, dari daerah spesialisasi dan yang berwenang terhadap masalah yang dihadapi sekarang.  Dijelaskan selanjutnya bahwa yang menghadapi masalah dapat bersifat perorangan maupun organisasi yang disebut klien. Lebih jelasnya diungkapkan juga bahwa konsultasi yaitu layanan yang membantu konsulti dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.

Penyelenggaraan layanan konsultasi sebagai fungsi pengentasan, yaitu mengentaskan masalah yang dialami pihak ketiga. Layanan konsultasi merupakan bentuk dari layanan responsif yang berttujuan membantu peserta didik agar dapat mengatasi masalah yang dialaminya. Dalam hal ini, penyelesaian masalah yang dialami oleh peserta didik dilakukan oleh konsulti setelah melakukan konsultasi dengan konsultan/ konselor sekolah. Dilakukan oleh konsulti dengan alasan bahwa peserta didik mempunyai hubungan yang cukup berarti dengan konsulti, sehingga permasalahan yang dialami oleh peserta didik itu setidaknya sebagian menjadi tanggung jawab konsulti.

Untuk menjamin kesuksesan layanan konsultasi, maka konselor juga perlu memperhatikan dan memahami adanya langkah-langkah pelaksanaan layanan konsultasi. Menurut Prayitno (2004: 30-31), mengemukakan langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Perencanaan. Tahap perencanaan ini meliputi mengidentifikasi konsulti, mengatur pertemuan, menetapkan fasilitas layanan, menyiapkan kelengkapan administrasi.

2. Pelaksanaan. Tahap pelaksanaan dimulai dari menerima seorang konsulti, menyelenggarakan penstrukturan konsultasi, membahas masalah yang dibawa konsulti berkenaan dengan pihak ketiga, mendorong dan melatih konsulti untuk : mampu menangani masalah yang dialami pihak ketiga dan memanfaatkan sumber-sumber yang ada, membina komitmen konsulti untuk menangani masalah pihak ketiga dengan bahasa dan cara-cara konseling, dan melakukan penilaian segera.

3. Evaluasi, yaitu melakukan evaluasi jangka pendek tentang keterlaksanaan hasil konsultasi.

4. Analisis Hasil Evaluasi, yaitu menafsirkan hasil evaluasi dalam kaitannya dengan diri pihak ketiga dan konsultasi sendiri.

5. Tindak Lanjut adalah konsultasi lanjutan dengan konsulti untuk membicarakan hasil evaluasi serta menentukan arah dan kegiatan lebih lanjut.

Layanan konsultasi dapat dilaksanakan di berbagai tempat dan di berbagai kesempatan, salah satunya adalah di sekolah. Dalam proses pendidikan di sekolah banyak dijumpai permasalahan yang dialami oleh siswa, baik yang bersumber dari pribadi siswa sendiri ataupun lingkungan. Untuk membantu terselesaikannya masalah siswa, proses konseling (face to face) sepenuhnya tidak harus dilakukan oleh konselor sekolah kepada siswa melalui konseling individu. Bantuan juga dapat dilakukan oleh konsulti sebagai pihak yang ikut merasa bertanggung jawab atas masalah siswa. Dengan alasan tersebut, maka layanan konsultasi di sekolah penting untuk diselenggarakan.

Layanan konsultasi dalam BK berbeda dengan pengertian konsultasi pada umumnya. Konsultasi dalam BK bukan hanya sekedar memberikan sumbangan nasehat, saran, dan arahan yang dilakukan oleh konsultan. Pelayanan pada layanan konsultasi dilakukan dengan dua tahap, yaitu proses konsultasi antara konsultan dengan konsulti kemudian proses penanganan oleh konsulti kepada pihak ketiga.

Asas dalam layanan konsultasi menyebutkan bahwa kehadiran konsulti untuk melakukan konsultasi dilakukan secara sukarela atas keinginan konsulti sendiri. Kehadiran konsulti dikarenakan membutuhkan bantuan konselor untuk mendiskusikan hal yang berkenaan dengan diri konsulti maupun permasalahan yang dialami oleh pihak ketiga/ peserta didik. Permasalahan dalam layanan konsultasi merupakan masalah yang dialami oleh pihak ketiga yang dipersoalkan oleh konsulti. Tidak semua permasalahan dapat dibahas dalam layanan konsultasi. Masalah yang dibahas dalam layanan konsultasi harus ada keterkaitannya secara langsung antara pihak ketiga dengan konsulti.

Untuk membantu menyelesaikan masalah pihak ketiga, konsultan membekali konsulti dengan wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap (WPKNS) dari konsulti. Dengan pengembangan WPKNS inilah maka konsulti dapat melakukan penanganan masalah yang dialami oleh pihak ketiga. Memahami menurut Tyler diartikan sebagai usaha merenggut makna secara jelas dan lengkap terhadap apa yang telah dijelaskan. Pemahaman menurut Gilmore juga merupakan kemampuan merenggut makna dan atau kemampuan untuk memprediksi, sebagai tugas yang amat sulit (Awalya, 1995: 31).

Pemahaman tidak dapat dilakukan seseorang dengan mudah, karena dalam memahami tidak cukup untuk sekedar mengingat tetapi harus dapat memperoleh makna dan kemudian dapat menjelaskan apa yang dipahami dengan baik. Pemahaman konselor tentang layanan konsultasi diartikan bahwa, setelah konselor mendapatkan informasi tentang layanan konsultasi, kemudian konselor mampu untuk mengingat informasi yang didapatkan dan pada akhirnya diperoleh pemahaman tentang langkah-langkah pelaksanaan layanan konsultasi yang tertib dan lengkap dan mampu untuk menjelaskan kembali apa yang telah dipahami. Pemahaman konselor tentang langkah-langkah pelaksanaan layanan konsultasi yang tertib dan lengkap, akan menjadikan sedikit kesalahan atau penyimpangan dalam pelaksanaan layanan konsultasi.

Sebelum melakukan layanan konsultasi, akan lebih baik jika konselor terlebih dahulu telah memahami tentang operasionalisasi layanan konsultasi. Peranan pemahaman sangat penting bagi konselor dalam pelaksanaan layanan konsultasi. Adanya pemahaman konselor tentang layanan konsultasi, maka konselor dapat melaksanakan layanan konsultasi dengan baik dan kemungkinan hanya terjadi sedikit kesalahan dalam pelaksanaannya.

Umumnya konselor di sekolah memiliki persepsi yang salah tentang pelaksanaan layanan konsultasi. Mereka mengundang orang tua peserta didik datang ke sekolah untuk melakukan konsultasi berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan peserta didik di sekolah. Selain itu, pelaksanaan layanan konsultasi dilakukan dengan cara mempertemukan semua pihak dalam satu ruangan. Kegiatan tersebut menurut konselor bahwa mereka telah melakukan layanan konsultasi.

Terdapat  beberapa kesalahan yang sering dilakukan konselor yaitu suatu permasalahan yang layak dibahas dalam layanan konseling perorangan tetapi mereka bahas dalam layanan konsultasi. Kesalahan ini terjadi karena masalah yang dibahas bukan masalah pihak ketiga dan pihak ketiga secara spesifik tidak ada. Misalnya kasus orang tua kurang bisa berkomunikasi dengan baik kepada anaknya sehingga menyebabkan anaknya tidak mematuhi perintah orang tua. Pada kasus ini, pihak ketiga tidak ada dan masalah ini bukan masalah pihak ketiga tetapi masalah orang tua sehingga perlu diadakan layanan konseling perorangan bukan layanan konsultasi.

Pada pelaksanaannya di sekolah, tahap konsultasi dilakukan antara konselor dengan konsulti untuk membahas masalah yang dialami pihak ketiga. Tetapi kemudian pada tahap penanganan bukan dilakukan oleh konsulti, tetapi dilakukan oleh konselor sendiri yang pada akhirnya menjadi layanan konseling individual. Pelaksanaan layanan konsultasi yang kurang benar tersebut, dikarenakan kurangnya pemahaman konselor tentang layanan konsultasi. Adanya pemahaman yang mendalam dan praktik yang cukup akan menjadikan modal konselor dalam penguasaan pelayanan konsultasi.

B.   Pemahaman Konselor terhadap Bimbingan dan Konseling

Secara umum bimbingan konseling telah memiliki kedudukan yang sangat kuat. Setiap lembaga pendidikan selayanknya memiliki unit bimbingan dan konseling, dalam upaya optimalisasi potensi pendidikan. Bimbingan konseling merupakan serangkaian program layanan yang diberikan kepada peserta didik agar mereka mampu berkembang lebih baik. Bimbingan konseling dilaksanakan disekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar, bahkan pra sekolah ampai dengan tingkat tinggi. Bimbingan adalah proses bantuan kepada seseorang agar ia mampu memahami diri, menyesuaikan diri, dan mengembangkan diri sehingga mencapai kehidupan yang sukses dan bahagia. Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara oleh seorang konselor terhadap individu guna mengatasi masalah atau mengoptimalisasi potensi yang dimiliki.

Pada umumnya fungsi bimbingan konseling yang banyak dilakukan adalah fungsi penyembuhan sesungguhnya fungsi bimbingna onseling yang paling utama adalah pengembangan, yakni mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh individu. Bimbingan berpusat pada diri individu, berdasarkan pada kemampuan dan kebutuhan individu agar ia mampu mengatasi dirinya sendiri dan mengembangkan segenap kemampuan yang dimiliki.

1.    Konsep Pemahaman

Memahami menurut Tyler diartikan sebagai usaha merenggut makna secara jelas dan lengkap terhadap apa yang telah dijelaskan. Pemahaman menurut Gilmore juga merupakan kemampuan merenggut makna dan atau kemampuan untuk memprediksi, sebagai tugas yang amat sulit (dalam Awalya, 1995: 31). Pemahaman tidak dapat dilakukan seseorang dengan mudah, karena dalam memahami tidak cukup untuk sekedar mengingat tetapi harus dapat memperoleh makna dan kemudian dapat menjelaskan apa yang dipahami dengan baik. Pemahaman adalah suatu proses, seperti yang dikemukakan oleh Gilmore (dalam Awalya, 1995: 32) bahwa terdapat tiga fase proses pemahaman, yaitu: a) data input, yaitu konselor menerima informasi verbal dan non verbal, b) data processing, yaitu informasi yang telah diperoleh kemudian diproses melaluisistem konstruk konselor, diorganisir dan disimpan, dan c) data output, yaitu melakukan koreksi, konfirmasi, dan kemudian tindakan lanjutan terhadap informasi yang telah diperoleh konselor.

Proses pemahaman yang dilakukan oleh konselor terdapat dalam keseluruhan wilayah kehidupan. Terdapat tiga klasifikasi wilayah kehidupan dalam proses pemahaman, meliputi wilayah kehidupan pekerjaan, wilayah kehidupan hubungan atau persahabatan, dan wilayah kehidupan ketersendirian. Ketiga wilayah ini juga perlu dipertimbangkan dalam mengkaji proses pemahaman. Sehingga dapat dimaknai bahwa dalam fase input, processing, dan output perlu diungkapkan juga keterkaitannya dengan wilayah pekerjaan, hubungan atau persahabatan, dan ketersendirian.

Kedudukan wilayah yang berbeda, dapat diselesaikan dengan berbeda pula. Pada periode tertentu satu wilayah dapat menjadi lebih sentral bagi keberadaan seseorang, atau ketiga wilayah itu bertautan menjadi suatu kombinasi aktivitas, atau menjadi kompleks secara terus-menerus di antara aktivitas-aktivitas dalam satu wilayah dan tuntutan-tuntutan dari wilayah lain (Awalya, 1995: 32).

Mencapai suatu pemahaman, diperlukan adanya pengetahuan dan keterampilan dari seorang konselor. Pengetahuan yang mendalam dimiliki oleh konselor berkenaan dengan teori yang mendasari suatu permasalahan yang ingin diketahui. Keterampilan pada umumnya memiliki keterkaiatan dengan adanya praktik. Konselor yang terampil adalah konselor yang memenuhi karakteristik kompetensi konselor dalam melaksanakan tugas. Karakteristik konselor yang diperlukan dalam pemahaman itu menurut Brammer, mengarah pada efektifitas yang berwujud empati, hangat dan penuh perhatian (warmth and caring), terbuka (openess), penghargaan secara positif (positive regard), dan kekonkritan dan kekhususan (concreteness and specifity) (dalam Awalya, 1995: 27).

Pendapat lain menungkapkan beberapa karakteristik yang harus dimiliki konselor untuk dapat memahami, di antaranya adalah sebagai berikut.

a. Rogers, menekankan penghargaan dan penerimaan yang tidak bersyarat apapun dan empati atau pengertian terhadap pengalaman, pikiran, perasaan. Keserasian yang berarti bahwa konselor menyadari reaksi-reaksi dalam batinnya sendiri.

b. Truax dan Carkhuff, mengemukakan pengertiannya terhadap konseli yang dikomunikasikan juga kepada konseli secara jelas, perhatian kepada konseli yang tidak membuat konseli menggantungkan diri pada konselor, konselor ikhlas berarti tidak berpura-pura atau bersandiwara.

c. Tyler, menyebut dua sikap dasar yaitu penerimaan kepada konseli dan pengertian atau pemahaman, serta kemampuan untuk mengkomunikasikan kepada konseli apa yang ditangkap oleh konselor mengenai pikiran dan perasaan konseli.

d. Shertzer and Stone menyatakan bahwa penerimaan dan pengertian atau pemahaman yang kedua-duanya dapat dipandang sebagai sikap dasar atau sebagai keterampilan khusus.

2.    Pengertian Konselor

Kata konselor menegaskan petugas pelaksana pelayanan konseling. Sebutan pelaksana pelayanan ini telah berkembang, yaitu dari tenaga penyuluh, tenaga BP, guru BP/BK, guru pembimbing, dan sekarang menjadi konselor. Seseorang dapat dikatakan sebagai seorang konselor jika berlatar belakang pendidikan minimal sarjana strata 1 (S1) dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB), Bimbingan Konseling (BK), atau Bimbingan Penyuluhan (BP). Konselor adalah seorang ahli dalam bidang konseling, yang memiliki kewenangan dan mandat secara profesional untuk melaksanakan kegiatan pelayanan konseling” (Prayitno, 2004: 6). Dijelaskan juga bahwa “konselor sekolah adalah seorang tenaga profesional yang memperoleh pendidikan khusus di perguruan tinggi dan mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan Bimbingan dan Konseling” (Winkel, 2005: 167).

Dari beberapa pengertian konselor yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa konselor adalah seseorang yang mempelajari konseling dan secara profesional dapat melaksanakan pelayanan konseling dengan berlatar belakang pendidikan minimal S1 Jurusan BK. Pelayanan konseling yang dilaksanakan oleh konselor, salah satunya adalah layanan konsultasi BK. Dalam layanan konsultasi BK, seorang konselor harus mampu mengembangkan WPKNS (wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap) konsulti.

3.   Kualitas Pribadi Konselor

Pelayanan bimbingan dan konseling diminati oleh orang yang menghendaki kondisi hidup yang membahagiakan. Pelayanan ini dikatakan profesional apabila dilakukan oleh seorang konselor yang berkualitas. Kualitas seorang konselor salah satunya dapat dinilai dari pribadinya. Kualitas pribadi konselor adalah kriteria yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor jika dibandingkan dengan pendidikan dan latihan yang ia peroleh.

Beberapa ahli mengungkapkan karakteristik konselor yang menunjang kualitas pribadi konselor. Menne (dalam Willis, 2004: 80) menyebutkan ’kualitas pribadi konselor yaitu: 1) memahami dan melaksanakan etika profesional, 2) mempunyai rasa kesadaran diri mengenai kompetensi, nilai, dan sikap, 3) memiliki karakteristik diri yaitu respek terhadap orang lain, kematangan pribadi, memiliki kemampuan intuitif, fleksibel dalam pandangan dan emosional stabil, 4) kemampuan dan kesabaran untuk mendengarkan orang lain dan kemampuan berkomunikasi’.

Belkin (dalam Winkel, 2005: 184) menyajikan sejumlah kualitas kepribadian konselor yaitu 1) mengenal diri sendiri (knowing oneself), 2) memahami orang lain (understanding others), 3) kemampuan berkomunikasi dengan orang lain (relating to others). Mengenal diri sendiri berarti konselor menyadari keunikan diri sendiri, mengetahui kelemahan dan kelebihannya, dan usaha apa yang dilakukan agar dia dapat berhasil. Memahami orang lain menuntut keterbukaan hati dan kebebasan dari cara berpikir kaku dari konselor. Untuk kemampuan berkomunikasi dengan orang lain mengharuskan seorang konselor dapat memahami dan menghargai orang lain.

4.    Sikap dan Keterampilan Konselor

Sikap tidak dapat dilihat bentuknya secara langsung, sedangkan keterampilan dapat tampak wujudnya dalam perbuatan seseorang. Menurut Mappiare (2004: 98-116), sikap dasar konselor meliputi penerimaan, pemahaman, dan kesejatian dan keterbukaan. Ketiganya dijelaskan sebagai berikut, (1) penerimaan, yaitu penerimaan konselor terhadap keunikan pribadi orang lain, (2) pemahaman, yaitu kesadaran konselor untuk memahami tingkah laku, fikiran, dan perasaan orang lain, dan (3) kesejatian dan keterbukaan, yaitu keselarasan antara pikiran dengan apa yang diucapkan, konselor juga harus jujur dengan semua hal yang menyangkut hubungan konselor dengan kliennya.

Adapun keterampilan konselor meliputi kompetensi intelektual, kelincahan karsacipta, dan pengembangan keakraban. Diuraikan sebagai berikut, (1) kompetensi intelektual, keterampilan komunikasi yang baik oleh konselor dapat membantu proses interviu, (2) kelincahan karsa-cipta, yaitu konselor tidak kaku, tanggap terhadap perubahan-perubahan sikap, persepsi dan ekspektasi, dan (3) pengembangan keakraban, yaitu konselor bertanggungjawab menciptakan, memantapkan dan melanggengkan suasana akrab agar terjadi hubungan keterbukaan.

C.   Layanan Konsultasi

1.    Landasan Bimbingan dan Konseling

Secara umum bimbingan dan konseling telah memiliki kedudukan yang sangat kuat. Setiap lembaga pendidikan selayaknya memiliki unit bimbingan dan konseling dalam upaya optimalisasi potensi pendidikan. Bimbingan konseling merupakan serangkaian program layanan yang diberikan kepada peserta didik agar mereka mampu berkembang lebih baik. Bimbingan konseling dilaksanakan disekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar, bahkan pra sekolah sampai dengan tingkat tinggi.

Pada umumnya fungsi bimbingan konseling yang banyak dilakukan adalah fungsi penyembuhan. Sesungguhnya fungsi bimbingan dan konseling yang paling utama adalah pengembangan, yakni mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh individu. Bimbingan berpusat pada diri individu, berdasarkan pada kemampuan dan kebutuhan individu agar ia mampu mengatasi dirinya sendiri dan mengembangkan segenap kemampuan yang dimiliki. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling terdapat beberapa landasan di antaranya adalah sebagai berikut.

a. Landasan Filosofi, pemikiran filosofis menitik beratkan pada pemahaman tentang hakikat manusia.  Hakikat manusia dilihat dari beberapa dimensi memiliki empat dimensi yaitu: dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan dan dimensi keberagamaan. Selain itu hakekat manusia adalah mahluk Tuhan yang memiliki tujuan mengemban tugas dalam kehidupan yang berkaitan dengan kehidupan beragama, bekerja, berkeluarga, dan bermasyarakat.

b. Landasan Religius, menitik beratkan pada pemahaman tentang  keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta terhadap makhluk Tuhan. Upaya konselor pada landasan ini menuntut suasana dan perangkat budaya dan kemasyarakatan sesuai dengan kehidupan beragama dalam membantu dan memecahkan masalah individu.

c. Landasan Psikologis, menitik beratkan pada pemahaman tentang tingkah laku klien. Upaya konselor pada landasan ini menuntut bidang garapan bimbingan dan konseling adalah tingkah laku perlu diubah, dikembangkan dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi atau tujuan yang akan dicapai dengan pemahaman bahwa pemahaman tingkah laku yang jadi sasaran pelayanan memiliki latar belakang dan masa depan yang berbeda.

d. Landasan Sosial Budaya, penyelengaraan bimbingan dan konseling harus dapat dilandasi oleh pertimbangan keanekaragaman sosial budaya dan hidup dalam masyarakat di samping akan dinamika sosial budaya menuju masyarakat lebih maju. Perbedaan latar belakang sosial budaya yang beraneka pada konseli menjadi tanggung jawab konselor agar tidak disamaratakan dalam usaha membantu memecahkan persoalan klien.

e. Landasan Ilmiah dan Teknologi, teknologi membicarakan tentang sifat keilmuan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling sebagai ilmu yang multidimensional yang menerima sumbangan besar dari ilmu-ilmu lain dan bidang teknologi.

f.  Landasan Paedagogis, tujuan pendidikan dan tujuan bimbingan dan konseling memang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Secara mendasar bimbingan dan konseling merupakan salah satu bentuk pendidikan sehingga tujuan bimbingan dan konseling memperkuat tujuan pendidikan dan menunjang program pendidikan secara menyeluruh.

2.    Kedudukan Layanan Konsultasi

Sejak tahun 1993 penyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK) memperoleh perbendaharaan istilah baru yaitu BK Pola-17. Hal ini memberi warna tersendiri bagi arah bidang, jenis layanan dan kegiatan pendukung BK di jajaran pendidikan dasar dan menengah. Pada Abad ke-21, BK Pola 17 itu berkembang menjadi BK Pola-17 Plus. Kegiatan BK ini mengacu pada sasaran pelayanan yang lebih luas, di antaranya mencakup semua peserta didik dan warga masyarakat.

Layanan konsultasi merupakan salah satu jenis layanan dari BK Pola-17 Plus. Layanan konsultasi dan layanan mediasi merupakan layanan hasil pengembangan dari BK Pola 17 Plus. Dengan adanya pengembangan layanan ini, maka layanan konsultasi dan layanan mediasi secara otomatis menjadi bidang tugas konselor dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling, khususnya pelayanan BK di sekolah. Melihat uraian tentang BK Pola-17 Plus, pada penelitian ini hanya membatasi sesuai dengan judul penelitian. Peneliti hanya menguraikan salah satu jenis layanan BK yaitu layanan konsultasi.

3.    Pengertian Layanan Konsultasi BK

Menurut Prayitno (2004: 1), Layanan konsultasi adalah layanan konseling oleh konselor terhadap pelanggan (konsulti) yang memungkinkan konsulti memperoleh wawasan, pemahaman dan cara yang perlu dilaksanakan untuk menangani masalah pihak ketiga”. Konsultasi pada dasarnya dilaksanakan secara perorangan dalam format tatap muka antara konselor (sebagai konsultan) dengan konsulti. Konsultasi dapat juga dilakukan terhadap dua orang konsulti atau lebih kalau konsulti- konsulti itu menghendakinya. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 6) dijelaskan bahwa ”layanan konsultasi yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik”.

Dalam program bimbingan di sekolah, Brow dkk (dalam Marsudi, 2003:124) menegaskan bahwa ’konsultasi itu bukan konseling atau psikoterapi sebab konsultasi tidak merupakan layanan yang langsung ditujukan kepada siswa (klien), tetapi secara tidak langsung melayani siswa melalui bantuan yang diberikan oleh orang lain’. Layanan konsultasi juga didefinisikan bantuan dari konselor ke klien dimana konselor sebagai konsultan dan klien sebagai konsulti, membahas tentang masalah pihak ketiga. Pihak ketiga yang dibicarakan adalah orang yang merasa dipertanggungjawabkan konsulti, misalnya anak, murid atau orangtuanya. Bantuan yang diberikan untuk memandirikan konsulti sehingga ia mampu menghadapi pihak ketiga yang dipermasalahkannya.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan penulis bahwa layanan konsultasi adalah layanan konseling oleh konselor sebagai konsultan kepada konsulti dengan tujuan memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan konsulti dalam rangka membantu terselesaikannya masalah yang dialami pihak ketiga (konseli yang bermasalah). Pada layanan konsultasi, dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap konsultasi yang dilakukan oleh konselor kepada konsulti, dan tahap penanganan yang dilakukan oleh konsulti kepada konseli/pihak ketiga. Maka petugas pada tahap konsultasi adalah konselor, sedangkan petugas pada tahap penanganan adalah konsulti.

4.   Tujuan Layanan Konsultasi BK

Pada dasarnya setiap kegiatan tidak akan terlepas dari tujuan yang ingin dicapai. ”Tujuan diberikannya bantuan yaitu supaya orang-perorangan atau kelompok orang yang dilayani menjadi mampu menghadapi semua tugas perkembangan hidupnya secara sadar dan bebas” (Winkel, 2005: 32). Layanan konsultasi merupakan bagian dari layanan Bimbingan dan Konseling, maka tujuan dari layanan ini sepenuhnya akan mendukung dari tercapainya tujuan BK. Fullmer dan Bernard (dalam Marsudi, 2003: 124-125) merumuskan tujuan layanan konsultasi sebagai bagian tujuan bimbingan di sekolah adalah sebagai berikut.

a. Mengambangkan serta menyempurnakan lingkungan belajar bagi peserta didik, orang tua, dan administrator sekolah.

b.  Menyempurnakan pola komunikasi dengan cara mengembangkan informasi di antara orang yang penting.

c. Mengajak bersama pribadi yang memiliki peranan dan fungsi bermacam-macam untuk menyempurnakan lingkungan belajar.

d.  Memperluas layanan dari para ahli.

e.  Memperluas layanan pendidikan dari guru dan administrator.

f.   Membantu orang lain bagaimana belajar tentang perilaku.

g. Menciptakan suatu lingkungan yang berisi semua komponen lingkungan belajar yang baik.

h.  Menggerakkan organisasi yang mandiri.

Tujuan layanan konsultasi sebagaimana dikemukakan oleh Prayitno (2004: 2) adalah sebagai berikut.

a. Tujuan umum. Layanan konsultasi bertujuan agar konsulti yakin dengan kemampuannya sendiri dan dapat menangani kondisi atau permasalahan yang dialami pihak ketiga. Dalam hal ini pihak ketiga mempunyai hubungan yang cukup berarti dengan konsulti, sehingga permasalahan yang dialami oleh pihak ketiga itu setidaknya sebahagian menjadi tanggung jawab konsulti.

b. Tujuan khusus. Kemampuan sendiri yang dimaksud di atas dapat berupa wawasan, pemahaman dan cara-cara bertindak yang terkait langsung dengan suasana dan atau permasalahan pihak terkait itu (fungsi pemahaman). Dengan kemampuan sendiri itu konsulti akan melakukan sesuatu (sebagai bentuk langsung dari hasil konsultasi) terhadap pihak ketiga.

Dalam kaitan ini, proses konsultasi yang dilakukan konselor di sisi yang pertama, dan proses pemberian bantuan atau tindakan konsulti terhadap pihak ketiga pada sisi yang kedua, bermaksud mengentaskan masalah yang dialami pihak ketiga (fungsi pengentasan). Demikian juga Dougherty (dalam Sciarra, 2004: 55) mengungkapkan tujuan konsultasi, yaitu : (1) the goal of all consulting is to solve problems (2) another goal of consulting is to improve the consultee’s work with the client and, in turn, improve the welfare of the clien. Dari ungkapan tersebut dijelaskan bahwa tujuan konsultasi adalah mengatasi masalah dan konsultasi untuk meningkatkan kerja konsulti kepada konseli yang pada akhirnya mencapai kesejahteraan konseli.

5.   Komponen Layanan Konsultasi BK

Dari definisi layanan konsultasi, dijelaskan bahwa dalam proses konsultasi akan melibatkan tiga pihak, yaitu konselor, konsulti, dan pihak ketiga/konseli. Hal ini seperti pendapat Dougherty (dalam Sciarra, 2004: 55) consulting is tripartite: it involves a consultant, a consultee, and a client (berkonsultasi meliputi tiga pihak yaitu melibatkan seorang konsultan, konsulti, dan konseli). Ketiga pihak ini disebut sebagai komponen layanan konsultasi. Ketiga komponen layanan konsultasi tersebut menjadi syarat untuk menyelenggarakan kegiatan layanan. Dijelaskan oleh Prayitno (2004: 3-4), bahwa:

  Konselor adalah tenaga ahli konseling yang memiliki kewenangan untuk melakukan pelayanan konseling pada bidang tugas pekerjaannya. Sesuai dengan keahliannya, konselor melakukan berbagai jenis layanan konseling, salah satu di antaranya adalah layanan konsultasi; Konsulti adalah individu yang meminta bantuan kepada konselor agar dirinya mampu menangani kondisi dan atau permasalahan pihak ketiga yang (setidak-tidaknya sebahagian) menjadi tanggung jawabnya. Bantuan itu diminta dari konselor karena konsulti belum mampu menangani situasi dan atau permasalahan pihak ketiga itu; Pihak ketiga adalah individu (atau individu-individu) yang kondisi dan atau permasalahannya dipersoalkan oleh konsulti. Menurut konsulti, kondisi/ permasalahan pihak ketiga itu perlu diatasi, dan konsulti merasa (setidak-tidaknya ikut) bertanggung jawab atas pengentasannya.

Marsudi (2003: 124-125) menyebutkan bahwa layanan konsultasi mengandung beberapa aspek, antara lain sebagai berikut:

1) Konsultan, yaitu seseorang yang secara profesional mempunyai kewenangan untuk memberikan bantuan kepada konsulti dalam upaya mengatasi masalah klien,

2) Konsulti, merupakan pribadi atau seorang profesional yang secara langsung memberi bantuan pemecahan masalah terhadap klien,

3) Klien, yaitu pribadi atau organisasi tertentu yang mempunyai masalah,

4) Konsultasi merupakan proses pemberian bantuan dalam upaya mengatasi masalah klien secara tidak langsung.

Dalam layanan konsultasi ini dapat diperjelas bahwa penanganan masalah yang dialami konseli (pihak ketiga) dilakukan oleh konsulti. Konsulti akan dikembangkan kemampuannya oleh konselor pada saat tahap konsultasi berlangsung, yaitu mengembangkan pada diri konsulti tentang wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap. Akhir proses konsultasi ini adalah konselor menganggap bahwa konsulti mampu membantu menangani kondisi atau permasalahan pihak ketiga yang setidaknya menjadi tanggung jawabnya.

Konsulti adalah orang yang ikut bertanggung jawab terhadap masalah yang dialami pihak ketiga. Misalnya orang tua, guru, kepala sekolah, kakak, dan sebagainya. Seorang konsulti harus bersedia membantu penyelesaian masalah pihak ketiga. Menurut Sciarra (2004: 55) also, collaboration between consultant and consultee is especially important in the school setting because it eases the burden on the consultant (kerjasama antara konsultan dan konsulti menjadi yang terpenting di sekolah sebab dapat meringankan beban konsultan).

6.   Asas Layanan Konsultasi BK

Munro, dkk (dalam Prayitno, 2004: 5) menyebutkan ’ada tiga etika dasar konseling yaitu kerahasiaan, kesukarelaan, dan keputusan diambil oleh klien sendiri (kemandirian)’. Etika dasar ini terkait langsung dengan asas konseling. Asas ini juga berlaku pada layanan konsultasi. Ketiga asas ini diuraikan sebagai berikut.

a.  Asas kerahasiaan

   Seorang konselor diwajibkan untuk menjaga kerahasiaan, dengan harapan adanya kepercayaan dari semua pihak maka mereka akan memperoleh manfaat dari pelayanan BK. Oleh karena itu, Mugiarso (2004: 24) mengemukakan bahwa ”asas kerahasiaan merupakan asas kunci dalam usaha BK, dan harus benar-benar dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab”. Asas kerahasiaan pada layanan konsultasi yang dimaksudkan adalah menyangkut jaminan kerahasiaan identitas konsulti dan pihak ketiga, dan jaminan kerahasiaan terhadap permasalahan yang dialami pihak ketiga.

b.  Asas kesukarelaan

   Kesukarelaan yang dimaksud pada layanan konsultasi adalah kesukarelaan dari konselor dan konsulti. Konselor secara suka dan rela membantu konsulti untuk membantu mengarahkan bantuan pemecahan masalah yang akan diberikan kepada pihak ketiga. Kesukarelaan konsulti yaitu bersikap sukarela datang sendiri kepada konselor, dan kemudian terbuka mengemukakan hal-hal yang terkait dengan konsulti sendiri dan pihak ketiga dengan tujuan agar permasalahan yang dialami pihak ketiga segera terselesaikan.

c.  Asas kemandirian

   Pada layanan konsultasi, konsulti diharapkan dapat mencapai tahap-tahap kemandirian berikut: (1) memahami dan menerima diri sendiri secara positif dan dinamis, (2) memahami dan menerima lingkungan secara objektif, positif dan dinamis, (3) mengambil keputusan secara positif dan tepat, (4) mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil, (5) mewujudkan diri sendiri (Prayitno, 2004: 8-9).

7.    Operasionalisasi Layanan Konsultasi BK

Layanan konsultasi merupakan suatu proses, sehingga dalam pelaksanaannya menempuh tahap-tahap tertentu. Tahap-tahap pelaksanaan konsultasi hendaklah dilaksanakan secara tertib dan lengkap, dari perencanaan sampai dengan penilaian dan tindak lanjutnya. Hal ini semua untuk menjamin kesuksesan layanan secara optimal. Langkah-langkah tersebut menurut Prayitno (2004: 30-31) adalah sebagai berikut.

a.  Perencanaan

   Sebelum pemberian layanan, terlebih dahulu seorang konselor melakukan perencanaan. Perencanaan dimaksudkan untuk mempermudah proses pelaksanaan. Perencanaan layanan konsultasi meliputi:

1)  Mengidentifikasi konsulti

    Layanan konsultasi melibatkan pihak yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang dialami pihak ketiga/ konseli. Pihak terkait inilah yang disebut konsulti. Pada pelayanan Bimbingan dan Konseling khususnya di sekolah, pihak yang disebut sebagai konsulti adalah sesama konselor, guru bidang studi atau wali kelas, pejabat struktural, orang tua atau saudara dari siswa, dan petugas administrator.

    Dalam mengidentifikasi konsulti, tindakan dari seorang konselor adalah mengenal konsulti dengan maksud memperoleh data yang dibutuhkan konselor. Identifikasi dapat dilakukan dengan wawancara dan rapport. ”Raport adalah suatu hubungan (relationship) yang ditandai dengan keharmonisan, kesesuaian, kecocokan, dan saling tarik menarik” (Willis, 2004: 46). Untuk menciptakan rapport, konselor harus memiliki sikap empati, mampu membaca perilaku nonverbal, bersikap akrab dan berniat memberikan bantuan tanpa pamrih.

2) Mengatur pertemuan

    Mengatur pertemuan atau melakukan kontrak dengan konsulti, artinya perjanjian antara konselor dengan konsulti. Sebagaimana dalam pelaksanaan konseling perorangan, terjadi kesepakatan kontrak waktu dan tempat pelaksanaan layanan konsultasi. Penyelenggaraan layanan konsultasi sangat tergantung pada kesepakatan antara konselor dan konsulti. Kesepakatan tersebut dimaksudkan untuk kenyamanan dan jaminan kerahasiaan proses konsultasi.

3) Menetapkan fasilitas layanan

  Fasilitas dalam layanan konsultasi ialah segala sesuatu yang menunjang pelaksanaan layanan konsultasi. Fasilitas yang ditetapkan tersebut misalnya tempat konsultasi yang menimbulkan perasaan nyaman, buku agenda konselor yang berisi janji pertemuan dengan konsulti, alat perekam yang tidak diketahui oleh konsulti.

4) Menyiapkan kelengkapan administrasi

   Sebelum konselor dan konsulti melaksnakan layanan konsultasi, maka perlu adanya kesiapan kelengkapan administrasi layanan. Adanya pengadministrasian dimaksudkan agar terdapat bukti adanya pelaksanaan layanan konsultasi. Misalnya konselor menyiapkan buku catatan hasil wawancara dengan konsulti, terdapat jurnal harian pelaksanaan layanan.

b.  Pelaksanaan

   Pelaksanaan merupakan bagian inti dalam proses layanan konsultasi. Pada tahap pelaksanaan, pernyataan masalah diungkapkan, hubungan konsultan dan peranannya dirumuskan dan peraturan pokok dikembangkan” (Marsudi, 2003: 125). Pada layanan konsultasi, proses layanan dilakukan dua tahap. Yaitu pertama proses konsultasi antara konselor dan konsulti, dan yang kedua proses penanganan oleh konsulti terhadap pihak ketiga yang memiliki masalah. Secara jelas tahap ini meliputi:

1) Menerima konsulti

   Penerimaan konsulti oleh konselor sangat mempengaruhi perkembangan proses layanan konsultasi selanjutnya. Hal ini dikarenakan alasan bahwa dengan penerimaan yang baik oleh konselor, maka akan membuat kenyamanan konsulti dan pada akhirnya membantu kelancaran layanan konsultasi. Menurut Winkel (2005: 473) menyebutkan bahwa ”bila bertemu dengan konseli untuk pertama kali: menyambut kedatangan konseli dengan sikap ramah, misalnya berjabatan tangan, mempersilakan duduk, dan menyisihkan berkas-berkas yang ada di atas meja kerjanya”. Demikian halnya yang dilakukan oleh konselor terhadap konsulti bahwa konselor bersikap menerima konsulti baik secara verbal maupun non verbal. Semua hal itu dilakukan dengan tujuan berpengaruh terhadap keberhasilan layanan.

   Menerima konseli secara verbal merupakan tanggapan verbal konselor yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan atau ungkapan verbal secara sopan dan santun. Misalnya menerima konsulti dengan ucapan selamat siang pada awal konsultasi, menggunakan pertanyaan yang tidak menyinggung perasaan, tidak berlebih dalam berbicara, dan sebagainya. Penerimaan non verbal merupakan reaksi atau tanggapan yang dibedakan dari berbahasa dengan memakai kata-kata, misalnya eksprasi wajah, sikap tubuh, anggukan kepala, dan sebagainya.

2) Menyelenggarakan penstrukturan konsultasi

  Penstrukturan layanan konsultasi diperlukan untuk membawa konsulti mulai memasuki layanan konsultasi. Bagi konsulti yang baru pertama kali melakukan layanan konsultasi, maka diperlukan penstrukturan secara keseluruhan. Untuk memulai proses konultasi, terlebih dahulu diawali dengan wawancara permulaan. Menurut Tyler (dalam Gunarsa, 2007: 93) mengemukakan bahwa: Dari sudut konselor ada tiga tujuan pada wawancara permulaan dalam kaitan dengan proses konseling ialah: (1) menimbulkan suasana bahwa proses konseling dimulai, (2) membuka aspek-aspek psikis pada diri klien seperti kehidupan perasaan dan sikapnya, (3) menjelaskan struktur mengenai proses bantuan yang akan diberikan.

   Terdapat tiga teknik dasar strukturing atau pembatasan di antaranya pembatasan pada lama pertemuan, pembatasan masalah yang dibahas, dan pembatasan pada peran masing-masing konselor atau konsulti. Pada layanan konsultasi, terdapat penyelenggaraan penstukturan konsultasi yang harus dipahami oleh konselor dan konsulti. Penstrukturan ini diperlukan dengan tujuan agar terjadi kejelasan arah konsultasi yaitu dengan adanya pemahaman tentang pembatasan waktu konsultasi, pembatasan masalah apa yang dibahas, dan peranan keduanya akan membantu melancarkan kesuksesan layanan konsultasi.

3) Membahas masalah yang dibawa konsulti berkenaan dengan pihak ketiga

    Seperti untuk layanan konseling perorangan, materi yang dibahas dalam layanan konsultasi tidak dapat ditetapkan terlebih dahulu oleh konselor, melainkan akan dikemukakan oleh konsulti ketika layanan berlangsung” (BSNP, 2006: 24). Masalah yang dibahas oleh konsulti adalah masalah yang dialami oleh pihak ketiga, baik itu permasalahan pribadi, sosial, belajar atau karir.

4) Mendorong dan melatih konsulti untuk :

a) Mampu menangani masalah yang dialami pihak ketiga

   Tugas konselor sebagai konsultan adalah membekali konsulti dalam memperoleh WPKNS konsulti (wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap) agar dapat bertindak membantu penyelesaian masalah pihak ketiga. WPKNS konsulti diuraikan sebagai berikut:

(1) Wawasan, meliputi wawasan konsulti tentang diri pihak ketiga, permasalahan pihak ketiga, dan lingkungan pihak ketiga. Wawasan yang dipahami oleh konsulti terhadap pihak ketiga, sejalan dengan fungsi pemahaman Bimbingan dan Konseling. Seperti yang diungkapkan oleh Mugiarso (2004: 28) bahwa pemahaman yang sangat perlu dihasilkan oleh pelayanan bimbingan dan konseling adalah pemahaman tentang diri klien beserta permasalahannya oleh klien sendiri dan oleh pihak-pihak lain yang membantu klien, termasuk juga pemahaman tentang lingkungan diri klien.

(2) Pengetahuan, yaitu konsulti memiliki pengetahuan tentang diri pihak ketiga, permasalahan pihak ketiga, ataupun lingkungan pihak ketiga yang pembahasannya dikaitkan dengan kaidah pendidikan, psikologi, sosial, ekonomi, budaya, dll.

(3) Keterampilan, konsulti perlu menguasai berbagai keterampilan yang disesuaikan dengan permasalahan yang dialami pihak ketiga. Menurut Prayitno (2004: 19) bahwa keterampilan yang perlu dikuasai konsulti dan diterapkan terhadap pihak ketiga adalah aplikasi alat-alat pendidikan, tiga-m, pertanyaan terbuka, dorongan minimal, refleksi, serta teknik khusus pengubahan tingkah laku, seperti pemberian informasi dan contoh, latihan sederhana, dan pemberian nasihat secara tepat.

(4) Nilai, konsultan perlu mengembangkan nilai-nilai pada diri konsulti dengan tujuan agar konsulti juga dapat memandang pihak ketiga berdasarkan nilainilai di kehidupan masyarakat. Misalnya nilai kemanusiaan, nilai sosial, nilai moral, dan lain sebagainya.

(5) Sikap, yaitu suatu respon yang dihasilkan dari stimulus. Konsulti pada layanan konsultasi perlu mengembangkan sikap positif dan dinamis terhadap diri pihak ketiga dan permasalahan yang dialami oleh pihak ketiga itu. Dengan adanya nilai dan sikap tersebut, diharapkan hubungan konsulti dan pihak ketiga semakin kondusif.

b) Memanfaatkan sumber-sumber yang ada

   Konsulti dalam membantu penyelesaian masalah pihak ketiga dapat memanfaatkan berbagai sumber bantuan. Pengumpulan informasi-informasi mengenai pihak ketiga dapat diperoleh dari pihak ketiga itu sendiri ataupun lingkungan dekat pihak ketiga, misalnya keluarga, teman bermain, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, bahkan diperoleh dari media cetak atau elektronik. Pemberian informasi dari pihak yang terkait dengan pihak ketiga tersebut dikumpulkan dengan alasan untuk membantu menjelaskan masalah dan juga membantu tercapainya penyelesaian masalah pihak ketiga.

5) Membina komitmen konsulti untuk menangani masalah pihak ketiga dengan bahasa dan cara-cara konseling.

   Pada proses konsultasi, seorang konselor mengembangkan WPKNS (wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap) konsulti terkait dengan penyelesaian masalah pihak ketiga. Tugas konselor selanjutnya adalah melakukan persetujuan dengan konsulti agar konsulti bersedia membantu penyelesaian masalah pihak ketiga. Langkah penyelesaian masalah pihak ketiga dilakukan oleh konsulti dengan menggunakan bahasa dan cara-cara konseling yang telah diperoleh konsulti dari pengembangan WPKNS nya. Dapat dikatakan bahwa konsulti bukanlah menjadi seorang konselor. Hal yang dimaksudkan konsulti dapat menggunakan bahasa dan cara-cara konseling, misalnya konsulti dapat menggunakan pertanyaan terbuka kepada pihak ketiga, konsulti melakukan penerimaan pihak ketiga dengan bahasa verbal dan non verbal, dalam hal mengambil keputusan, dan lain-lain.

    Penanganan pihak ketiga oleh konsulti tidak terlepas dari pantauan dari konselor. Pada tahap ini bisa terjadi kemungkinan alternatif pemecahan masalah pihak ketiga gagal dilakukan oleh konsulti, sehingga perlu dilakukan kembali atau dengan intervensi yang berbeda. Penghentian layanan konsultasi tidak berbeda dengan layanan konseling perorangan. Menghentikan konseling (terminasi) bisa dilakukan untuk sementara dan selama itu konseli masih bisa berhubungan kembali kalau dibutuhkan atau dihentikan sama sekali karena tujuan konseling sudah tercapai (Gunarsa, 2007: 99).

6) Melakukan penilaian segera

    Akhir setiap kegiatan layanan terdapat adanya suatu penilaian layanan. Penilaian dilakukan untuk mengetahui seberapa besar keberhasilan yang telah dicapai dari proses pelaksanaan layanan. Terhadap hasil layanan konsultasi perlu dilaksanakan tiga jenis penilaian, yaitu penilaian segera (laiseg), penilaian jangka pendek (laijapen), dan penilaian jangka panjang (laijapang). Penilaian segera dari layanan konsultasi dilaksanakan pada akhir setiap konsultasi yang dilakukan oleh konselor dan konsulti. Fokus penilaian segera layanan konsultasi adalah menilai diri konsulti berkenaan dengan ranah Understanding, Comfort, dan Action. Ketiganya dijelaskan sebagai berikut.

a) Understanding. Tahap pertama pada layanan konsultasi adalah proses konsultasi antara konselor/konsultan dengan konsulti. Hasil dari tahap ini salah satunya adalah adanya pemahaman baru yang diperoleh konsulti. Pemahaman konsulti meliputi pemahaman tentang WPKNS nya, pemahaman permasalahan pihak ketiga yang dibahas, penyebab munculnya permasalahan, sampai pada pemahaman konsulti tentang langkah penanganan yang telah diajarkan konselor.

b) Comfort. Selain menilai pemahaman konsulti pada proses konsultasi, konselor juga menilai perasaan yang berkembang pada diri konsulti. Pada penilaian segera ini, konselor menanyakan apakah konsulti merasa terbebani atau ketidaknyamanan terhadap konsultasi yang dilakukan atau terjadi sebaliknya.

c) Action. Setelah menilai tentang pemahaman dan perasaan konsulti, menilai kegiatan apa yang akan dilaksanakan konsulti setelah proses konsultasi selesai perlu dilakukan oleh konselor. Penilaian segera tentang action dilakukan dengan cara menanyakan kepada konsulti tentang rencana kegiatan apa yang akan dilaksanakan pasca konsultasi dalam rangka mewujudkan upaya pengentasan masalah yang dialami pihak ketiga.

c.  Evaluasi

   Evaluasi yang dilakukan pada layanan konsultasi adalah melakukan evaluasi jangka pendek tentang keterlaksanaan hasil konsultasi. Laijapen dilakukan setelah konsulti memberikan penanganan kepada pihak ketiga (tahap penanganan). Penilaian jangka pendek mengacu pada bagaimana konsulti melakukan unsur kegiatan atau action dari hasil proses konsultasi. Sasaran laijapen ini adalah respon atau dampak awal pihak ketiga terhadap tindakan penanganan yang dilakukan oleh konsulti. Dengan demikian konsulti juga terlebih dahulu telah dilatih oleh konselor agar dapat melakukan penilaian segera kepada pihak ketiga.

   Pada penilaian jangka panjang (laijapang) yang menjadi fokusnya adalah terjadi perubahan pada diri pihak ketiga. Perubahan yang dimaksudkan adalah yang berkaitan dengan permasalahan yang sejak awal dikonsultasikan. Untuk melihat ada tidaknya perubahan pada diri pihak ketiga, maka konsulti juga dibekali konsultan agar dapat melakukan penilaian kepada pihak ketiga.

d. Analisis Hasil Evaluasi

   Analisis hasil evaluasi yaitu menafsirkan hasil evaluasi yang berkaitan dengan diri pihak ketiga dan konsulti sendiri. Tujuan utama dari analisis hasil evaluasi layanan konsultasi adalh untuk mempertimbangkan upaya tindak lanjut yang akan dilakukan sesuai dengan penanganan masalah pihak ketiga. Hubungan konsulti dengan konsultan tidak kontinu, tetapi efek dari proses diharapkan kontinu. Putusan dibuat untuk menunda aktivitas, mendesain kembali dan melaksanakan ulang atau berhenti secara penuh (Marsudi, 2003: 126).

e. Tindak Lanjut

   Hasil penilaian digunakan sebagai pertimbangan tindak lanjut yang dapat dilakukan dengan konsultasi lanjutan, penghentian atau alih tangan (refferal). Konsultasi lanjutan dilakukan berdasarkan kesepakatan kembali antara konsulti dan konsultan. Konsultasi ini diperlukan jika tahap penanganan dikatakan belum berhasil. Tingkah laku pihak ketiga yang diharapkan oleh konsulti belum tercapai dan konsulti merasa perlu untuk mengulang kembali penanganan kepada pihak ketiga yang bermasalah. Penghentian layanan konsultasi tidak berbeda dengan layanan konseling perorangan. Menghentikan konseling (terminasi) bisa dilakukan untuk sementara dan selama itu klien masih bisa berhubungan kembali kalau dibutuhkan atau dihentikan sama sekali karena tujuan konseling sudah tercapai (Gunarsa, 2007:99).

8.   Pemahaman Konselor tentang Layanan Konsultasi

Konseling sebagai suatu profesi memiliki kompetensi utama minimal profesi konseling, di antaranya Kompetensi Pengembangan Kepribadian (KPK), Kompetensi Landasan Keilmuan dan Keterampilan (KKK), Kompetensi Keahlian Berkarya (KKB), Kompetensi Perilaku Berkarya (KPB), dan Kompetensi Berkehidupan Bermasyarakat Profesi (KBB). Memahami dan mempraktikkan jenis-jenis layanan konseling termasuk dalam KKB. Menurut Miller (Awalya, 1995: 10) mengemukakan bahwa fungsi utama konselor adalah mengimplementasikan berbagai layanan program bimbingan. Seperti yang telah dijelaskan bahwa salah satu layanan dalam konseling adalah layanan konsultasi. Jadi mengimplementasikan layanan konsultasi merupakan tugas bagi konselor sekolah. Untuk mencapai ketercapaian pelaksanaan layanan konsultasi, sebelumnya konselor perlu terlebih dahulu memahami makna tentang layanan konsultasi. Hal tersebut sejalan dengan kompetensi yang harus dimiliki konselor yaitu Kompetensi Keahlian Berkarya (KKB).

Pemahaman dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengerti, mengingat, memperoleh makna dari pengetahuan atau informasi yang diperoleh kemudian dapat menjelaskan apa yang dipahami dengan baik. Pemahaman konselor dapat diperoleh dengan pengetahuan dan keterampilan. Berkaitan dengan layanan konsultasi, maka arah pengetahuan tentang layanan konsultasi yaitu tentang operasionalisasi layanan konsultasi. Operasionalisasi layanan konsultasi meliputi adanya perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis hasil evaluasi, dan tindak lanjut.

Konselor mengetahui bahwa layanan konsultasi dapat dilakukan minimal menyangkut tiga kondisi, yaitu hadapi satu pilihan atau beberapa pilihan dari tiga wilayah kehidupan, berkeinginan kuat terjadinya perubahan atau beberapa perubahan pribadi dalam satu atau lebih dari ketiga wilayah kehidupan, menjadi sangat bingung tentang bagaimana seharusnya mengorganisir memberi arti kehidupan dari satu atau lebih dari ketiga wilayah kehidupan. Pemahaman konselor tentang layanan konsultasi diartikan bahwa, setelah konselor mendapatkan informasi tentang layanan konsultasi sebagai fase I, kemudian konselor mampu untuk mengingat informasi yang didapatkan (fase II), dan pada akhirnya diperoleh fase III yaitu telah memahami tentang langkah-langkah pelaksanaan layanan konsultasi yang tertib dan lengkap dan mampu untuk menjelaskan kembali apa yang telah dipahami.

Sebelum melakukan layanan konsultasi, akan lebih baik jika konselor terlebih dahulu telah memahami tentang operasionalisasi layanan konsultasi. Peranan pemahaman sangat penting bagi konselor dalam pelaksanaan layanan konsultasi. Adanya pemahaman konselor tentang layanan konsultasi, maka konselor dapat melaksanakan layanan konsultasi dengan baik dan kemungkinan hanya terjadi sedikit kesalahan dalam pelaksanaannya.

D.   Pola Bimbingan dan Konseling 17 Plus

1.    Sejarah Lahirnya BK 17 Plus

Sejak tahun 1993 penyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK) memperoleh perbendaharaan istilah baru yaitu BK Pola-17. Hal ini memberi  warna tersendiri bagi arah bidang, jenis layanan dan kegiatan pendukung BK di  jajaran pendidikan dasar dan menengah. Pada Abad ke-21, BK Pola 17 itu  berkembang menjadi BK Pola-17 Plus. Kegiatan BK ini mengacu pada sasaran  pelayanan yang lebih luas, diantaranya mencakup semua masyarakat.

Layanan konsultasi merupakan salah satu jenis layanan dari BK Pola-17  Plus. Layanan konsultasi dan layanan mediasi merupakan layanan hasil  pengembangan dari BK Pola 17 Plus. Dengan adanya pengembangan layanan ini, maka layanan konsultasi dan layanan mediasi secara otomatis menjadi bidang tugas konselor dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling, khususnya pelayanan BK di sekolah.

Program layanan bimbingan konseling tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak didukung dengan profesionalismenya guru BK tersebut dalam melayani siswanya denganterprogram secara efektif apabila kurang atau tidak didukung faktor lain, misalnya faktorpengalaman bekerja.Layanan konseling yang diberikan kepada peserta didik untuk belajar dengan efektif.

2.   Pengertian

Pola bimbingan dan konseling pola 17+ adalah progam bimbingan dan konseling/ pemberian bantuan kepada peserta didik melalui, 6 bidang bimbingan, 9 layanan, dan 6 layanan pendukung yang sesuai dengan norma yang berlaku. Secara umum tujuan pola bimbingan dan konseling 17+ adalah Memberikan arah kerja/ sebagai acuan dan evaluasi kerja bagi guru BK/ konselor, membantu peserta didik mengenal bakat, minat, dan kemampuannya, serta memilih dan menyesuaikan diri dengan kesempatan, pendidikan, dan merencanakan karier yang sesuai dengan tuntutan kerja.

3.   Fungsi

Pola umum bimbingan konseling di sekolah sering disebut dengan BK Pola 17. Disebut BK Pola 17 karena di dalamnya terdapat tujuh belas butir pokok yang amat perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan bimbingan konseling di sekolah. Pola umum bimbingan konseling meliputi keseluruhan kegiatan bimbingan konseling yang mencakup bidang-bidang bimbingan, jenis-jenis layanan dan kegiatan pendukung bimbingan konselih. Seluruh kegiatan bimbingan konseling di sekolah ditujukan terhadap seluruh peserta didik yang secara langsung menjadi tanggung jawab guru pembimbing atau guru kelas. Pelayanan bimbingan konseling di sekolah dilaksanakan secara terprogram, teratur, dan berkelanjutan. Pelaksanaan program-program itulah yang menjadi wujud nyata dari diselenggarakannya kegiatan bimbingan konseling di sekolah. Adapun fungsi pola Bimbingan dan Koseling 17 Plus adalah sebagai berikut.

a. Fungsi pemahaman, fungsi bimbigan dan konseling yang menghasilkan pemahaman tentang diri siswa yang dapat digunakan dalam rangka pengembangan siswa dan pemahaman tentang lingkungan. Fungsi pemahaman juga merupakan fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.

b. Fungsi pencegahan, fungsi bimbingan dan konseling yang berupaya mencegah peserta didik agar tidak mengalami sesuatu kesulitan atau pun menemui permasalahan yang dapat mengganggu, menghambat dalam proses perkembangan peserta didik. Fungsi pencegahan atau preventif juga merupakan fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).

c. Fungsi perbaikan, fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu peserta didik mengubah hal yang kurang baik menjadi lebih baik serta dapat mengatasi berbagai permasalahan yang di hadapi.

d. Fungsi penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.

e. Fungsi pemeliharaan, fungsi bimbingan dan konseling yang bertujuan untuk menjaga agar perilaku peserta didik yang sudah baik jangan sampai rusak kembali.

f. Fungsi pengembangan, fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu siswa untuk mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki peserta didik.  Fungsi pengembangan juga merupakan fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel sekolah lainnya secara sinergi sebagai team work berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya.

g. Fungsi penyaluran, fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu peserta didik untuk memilih dan memantapkan penguasaan karier yang sesuai dengan bakat, minat, keahlian, dan ciri-ciri kepribadian peserta didik.

h.  Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu peserta didik untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, keluarga, sekolah dan masyarakat secara optimal.

i.  Fungsi adaptasi, fungsi bimbingan dan konseling yang membantu staf sekolah untuk mengadaptasikan program pengajaran dengan minat, kemampuan, serta kebutuhan peserta didik.

4.   Asas-asas Bimbingan dan Konseling

Penyelengaraan bimbingan dan konseling selain harus memperhatikan aspek, fungsi dan prinsip juga dituntut untuk mempedulikan beberapa asas yang mendaasari kinerja pembimbing atau konselor dalam pelaksanaan tugasnya. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut.

a. Asas kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.

b. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.

c. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait dengan terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.

d. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.

e. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.

f. Asas kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.

g. Asas kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.

h. Asas keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

i. Asas keharmonisan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.

j.  Asas keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.

k. Asas alih tangan kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.

5.   Layanan dan Strategi

Kegiatan bimbingan konseling (BK) secara menyeluruh meliputi empat bidang bimbingan yaitu (1) bimbingan pribadi  (2) bimbingan sosial  (3) bimbingan belajar dan (4) bimbingan karier. Kegiatan BK dalam keempat bidang bimbingan diselenggarakan melalui tujuh jenis layanan, yaitu (1) layanan orientasi, (2) layanan penempatan dan penyaluran, (3) layanan konseling perorangan, (4) layanan konseling kelompok, (5) layanan informasi, (6) layanan pembelajaran, dan (7) layanan bimbingan kelompok. Untuk mendukung ketujuh jenis layanan itu diselenggarakan lima kegiatan pendukung, yaitu (1) instrumentasi bimbingan konseling, (2) himpunan data, (3) konferensi kasus, (4) kunjungan rumah dan (5) alih tangan kasus. Semua kegiatan BK tersebut didasari oleh satu pemahaman yang menyeluruh dan terpadu tentang sasaran BK yang meliputi pengertian, tujuan, fungsi, prinsip, dan asas-asas BK. Adapun layanan dan strategi Bimbingan dan Konseling Pola 17+ adalah sebagai berikut.

a. Layanan orientasi, layanan yang di tujukan untuk peserta didik atau siswa baru guna memberikan pemahaman dan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah yang baru dimasuki. Hasil yang diharapkan dari layanan ini adalah peserta didik dapat menyesuaikan diri terhadap pola kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan kegiatan lain yang mendukung keberhasilannya. Layanan orientasi berupa pengenalan lingkungan sekolah yang baru kepada peserta didik, meliputi lingkungan fisik, personal sekolah, kurikulum, kegiatan, aturan yang berlaku, sistem pendidikan, organisasi siswa dan sebagainya.

   Penyelenggaraan layanan orientasi dapat diselenggarakan melalui ceramah, tanya jawab dan diskusi selanjutnya dapat dilengkapi dengan peragaan, selebaran, tayangan foto, film, video, dan peninjauan ketempat-tempat yang dimaksud (ruang kelas, laboratorium, perpustakaan dll). Materi orientasi dapat diberikan oleh konselor, Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Wali Kelas, Guru Mata pelajaran, atau personil lain. Namun seluruh kegiatan itu direncanakan dan dikoordinasikan oleh konselor sekolah. Layanan orientasi dapat diselenggarakan baik dalam bentuk pertemuan umum, pertemuan klasikal, maupun pertemuan kelompok. Materi orientasi dapat disampaikan oleh konselor sekolah, Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Wali Kelas, Guru Mata pelajaran, atau personil lain. Layanan orientasi diselenggarakan pada awal mulainya kegiatan pada satu jenjang atau periode pendidikan tertentu.

b. Layanan informasi. Layanan yang bertujuan untuk membekali peserta didik dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenal diri, merencanakan, dan mengembangkan pola kehidupan sebagai pelajar, anggota keluarga, dan anggota masyarakat. Layanan informasi berupaya memenuhi kekurangan seseorang akan informasi yang dibutuhkan. Layanan informasi berarti memberikan informasi seluas-luasnya kepada peserta didik berkait dengan kegiatan akademis dan non akademis untuk masa skarang dan masa yang akan datang. Meliputi bidang pibadi, sosial, belajar dan karir. Contoh : Pada saat melaksanakan pendidikan di SMK, peserta didik tidak hanya teori tapi dapat langsung peraktek ke lapangan, contohnya jurusan perhotelan, mereka terjun kehotelnya langsung. Dan lulus dari sekolah tersebut sudah siap bekerja. Semua bermanfaat bagi peserta didik dan telah mengenal dunia kerja sebelumnya.

  Layanan informasi bertujuan untuk membekali individu dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenal diri, merencanakan dan mengembangkan pola kehidupan sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat. Fungsi utama layanan informasi ialah fungsi pemahaman dan pencegahan.

   Materi yang dapat diangkat melalui layanan informasi ada berbagai macam, yaitu meliputi: (1) informasi pengembangan pribadi, (2) informasi kurikulum dan proses belajar mengajar, (3) informasi pendidikan tinggi, (4) informasi jabatan, dan (5) informasi kehidupan keluarga, sosial-kemasyarakatan, keberagaman, sosial-budaya, dan lingkungan.

   Materi informasi dapat diberikan berbagai nara sumber baik dari sekolah sendiri, dari sekolah lain, dari lembaga-lembaga pemerintah, maupun dari berbagai kalangan di masyarakat dapat diundang untuk memberikan informasi kepada siswa. Namun seluruh kegiatan itu harus direncanakan dan dikoordinasikan oleh konselor sekolah. Layanan informasi dapat diberikan kapan saja pada waktu yang memungkinkan. Topik yang diberikan dipilihkan yang sedang hangat menyangkut kebutuhan siswa dalam cakupan yang besar.

c.  Layanan penempatan dan penyaluran, yaitu serangkaian kegiatan bimbingan dan konseling yang membantu peserta didik agar dapat menyalurkan/ menempatkan dirinya dalam berbagai program sekolah, kegiatan belajar, penjurusan, kelompok, belajar,pilihan pekerjaan, dll. Sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, serta kondisi fisik dan psikisnya. Layanan penempatan adalah upaya terencana dan sistematis untuk menempatkan siswa pada suatu posisi atau tempat yang sesuai dengan bakat minat dan kemampuannya. Sedangkan penyaluran adalh upaya untuk menyalurkan bakat minat dan potensi siswa secara optimal. Layanan penempatan adalah upaya terencana dan sistematis untuk menempatkan siswa pada suatu posisi atau tempat yang sesuai dengan bakat minat dan kemampuannya. Sedangkan penyaluran adalh upaya untuk menyalurkan bakat minat dan potensi siswa secara optimal. Contoh : Peserta didik harus pandai menempatkan diri dalam penyaluran bakatnya, contohnya peserta didik yang kuliah di jurusan bimbingan dan konseling. Kemampuan, bakat, dan minat bila tidak disalurkan secara tepat dapat mengakibatkan siswa yang bersangkutan tidak dapat berkembang secara optimal. Layanan penempatan dan penyaluran memungkinkan siswa berada pada posisi dan pilihan yang tepat yaitu berkenaan dengan penjurusan, kelompok belajar, pilihan pekerjaan/karier, kegiatan ekstra kurikuler, program latihan dan pendidikan yang lebih tinggi sesuai kondisi fisik dan psikisnya. Fungsi utama layanan penempatan dan penyaluran ialah fungsi pencegahan dan pemeliharaan.

   Materi yang dapat diangkat melalui layanan penempatan dan penyaluran ada berbagai macam, yaitu: (1) penempatan di dalam kelas berdasar kondisi dan ciri pribadi dan hubungan sosial siswa serta asas pemerataan, (2) penempatan dan penyaluran ke dalam kelompok belajar berdasarkan kemampuan dan kelompok campuran, dan (3) penempatan dan penyaluran di dalam program yang lebih luas.

  Pengungkapan pelaksanaan layanan penempatan dan penyaluran dapat dilakukan melalui pengamatan langsung, analisis hasil belajar, dan himpunan data, penyelenggaraan instrumentasi, wawancara dengan siswa, analisis laporan (wali kelas, guru mata pelajaran, guru praktek, diskusi dengan personil sekolah). Konselor sekolah perlu memiliki catatan lengkap tentang penempatan dan penyaluran seluruh siswa asuhannya. Kemana siswa itu ditempatkan, pada posisi mana di dalam kelas, kelompok mana, berapa lama direncanakan berada pada posisi kelompok itu, dan kapan penempatan dan penyaluran itu dievaluasi dan diperbarui. Catatan ini amat diperlukan untuk tindak lanjut layanan penempatan dan penyaluran.

d. Layanan pembelajaran, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya,serta berbagai aspek tujuan daan kegiatan lainnya yang berguna untuk kehidupannya. Layanan pembelajaran adalah layanan yan diberikan kepada siswa agar siswa mampu mengembangkan sikap dan kebiasaan yang baik. Layanan pembelajaran berarti upaya membangkitkan siswa agar tumbuh keinginan untuk terus belajar. Juga menanamkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik. Belajar adalah kebutuhan.

  Layanan pembelajaran adalah layanan yan diberikan kepada peserta didik agar siswa mampu mengembangkan sikap dan kebiasaan yang baik. Layanan pembelajaran berarti upaya membangkitkan siswa agar tumbuh keinginan untuk terus belajar. Juga menanamkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik. Belajar adalah kebutuhan. Contoh : Memberikan motivasi agar anak giat belajar dan memberi contoh kepada peserta didik jika dia rajin belajar maka akan mendapt efek yang baik pada nilainya dan jika dia tidak belajar maka akan membuat nilainya buruk.

e. Layanan konseling perorangan, yaitu layanan yang memungkinkan peserta didik memperoleh pelayanan secara pribadi melalui tatap muka dengan konselor atau guru pembimbingdalam rangka pembahasan dan pengentasan masalah yang di hadapi peserta didik. Layanan konseling perorangan merupakan merupakan bentuk pelayanan khusus berupa hubungan langsung tatap muka antara konselor dan klien.dalam hubungan ini masalah klien dicermati dan diupayakan pengentasannya, sedapat mungkin dengan kekuatan klien sendiri.

    Layanan konseling perorangan merupakan bentuk pelayanan khusus berupa hubungan langsung tatap muka antara konselor dan klien.dalam hubungan ini masalah klien dicermati dan diupayakan pengentasannya, sedapat mungkin dengan kekuatan klien sendiri. Contoh : Peserta didik harus memiliki rasa percaya diri bahwa dia bisa memberikan pendapatnya di depan umum, Peserta didik yang kurang percaya diri harus melihat peserta didik yang memiliki percaya agar dapat memicu dirinya bisa lebih percaya diri. Tujuan dan fungsi layanan konseling perorangan dimaksudkan untuk memungkinkan siswa mendapatkan layanan langsung, tatap muka dengan konselor sekolah dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahannya. Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh layanan konseling perorangan ialah fungsi pengentasan.

   Konselor sekolah tidak boleh sekedar menunggu kedatangan siswa saja, sebaiknya harus aktif mengupayakan agar siswa yang bermasalah menjadi sadar bahwa dirinya bermasalah, menjadi sadar bahwa mereka memerlukan bantuan untuk memecahkan masalahnya. Upaya ini dilakukan dengan ceramah, tanya jawab terkait dengan layanan konseling perorangan sehingga yakin bahwa layanan konseling perorangan itu benar-benar bermanfaat dan diperlukan siswa. Upaya lain adalah memanggil siswa didasari oleh analisis yang mendalam tentang perlunya siswa dipanggil berdasar analisis belajar, hasil instrumen, hasil pengamatan, laporan pihak tertentu dengan dalih menawarkan diri untuk membantu siswa dan memberikan kesempatan bahwa pertemuan itu untuk kepentingan siswa.

f.  Layanan bimbingan kelompok, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu. Bimbingan kelompok adalah layanan yang diberikan kepada sekelompok siswa baik ada masalah ataupun tidak ada masalah. Jumlah anggota berkisar antara 10 sampai 30 orang. Keanggotaan kelompok bisa anggota tetap ataupun tidak tetap. Dalam pelaksaan anggota tetap. Bimbingan kelompok adalah layanan yang diberikan kepada sekelompok siswa baik ada masalah ataupun tidak ada masalah. Jumlah anggota berkisar antara 10 sampai 30 orang. Keanggotaan kelompok bisa anggota tetap ataupun tidak tetap. Dalam pelaksaan anggota tetap. Contoh : Peserta didik dapt menceritaka semua maslah yang di hadapinya. Tetapi tak hanya maslah saja mungkin kesenangan dan kebahagian yang dirasakan bisa diceritaka semua kepada bimbingan kelompok agar dapat membuat peserta didik lainnya mendapat contoh.

   Tujuan dan fungsi pemberian layanan konseling kelompok dimaksudkan untuk memungkinkan siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari konselor sekolah. Layanan bimbingan kelompok, siswa diajak bersama-sama mengemukakan pendapat tentang topik-topik yang dibicarakan dan mengembangkan bersama permasalahan yang dibicarakan pada kelompok. Sehingga terjadi komunikasi antara individu di dalam kelompoknya kemudian siswa dapat mengembangkan sikap dan tindakan yang diinginkan dapat terungkap di kelompok. Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh layanan bimbingan kelompok ialah fungsi pemahaman dan pengembangan.

    Materi layanan bimbingan kelompok dapat membahas tentang berbagai hal yang amat beragam yang berguna bagi siswa. Materi layanan bimbingan kelompok meliputi: (1) pemahaman dan pemantapan kehidupan beragama dan hidup sehat, (2) pemahaman dan penerimaan diri sendiri dan orang lain sebagaimana adanya (termasuk perbedaan individu, sosial, budaya serta permasalahannya), (3) pemahaman tentang emosi, prasangka, konflik, dan peristiwa yang terjadi di masyarakat serta pengendalian/pemecahannya, (4) pengaturan dan penggunaan waktu secara efektif untuk belajar, kegiatan sehari-hari, dan waktu senggang, (5) pemahaman tentang adanya berbagai alternatif pengambilan keputusan dan berbagai konsekuensinya, (6) pengembangan sikap kebiasaan belajar, pemahaman hasil belajar, timbulnya kegagalan belajar, dan cara penanggulangannya, (7) pengembangan hubungan sosial yang efektif dan produktif, (8) pemahaman tentang dunia kerja, pilihan dan pengembangan karier serta perencanaan masa depan, dan (9) pemahaman tentang pilihan dan persiapan memasuki jurusan/program studi dan pendidikan lanjutan.

    Adapun manfaat dan pentingnya bimbingan kelompok bagi siswa adalah: (1) diberi kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicarakan yang terjadi di sekitarnya. semua pendapat yang positif maupun negatif disinkronkan dan diluruskan sehingga memantapkan siswa, (2) memiliki pemahaman yang obyektif, tepat, pandangan luas  dan pemahaman obyektif sehingga diharapkan, (3) menimbulkan sikap positif terhadap keadaan diri dan lingkungan seperti (menolak hal yang salah/buruk/negatif dan menyokong hal yang benar/baik/positif. sikap positif diharap merangsang siswa untuk: (a) menyusun program-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap yang buruk dan sokongan yang baik, dengan harapan, dan (b) melaksanakan kegiatan nyata dengan membuahkan  hasil.

g. Layanan konseling kelompok, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik mempero;eh kesempatan untuk membicarakan dan menyelesaikan permasalahan yang dialami melaui dinamika kelompok, terfokus pada masalah pribadi. Layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada sekelompok individu. Keuntungan dari bentuk layanan ini adalah dengan satu kali pemberian layanan, telah memberikan manfaat atau jasa kepada sekelompok orang.

   Layanan konseling kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada sekelompok individu. Keuntungan dari bentuk layanan ini adalah dengan satu kali pemberian layanan, telah memberikan manfaat atau jasa kepada sekelompok orang. Layanan ini guna unutk mengatasi masalah yang relatif sama, sehingga mereka tidak memiliki hambatan unutk mengembnagkan segenap potensi yang dimiliki. Contoh : Dampak buruk membolos; Aka merugukan diri sendiri, tertinggal materipelajaran, akan terpenagruh pada orang-orang yang berprilaku negatif yang dapat mempengaruhi dan merusak masa depan peserta didik tersebut.

  Tujuan dan fungsi layanan konseling kelompok memungkinkan siswa memperoleh kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah yang dialami melalui dinamika kelompok. Layanan konseling kelompok merupakan layanan konseling yang diselenggarakan dalam suasana kelompok. Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh layanan konseling kelompok ialah fungsi pengentasan.

    Hal-hal yang perlu ditampilkan dalam kegiatan kelompok adalah: (1) membina keakraban kelompok, (2) melibatkan diri secara penuh dalam suasana kelompok, (3) bersama-sama mencapai tujuan kelompok, (4) membina dan mematuhi aturan kegiatan kelompok, (5) ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok, (6) berkomunikasi secara bebas dan terbuka, (7) membantu anggota lain dalam kelompok, (8) memberikan kesempatan kepada anggota lain dalam kelompok, dan (9)menyadari pentingnya kegiatan kelompok.

h. Layanan konsultasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang di berikan kepada seseorang untuk memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani atau membantu pihak lain. Layanan konsultasi juga merupakan bantuan dari konselor ke klien dimana konselor sebagai konsultan dan klien sebagai konsulti, membahas tentang masalah pihak ketiga. Pihak ketiga yang dibicarakan adalah orang yang merasa dipertanggungjawabkan konsulti, misalnya anak, murid atau orangtuanya. Jika konselor tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapi oleh konsulti maka direferalkan kepada pihak lain yang lebih pakar. Layanan konsultasi bisa berubah menjadi konseling perorangan jika permasalahan ternyata disebabkan oleh konsulti, dan konseling keluarga karena berkaitan dengan pihak keluarga.

i.  Layanan mediasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan konselor terhadap dua pihak yang sedang dalam keadaan tidak menemukan kecocokan sehingga membuat mereka saling bertentangan dan bermusuhan. Mediasi berasal dari kata media yang artinya perantara atau penghubung. Layanan mediasi adalah layanan yang dilaksanakan oleh konselor terhadap dua pihak atau lebih yang sedang mengalami keadaan tidak hamonis (tidak cocok). Adapun tujuan umumnya adalah tercapainya kondisi hubungan yang positif dan kondusif diantara para klien, yaitu pihak-pihak yang berselisih. Tujuan khusus: difokuskan kepada perubahan atau kondisi awal menjadi kondisi baru dalam hubungan antara pihak-pihak yang bermasalah

6.   Bentuk Bimbingan 

Sebelun lahirnya Pola 17 Plus, pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak  jelas, ketidakjelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi kesalah pahaman, persepsi negatif dan miskonsepsi berlarut.

Masalah menggejala di antaranya: konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau ”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha BK padapenggunaan instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani masalah-masalah yang ringan saja.

a. Bimbingan pribadi, adalah bidang layanan pengembangan kemampuan mengatasai masalah-masalaah pribadi dan kepribadian, berkenaan dengan aspek-aspek intelektual, afektif dan motorik. Bidang pribadi adalah layanan bimbingan yang diberikan kepada siswa untuk mengembangkan diri pribadinya sehingga menjadi pribadi yang mantap dan mandiri serta mampu mengoptimalkan potensi yang dimilki.

b. Bimbingan sosial, yaitu bidang layanan pengembangan kemampuan dalam mengatasi masalah-masalah social, dalam kehidupan keluarga, disekolah, maupuin di masyarakat juga upaya dalam berinteraksi dengan masyarakat. Bimbingan soaila adalah bimbingna yang diberikan kepada siswa untuk mengenal lingkungannya sehingga mampu bersoaialisasi dengan baik dan menjadi pribadi yang bertanggung jawab.

c. Bimbingan karier, yaitu layanan yang merencanakan dan mempersiapkan masa depan karier peserta didik. Bimbingan karir adalah layanan bimbingan yang diberikan kepada siswa untuk dapat merencanakan dan mengembangkan masa depannya, berkaitan dengan dunia pendidikan maupun dunia karir.

d. Bimbingan belajar, yaitu layanan untuk mengoptimalkan perkembangan dan mengatasi masalah dalam proses pembelajaran. Bimbingan belajar adalah bimbigan yang diberiakn kepada siswa untuk dapat membentuk kebiasaan belajar yang baik, mengembangkan rasa ingin tahu dan menumbuhkan motivasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.

e. Bimbingan keberagamaan, yaitu layanan untuk memilih dan menganut kepercayaan sesuai dengan dirinya. Bidang kehidupan keberagamaan merupakan bidang pelayanan yang membantu peserta didik untuk mementapkan diri dalam memahami dan melaksanakan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan pribadi dan sosial.

f.  Bimbingan keberkeluargaan, yaitu layanan yang berkenaan dengan masalah keluarga. Bidang kehidupan berkeluarga merupakan bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam merencanakan kehidupan keluarga, dan keragaman persoalan persiapan membentu keluarga.

7.   Kegiatan Pendukung 

Kesan yang tertangkap di masyarakat terutamaorang tua murid Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang bermasalah.Sehingga ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru Pembimbing,orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya, bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari segi pengawasan, juga belum jelas arah dan pelaksanaan pengawasannya. Adapun kegiatan pendukung layanan Bimbingan dan Konseling pola 17 adalah sebagai berikut.

a. Aplikasi instrumentasi, yaiitu kegiatan pendukung berupa  pengumpilan data dan keterangan tentang peserta didik dan lingkungan yang lebih luas yang dilakukan baik dengan tes maupun non tes. Instrumentasi pendidikan adalah jenis instrumen baik berupa test maupun non test guna menjaring data dna mencatat segala keterangan siswa dalam proses bimbingan. Data dan keterangan yang perlu dijaring meliputi data statis maupun data dinamis.

   Tujuan dan fungsi aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling bermaksud mengumpulkan data dan keterangan peserta didik baik secara individual maupun kelompok, keterangan tentang lingkungan yang termasuk di dalamnya informasi pendidikan dan jabatan. Pengumpulan data dan keterangan ini dilakukan dengan berbagai instrumen baik tes maupun non-tes. Fungsi utama bimbingan yang diemban oleh kegiatan penunjang aplikasi instrumenasi ialah fungsi pemahaman.

b. Himpunan data atau pengumpulan data ialah kegiatan mengumpulkan menyeleksikan, menata dna menyimpan data serta keterangan siswa. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu teknik test dan teknik non test. Himpunan data, yaitu kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik.

  Tujuan dan fungsi himpunan data bimbingan dan konseling bermaksud menghimpun seluruh data dan keterangan peserta yang relevan dengan keperluan pengembangan siswa dalam berbagai aspeknya. Data yang terhimpun merupakan hasil dari upaya aplikasi instrumentasi dan apa yang menjadi isi himpunan data dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam kegiatan layanan bimbingan. Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh penyelenggaraan himpunan data ialah fungsi pemahaman. Materi umum himpunan data meliputi pokok-pokok data/keterangan tentang berbagai hal sebagaimana menjadi isi dari aplikasi instrumentasi tersebut juga memuat berbagai karya tulis, atau rekaman kemampuan siswa, catatan anekdot, laporan khusus dan informasi pendidikan dan jabatan. Penyelenggaraan himpunan data umumnya menjadi isi yang dianggap penting dalam himpunan data. Lebih dari itu himpunan data juga dapat meliputi hasil wawancara, konferensi kasus, kunjungan rumah, analisis hasil belajar, pengamatan dan hasil upaya pengumpulan bahan lainnya yang relevan dengan pelayanan bantuan kepada siswa.

c.  Konferensi kasus, yaitu kegiatan bimbingan dan konseling untuk membahas permaslahan yang dialami oleh peserta didik dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat meberikan penyelesaian. Konferenis kasus diselenggarakan untuk membicarakan kasus yang dialami siswa. Kasus tersebut biasanya melibatkan banyak pihak, sehingga pemecahannya juga memerlukan keterlibatan beberapa pihak. Tujuan dari konferensi kasus adalah (1) untuk mendpatkan gambaran yang jelas tentang masalah siswa, kaitannya dengan data atau keterangan yang diperlukan dari pihak lain sehingga permasalahan dapat dipahami secara menyeluruh, (2) mengkomunikasikan masalah siswa dengan pihak lain yang berkaitan, sehingga penanganan masalah lebih mudah dan tuntas, (3) koordinasi penanganan masalah, sehingga penanganan bisa lebih efektif dan efisien.

  Diselenggarakan untuk membicarakan suatu kasus di sekolah, konferensi kasus biasanya diselenggarakan untuk membantu permasalahan yang dialami oleh seorang siswa. Pembahasan permasalahan yang menyangkut siswa tertentu dalam forum diskusi yang dihadiri oleh pihak terkait seperti (konselor sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, kepala sekolah dan tenaga ahli lainnya) dan diharap dapat memberikan data keterangan lebih lajut serta kemudahan-kemudahan bagi terentaskannya permasalahan siswa. Konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup, konferensi kasus juga bermaksud upaya pengentasan  masalah. Fungsi utama bimbingan yang diemban oleh penyelenggaraan konferensi kasus ialah fungsi pemahaman dan pengentasan.

   Penyelenggaraan konferensi kasus dilaksanakan hanya untuk penanganan suatu masalah siswa yang diperlukan tambahan masukan dari berbagai pihak tertentu yang diyakini dapat membantu penanganan masalah siswa seperti orang tua murid, wali kelas, guru mata pelajaran, kepala sekolah dan pihak-pihak lain yang bersangkutan. Hasil penyelenggaraan konferensi kasus diintegrasikan kedalam himpunan data pribadi siswa.

d. Kunjungan rumah, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi pemecaha masalah yang dialami peserta didik melalui kunjungan rumahnya. Kunjungan rumah adalah kegiatan pembimbing atau konselor mengunjungitempat tinggal orang tua atau wali siswa. Penanganan masalah siswa seringkali memerlukan pemahaman lebih jauh tentang keadaan dirumah, sehingga diperlukan kunjungan langsung kerumah untuk melihat kondisi yang sesungguhnya. Kunjungan rumah hanya dilakukan pada siswa-siswa tertentu yang memang diperlukan untuk itu. Pelaksanan kunjungan rumah dilakukan sesuai dengan rencana dan agenda yang jelas. Agenda kegiatan dapat dilakukan ketika kunjungan rumah antara lain wawancara, pengamatan langsung, diskusi, pengisisan daftar isian, dan lain-lain. Hasil kunjungan rumah perlu dicatat dan masuk dlam himpunan data. Hal itu dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam penangan masalah.

  Kunjungan rumah tidak perlu dilakukan untuk seluruh peserta didik, hanya untuk siswa yang permasalahannya menyangkut dengan kadar yang cukup kuat peranan rumah atau orang tua sajalah yang memelukan kunjungan rumah. Tujuan kunjungan rumah dalam bimbingan dan konseling mempunyai tujuan pertama untuk memperoleh berbagai keterangan/data yang diperlukan dalam pemahaman lingkungan dan permasalahan siswa. Kedua untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan siswa. Fungsi utama bimbingan yang diemban oleh kunjungan rumah ialah fungsi pemahaman dan pengentasan.

e. Alih tangan kasus, yaitu kegiatan bimbingan dan konseling untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas terhadap masalah yang di alami peserta didik dengan memindahkan penanganan ke pihak yang lebih kompeten dan berwenang. Alih tangan kasus adalh kegiatan pembimbing melimpahkan penanganan suatu kasus dari seorang konselor kepada pihak lain yang dianggap memilki kemampuan dan kewenangan yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi siswa. Konselor bukanlah manusia yang serba bisa dan selalu berhasil dalam menyelesaikan masalah. Namun perlu disadari bahwa konselor adalah manusia yang penuh dengan keterbatasan. Terkadang diperlukan orang lain untuk membantu dan bahkan perlu dialihkan kepada orang lain yang lebih ahli untk masalah-masalah yang lebih berat. Kegiatan alih tangan dapat berupa pengiriman, yaituv konselor mengirimkan klien yang belum tuntas ditangani kepada orang lain yang lebih ahli. Bentuk lain adalah penerimaan, yaitu konselor meneriam klien dari pihka lain seperti orang tua, guru, kepala sekolah atau pihka lain.

    Alih tangan meliputi dua jalur, yaitu jalur kepada konselor (menerima klien “kiriman” klien dari pihak-pihak lain) dan jalur dari konselor (“mengirimkan” klien yang belum tuntas ditangani kepada ahli-ahli lain. Secara khusus materi yang alih tangan ialah bagian permasalahan yang belum tuntas ditangani konselor sekolah dan materi itu di luar bidang keahlian ataupun kewenangan konselor sekolah. Materi alih tangan kasus dalam bidang-bidang bimbingan mencakup segenap bidang bimbingan; bidang bimbingan bidang pribadi, sosial, belajar, dan karier. Dalam alih tangan kasus perlu mempertimbangkan terlebih dahulu kecocokan antara inti materi permasalahan yang dialihtangankan itu dengan bidang keahlian tempat alih tangan yang dimaksud.

   Penyelenggaraan alih tangan kasus hanya dilakukan apabila konselor sekolah menjumpai kenyataan bahwa sebagian atau keseluruhan inti permasalahan siswa berada di luar kemampuan/kewenangan konselor sekolah. Dengan demikian tidak semua masalah memerlukan alih tangan kasus.

f.  Tampilan Kepustakaan merupakan bantuan layanan untuk memperkaya dan memperkuat diri berkenaan dengan permasalahan yang dialami  klien. Layanan ini memandirikan klien untuk mencari dan memanfaatkan sendiri bahan-bahan yang ada di pustaka sesuai dengan kebutuhan. Tujuan tampilan kepustakaan adalah : (1) melengkapi subtansi layanan berupa bahan-bahan tertulis dan rekaman yang ada dalam layanan tampilan kepustakaan, (2) mendorong klien memanfaatkan data  yang ada untuk mengentaskan  masalah, (3) mendorong klien memanfaatkan pelayanan konseling secara langsung dan  berdaya guna

Daftar Pustaka

Awalya. 1995. Upaya Pemahaman Siswa Yang Dilakukan Konselor Dalam Melaksanakan Bimbingan di Sekolah. Tesis, tidak diterbitkan. IKIP Bandung.

Azwar, Syaifuddin. 2004. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Pengembangan Diri. Jakarta: BSNP dan Pusat Kurikulum.

Direktorat PPTK dan KPT. 2004. Dasar Standardisasi Profesi Konseling. Jakarta: Bagpro Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas.

Gunarsa, Singgih. 2007. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Kartadinata, dkk. 2007. Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Depdiknas.

Mappiare, Andi. 2004. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Marsudi, Saring. 2003. Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Mugiarso, Heru. 2005. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UPT MKDK Universitas Negeri Semarang.

Prayitno. 2004. Layanan Konseling. Padang: BK FIP.

Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar- dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Sciarra, Daniel T. 2004. School Counseling (Foundations and Contemporary Issues). USA: Thomson Learning.

Sugiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sukardi, Dewa Ketut. 2002. Manajemen Bimbingan dan Konseling Di Sekolah. Bandung: Alfabeta.

Tri Hariastuti, Retno.2008. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling.Unesa University Press:Surabaya.

Walgito, Bimo. 2001. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta

Winkel, W.S. dan M.M. Sri Hastuti. 2005. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi

Keterkaitan program bk pola 17+ dengan panduan operasional penyelenggaran bk

Mengapa pola 17 BK perlu diketahui dan dilaksanakan dalam bimbingan konseling?

Secara umum tujuan pola bimbingan dan konseling 17+ adalah Memberikan arah kerja/ sebagai acuan dan evaluasi kerja bagi guru BK/ konselor, membantu peserta didik mengenal bakat, minat, dan kemampuannya, serta memilih dan menyesuaikan diri dengan kesempatan, pendidikan, dan merencanakan karier yang sesuai dengan ...

Jelaskan secara menyeluruh apa yang anda pahami mengenai BK Pola 17 Plus?

Pola bimbingan dan konseling pola 17+ adalah progam bimbingan dan konseling/ pemberian bantuan kepada peserta didik melalui, 6 bidang bimbingan, 9 layanan, dan 6 layanan pendukung yang sesuai dengan norma yang berlaku.

Mengapa program BK di sekolah mengacu pada Pop BK?

Penerapan POP BK dalam kegiatan layanan bimbingan dan konseling, bertujuan agar guru BK dapat memberikan layanan yang dapat membantu peserta didikdalam mencapai tugas-tugas perkembangannya, yang meliputi aspek fisik, intelektual, emosi, moral, sosial dan spiritual.

Mengapa Pelaporan program BK merupakan komponen penting yang harus dilakukan oleh guru BK?

Tujuan kegiatan tindak lanjut pelaporan hasil program BK adalah untuk memperbaiki hal-hal yang masih lemah, kurang tepat atau kurang relevan dengan tujuan yang akan dicapai, mengembangkan program dengan menambah atau merubah beberapa hal yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan atau efektifitas program BK.