Mengatakan "Maafkan saya," terutama ketika Anda tidak bersalah, seringkali menjadi reaksi otomatis dalam interaksi sosial, dan kemungkinan Anda mungkin mengatakannya beberapa kali dalam minggu ini. Mengapa (dan kapan) Anda tidak boleh mengatakan "Maafkan saya" Meminta maaf berlebihan untuk hal-hal yang hanya sedikit dapat membuat orang tidak terlalu memikirkan Anda. Beberapa contoh hal yang tidak perlu Anda minta maaf, termasuk bersin, berdiri di jalan seseorang (tetapi Anda berdua berada di ruang yang penuh sesak dengan sedikit ruang untuk bergerak), ditabrak oleh orang lain, terganggu dan sebagainya. Daftar ini tidak ada habisnya. Ini hal-hal yang menjadikan terlalu mudah mengatakan 'maaf' menjadi bumerang: 1. Orang-orang kehilangan respek terhadap Anda Psikoterapis Beverly Engel mengatakan meminta maaf berlebihan tidak begitu berbeda dari terlalu memuji: Anda mungkin berpikir Anda menampilkan diri sebagai orang yang baik dan peduli, tetapi Anda sebenarnya mengirim pesan bahwa Anda kurang percaya diri dan tidak efektif. "Ia bahkan dapat memberikan semacam izin orang tertentu untuk memperlakukan Anda dengan buruk, atau bahkan melecehkan Anda," memperingatkan Engel. 2. Ini mengurangi dampak permintaan maaf Anda di masa depan. Jangan menangis serigala. Jika Anda mengatakan "Saya minta maaf" untuk setiap hal kecil sekarang, permintaan maaf Anda akan lebih ringan nantinya - untuk situasi yang benar-benar menuntut permintaan maaf yang tulus. 3. Itu menjengkelkan. Kita semua pernah ada di sekitar seseorang yang terus-menerus meminta maaf. Kita memahami mereka hanya berusaha bersikap baik, tetapi seringkali terasa melelahkan dan menjengkelkan pada saat bersamaan. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Frontiers of Psychology bahkan menemukan bahwa mengatakan "Maafkan saya" ketika dengan sengaja menolak seseorang (yaitu, membatalkan rencana, putus dengan seseorang) dapat menyebabkan orang lain "merasa lebih buruk, atau bahwa mereka merasa terpaksa harus memaafkan sebelum mereka siap, “kata Gili Freedman, salah satu penulis penelitian. Jadi, bijaklah dengan permintaan maaf Anda Jika Anda ingin mulai meminta maaf lebih jarang, itu akan membutuhkan banyak usaha dan latihan. Berikut ini beberapa cara untuk melakukannya: 1. Lebih sadar diri. Langkah pertama di sini adalah menilai perilaku dan kecenderungan Anda sendiri. Apakah Anda benar-benar seseorang yang meminta maaf terlalu banyak? Mengetahui hal itu akan membantu Anda mengamati situasi dengan saksama sebelum segera mengucapkan kata-kata "Maafkan saya." Mungkin juga membantu untuk menjaga penghitungan berapa kali Anda meminta maaf dalam sehari dan untuk alasan apa. 2. Ketahui apa yang seharusnya (dan tidak seharusnya) Anda mintakan maaf. Jika Anda tidak bisa mengendalikan situasi atau itu adalah kesalahan sepele (dan jujur), tidak perlu meminta maaf. Tetapi jika Anda benar-benar salah, milikilah. Mengakui Anda salah itu tidak pernah mudah, tetapi itu bisa memperkuat hubungan Anda dan menunjukkan bahwa Anda memiliki kecerdasan emosional. 3. Balikkan skrip. Membalik naskah membutuhkan disiplin diri, tetapi seiring waktu, itu akan mulai terasa alami. Jika seorang kolega menangkap kesalahan pengejaan di salah satu email Anda, katakan, "Terima kasih telah menangkapnya." Jika Anda berada di ruangan yang penuh sesak dan seseorang dengan tidak sabar mencoba untuk menerobos masuk, katakan, "Di sini, biarkan saya mendapatkan keluar dari jalan Anda. " 4. Belajar nyaman dengan mengatakan "tidak." Mengatakan “tidak” bisa terasa canggung dan tidak nyaman bagi sebagian orang, tetapi itu bisa menjadi cara yang sangat efektif untuk melindungi waktu Anda. Jika Anda sibuk di tempat kerja dan seorang rekan meminta bantuan, Anda tidak perlu minta maaf karena tidak menyumbang. Jika Anda tidak dapat membuatnya bahagia karena Anda membuat rencana sebelum mengetahui, katakan, “Saya bisa akan berhasil. Mungkin lain kali!" Apa pun yang Anda katakan, jadilah transparan. Tidak perlu keluar dari jalan Anda hanya karena Anda merasa buruk. (CNBC/M-2) Kedua temannya hanya bisa terdiam, ya mereka akui memang Bintang salah dan mereka pun tak bisa membantu apa-apa karena ini bukan ranahnya. Mereka tahu apa yang terjadi pada Bintang saat ini sudah sepatutnya ia rasakan, kalau kata Dika “kenapa ga dari dulu aja lo begini?”. Semua yang telah Bintang lakukan memang hal yang jahat. Hari itu tak banyak yang mereka bicarakan, pasalnya Bintang terus menyalahkan dirinya dan menangis tak berhenti membuat kedua temannya bingung. Sepulang Jaidan dan Dika, Bintang masih terus merutuki kesalahannya, tangisnya sama sekali tak berhenti. Ia tak mau makan apalagi tidur, yang ia lakukan hanya menangis, marah, dan melamun sambil sesekali berkata “maaf..aku salah”. Kini sudah genap satu minggu ia mendekam dipenjara. Kondisinya semakin memburuk, ia hanya makan satu kali dalam sehari. Bukan karena kejamnya hukuman yang diberikan namun karena stress dan tekanan mental yang ia rasakan membuat semangat hidupnya hilang. Selama ia dipenjara Andro meminta pada pihak kepolisian untuk tidak memperlakukan Bintang secara kasar layaknya tahanan lain. Bahkan Andro juga meminta agar Bintang ditempatkan diruangan khusus untuk dirinya sendiri dengan alasan ia juga masih memiliki sedikit rasa kasihan pada adik iparnya dan ini juga atas permintaan ayahnya. Ayah mertuanya itu tak ingin Bintang disamakan dengan tahanan lainnya, bagaimanapun juga Bintang tak melakukan pembunuhan keji. Sebenernya ia juga sama marahnya dengan Andro tak kala mendengar semua berita tentang perlakuan Bintang pada Bulan dan saat itu ia juga ingin sekali membalas dendamnya pada Bintang. Namun karena rasa sayangnya pada Bintang lebih besar dan karena kerendahan hatinya juga ia memilih untuk memaafkan menantunya itu. Menurutnya Bintang tak perlu diberikan perlakuan kasar cukup hilangkan Bulan dari hidupnya maka Bintang akan hancur dengan sendirinya. Sekarang Bintang hanya bisa berpasrah dengan hidupnya, semua orang yang semula berpihak padanya kini sama sekali tak bisa berbuat apa – apa. Jaidan bahkan Diena yang semula berpihak padanya sekarang pergi meninggalkannya. Entah berapa lama ia akan terus mendekam diruangan besi ini, ia sendiri pun tak kuat. Beberapa kali ia berteriak agar dilepaskan namun tidak semudah itu. Sungguh ini benar benar menyiksanya, terkurung dalam ruangan bertembok besi sendirian dihantui penyesalan dan sakit hati yang mendalam. Kondisinya dalam dua hari semenjak Andro dan Ravi datang untuk memberi kabar soal perceraiannya, Bintang terlihat begitu terpukul dan katakan saja ia depresi. Mungkin. Tapi bukankah itu sama dengan yang Bulan rasakan selama ini? Sementara itu, Bulan terbangun dari tidurnya, ia berhasil melewati masa kristisnya dua hari yang lalu ketika Andro dan Ravi baru saja selesai dengan urusan mereka. Mata indahnya langsung tertuju pada sesosok laki – laki yang sedang tertidur lelap disebelahnya. Lelaki itu tampak kelelahan, ia masih memakai kemeja berwarna putih dengan lengan yang digulung setengah. Bulan tersenyum, dirinya merasa beruntung mengenal Ravi dalam hidupnya membantunya bangkit dan menemaninya pada saat saat terburuknya. Terkadang ia sering merasa bersalah melibatkan Ravi pada kehidupan rumah tangganya namun Ravi pernah berkata bahwa ia tak masalah dengan semua itu, tugasnya hanya menjaga Bulan sampai benar-benar aman. Perasaan Bulan kini sudah sedikit tenang ketika Andro mengakatan bahwa dirinya telah bercerai dengan Bintang. Walaupun ada sedikit rasa sakit dihatinya harus melepas cinta pertama dalam hidupnya namun ia yakin inilah yang terbaik untuk dirinya dan Bintang. Tak bisa dipungkiri kalau dua malam belakangan ini ia kerap menangis merasakan sakitnya perpisahan. Memang keputusan ini dibuat olehnya namun ia juga tetap manusia biasa, kehilangan orang paling berharga dihidupnya merupakan hal yang paling menyakitkan. 10 tahun bersama kini semuanya selesai begitu saja. Tanpa kenangan indah dipernikahannya.. semua janji yang Bintang ucapkan kini benar tak ada artinya. 30 hari indah yang ia janjikan kini hanya sebatas kata – kata. Janjinya untuk kembali menerangi malam Bulan sama sekali tak dia lakukan, yang ia lakukan hanya membuat malam Bulan semakin gelap. Namun beruntungnya Bulan kini ada bintang lain yang datang yang secara sukarela ingin menerangi malam gelapnya. Bulan hanya berharap bintangnya kali ini tak mudah tertarik dengan cahaya lain selain dirinya. Bulan berusaha menggerakan tangannya, ia melirik sekitar dihadapannya terdapat banyak alat kesehatan pun diwajahnya, selang oksigen masih menempel pada hidungnya. Bulan mencoba meraih segelas air di nakas sebelahnya, namun sayangnya ia tak sampai tenaganya pun masih sedikit lemah. Ia haus namun ia tak ingin membangunkan lelaki disebelahnya karena kelihatannya Ravi sangat kelelahan. “Bulan.. mau apa?” tanya Ravi, ternyata ia terbangun hanya karena mendengar sedikit lenguhan Bulan. Peka sekali. Bulan melirik ke arah gelas. “Kamu mau minum?” tanya Ravi. Kemudian dibalas dengan anggukan pelan dari Bulan. “Biar aku yang ambil” Selesai dengan kegiatan minumnya, Bulan sedikit membenarkan posisinya. Kini pandangan keduanya bertemu, ingin sekali Bulan mengucapkan banyak terima kasih pada lelaki didepannya itu karena sudah dua kali Ravi menyelamatkan hidupnya. Ia ingat bagaimana pagi itu hidupnya sudah sangat hancur, selangkah lagi baginya untuk mengakhiri hidup namun usahanya kembali digagalkan oleh Ravi yang datang disaat yang amat sangat tepat. Mari kita flashback sedikit.. Keadaan Bulan memang sangat hancur saat itu. Menurut cerita Ravi, ketika ia menemukan Bulan, Bulan tengah berdiri dipinggir jembatan dengan tatapan kosong. Rambutnya yang berantakan juga kemeja berwarna kuningnya yang kusut membuatnya yakin ada yang tidak beres dengan Bulan, apalagi ketika ia melihat Bulan tak memakai alas kaki dan barang-barangnya pun tak ada bersamanya. “Kenapa? Pusing?” tanya Ravi lembut. Bulan menggeleng pelan, tatapannya belum ia lepaskan dari Ravi membuat lelaki itu sedikit kebingungan dengan tatapan itu. Sebenarnya mungkin ini terlalu cepat tapi Bulan benar – benar membutuhkan sosok Ravi dalam hidupnya. Ravi yang bisa menjadi obat untuk semua luka lukanya dan Ravi yang akan menjadi malaikat pelindung ketika dirinya sedang dalam bahaya. “Jangan pergi yaa..” ucap Bulan pelan. “Enggak akan, aku disini” balas Ravi. Jika kalian ingin tahu bagaimana keadaan Ravi , mungkin aku bisa sedikit mendeskirpsikannya. “Jangan kaya gini lagi ya? Aku gak mau kamu nyakitin diri kamu sendiri. Kalau ada apa-apa kamu bisa bilang sama aku, aku disini aku ada buat kamu” kata Ravi. “Takut..” “Its okay.. jangan takut, aku disini, aku ga akan kemana mana” Tanpa sengaja Bulan meneteskan air matanya. Entah bahagia nercampur sedih dirinya merasa kali ini ia benar benar tenang. Hanya karena Ravi yang ada disisinya. Saat ini ia harus berusaha melupakan semua masa lalunya meskipun sulit tapi ia harus. Bintang bukan lagi urusannya, kenangan indah bersama lelaki itu harus ia lupakan dari memorinya. Semoga ia bisa, karena ada Ravi yang membantunya. Namun tidak untuk Bintang. Lelaki itu baru merasakan penyesalannya saat ini, benar kata orang bahwa hargailah orang yang saat ini bersama kita karena saat ia sudah lagi tak ada penyesalan akan terasa begitu menyakitkan. Harapan Bintang hanya satu yaitu sidang ke 2 nya dengan Bulan, walaupun sedikit kemungkinan ia bisa kembali dengan Bulan namun ia masih berharap Bulan mau menerima semua permintaan maafnya. |