Kenapa konstitusi Madinah dikatakan konstitusi dengan ketatanegaraan modern

Jendelahukum.com, Perspektif – Keberadaan konstitusi dalam perkembangan sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara menepati posisi yang sangat penting karena keberadaan nilai-nilai konstitusi dikatakan mewakili tingkat sivilisasi (peradaban) suatu bangsa. Demikian juga materi muatan konstitusi, senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan sevilisasi manusia dan organisasi kenegaraan.

Dewasa ini, konstitusi dipahami sebagai hukum dasar yang mengatur pokok-pokok dalam menjalankan negara. Konstitusi juga merupakan sumber dasar yang dirujuk oleh setiap peraturan perundang-undangan. Di setiap negara modern, konstitusi disepakati oleh seluruh elemen bangsa sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Baca juga: Perda Berbasis Nilai Agama dalam Perspektif Pancasila

Di banyak negara, materi konstitusi itu ditulis dalam bentuk naskah Undangan-Undang Dasar. Namun demikian, ada juga negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis. Sepertihalnya yang terjadi di Inggris dan Israel. Kedua negara tersebut, tidak memiliki konstitusi yang terkodifikasi dalam satu naskah, melainkan tersebar ke dalam beberapa aturan perundang-undangan dan konvensi ketatanegaraannya.

Secara historis, konstitusi sebenarnya sudah dikenal sejak zaman Yunani kuno, dimana konstitusi Athena yang ditulis oleh seorang Xenophon (abad 425 SM) merupakan konstitusi pertama yang pada waktu itu dipandang sebagai alat demokrasi yang sempurna. Demikian juga dalam kebudayaan Yunani kuno, yang berbunyi Princip Legibus solutus est, Salus Publica Suprema Lex, yang diartikan bahwa rajalah yang berhak menentukan organisasi atau struktur sebuah negara.

Oleh karena itu, raja adalah satu-satunya pembuat undang-undang. Pada saat itu, Konstitusi masih di artikan secara materiil dalam artian bahwa bentuknya belum terkodifikasikan dalam sebuah naskah tertulis, seperti konstitusi negara-negara sekarang.

Baca juga: Eksistensi Wilayah Al-Madzalim dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia

Meskipun demikian, suatu fakta terungkap bahwa jauh sebelum para pemikir barat mengemukakan temuannya atas berbagai konstitusi yunani tersebut, sejatinya Nabi Muhammad telah melakukan suatu terobosan revolusioner, yaitu merintis lahirnya konstitusi tertulis pertama atau yang lebih dikenal dengan konstitusi madinah.

Dalam Perspektif fiqh siyasah konstitusi di kenal dengan istilah dustur yang tadi penulis sebutkan. Para intelektual Menyebut al-shahifah dengan The Constitution of Medina. Adapun pada umumnya para intelektual indonesia menyebut al-shahifah dengan kata Piagam Madinah. Piagam Madinah inilah yang Kemudian dikenal luas sebagai padanan dari al-shahifah.

Piagam Madinah merupakan piagam tertulis pertama dalam sejarah Islam. Piagam Madinah, merupakan kesepakatan bersama antara Nabi Muhammad SAW dengan penduduk Madinah setelah hijrah dari Mekah. Dalam konstitusi madinah itu tertuang perjanjian sosial antara kaum muhajirin dan kaum ansor untuk membentuk suatu kehidupan bersama yang diletakkan atas rasa persaudaraan dan saling menolong satu sama lain. Ditetapkan pula sejumlah hak-hak dasar yang dimiliki oleh para penduduknya.

Sekalipun dalam bentuk yang sederhana, tidak bisa dinafikkan bahwa keberadaan konstitusi madinah itu telah menginisiasi lahirnya suatu entitas baru yang menjadi muara lahirnya suatu negara. oleh karena itu, tidak berlebihan kiranya jika konstitusi madinah dapat dianggap sebagai konstitusi tertulis pertama di dunia.

Sebagaimana pendapat Lasalle, konstitusi merupakan suatu naskah yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan. Pandangan Lasalle ini tentu sangat di pengaruhi oleh paham kodifikasi yang menyamakan konstitusi dengan Undang-Undang Dasar.

Baca juga: Peran Tokoh Agama dan Pemuka Adat dalam Menyongsong Pesta Demokrasi

Selain itu, Struycken juga berpandangan bahwa konstitusi adalah Undang-Undang yang memuat garis-garis besar dan asas-asas tentang organisasi negara. Begitu juga dengan Bagir Manan menyamakan konstitusi dengan Undang-Undang Dasar dan Hukum konstitusi dengan Hukum Tata Negara.

Ditetapkannya piagam Madinah tersebut merupakan salah satu siasat Rasulullah setelah hijrah ke Madinah yang dimaksud untuk membina kesatuan hidup berbagai golongan warga Madinah. Dalam piagam itu dirumuskan kebebasan beragama, hubungan antarkelompok, kewajiban mempertahankan kesatuan hidup, dan lain-lian. Piagam Madinah mempunyai kedudukan penting dalam perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin, khususnya dalam masalah ketatanegaraan.

Dari berbagai pengertian konstitusi di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan konstitusi madinah telah memenuhi beberapa kriteria konstitusi tertulis dalam sebuah negara.Maka dari itu dalam sejarah Islam, Salah satu bentuk konstitusi pertama yang pernah dibuat adalah Piagam Madinah. Piagam Madinah diakui oleh W. Montgomery Watt dalam Muhammad at Medina, sebagai dokumen tertulis yang otentik menjadi sumber ide yang mendasari negara sejarah Islam awal.

Menurut Penulis teori kebenaran koheresi ini dapat menjadi asumsi lahirnya kontrak sosial yang menggunakan kesepakatan bersama untuk menjaga dan menciptakan keselamatan bersama dalam naungan kekuasaan negara atau sebagai dasar hukum pertama dalam pembentukan serta penyelenggaraan negara.

Sebagaimana ditulis Muhammad Khalid, Piagam Madinah terdapat ketetapan mengenai dasar-dasar negara Islam yang bekerja untuk mengatur suatu umat dan membentuk suatu masyarakat serta menegakkan suatu pemerintahan. Karena itu menurut Gibb, Undang-Undang Islam yang pertama itu telah meletakkan dasar-dasar sosial-politik untuk mempersatukan penduduk Madinah.

Realita sejarah dan komentar para pakar tentang Piagam Madinah menunjukkan bahwa Piagam Madinah adalah sebuah konstitusi pertama dalam menghantarkan misi Nabi Muhammad SAW untuk mempersatukan penduduk Madinah yang heterogen dan multi dimensi dalam ikatan persaudaraan kebersamaan dalam satu negara.

Piagam Madinah sebagaimana diuraikan di atas adalah autentik, menjadi dasar negara pertama dalam Islam dan merupakan konstitusi yang mempersatukan semua golongan penduduk Madinah. Karena di dalamnya memuat prinsip-prinsip umum yang mengatur tentang hidup bersama antar warga masyarakat yang heterogen di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.

Daftar pustaka

Buku Islam dan Konstitusionalisme, Yogyakarta: Antonylib, 2009.

Buku Pengantar Hukum Tata Negara, Jakarta: Sinar Bakti, 1983.

Buku Muhammadanism; A Historical Survey, London: university Press, 1949.

Sukardja, Ahmad, Hukum Tata Negara & Hukum Administrasi Negara Dalam Perspektif Fikih Siyasah, Jakarta: Sinar Grafika,  2014.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat Islam memulai hidup bernegara setelah Rasulullah SAW hijrah ke Yatsrib, yang kemudian berubah menjadi Madinah. Di kota ini, Rasulullah SAW segera meletakkan dasar kehidupan yang kokoh bagi pembentukan suatu masyarakat baru di bawah pimpinan beliau.

(Baca: Di Madinah Lahirnya Sistem Politik Islam)

Masyarakat baru ini merupakan masyarakat majemuk, yang terdiri atas tiga golongan penduduk. Pertama kaum Muslimin yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Ansar, dan ini adalah kelompok mayoritas. Kedua, kaum musyrikin, yaitu orang-orang suku Aus dan Khazraj yang belum masuk Islam, kelompok ini minoritas.

Ketiga, kaum Yahudi yang terdiri dari tiga kelompok. Satu kelompok tinggal di dalam kota Madinah, yaitu Bani Qainuqa. Dua kelompok lainnya tinggal di luar kota Madinah, yaitu Bani Nadir dan Bani Quraizah. (Baca Juga: Baiat Aqabah dan Lahirnya Negara Islam Madinah)

Setelah sekitar dua tahun berhijrah, Rasulullah SAW mengumumkan tentang peraturan dan hubungan antarkomunitas di Madinah. Pengumuman ini dikenal dengan nama Piagam Madinah. Piagam ini merupakan undang-undang untuk pengaturan sistem politik dan sosial masyarakat Islam dan hubungannya dengan umat yang lain.

Piagam inilah yang dianggap sebagai konstitusi negara tertulis pertama di dunia. Piagam Madinah ini adalah konstitusi negara yang berasaskan Islam dan disusun sesuai dengan syariat Islam.

Sebagai kepala negara, Rasulullah menyadari akan arti pengembangan sumber daya manusia melalui penanaman aqidah dan ketaatan kepada syariat Islam. Beliau membangun masjid yang dijadikan sebagai sentra pembinaan umat. Di berbagai bidang kehidupan, Rasulullah SAW melakukan pengaturan sesuai dengan petunjuk dari Allah SWT.

Di bidang pemerintahan, sebagai kepala pemerintahan, beliau mengangkat beberapa sahabat untuk menjalankan beberapa fungsi yang diperlukan agar manajemen pengaturan masyarakat berjalan dengan baik. Rasul SAW mengangkat Abu Bakar as-Siddiq dan Umar bin Khattab sebagai wazir (menteri). Juga mengangkat beberapa sahabat yang lain sebagai pemimpin di sejumlah wilayah kekuasaan Islam, diantaranya Muaz bin Jabal sebagai gubernur di Yaman.

Selain itu, sebagai kepala negara, Rasulullah SAW juga melaksanakan hubungan dengan negara-negara lain. Menurut Tahir Azhari dalam bukunya Negara Hukum, Rasulullah SAW mengirimkan sekitar 30 buah surat kepada kepala negara lain, diantaranya kepada Almuqauqis raja negeri Mesir, Kisra penguasa Persia, dan Kaisar Heraklius penguasa Romawi.

Dalam surat yang dikirim tersebut, Nabi mengajak mereka masuk Islam. Sehingga bisa dikatakan politik luar negeri negara Islam Madinah saat itu adalah dakwah semata. Bila mereka tidak bersedia masuk Islam maka diminta untuk tunduk, dan bila tidak mau juga maka barulah negara tersebut diperangi.

Kenapa konstitusi Madinah dikatakan konstitusi dengan ketatanegaraan modern