Kedudukan bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa asing

  1. Home /
  2. Archives /
  3. Vol. 4 No. 1 (2010): Mabasan /
  4. Articles

https://doi.org/10.26499/mab.v4i1.183
sinergisme, fungsi, sikap positif bahasa
Bahasa daerah sebagai salah satu kekayaan bangsa memiliki fungsi sebagai alat komunikasi bagi masyarakat pendukungnya. Selain sebagai alat komunikasi intraetnik, bahasa daerah juga berfungsi sebagai pendukung bahasa nasional, yakni bahasa Indonesia. Atas dasar fungsi ini seharusnya bahasa daerah terus dibina dan dikembangkan dalam rangka memperkukuh ketahanan budaya bangsa. Bahasa daerah sebaiknya tidak lagi diperlakukan sebagai salah satu kebudayaan yang fungsinya dapat diganti oleh fungsi bahasa lain. Pasal 36 UUD 1945 menyebutkan, antara lain, bahwa bahasa daerah yang dipelihara dengan baik oleh para penuturnya akan dihormati dan dipelihara oleh negara karena bahasa-bahasa daerah tersebut merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup. Kebijakan Bahasa Nasional merumuskan bahwa dalam hubungannya dengan perkembangan kehidupan kenegaraan di Indonesia ke arah pemerintahan otonomi daerah serta pentingnya pembinaan dan pelestarian budaya daerah, bahasa daerah perlu diberi kesempatan yang seluas-luasnya memainkan peranan yang lebih besar. Pemantapan keberadaan dan kesinambungan bahasa daerah bertujuan melindungi bahasa daerah yang merupakan salah satu kekayaan bangsa. Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dinamis dapat memanfaatkan kosakata bahasa daerah sebagai pemerkaya kosakata bahasa Indonesia. Sikap ini tidak hanya memantapkan kebudayaan daerah, tetapi juga memantapkan kebudayaan nasional.

Alwi, Hasan dan Dendy Sugono (ed). 2000. Politik Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

Anonim. 2002. Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Surabaya: Pustaka Tama.

Bawa, I Wayan. 2003. “Perkukuh Budaya Bangsa dengan Memantapkan Peran Bahasa Daerah”. Makalah disampaikan dalam Kongres Bahasa Indonesia (KBI) VIII yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusat Bahasa.

Fadjar, A. Malik. 2003. “Bahasa Indonesia, Pendidikan Nasional, dan Kehidupan Berbangsa”. Makalah disampaikan dalam Kongres Bahasa Indonesia (KBI) VIII yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusat Bahasa.

Mahsun. 1999. “Bahasa Daerah sebagai Sarana Peningkatan Pemahaman Kondisi Kebhinekaan dalam Ketunggalikaan Masyarakat Indonesia ke Arah Pemikiran dalam Mereposisi Fungsi Bahasa Daerah”, dalam Hasan Alwi dan Dendy Sugono (ed). Risalah Seminar Politik Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa.

Mawardi, Oentarto Sindung. 2003. “Peran Bahasa dan Sastra Daerah dalam Memperkukuh Ketahanan Budaya Bangsa”. Makalah disampaikan dalam Kongres Bahasa Indonesia (KBI) VIII yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusat Bahasa.

Nababan, P.W.J. 1990. “Kedwibahasaan dan Perkembangan Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah”, dalam Husen Abas dan T. David Andersen (penyunting). Prosiding Konferensi dan Seminar Nasional Ke-5 Masyarakat Linguistik Indonesia: Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi dalam Konteks Bahasa Nasional. Ujung Pandang: Unhas-SIL.

Vol. 4 No. 1 (2010): Mabasan

Abstract viewed = 17956 times

Kedudukan bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa asing

 Jakarta, Kemendikbud --- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa aktif melakukan sosialisasi penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik. Salah satu upaya yang berhasil dilakukan adalah pemberian nama “Simpang Susun Semanggi” yang sebelumnya akan diberi nama “Semanggi Interchange”. Contoh lain adalah diakomodasinya pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia pada papan informasi di Bandara Internasional Soekarno Hatta oleh PT Angkasa Pura II.

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Dadang Sunendar mengatakan, Badan Bahasa terus berupaya menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Ia mengatakan, pada UU No.24/2009 Pasal 36 ayat 3 tercantum bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.

“Memang tantangan kami sangat tidak mudah. Di kota-kota besar, misalnya Jakarta, iklan-iklan yang menggunakan bahasa asing sangat merajalela,” ujarnya saat Taklimat Media Kilas Balik Kinerja Kemendikbud Tahun 2017 dan Rencana Kerja Tahun 2018, di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Rabu (20/12/2017).

Dalam penamaan Simpang Susun Semanggi, Badan Bahasa Kemendikbud aktif berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada tahun 2016, Badan Bahasa bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta, Wakil Gubernur DKI Jakarta, dan para wali kota untuk mendiskusikan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik, salah satunya mengajukan nama “Simpang Susun Semanggi” untuk mengganti nama “Semanggi Interchange”.

“Jadi kami berupaya betul-betul agar namanya jangan berbahasa asing. Masak ikon bangsa berbahasa asing? Padahal kita ada lembaga kebahasaan yang salah satu tugasnya menjaga marwah itu,” kata Dadang.

Lebih lanjut ia menjelaskan, Badan Bahasa juga aktif berkoordinasi dengan PT Angkasa Pura II untuk menggunakan bahasa Indonesia di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta, khususnya pada papan informasi atau papan petunjuk. Awalnya, tutur Dadang, hampir semua papan informasi di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta menggunakan bahasa Inggris, dan sangat sedikit yang berbahasa Indonesia.

“Kami minta itu dibalik, dan sekarang sudah terjadi. Semua perintah atau penunjuk menggunakan bahasa Indonesia dengan karakter huruf yang lebih besar. Kemudian kalau ada bahasa Inggris, ditulis di bawahnya dengan karakter huruf lebih kecil,” ujar Dadang. Selain itu, Badan Bahasa juga mengajukan penggunaan nama “Kalayang” yang merupakan akronim dari “kereta api layang”, sebagai padanan kata dari “Sky Train” di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Menurut Dadang, saat ini sudah banyak negara yang menggunakan dua bahasa dalam papan petunjuk atau papan informasi di ruang publiknya. Ia berharap Indonesia pun bisa menerapkan hal yang sama sesuai amanat UU No.24/2009. Dadang menuturkan, intisari dari undang-undang tersebut sebenarnya adalah utamakan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing. “Jadi kita diperintahkan juga untuk menguasai bahasa asing. Tapi persoalannya adalah jangan sampai tertukar. Jangan sampai rasa nasionalisme kita berkurang. Jangan sampai ruang publik kita dipenuhi oleh berbagai tulisan bahasa asing sehingga kedaulatan bahasa itu tidak terjadi. Karena bahasa Indonesia harus menjadi tuan rumah di negaranya sendiri,” tegas Dadang. (Desliana Maulipaksi)

Sumber :

Kedudukan bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa asing

 

Penulis : pengelola web kemdikbudEditor :

Dilihat 56741 kali