http://www.rumahliterasisumenep.org/2019/08/bentuk-dan-gaya-membaca-puisi.html?m=0
Suwignyo (2005) dalam Sopandi (2010: 34) mengemukakan bahwa bentuk dan gaya baca puisi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) bentuk dan gaya baca puisi secara poetry reading, (2) bentuk dan gaya baca puisi secara deklamatoris, dan (3) bentuk dan gaya baca puisi secara teaterikal. Adapun penjelasan dari bentuk dan gaya baca puisi adalah sebagai berikut. Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Deklamatoris Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Teaterikal Ciri khas bentuk dan gaya baca puisi teaterikal bertumpu pada totalitas ekspresi, pemakaian unsur pendukung, misal kostum, properti, setting, musik, dll., meskipun masih terikat oleh teks puisi/tidak. Bentuk dan gaya baca puisi secara teaterikal lebih rumit daripada poetry reading maupun deklamatoris. Puisi yang sederhana apabila dibawakan dengan ekspresi akan sangat memesona. Ekspresi jiwa puisi ditampakkan pada perubahan tatapan mata dan sosot mata. Gerakan kepala, bahu, tangan, kaki, dan badan harus dimaksimalkan. Potensi teks puisi dan potensi diri pembaca puisi harus disinergikan. Pembaca dapat menggunakan efek-efek bunyi seperti dengung, gumam, dan sengau diekspresikan dengan total. Lakuan-lakuan pembaca seperti menunduk, mengangkat tangan, membungkuk, berjongkok, dan berdiri bebas diekspresikan sesuai dengan motivasi dalam puisi. Aktualisasi jiwa puisi harus menyatu dengan aktualisasi diri pembaca.Inilah bentuk dari gaya baca puisi yang paling menantang untuk dilakukan.
1. Lafal Lafal adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyrakat bahasa dalam mengucapkan bunyi bunyi bahasa, anatara lain [a], [c], [f], [h], [u]. Pelafalan seseorang dalam berbahasa sering kali berbeda dengan orang lain. Berdasakan pelafalan itu pula, kita bisa mengetahui asal daerah seseorang karena memang beberapa kelompok masyarakat memiliki kelompok pelafalan yang khas. Meskipun demikian, terlepas darimana asal daerah, dalam melafalkan suatu bahasa haruslah jelas. Untuk melatih ketepatan dalam melafalkan bunyi bahasa, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan olah vokal, misalnya dengan mengucapkan bunyi-bunyi vokal dan konsonan secara cepat dan bervariasi.
a) Tekanan Dinamik (keras-lemah) Pengucapan dialog pada naskah dengan melakukan penekanan-penekanan pada setiap kata yang memerlukan penekanan. Misalnya saya pada kalimat “Saya membeli pensil ini” Perhatikan bahwa setiap tekanan memiliki arti yang berbeda. - SAYA membeli pensil ini. (Saya, bukan orang lain) - Saya MEMBELI pensil ini. (Membeli, bukan, menjual) - Saya membeli PENSIL ini. (Pensil, bukan buku tulis)b) Tekanan nada (tinggi) Mengucapkan kalimat/dialog/membaca puisi dengan memakai nada/aksen, artinya tidak mengucapkan seperti biasanya. Dengan kata lain, membaca/mengucapkan dialog dengan suara yang naik turun dan berubah-ubah. Jadi yang dimaksud dengan tekanan nada ialah tekanan tentang tinggi rendahnya suatu kata.c) Tekanan Tempo d) Warna suara Hampir setiap orang memiliki warna suara yang berbeda. Demikian pula usia sangat mempengaruhi warna suara. Misalnya saja seorang kakek, akan berbeda warna suaranya dengan seorang anak muda. Seorang ibu akan berbeda warna suaranya dengan anak gadisnya. Apalagi antara laki-laki dengan perempuan, akan sangat jelas perbedaan warna suaranya. Dengan demikian jelas bahwa untukmembawakan suatu dialog/puisi dengan baik, selain harus memperhatikan artikulasi, getikulasi dan intonasi, harus memperhatikan juga warna suara. Sebagai latihan dapat dicoba merubah-rubah warna suara dengan menirukan warna suara.Tulisan bersambung 4. Jeda Jeda adalah hentian arus ujaran dalam pembacaan puisi yang ditentukan dalam peralihan larik. Jeda berpengaruh pada jelas tidaknya maksud suatu kata atau larik. Dalam penggunaannya jeda dikelompokkan ke dalam tiga jenis: (1) jeda pendek, (2) jeda sedang, (3) jeda panjang.
|