Judicial review adalah kekuasaan mahkamah agung untuk menguji peraturan perundang-undangan

Peraturan Perundang-Undangan merupakan salah satu unsur penting atau pokok dalam sistem hukum nasional. Sebagai salah satu sistem, kaidah aturan yang termuat di dalam semua peraturan perundang-undangan berpusat kepada konstitusi, hal ini dikarenakan konstitusi sebagai hukum tertinggi. Di Indonesia sendiri kekuasaan kehakiman ini dijalankan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan yang berada dibawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Dalam kekuasaan kehakiman terbagi menjadi dua yaitu Mahkamah Agung sebagai cabang dari peradilan biasa dan Mahkamah Konstitusi sebagai cabang dari peradilan konstitusi. Kewenangan lain dari Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan terhadap badan peradilan yang di bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. Selain itu MA memiliki kewenangan lainnya dimana telah dijelaskan dalam Pasal 24A ayat (1) UUD NRI 1945 yang isinya adalah Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan yang ada dibawah undang-undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberi oleh Undang-Undang. Kewenangan lainnya disini bisa disebut sebagai sebuah kewenangan dalam pembuatan suatu peraturan perundnag-undangan. Mengenai produk peraturan yang dibuat oleh Mahkamah Agung yaitu Peraturan Mahkamah Agung (PERMA). Kedudukan PERMA dalam sistem peraturan perundangundangan, dapat dilihat dari jenis dan hierarki mengenai aturan yang dibentuk dan dijalankan seperti yang telah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dalam Pasal 7 tersebut mulai dari ayat (1) yang menjelaskan hierarki dari Peraturan Perundang-Undangan yang ada di Indonesia. Kemudian dilanjutkan ayat (2) yang mana menegaskan dari ayat sebelumnya mengenai kekuatan hukumnya yang sesuai dengan jenis Peraturan Perundang-Undangan yang telah disebutkan. Akan tetapi dalam pasal selanjutnya yaitu Pasal 8 masih menambahkan peraturan yang juga merupakan salah satu jenis Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia termasuk di dalamnya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA). Dalam ilmu hukum selalu mengkaitkan susunan hierarki peraturan perundangundangan dengan “Teori Penjenjangan” yang dikembangkan oleh Hans Kelsen dan Nawiasky. Untuk mengetahui keabsahan dari suatu peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi bisa dilakukan pengujian melalui lembaga yudikatif yang biasa disebut sebagai judicial review. Dalam hal pengujian ini pun merupakan suatu kewenangan dari kekuasaan kehakiman yang mana terdapat dalam UUD 1945, sehingga Mahkamah Agung sebagai salah satu lembaga kekuasaan kehakiman menjadi peran penting dalam menjalankan keadilan di dalam masyarakat. Krena dalam susunan hierarki peraturan perundang-undnagan yang ada Perma merupakan peraturan yang kedudukannya dibawah UndnagUndang, maka dalam hal ini MA diperbolehikna untuk melakukan pengujian Perma. Namun permasalahn yang perlu digaris bawahi, mengenai pengujian undang-undang dikenal dengan asas nemo judex in causa sua, yang mana hakim dilarang menangani perkaran yang bersangkutan dengan dirinya. Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mnegetahui serta memahami status hukum Perma dalam sistem peraturan perundang-undangan dan bagaimana prosedur pengujian Perma apabila ada pihak yang dirugikan. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif. Dengan menggunakan pendekatan penelitian perundang-undangan dan pendekatan konseptual . bahan hukum yang digunakan adalah perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan dan bahan hukum sekunder diperoleh dari semua publikasi tentang hukum meliputi buku, jurnal, dan internet. Dari penelitian tersebut penulis dapat mengambil sebuah kesimpulan, bahwa mengenai kedudukan (posisi) Peraturan Mahkamah Agung (Perma) jika sebagai salah satu peraturan perundang-undangan dalam hierarki peraturan perundangundangan Indonesia berada di bawah Undang-Undang dan sederajat dengan Peraturan Pemerintah (PP). Namun apabila dilihat dari jenis peraturan yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung sendiri, Perma merupakan bukan bagian dari peraturan perundang-undangan, melainkan bagian dari sebuah peraturan kebijakan. Kesimpulan yang kedua, jika dilihat dari perspektif sistem ketatanegaraan di Indonesia dalam hal negara Indonesia sebagai negara hukum yang mana kesejahteraan berdasarkan cita Pancasila, maka lembaga yang berwenang dalam melakukan pengujian Perma secara materiil adalah suatu lembaga negara tertentu secara khusus yang hanya menangani masalah pengujian Peraturan Perundangundangan saja.

Amsari, Feri, 2011, Perubahan UUD 1945: Perubahan Konstitusi negara kesatuan republik Indonesia Melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi, jakarta: Rajawali Pers.

Arizona , Yance, 2014, Konstitusianalisme Agraria, Yogyakarta: STPN Press

Asshiddiqie, Jimly, 2002, Konsolidasi Naskah UUD 1945 setelah Perubahan Keempat, Jakarta: PSHTN FH UI

_____________________, 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, Jakrta: PT Bhuana Ilmu Populer.

_____________________, 2010, Konstitusi & Konstitusialisme Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.

_____________________, 2011, Perihal Undang-Undang, Jakrta: Rajawali Pers.

_____________________,Http://Www.Jimlyschool.Com/Read/Analisis/238/Kedudukan-Mahkamah-Konstitusi-Dalam-Struktur-Ketatanegaraan-Indonesia/, diakses Pada Hari Senin 16 September 2017 Jam 02:14 WIB.

_______________________,Sejarah Constitutional Review & Gagasan Pembentukan MK, http://jimlyschool.com/read/analisis/276/sejarah-constitutional-review-gagasan-pembentukan-mk/, diakses pada 10 September 2017 pukul 20.52 WIB.

Bahtiar, 2015, Problematika Implemantasi Putusan MK Pada Pengujian UU Terhadap UUD, Jakarta: Raih Asa Sukses

Daulay, Ikhsan Rosyadaparluhutan, 2006, Mahkamah Konstitusi, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Hoesein, Zainal Ariffin, 2009, Judicial Teview di MA, Jakarta: Rajawali Pers.

Laporan tahunan Mahkamah Agung RI Tahun 2016, Jakarta: Mahkamah Agung RI

MD, Moh. Mahfud, 2012, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta: Rajawali Pers

Mahkamah Konstitusi, 2004, Cetak Biru Membangun MK Sebagai Institusi Peradilan Konstitusi yang modern dan Terpercaya, Jakarta: MK RI.

Manan, Bagir dan Susi Dwi Harijanti, 2014, Memahami Konstitusi, Jakarta: Rajawali Pers.

Pusat Studi Konstitusi FH Andalas, Perkembangan Pengujian Perundang-Undangan di MK, Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010, Jakarta: MK RI

Simanjuntak , Enrico, Kewenangan Hak Uji Materil Pada MA RI, Jurnal Hukum dan Peradilan Volume 2 Nomor 3 November 2013 , Jakarta: MA RI.

Soemantri, Sri, 1986, Hak Menguji Material di Indonesia, Bandung: Alumni

Syahuri, Taufiqurrahman, Pengkajian Konstitusi Tentang Problematika Pengujian Peraturan Perundang-Undangan, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI, 2014), hlm 38

______________________________, 2004, Hukum Konstitusi, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

Republik Indoneia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Kekuasaan Kehakiman

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Tugas Pokok dan Fungsi, https://www.mahkamahagung.go.id/id/tugas-pokok-dan-fungsi, diakses pada 19 September 2017.


Page 2

  Mahkamah Konstitusi. Sumber foto: Istimewa

Judicial review atau hak uji materi merupakan proses pengujian peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang dilakukan oleh lembaga peradilan.

Dalam praktik, judicial review undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara itu, pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA).

Mengenai judicial review ke MK, pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:

  • Perorangan warga negara Indonesia;
  • Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
  • Badan hukum publik atau privat; atau
  • Lembaga negara.

Bagaimana prosedur pengajuan perkara untuk judicial review MK?

Pengajuan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi diajukan langsung ke gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, atau bisa mendaftar online lewat situsnya: http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/

Permohonan harus ditulis dalam Bahasa Indonesia baku, ditandatangani oleh pemohon/kuasanya dan dibuat dalam 12 rangkap. Permohonan yang dibuat harus memuat jenis perkara yang dimaksud, disertai bukti pendukung dengan sistematika:

  • Identitas dan legal standing Posita
  • Posita petitum
  • Petitum

Adapun prosedur pendaftaran:

A. Pemeriksaan kelengkapan permohonan panitera:

  • Belum lengkap, diberitahukan
  • 7 (tujuh) hari sejak diberitahu, wajib dilengkapi

B. Registrasi sesuai dengan perkara.

  • 7 (tujuh) hari kerja sejak registrasi untuk perkara.
  • Setelah berkas permohonan Judicial Review masuk, maka dalam 14 hari kerja setelah registrasi ditetapkan Hari Sidang I (kecuali perkara Perselisihan Hasil Pemilu) akan ditetapkan jadwal sidang. Para pihak berperkara kemudian diberitahu/dipanggil, dan jadwal sidang perkara tersebut diumumkan kepada masyarakat.

Selain itu, perlu juga diketahui tentang pemberian salinan permohonan saat memasukkan berkas permohonan ke MK.

1. Pengujian undang-undang:

  • Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden dan DPR.
  • Permohonan diberitahukan kepada Mahkamah Agung.

2. Sengketa kewenangan lembaga negara:

  • Salinan permohonan disampaikan kepada lembaga negara termohon.

3. Pembubaran Partai Politik:

  • Salinan permohonan disampaikan kepada Parpol yang bersangkutan.

4. Pendapat DPR:

  • Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden.

  Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber Indonesia.go.id