Loading Preview Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
POPs adalah singkatan dari Persistent Organics Pollutans. Menurut UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN STOCKHOLM CONVENTION ON PERSISTENT ORGANIC POLLUTANTS (KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN) ada bahan yang dikategorikan sebagai bahan pencemar organik yang persisten (persistent organic pollutants) atau lebih dikenal dengan POPs yang memiliki sifat beracun, sulit terurai, bioakumulasi dan terangkut, melalui udara, air, dan spesies berpindah dan melintasi batas internasional serta tersimpan jauh dari tempat pelepasan, tempat bahan tersebut berakumulasi dalam ekosistem darat dan air. Sifat-sifat tersebut harus diwaspadai mengingat dampaknya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Sebagian besar masyarakat Indonesia belum mengetahui dampak negatif bahan pencemar organik yang persisten terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia khususnya kelangsungan hidup generasi yang akan datang. Menurut Konvensi Stockholm, POPs terdiri atas tiga kategori yaitu :
1. Alpha dan Beta hexachlorocyclohexane 2. Hexa,hepta,tetra, dan penta bromodiphenyl eter dan heptabromodiphenyl eter 3. Chlordecone 4. Hexabromobiphenyl 5. Lindane 6. Pentachlorobenzene (PeCB) 7. Perfluorooctane sulfonic acid, dan perfluorooctane sulfonyl Sebanyak 12 inisial POPs yang tercover oleh konvensi meliputi 9 pestisida (Aldrin, Chlordane, DDT, Dieldrin, Endrin, Heptachlor, hexachlorobenzene, Mirex and Toxaphene), dua zat kimia industri (PCBs seperti hexachlorobenzene yang juga digunakan sebagai pestisida dan hasil sampingan produk yang tidak disengaja, dioksin dan furan. Dari beberapa studi tentang residu dan dampak bahan kimia POPs bagi makhluk hidup ditemukan indikasi bahaya yang dapat mengancam kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Ancaman bagi manusia antara lain, gangguan terhadap sistem reproduksi (kemandulan), penurunan kekebalan tubuh pada bayi dan anak-anak, kelainan fisik dan mental, memicu kanker, gangguan pada fungsi organ tubuh seperti hati, paru-paru, ginjal, tiroid, sistem hormon endokrin, dan organ reproduksi. Kontaminasi POPs pada Ingkungan menyebabkan punahnya species tertentu, penurunan populasi burung-burung dan sebagainya (wwwnew.menlh.go.id). Beberapa POPs yang digunakan sebagai bahan aktif dalam pengendalian seranga dan hama pada tanaman buah dan sayur, sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Zat-zat tersebut banyak disekitar kita pada buah dan sayur yang biasa kita konsumsi sehari-hari. Meskipun, pengendalian hama tersebut dengan penyemprotan hanya pada bagian-bagian yang dapat dijangkau oleh alat penyemprot, tetapi tidak menutup kemungkinan juga menyebar kesela-sela daun pada sayur maupun buah bahkan mencemari tanah. Diantara buah dan sayur yang sering dikonsumsi dan sebenarnya banyak terdapat pestisida menurut Departemen Pertanian serta Badan Administrasi Obat dan Pang (FDA) Amerika adalah sebagai berikut:
1. Strawbery
2. Seledri
3. Apel
4. Bayam
5. Kentang
6. Anggur Untuk menyikapi hal ini, maka ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk dapat mengkonsumsi macam-macam sayur dan buah diatas, diantaranya :
http://www.lihat.co.id/2013/03/10-jenis-buah-dan-s... Views: 13385Polusi pertanian merupakan pencemaran yang diakibatkan oleh produk sampingan yang berasal dari biotik ataupun abiotik dari praktik pertanian, sehingga lingkungan dan ekosistem di sekitarnya terkena imbasnya.[1][2] Penggunaan pestisida, pupuk dan bahan-bahan kimia merupakan contoh dari penyebab terjadinya polusi pertanian.
Polusi pertanian dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan sekitar, seperti air dan tanah yang terkontaminasi, erosi, serta degradasi tanah. Selain itu, polusi pertanian juga dapat berbahaya bagi kesehatan manusia dan menimbulkan masalah ekonomi.[2][3]
Pestisida dan herbisida biasa digunakan dalam sektor pertanian dengan tujuan untuk membasmi hama-hama yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman, yang berpotensi dapat mengganggu hasil produksi tanaman.[4][5] Tapi, penggunaan pestisida dalam sektor pertanian dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan sekitar, contohnya seperti tanah yang terkontaminasi.[6][5] Mesin khusus penyemprot pestisida dengan rear-wheel drive Proses kontaminasi tanah terjadi ketika pestisida yang telah digunakan menumpuk dan bertahan di tanah.[7][8] Pestisida yang berada di tanah tersebut dapat memicu proses metabolisme mikrobial, meningkatkan penyerapan bahan kimia bagi tanaman, dan beracun bagi organisme tanah.[9] Waktu bertahan pestisida dan herbisida dapat bertahan di tanah tergantung dari bahan-bahan kimia atau senyawa yang terkandung di dalamnya.[10][11] Bahan-bahan yang terkandung didalam pestisida dan herbisida tersebut juga dapat mempengaruhi proses sorpsi dan kondisi lingkungan tanah.[12][13] Pestisida dapat terakumulasi pada hewan yang memakan hama dan organisme tanah yang telah terkontaminasi oleh pestisida.[14][5] Selain itu, penggunaan pestisida secara berlebihan lebih berbahaya bagi hewan-hewan yang menguntungkan bagi tanaman, seperti serangga penyerbuk, dan musuh alami dari hama (serangga yang memangsa hama) dibandingkan terhadap hama yang ingin kita basmi.[15][16][17] Pelindian pestisidaPelindian pestisida dapat terjadi ketika pestisida bercampur dengan air dan bergerak melalui tanah, sehingga berpotensi mencemari kualitas air tanah. Proses pelindian tersebut berkorelasi dengan karakteristik tanah dan pestisida tertentu serta tingkat curah hujan dan irigasi.[18] Pelindian dapat terjadi apabila pestisida yang digunakan larut ke dalam air; apabila kondisi tanahnya cenderung berpasir; dan apabila kemampuan adsorpsi pestisida ke tanah rendah.[19][20] Pelindian tersebut tidak hanya berasal dari ladang yang sedang digarap, tetapi juga dapat berasal dari area proses pencampuran pestisida, tempat pencucian mesin aplikasi pestisida, atau area pembuangan.[21][22] PupukPupuk merupakan material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman.[23] Pupuk biasanya digunakan sebagai sumber nutrisi tambahan, seperti nitrogen, fosfor, dan kalium yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi hasil panen.[24] Material pupuk biasanya dapat berupa bahan organik ataupun non-organik (mineral). Meskipun demikian, penggunaan pupuk untuk tanaman yang tidak sesuai prosedur dapat mengakibatkan beberapa dampak buruk bagi lingkungan. Penggunaan pupuk yang berlebih dapat mengganggu siklus daur biogeokimia nutrisi dan mineral alami, serta dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan manusia dan ekologi.[25][26] Pengelolaan lahanKondisi tanah yang mengalami erosi Erosi tanah dan sedimentasiSektor pertanian menjadi salah satu faktor terjadinya erosi tanah dan endapan sedimen melalui manajemen intensif atau tutupan lahan yang tidak efisien.[27] Diperkirakan bahwa degradasi lahan pertanian menyebabkan sekitar 6 juta hektar area (ha) lahan setiap tahunnya mengalami penurunan kualitas kesuburan dan tidak dapat dipulihkan.[28][29][30] Akumulasi sedimen (sedimentasi) dalam air limpasan juga dapat mempengaruhi kualitas air. Sedimentasi dapat mengurangi kapasitas transportasi parit, aliran, sungai, dan saluran navigasi.[31] Sedimentasi juga dapat membatasi jumlah cahaya yang menembus air, yang dapat mempengaruhi biota air. Selain itu, air yang mengalami kekeruhan akibat adanya sedimentasi dapat mengganggu pola makan ikan, atau bahkan mempengaruhi dinamika populasi. Sedimentasi juga mempengaruhi transportasi dan akumulasi polutan, termasuk fosfor dan berbagai pestisida lain.[32][33] Pengolahan tanah dan Nitro OksidaProses biogeokimia yang terjadi pada tanah dapat menghasilkan berbagai emisi gas rumah kaca, termasuk Nitro Oksida.[34] Terlebih lagi, praktik dalam manajemen pertanian juga dapat mempengaruhi tingkat emisi. Sebagai contoh, tingkat persiapan lahan juga telah terbukti dapat mempengaruhi emisi Nitro Oksida[35].[36][37] Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organizatio) PBB memperkirakan bahwa 18% gas rumah kaca antropogenik berasal dari sektor peternakan dunia. Laporan tersebut juga menyarankan bahwa emisi dari sektor peternakan lebih besar daripada emisi dari sektor transportasi.[38][39][1] Sektor peternakan dunia saat ini dipandang sebagai salah satu sumber penghasil emisi gas rumah kaca, namun perkiraan tersebut dianggap sebagai representasi yang keliru. Sementara di sisi lain, FAO menggunakan penilaian siklus hidup peternakan hewan (semua aspek termasuk emisi dari tanaman pakan, transportasi ke proses pemotongan, dan lain sebagainya), namun mereka tidak menerapkan penilaian tersebut untuk sektor transportasi.[40] BiopestisidaBiopestisida merupakan pestisida yang berasal dari bahan alami (hewan, tumbuhan, mikroorganisme, atau mineral tertentu). Biopestisida digunakan sebagai alternatif dari pestisida tradisional. Penggunaan biopestisida dapat mengurangi polusi pertanian karena aman untuk digunakan selama dalam penggunaan yang tepat sasaran.[41] Selain itu, biopestisida biasanya tidak terlalu berpengaruh terhadap invertebrata atau vertebrata yang menguntungkan bagi tanaman, dan lebih mudah hilang setelah digunakan dibandingkan dengan pestisida biasa.[42][43] Di Amerika Serikat, biopestisida diatur oleh Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA). Mereka tidak memerlukan sebanyak mungkin data untuk mendaftarkan penggunaannya, karena biopestisida memiliki dampak yang tidak terlalu berbahaya untuk lingkungan dibanding pestisida lain. Terlebih, banyak penggunaan biopestisida diizinkan di bawah Program Organik Nasional (NOP), Kementerian Pertanian Amerika Serikat, dan standar untuk produksi tanaman organik.[24][44] Polusi pertanian merupakan sumber utama penyebab terjadinya pencemaran air dan danau. Hal tersebut dikarenakan bahan-bahan kimia dari pupuk dan pestisida masuk ke air tanah. Pencemaran air tanah tersebut akan menyebabkan terjadinya pencemaran pada kualitas air, yang nantinya akan dijadikan air minum. Apabila air minum dikonsumsi secara terus-menerus, maka berpotensi membahayakan kesehatan.[45] Polusi UdaraPolusi pertanian juga dapat memicu terjadinya polusi udara. Penggunaan mesin seperti traktor atau alat pemanen yang digunakan untuk mengolah, memanen, dan membantu aktivitas pertanian lainnya turut berkontribusi dalam menghasilkan gas rumah kaca. Gas rumah kaca seperti CO2 yang dihasilkan dari bahan bakar mesin-mesin tersebut dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global. [46] Para petani seringkali tidak menyadari apa yang dapat menyebabkan kerusakan pada sistem lingkungan sekitar. Oleh karena itu, mereka perlu diajari bahwa penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan dapat berdampak buruk bagi lingkungan sekitar, hewan, dan bahkan manusia. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan sosialisasi atau penyuluhan. [47][48] Upaya petani dalam mengatasi polusi pertanian:
Peraturan PemerintahDiperlukan peran pemerintah dalam mengatasi dan mencegah terjadinya polusi pertanian, salah satunya yaitu membuat dan menegakkan peraturan yang lebih ketat.[46]
|