Jenis polutan yang dihasilkan dari lahan pertanian dan perkebunan untuk membasmi serangga adalah

Jenis polutan yang dihasilkan dari lahan pertanian dan perkebunan untuk membasmi serangga adalah

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

Jenis polutan yang dihasilkan dari lahan pertanian dan perkebunan untuk membasmi serangga adalah


Pengertian POPs

POPs adalah singkatan dari Persistent Organics Pollutans. Menurut UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN STOCKHOLM CONVENTION ON PERSISTENT ORGANIC POLLUTANTS (KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN) ada bahan yang dikategorikan sebagai bahan pencemar organik yang persisten (persistent organic pollutants) atau lebih dikenal dengan POPs yang memiliki sifat beracun, sulit terurai, bioakumulasi dan terangkut, melalui udara, air, dan spesies berpindah dan melintasi batas internasional serta tersimpan jauh dari tempat pelepasan, tempat bahan tersebut berakumulasi dalam ekosistem darat dan air.

Sifat-sifat tersebut harus diwaspadai mengingat dampaknya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Sebagian besar masyarakat Indonesia belum mengetahui dampak negatif bahan pencemar organik yang persisten terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia khususnya kelangsungan hidup generasi yang akan datang.

Menurut Konvensi Stockholm, POPs terdiri atas tiga kategori yaitu :

  1. Pestisida berupa: Dichloro-diphenyl-trichloroethane (DDT), Aldrin, Endrin, Dieldrin, Chlordane, Heptachlor, Mirex, dan Toxaphene;
  2. Bahan kimia industri berupa: Poly Chlorinated Biphenyl (PCB) dan Hexa Chloro Benzene (HCB)
  3. Produk yang tidak sengaja dihasilkan berupa Poly Chlorinated Dibenzop–Dioxins (PCDD), Poly Chlorinated Dibenzo Furans (PCDF), Hexa Chloro Benzene (HCB) dan Poly Chlorinated Biphenyl (PCB)


Zat-zat kimia baru yang terdaftar menurut Konvensi Stockholm adalah:

1. Alpha dan Beta hexachlorocyclohexane
Walaupun intensitas penggunaan HCH alpha dan beta sebagai insektisida telah dihapus tahun lalu, zat kimia ini tetap diproduksi sebagai hasil sampingan lindane yang tidak disengaja. Kira-kira 6-10 ton isomers lain termasuk HCH alpha dan beta hasil dari tiap ton produk lindane

2. Hexa,hepta,tetra, dan penta bromodiphenyl eter dan heptabromodiphenyl eter
Bromodiphenyl Eter adalah suatu kelompok zat organik brominated yang menghalangi pembakaran dalam material organik, yang digunakan sebagai flame retardants tambahan. Diphenyl Brominated Eter sebagian besar sebagai campuran komersil dimana beberapa isomer, congeners dan sejumlah kecil unsur lain terjadi.

3. Chlordecone
Chlordecone adalah campuran organik chlorine buatan, yang sebagian besar digunakan sebagai pestisida pertanian. Pertama diproduksi tahun 1951 dan dikenalkan secara komersial pada 1958. Penggunaan atau produksinya sekarang tidak ada laporan.

4. Hexabromobiphenyl
Hexabromobiphenyl (HBB) adalah zat kimia industri yang digunakan sebagai flame retardant, sebagian besar di tahun 1970. Berdasar data, HBB tidak lagi diproduksi dan tidak digunakan dalam produk sekarang.

5. Lindane
Lindane digunakan secara luas sebagai insektisida benih dan perawatan lahan, aplikasi foliar, pohon dan perawatan kayu serta melawan ektoparasit dalam perawatan hewan dan manusia. Produksi lindane telah berkurang dengan cepat terakhir ini dan hanya sedikit negara yang masih menghasilkannya.

6. Pentachlorobenzene (PeCB)
Pentachlorobenzene (PeCB) telah digunakan dalam produk PCB, turunan dyestuff (bahan pewarna tekstil), sebagai fungisida, flame retardant dan suatu perantara bahan kimia seperti produksi quintozene dan mungkin masih digunakan untuk tujuan ini. PeCB juga diproduksi tanpa sengaja selama pembakaran dalam proses industri dan yang berkenaan dengan panas.

7. Perfluorooctane sulfonic acid, dan perfluorooctane sulfonyl
PFOS adalah yang diproduksi atau produk turunan yang tidak diharapkan terkait bahan-kimia anthropogenic. Penggunaan PFOS yang disengaja sekarang tersebar luas dan ditemukan dalam produk seperti elektris dan bagian elektronik, fire fighting foam, photo digital, tekstil dan cairan hidrolik. PFOS masih diproduksi beberapa negara-negara sekarang.

Sebanyak 12 inisial POPs yang tercover oleh konvensi meliputi 9 pestisida (Aldrin, Chlordane, DDT, Dieldrin, Endrin, Heptachlor, hexachlorobenzene, Mirex and Toxaphene), dua zat kimia industri (PCBs seperti hexachlorobenzene yang juga digunakan sebagai pestisida dan hasil sampingan produk yang tidak disengaja, dioksin dan furan.


Dampak POPs Terhadap Kesehatan Manusia

Dari beberapa studi tentang residu dan dampak bahan kimia POPs bagi makhluk hidup ditemukan indikasi bahaya yang dapat mengancam kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Ancaman bagi manusia antara lain, gangguan terhadap sistem reproduksi (kemandulan), penurunan kekebalan tubuh pada bayi dan anak-anak, kelainan fisik dan mental, memicu kanker, gangguan pada fungsi organ tubuh seperti hati, paru-paru, ginjal, tiroid, sistem hormon endokrin, dan organ reproduksi. Kontaminasi POPs pada Ingkungan menyebabkan punahnya species tertentu, penurunan populasi burung-burung dan sebagainya (wwwnew.menlh.go.id).


Sayur dan Buah yang Banyak Mengadung POPs Berbahaya

Beberapa POPs yang digunakan sebagai bahan aktif dalam pengendalian seranga dan hama pada tanaman buah dan sayur, sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Zat-zat tersebut banyak disekitar kita pada buah dan sayur yang biasa kita konsumsi sehari-hari. Meskipun, pengendalian hama tersebut dengan penyemprotan hanya pada bagian-bagian yang dapat dijangkau oleh alat penyemprot, tetapi tidak menutup kemungkinan juga menyebar kesela-sela daun pada sayur maupun buah bahkan mencemari tanah.

Diantara buah dan sayur yang sering dikonsumsi dan sebenarnya banyak terdapat pestisida menurut Departemen Pertanian serta Badan Administrasi Obat dan Pang (FDA) Amerika adalah sebagai berikut:

Jenis polutan yang dihasilkan dari lahan pertanian dan perkebunan untuk membasmi serangga adalah

1. Strawbery
Buah ini banyak kemungkinan mengandung pestisida karena petani banyak menggunakan pestisida untuk membasmi serangga pada daun dan bunga, disamping itu juga serangga pada tanah tempat tumbuh strobery, dan dengan buah strobery yang cenderung dekat permukaan tanah, maka kemungkinan pestisida yang mencemarinya lebih banyak lagi. Ditambah lagi untuk menjaga agar buah tetap segar, awet dan tahan lama, digunakan pula pestisida untuk membasmi bakteri dan jamur yang mempercepat pembusukan.

Jenis polutan yang dihasilkan dari lahan pertanian dan perkebunan untuk membasmi serangga adalah

2. Seledri
Seledri perlu waktu berbulan-bulan utnuk tumbuh dan siap dipanen. Sehingga memungkinkan lebih lama terpapar pestisida.

Jenis polutan yang dihasilkan dari lahan pertanian dan perkebunan untuk membasmi serangga adalah

3. Apel
Karena kepopuleran buah ini, banyak perusahaan yang memproduksi pestisida khusus untuk buah apel. Sehingga kemungkinan paparan pestisida ke apel lebih besar.

Jenis polutan yang dihasilkan dari lahan pertanian dan perkebunan untuk membasmi serangga adalah

4. Bayam
Bayam memiliki dauh yang cukup lebar dan terbuka ke atas sehingga memungkinkan banyak pestisida yang terpapar ke daun bayam.

Jenis polutan yang dihasilkan dari lahan pertanian dan perkebunan untuk membasmi serangga adalah

5. Kentang
Meskipun letaknya didalam tanah, namun kentang juga mendapat perlakuan dengan bahan pestisida. Biasanya pada saat mau mulai mussim tanam, para petani menyuntikkan bahan kimia ke tanah tempat kentang mau ditanam.

Jenis polutan yang dihasilkan dari lahan pertanian dan perkebunan untuk membasmi serangga adalah
Jenis polutan yang dihasilkan dari lahan pertanian dan perkebunan untuk membasmi serangga adalah

6. Anggur
Penggunaan pestisida karena permukaan kulit anggur yang lunak dan mudah diserang ngengat. Sehingga penyemprotan pestisida harus sering-sering dilakukan agar hasilnya bagus.

Untuk menyikapi hal ini, maka ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk dapat mengkonsumsi macam-macam sayur dan buah diatas, diantaranya :

  1. Mengupas kulit buah yang akan dikonsumsi
  2. Mencuci sayur dengan air mengalir sebelum dimasak
  3. Mengurangi konsumsi buah dan sayur yang dikonsumsi dari perkebunan skala besar atau pilih yang organik
  4. Jangan terlalu tergoda dengan penampilan, karena penampilan yang menarik dan mengkilap bisa jadi karena seringnya diberi perlakuan pestisidan
  5. Waspadai dengan kulit buah maupun sayur yang terdapat bintik-binti berwarna putih, karena bisa jadi itu adalah sisa pestisida yang masih menempel di buah dan sayur tersebut


Daftar Pustaka

http://www.lihat.co.id/2013/03/10-jenis-buah-dan-s...

Views: 13385

Polusi pertanian merupakan pencemaran yang diakibatkan oleh produk sampingan yang berasal dari biotik ataupun abiotik dari praktik pertanian, sehingga lingkungan dan ekosistem di sekitarnya terkena imbasnya.[1][2] Penggunaan pestisida, pupuk dan bahan-bahan kimia merupakan contoh dari penyebab terjadinya polusi pertanian.

Jenis polutan yang dihasilkan dari lahan pertanian dan perkebunan untuk membasmi serangga adalah

Polusi air yang terjadi akibat peternakan sapi perah di daerah Wairarapa, Selandia Baru

Polusi pertanian dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan sekitar, seperti air dan tanah yang terkontaminasi, erosi, serta degradasi tanah. Selain itu, polusi pertanian juga dapat berbahaya bagi kesehatan manusia dan menimbulkan masalah ekonomi.[2][3]

 

Penyiraman pestisida untuk tanaman dengan menggunakan pesawat terbang pertanian

Pestisida dan herbisida biasa digunakan dalam sektor pertanian dengan tujuan untuk membasmi hama-hama yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman, yang berpotensi dapat mengganggu hasil produksi tanaman.[4][5] Tapi, penggunaan pestisida dalam sektor pertanian dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan sekitar, contohnya seperti tanah yang terkontaminasi.[6][5]

 

Mesin khusus penyemprot pestisida dengan rear-wheel drive

Proses kontaminasi tanah terjadi ketika pestisida yang telah digunakan menumpuk dan bertahan di tanah.[7][8] Pestisida yang berada di tanah tersebut dapat memicu proses metabolisme mikrobial, meningkatkan penyerapan bahan kimia bagi tanaman, dan beracun bagi organisme tanah.[9] Waktu bertahan pestisida dan herbisida dapat bertahan di tanah tergantung dari bahan-bahan kimia atau senyawa yang terkandung di dalamnya.[10][11] Bahan-bahan yang terkandung didalam pestisida dan herbisida tersebut juga dapat mempengaruhi proses sorpsi dan kondisi lingkungan tanah.[12][13]

Pestisida dapat terakumulasi pada hewan yang memakan hama dan organisme tanah yang telah terkontaminasi oleh pestisida.[14][5] Selain itu, penggunaan pestisida secara berlebihan lebih berbahaya bagi hewan-hewan yang menguntungkan bagi tanaman, seperti serangga penyerbuk, dan musuh alami dari hama (serangga yang memangsa hama) dibandingkan terhadap hama yang ingin kita basmi.[15][16][17]

Pelindian pestisida

Pelindian pestisida dapat terjadi ketika pestisida bercampur dengan air dan bergerak melalui tanah, sehingga berpotensi mencemari kualitas air tanah. Proses pelindian tersebut berkorelasi dengan karakteristik tanah dan pestisida tertentu serta tingkat curah hujan dan irigasi.[18] Pelindian dapat terjadi apabila pestisida yang digunakan larut ke dalam air; apabila kondisi tanahnya cenderung berpasir; dan apabila kemampuan adsorpsi pestisida ke tanah rendah.[19][20]

Pelindian tersebut tidak hanya berasal dari ladang yang sedang digarap, tetapi juga dapat berasal dari area proses pencampuran pestisida, tempat pencucian mesin aplikasi pestisida, atau area pembuangan.[21][22]

Pupuk

Pupuk merupakan material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman.[23] Pupuk biasanya digunakan sebagai sumber nutrisi tambahan, seperti nitrogen, fosfor, dan kalium yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi hasil panen.[24] Material pupuk biasanya dapat berupa bahan organik ataupun non-organik (mineral). Meskipun demikian, penggunaan pupuk untuk tanaman yang tidak sesuai prosedur dapat mengakibatkan beberapa dampak buruk bagi lingkungan. Penggunaan pupuk yang berlebih dapat mengganggu siklus daur biogeokimia nutrisi dan mineral alami, serta dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan manusia dan ekologi.[25][26]

Pengelolaan lahan

 

Kondisi tanah yang mengalami erosi

Erosi tanah dan sedimentasi

Sektor pertanian menjadi salah satu faktor terjadinya erosi tanah dan endapan sedimen melalui manajemen intensif atau tutupan lahan yang tidak efisien.[27] Diperkirakan bahwa degradasi lahan pertanian menyebabkan sekitar 6 juta hektar area (ha) lahan setiap tahunnya mengalami penurunan kualitas kesuburan dan tidak dapat dipulihkan.[28][29][30]

Akumulasi sedimen (sedimentasi) dalam air limpasan juga dapat mempengaruhi kualitas air. Sedimentasi dapat mengurangi kapasitas transportasi parit, aliran, sungai, dan saluran navigasi.[31] Sedimentasi juga dapat membatasi jumlah cahaya yang menembus air, yang dapat mempengaruhi biota air. Selain itu, air yang mengalami kekeruhan akibat adanya sedimentasi dapat mengganggu pola makan ikan, atau bahkan mempengaruhi dinamika populasi. Sedimentasi juga mempengaruhi transportasi dan akumulasi polutan, termasuk fosfor dan berbagai pestisida lain.[32][33]

Pengolahan tanah dan Nitro Oksida

Proses biogeokimia yang terjadi pada tanah dapat menghasilkan berbagai emisi gas rumah kaca, termasuk Nitro Oksida.[34] Terlebih lagi, praktik dalam manajemen pertanian juga dapat mempengaruhi tingkat emisi. Sebagai contoh, tingkat persiapan lahan juga telah terbukti dapat mempengaruhi emisi Nitro Oksida[35].[36][37]

Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organizatio) PBB memperkirakan bahwa 18% gas rumah kaca antropogenik berasal dari sektor peternakan dunia. Laporan tersebut juga menyarankan bahwa emisi dari sektor peternakan lebih besar daripada emisi dari sektor transportasi.[38][39][1] Sektor peternakan dunia saat ini dipandang sebagai salah satu sumber penghasil emisi gas rumah kaca, namun perkiraan tersebut dianggap sebagai representasi yang keliru. Sementara di sisi lain, FAO menggunakan penilaian siklus hidup peternakan hewan (semua aspek termasuk emisi dari tanaman pakan, transportasi ke proses pemotongan, dan lain sebagainya), namun mereka tidak menerapkan penilaian tersebut untuk sektor transportasi.[40]

Biopestisida

Biopestisida merupakan pestisida yang berasal dari bahan alami (hewan, tumbuhan, mikroorganisme, atau mineral tertentu). Biopestisida digunakan sebagai alternatif dari pestisida tradisional. Penggunaan biopestisida dapat mengurangi polusi pertanian karena aman untuk digunakan selama dalam penggunaan yang tepat sasaran.[41] Selain itu, biopestisida biasanya tidak terlalu berpengaruh terhadap invertebrata atau vertebrata yang menguntungkan bagi tanaman, dan lebih mudah hilang setelah digunakan dibandingkan dengan pestisida biasa.[42][43]

Di Amerika Serikat, biopestisida diatur oleh Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA). Mereka tidak memerlukan sebanyak mungkin data untuk mendaftarkan penggunaannya, karena biopestisida memiliki dampak yang tidak terlalu berbahaya untuk lingkungan dibanding pestisida lain. Terlebih, banyak penggunaan biopestisida diizinkan di bawah Program Organik Nasional (NOP), Kementerian Pertanian Amerika Serikat, dan standar untuk produksi tanaman organik.[24][44]

Polusi pertanian merupakan sumber utama penyebab terjadinya pencemaran air dan danau. Hal tersebut dikarenakan bahan-bahan kimia dari pupuk dan pestisida masuk ke air tanah. Pencemaran air tanah tersebut akan menyebabkan terjadinya pencemaran pada kualitas air, yang nantinya akan dijadikan air minum. Apabila air minum dikonsumsi secara terus-menerus, maka berpotensi membahayakan kesehatan.[45]

Polusi Udara

Polusi pertanian juga dapat memicu terjadinya polusi udara. Penggunaan mesin seperti traktor atau alat pemanen yang digunakan untuk mengolah, memanen, dan membantu aktivitas pertanian lainnya turut berkontribusi dalam menghasilkan gas rumah kaca. Gas rumah kaca seperti CO2 yang dihasilkan dari bahan bakar mesin-mesin tersebut dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global. [46]

Para petani seringkali tidak menyadari apa yang dapat menyebabkan kerusakan pada sistem lingkungan sekitar. Oleh karena itu, mereka perlu diajari bahwa penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan dapat berdampak buruk bagi lingkungan sekitar, hewan, dan bahkan manusia. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan sosialisasi atau penyuluhan. [47][48]

Upaya petani dalam mengatasi polusi pertanian:

  • Menggunakan jumlah pestisida dan pupuk sesuai dengan prosedur yang tepat dan digunakan seperlunya sesuai kebutuhan.
  • Menanam tanaman penutup tanah untuk menutup lahan yang kosong, sehingga dapat mencegah terjadinya erosi tanah dan hilangnya saluran air.
  • Meningkatkan upaya yang lebih baik dalam mengelola kotoran hewan atau ternak, karena polutan tersebut merupakan salah satu sumber utama polusi pertanian.

Peraturan Pemerintah

Diperlukan peran pemerintah dalam mengatasi dan mencegah terjadinya polusi pertanian, salah satunya yaitu membuat dan menegakkan peraturan yang lebih ketat.[46]

  • Agroekologi
  • Ekologi pertanian
  • Limpasan permukaan
  • Pengolahan air limbah pertanian
  • Pencemaran air
  • Dampak lingkungan dari pertanian
  • Kontroversi makanan yang dimodifikasi secara genetik
  • Manajemen nutrisi
  • Pengendalian hama
  • Pengolahan tanah

  1. ^ a b July 31; Lindwall, 2019 Courtney. "Industrial Agricultural Pollution 101". NRDC (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  2. ^ a b July 25, CBS News; 2014; Am, 7:16. "Lawn chemicals can stay in body for "years, even decades"". www.cbsnews.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  3. ^ "Wayback Machine" (PDF). web.archive.org. 2013-08-11. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  4. ^ "Herbicide". ScienceDaily (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  5. ^ a b c "Soil contaminants | Soil Science Society of America". www.soils.org. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  6. ^ "Polluting our soils is polluting our future". Food and Agriculture Organization of the United Nations (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  7. ^ Aktar, Md. Wasim; Sengupta, Dwaipayan; Chowdhury, Ashim (2009-3). "Impact of pesticides use in agriculture: their benefits and hazards". Interdisciplinary Toxicology. 2 (1): 1–12. doi:10.2478/v10102-009-0001-7. ISSN 1337-6853. PMC 2984095  . PMID 21217838.  Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
  8. ^ Technology, International Environmental. "What is Soil Contamination? And Why Does It Happen?". Envirotech Online (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  9. ^ "Pesticides & Human Health | Californians for Pesticide Reform" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  10. ^ Aktar, Md. Wasim; Sengupta, Dwaipayan; Chowdhury, Ashim (2009-3). "Impact of pesticides use in agriculture: their benefits and hazards". Interdisciplinary Toxicology. 2 (1): 1–12. doi:10.2478/v10102-009-0001-7. ISSN 1337-6853. PMC 2984095  . PMID 21217838.  Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
  11. ^ "What is in soil?". Science Learning Hub (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  12. ^ "Environmental Databases | Pesticides | US EPA". web.archive.org. 2014-07-04. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  13. ^ "How long does it take for fertilizers, pesticides, herbicides and fungicides to break down in the soil or do these chemicals stay in the soil indefinitely?". GMO Answers (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  14. ^ Ashraf, Muhammad Aqeel; Maah, Mohd Jamil; Yusoff, Ismail (2014-03-26). "Soil Contamination, Risk Assessment and Remediation". Environmental Risk Assessment of Soil Contamination (dalam bahasa Inggris). doi:10.5772/57287. 
  15. ^ "Pollinators". www.fs.fed.us. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  16. ^ "About Pollinators". Pollinator.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  17. ^ "Less Toxic Insecticides--UC IPM". ipm.ucanr.edu. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  18. ^ "Pesticide Leaching & Runoff Management | UNL Water". water.unl.edu. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  19. ^ "The Problem of Leaching – Pesticide Environmental Stewardship" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  20. ^ "Less Toxic Insecticides--UC IPM". ipm.ucanr.edu. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  21. ^ "Environmental Fate of Pesticides". web.archive.org. 2015-12-25. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  22. ^ Lindahl, Anna M. L.; Bockstaller, Christian (2012-12-01). "An indicator of pesticide leaching risk to groundwater". Ecological Indicators (dalam bahasa Inggris). 23: 95–108. doi:10.1016/j.ecolind.2012.03.014. ISSN 1470-160X. 
  23. ^ soilsmatter2011 (2015-03-18). "Why do farmers use fertilizers?". Soils Matter, Get the Scoop! (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  24. ^ a b US EPA, OECA (2015-08-11). "Agriculture Nutrient Management and Fertilizer". US EPA (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  25. ^ "What are the adverse effects of fertilizer application on crop utilization?". ResearchGate (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  26. ^ Lin, Weiwei; Lin, Manhong; Zhou, Hongyan; Wu, Hongmiao; Li, Zhaowei; Lin, Wenxiong (2019 Mei 28). "The effects of chemical and organic fertilizer usage on rhizosphere soil in tea orchards". PLOS ONE (dalam bahasa Inggris). 14 (5): e0217018. doi:10.1371/journal.pone.0217018. ISSN 1932-6203.  Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
  27. ^ Committee on Long-Range Soil and Water Conservation, National Research Council. 1993. Soil and Water Quality: An Agenda for Agriculture. National Academy Press: Washington, D.C.[halaman dibutuhkan]
  28. ^ Dudal, R. (1981). "An evaluation of conservation needs". Dalam Morgan, R. P. C. Soil Conservation, Problems and Prospects. Chichester, U.K.: Wiley. hlm. 3–12. 
  29. ^ "Soil Erosion: Introduction, Causes, Soil Conservation, Videos, Questions". Toppr-guides (dalam bahasa Inggris). 2018-02-22. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-30. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  30. ^ Lal, Rattan (2001-11-01). "Soil degradation by erosion". Land Degradation & Development. 12: 519–539. doi:10.1002/ldr.472. 
  31. ^ Schwarzacher, Walther, ed. (1975-01-01). Developments in Sedimentology. Sedimentation Models and Quantitative Stratigraphy (dalam bahasa Inggris). 19. Elsevier. hlm. 1–16. 
  32. ^ "Soil Erosion and Sedimentation". Huron River Watershed Council (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  33. ^ "Soil Erosion, Runoff, and Sedimentation" (PDF). www.dem.ri.gov. Diakses tanggal 02-08-2020.  Periksa nilai tanggal di: |access-date= (bantuan)
  34. ^ Freney, J.R. (1997-07-01). "Emission of nitrous oxide from soils used for agriculture". Nutrient Cycling in Agroecosystems (dalam bahasa Inggris). 49 (1): 1–6. doi:10.1023/A:1009702832489. ISSN 1573-0867. 
  35. ^ MacKenzie, A. F.; Fan, M. X.; Cadrin, F. (1998). "Nitrous Oxide Emission in Three Years as Affected by Tillage, Corn-Soybean-Alfalfa Rotations, and Nitrogen Fertilization". Journal of Environmental Quality (dalam bahasa Inggris). 27 (3): 698–703. doi:10.2134/jeq1998.00472425002700030029x. ISSN 1537-2537. 
  36. ^ "Water pollution from agriculture:a global review" (PDF). www.fao.org. Diakses tanggal 02-08-2020.  Periksa nilai tanggal di: |access-date= (bantuan)
  37. ^ Khatri, Nitasha; Tyagi, Sanjiv (2015-01-02). "Influences of natural and anthropogenic factors on surface and groundwater quality in rural and urban areas". Frontiers in Life Science. 8 (1): 23–39. doi:10.1080/21553769.2014.933716. ISSN 2155-3769. 
  38. ^ Sejian, Veerasamy; Bhatta, Raghavendra; Malik, Pradeep Kumar; Madiajagan, Bagath; Al-Hosni, Yaqoub Ali Saif; Gaughan, Megan Sullivan and John B. (2016-03-30). "Livestock as Sources of Greenhouse Gases and Its Significance to Climate Change". Greenhouse Gases (dalam bahasa Inggris). doi:10.5772/62135. 
  39. ^ "livestock's long shadow" (PDF). www.fao.org. Diakses tanggal 02-08-2020.  Periksa nilai tanggal di: |access-date= (bantuan)
  40. ^ Pitesky, Maurice E.; Stackhouse, Kimberly R.; Mitloehner, Frank M. (2009-01-01). Sparks, Donald L., ed. Advances in Agronomy. Advances in Agronomy (dalam bahasa Inggris). 103. Academic Press. hlm. 1–40. doi:10.1016/s0065-2113(09)03001-6. 
  41. ^ Canada, Agriculture and Agri-Food Canada;Government of (2018-07-20). "Biopesticides". www.agr.gc.ca. Diakses tanggal 2020-08-05. 
  42. ^ Montesinos, Emilio (2003-12-01). "Development, registration and commercialization of microbial pesticides for plant protection". International Microbiology (dalam bahasa Inggris). 6 (4): 245–252. doi:10.1007/s10123-003-0144-x. ISSN 1618-1905. 
  43. ^ S, Adisoemarto; M, Amir; A, Rahayu; W, Anggraitoningsih; Y, Rahayuningsih (1976). "[Side effect of pesticides on non-target animal species (invertebrates)]. [Indonesian]" (dalam bahasa Indonesian). Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
  44. ^ "Organic Regulations | Agricultural Marketing Service". www.ams.usda.gov. Diakses tanggal 2020-08-03. 
  45. ^ "Causes, Effects and Solutions of Groundwater Pollution". Conserve Energy Future (dalam bahasa Inggris). 2019-03-18. Diakses tanggal 2020-08-14. 
  46. ^ a b "Causes, Effects and Solutions of Agricultural Pollution on Our Environment". Conserve Energy Future (dalam bahasa Inggris). 2013-07-17. Diakses tanggal 2020-08-14. 
  47. ^ "Prevention of environmental pollution from agricultural activity: guidance - gov.scot". www.gov.scot. Diakses tanggal 2020-08-14. 
  48. ^ "Causes, Effects and Solutions for Agricultural Pollution". E&C (dalam bahasa Inggris). 2020-05-20. Diakses tanggal 2020-08-14. 

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Polusi_pertanian&oldid=18532849"