Jelaskan sistem pemerintahan daulah Umayyah di Damaskus yang berbeda dengan masa Khulafaur Rasyidin

Jakarta, CNN Indonesia --

Kekhalifahan Umayyah merupakan kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin atau empat sahabat Nabi Muhammad S.A.W. (Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib).

Kerajaan ini hanya berdiri selama 89 tahun, dari 661 sampai 750 Masehi di Suriah dan 756 sampai 1031 Masehi di Cordoba, Iberia (Spanyol).

Pemerintahan Bani Umayyah terbagi menjadi dua periode. Pertama dinasti yang dirintis Muawiyah bin Abu Sofyan yang berpusat di Damaskus, Suriah. Kedua, era kejayaan dinasti tersebut di Andalusia, yang berpusat di Cordoba.


Nama dinasti ini berasal dari Umayyah bin Abd asy-Syams atau Muawiyah bin Abu Sufyan alias Muawiyah I, seorang pemimpin di zaman jahiliah. Ia adalah seorang sahabat nabi yang menjadi khalifah pada 661 sampai 680 Masehi.

Pada masa Nabi Muhammad S.A.W., Bani Umayyah disebut sebagai penentang dakwah. Ia memiliki keinginan menduduki jabatan khalifah setelah Rasul wafat.

Berdirinya Dinasti Umayyah bermula dari perang Shiffin. Pertempuran itu merupakan perang saudara antara kubu Muawiyah I dan Ali bin Abi Thalib.

Perang itu terjadi setelah Utsman Bin Affan terbunuh. Sehingga membuka kesempatan bagi Ali untuk memimpin.

Pihak Muawiyah menginginkan kasus pembunuhan Utsman diadili secara hukum. Namun, dia menilai Ali tidak berniat menyelesaikan kasus tersebut hingga memantik peperangan.

Setelah Ali wafat, orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali. Otomatis kekuasaan bergulir ke dirinya.

Tak disangka, selama beberapa bulan memimpin Hasan justru menyerahkan tahtanya ke Muawiyah bin Abu Sufyan. Penyerahan itu dengan tujuan agar Muawiyah dapat mendamaikan kaum Muslim yang saat itu, dilanda beragam fitnah.

Muawiyah lantas memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus.

Menurut Munir Subarman dalam buku Sejarah Kelahiran, Perkembangan dan Masa Keemasan Peradaban Islam, Muawiyah tak hanya memindahkan sistem pemerintahan tetapi juga mengubah sistem politik.

"Sistem politik dan pemerintahan juga diganti dari sistem politik pemerintahan yang semula demokratis menjadi sistem politik dan pemerintahan yang bersifat monarki absolut."

Perubahan sistem itu terpengaruh dari sistem monarki yang ada di Persia dan Bizantium. Meski istilah khilafah tetap digunakan, tetapi Muawiyah menafsirkan khilafah sebagai penguasa yang diangkat oleh Tuhan.

Sementara di Alquran dan hadis tak ada satu dalil pun yang membenarkan interpretasi Muawiyah.

Ia juga dianggap tak mematuhi isi perjanjiannya dengan Hasan saat naik takhta. Dalam perjanjian itu disebutkan persoalan penggantian kepemimpinan diserahkan kepada umat Islam, bukan berdasarkan keturunan keluarga.

Muawiyah lantas menyatakan penerus kekuasaannya adalah san anak, Yazid bin Muawiyah. Ia juga meminta rakyatnya setia pada anak laki-lakinya itu.

Keputusan itu memantik gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat. Pada masa Muawiyah, kehidupan masyarakat Arab seperti dibedakan menjadi dua kelas. Pertama adalah bangsa Arab Quraisy keturunan Bani Umayyah yang mendapat banyak keistimewaan.

Kedua golongan ahluz zimah, yakni penduduk non-Muslim yang harus patuh dengan pemerintahan Islam.

Meski di masa Muawiyah I banyak kebobrokan, ekspansi wilayah terus digalakkan dimulai dengan menaklukkan Tunisia. Mereka terus bergerak ke arah Timur dan menguasai Khurasan, Afghanistan sampai Kabul.

Ekspansi ke Timur ini dilanjutkan oleh Abdul Malik bin Marwan hingga mampu menaklukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Mereka bahkan sampai ke India menduduki wilayah Baluchistan, Sin, Punjab hingga Multan.

Sementara ekspansi ke Barat dilakukan saat kekuasaan Umayyah dipegang Al Walid bin Abdul Malik. Ia berhasil menundukkan Aljazair dan Maroko. Pasukan Umayyah terus bergerak menjelajah Eropa hingga ke Spanyol.

Tentara Islam mendapat dukungan dari rakyat setempat lantaran mereka jenuh dengan penderitaan akibat kekejaman penguasa. Kemudian di masa kepemimpinan Umar II, masyarakat dilaporkan hidup damai, makmur dan tertib.

(isa/ayp/ayp)

[Gambas:Video CNN]

KOMPAS.com - Bani Umayyah adalah kekhalifahan kedua yang didirikan setelah wafatnya Nabi Muhammad.

Kekhalifahan ini resmi berdiri setelah wafatnya Ali bin Abi Thalib, khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin.

Pendiri dan khalifah pertama Bani Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan atau Muawiyah I yang menjadi Gubernur Syam pada masa pemerintahan Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan.

Pemerintahan Bani Umayyah berlangsung lebih dari tiga abad, yang dibagi ke dalam dua periode.

Yakni periode pertama antara 661-750 dengan pusat pemerintahan di Damaskus, kemudian periode kedua antara 756-1031 di Cordoba, Spanyol.

Tidak hanya masa pemerintahannya yang lama, Daulah Umayyah memiliki sejarah yang sangat panjang.

Baca juga: Kekhalifahan Bani Umayyah: Masa Keemasan dan Akhir Kekuasaan

Krisis pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin

Sejarah lahirnya Kekhalifahan Bani Umayyah diawali dengan krisis yang terjadi pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin.

Ketika Khulafaur Rasyidin dipimpin oleh Utsman bin Affan, umat Islam sempat mengalami era paling makmur dan sejahtera.

Namun pada periode kedua kepemimpinannya, terjadi perpecahan dan pemberontakan karena jabatan-jabatan strategis di pemerintahan diberikan Utsman kepada keluarganya dari Bani Umayyah.

Pada 655 M, sekitar 1.500 orang bahkan datang ke Madinah untuk memprotes kebijakan Utsman.

Utsman kemudian dibunuh oleh para demonstran yang menyerbu rumahnya.

Khalifah Ali bin Abi Talib (655-660 M) yang berkuasa setelahnya berusaha mengatasi pemberontakan dengan menarik para amir yang sebelumnya diangkat oleh Utsman.

Di saat yang sama, tuntutan untuk membalas dendam atas pembunuhan Utsman pun meningkat hingga meletuslah Perang Jamal atau Perang Unta pada 656.

Perang ini merupakan pertempuran pertama antara umat Islam.

Setelah itu, muncul seruan lain untuk membalas dendam atas kematian Utsman, yaitu dari Muawiyah I.

Ali memerangi pasukan Muawiyah dalam Perang Shiffin.

Perang Shiffin ini diakhiri dengan tahkim atau penyelesaian perkara, yang ternyata tidak menyelesaikan masalah bahkan menimbulkan perpecahan menjadi tiga golongan politik, yaitu Muawiyah, Syiah dan Khawarij.

Setelah Ali terbunuh oleh salah satu golongan, Khulafaur Rasyidin resmi berakhir.

Baca juga: Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Bani Umayyah

Berdirinya Dinasti Bani Umayyah

Berdirinya Dinasti Bani Umayyah dilatarbelakangi oleh sebuah peristiwa penting dalam sejarah umat yaitu Ammul Jamaah.

Setelah Ali wafat, kepemimpinan sebenarnya sempat dilanjutkan oleh putranya, Hasan.

Namun, setelah beberapa bulan, Hasan mundur dari posisinya demi mendamaikan kaum muslim yang kala itu sedang dilanda beragam fitnah, dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, Perang Jamal, Pertempuran Shiffin, terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan pengkhianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah.

Hasan memilih berdamai dengan menyerahkan kepemimpinan pada Muawiyah I.

Perdamaian antara keduanya inilah yang disebut dengan Ammul Jamaah (tahun persatuan).

Peristiwa ini di tandai dengan prosesi penyerahan kekuasaan dari Hasan kepada Muawiyah I di Kufah.

Dengan demikian, dimulailah kekuasaan Bani Umayyah.

Bani Umayah kemudian mengubah pemerintahan yang awalnya demokratis menjadi monarki (sistem pemerintahan berbentuk kerajaan).

Referensi:

  • Lathif, Abdussyafi Muhammad Abdul. (2016). Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Suksesi kepemimpinan secara turun-temurun dimulai ketika Muawiyah berkuasa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Muawiyah bin Abu Sufyan adalah khalifah pertama Dinasti Umayyah. Ia memindahkan ibu kota negara dari Madinah ke Damaskus. Selain itu, ia juga mengganti sistem pemerintahan.

Menurut Taqiyuddin Ibnu Taimiyah dalam karyanya yang berjudul As-Syiyasah As-Syar'iyah fi Islah Ar-Ra'iyah, sistem pemerintahan Islam yang pada masa al-Khulafa' ar-Rasyidun yang bersifat demokrasi berubah menjadi monarki heredetis (kerajaan turun-menurun). Suksesi kepemimpinan secara turun-temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid.

Perintah Muawiyah ini merupakan bentuk pengukuhan terhadap sistem pemerintahan yang turun-temurun yang dibangun Muawiyah. Tidak ada lagi suksesi kepemimpinan berdasarkan asas musyawarah dalam menentukan seorang pemimpin baru. Muawiyah telah mengubah model kekuasaan dengan model kerajaan, kepemimpinan diberikan kepada putra mahkota.

Baca: Bani Umayyah Peletak Fondasi Kekhalifahan di Damaskus

Dalam bukunya yang berjudul Dinasti Bani Umayyah: Perkembangan Politik, Gerakan Oposisi, Perkembangan Ilmu Pengetahuan, dan Kejatuhan Dinasti, Mohammad Suhaidi memaparkan, dengan berlakunya sistem (monarki) tersebut, orang-orang yang berada di luar garis keturunan Muawiyah tidak memiliki ruang dan kesempatan yang sama untuk naik sebagai pemimpin pemerintahan umat Islam. Karena, sistem dinasti hanya memberlakukan kekhalifahan dipimpin oleh keturunannya.

Dari segi cara hidup, para khalifah Dinasti Umayyah telah meninggalkan pola dan cara hidup Nabi Muhammad SAW dan al-Khulafa' ar-Rasyidun. Hingga masa Ali, pemimpin negara berlaku sebagai seorang biasa: tinggal di rumah sederhana, menjadi imam masjid, dan memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti kebanyakan orang Muslim lainnya.

Namun, pada masa Dinasti Umayyah, yang mengadopsi tradisi sistem kerajaan pra-Islam di Timur Tengah, mereka menjaga jarak dengan masyarakat karena tinggal di istana yang dikelilingi oleh para pengawal. Mereka juga hidup dengan bergelimang kemewahan dan memiliki kekuasaan mutlak.

Baca: Umayyah, Dinasti Dua Keluarga

sumber : Islam Digest Republika