Jelaskan hubungan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan agama buddha

Tips menjadi diri sendiri?​

iro من هذا القلم القاين وخمس مائة روبية ومن هذه الكراسة لاته آلافي وخمس مائة روبية ثلاثة م الجميع؟ وكيف يبت؟ الجميع هو القاني و مش مائة رؤية وثلاثة آل … افي و مش مائة رؤية تساوي بس الافي رؤية bent Semering by mom tolong artikan ke bahasa Indonesia ​

Frupon من هذا القلم الفان وخمس مائة روبي ومن هذه الكراسة ثلاثة آلاف وخمس مائة روبية كم و الجميع؟ وكيف يبت؟ الجييع هو القاني و مش مائة رؤية وثلاثة آلاف … ي و مش مائۃ ژوبية اوي بستة آلاف روبية by mom Semeny benn وہ Bahasa Arab Bahasa Alquran Mudah dan Menyenangkan ۱۴ tolong artikan ke bahasa indonesia​

jejer atawa tema biantara teh kudu luyu jeung situasi sarta kondisi nu kiwari keur rame di​

tolong donk kak pliss​

hint:PDUN dikunci oleh 03:10​fto lanjutan:https://ibb.co/NCsdPYm

Mengapa benda pada gambar tersebut dikategorikan sebagai benda bebas? Tolong dijwb kk bsk dikumpulkanplasee​

apa yang di maksud ibadah fi'liyah​

istilah dari : nyelawat, tahlilan, ngored?​

manfaat MRT dan LRT?​

eperti yang telah disampaikan Sang Buddha dalam Manggala Sutta, “Memiliki pengetahuan yang luas adalah berkah utama”. Pengetahuan yang luas, kepiawaian adalah suatu bekal yang sangat berguna bagi umat manusia dalam perjalanan mengarungi hidup yang penuh dengan tantangan ini. Karena itu sudah seyogianya jika setiap orang berusaha sedapat mungkin untuk mempunyai, menggunakan serta mengembangkan ilmu pengetahuan, penguasaan teknologi dan seni yang telah dimiliki secara baik dan sesuai dengan tujuan yang mulia. Semakin banyak orang yang mempunyai ilmu pengetahuan, menguasai teknologi, seni, semakin mudah pula ia dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Selain itu, kepiawaian terhadap ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni juga merupakan salah satu segi yang dapat meningkatkan taraf hidup seseorang dalam pandangan masyarakat luas. Melihat betapa besar manfaatnya bagi kehidupan umat manusia dari pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Kemampuan terhadap ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam manggala sutta disebut ‘Sippa’.

Dalam arti yang luas sippa adalah mencakup semua keterampilan, keahlian, kepandaian dalam segala bidang penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Secara ringkas istilah ini disebut ‘Sippa’ dapat diterjemahkan sebagai kepiawaian. Perlu ditegaskan bahwa kepiawaian yang dimaksudkan oleh Sang Buddha dalam Manggala Sutta, hanyalah terbatas pada jenis kepiawaian yang dipergunakan demi manfaat dan kepentingan diri sendiri maupun orang banyak dan tidak melanggar tatanan yang dibentuk oleh masyarakat, negara dan agama. Keterampilan dalam kejahatan, terorisme dan sejenisnya tidak termasuk kepiawaian yang mendatangkan berkah.

Manfaat kepiawaian bagi yang memiliki, tidaklah ternilai harganya. Kepiawaian adalah suatu harta yang tidak mungkin dapat dicuri orang lain, kepiawaian mampu memberikan kebahagiaan bagi pemiliknya, orang lain serta masyarakat luas, baik dalam kehidupan sekarang maupun dalam kehidupan mendatang. Karena alasan inilah, mempunyai kepiawaian dinyatakan oleh sang Buddha sebagai berkah utama atau Manggala.

Berdasarkan ruang lingkup kepiawaian dapat dibagi menjadi dua, yaitu: Agariya-sippa dan Anagariya-sippa.

Agariya-sippa adalah kepiawaian, keahlian, keterampilan yang layak dimiliki oleh perumah tangga; sedangkan Anagariya-sippa adalah kepiawaian, keahlian, keterampilan yang layak dimiliki oleh orang yang menjalani kehidupan tak berumah tangga yaitu bhikkhu dan samanera.

Jenis kepiawaian yang termasuk sebagai agariya-sippa sebenarnya tidak terhitung jumlahnya. Akan tetapi, beberapa contoh kiranya dapat disebutkan sebagai berikut: keahlian dalam berhitung (sankhaya); keterampilan dalam bidang pertukangan (yoga); pengetahuan dalam bidang hukum dan ketatanegaraan (niti); seni suara dan seni tari (gandhabba); keahlian dalam bidang pengobatan atau kedokteran (tikiccana); kepandaian dalam berdagang (vanijja); pengetahuan dalam bidang kepurbakalaan dan sejarah (purana); keterampilan dalam masak-memasak (itibasa); keterampilan di bidang pertanian dan perkebunan (vattu); pengetahuan dalam segi kebudayaan dan tradisi (pasanda); keahlian di bidang bahasa dan kesusasteraan (nirutti). Sudah tentu bahwa pengetahuan di bidang sains modern serta teknologi yang dimanfaatkan secara benar dan terarah, niscaya dapat meningkatkan taraf hidup dan peradaban umat manusia.

Yang termasuk sebagai kepiawaian bagi mereka yang menjalani hidup tak berumah tangga (anagariya-sippa) menjahit jubah, membuat peralatan kebhikkhuan yang pokok, mendirikan tempat berteduh dan lain-lain yang tidak bertentangan dengan Dhamma-Vinaya. Suatu sanjungan diberikan oleh Sang Buddha kepada Ananda Thera yang berhasil merancang jubah kebhikkhuan dengan model seperti pematang sawah di Magadha. Selain mencerminkan makna sebagai ladang subur untuk menanam jasa, model jubah ini masih mempunyai keistimewaan tertentu, misalnya; menyebabkan kain yang berukuran lebar itu tidak lekas sobek, menjadi suatu jubah bisa dijahit dari lembaran-lembaran kain yang berukuran kecil dan tak beraturan, serta membuat tidak menarik orang-orang tertentu yang akan mencurinya.


AGAMA BUDDHA DAN ILMU PENGETAHUAN (GERALD DU PRE)

Jelaskan hubungan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan agama buddha
Untuk memperjelas pemahaman Anda terhadap materi yang telah diuraikan diatas Anda dapat melihat video berikut: dengan judul

V 6.1 " IPTEK UNTUK KITA (Film Dokumenter peran IPTEK untuk usaha) "
Source : 
https://www.youtube.com/watch?v=ph4Pv5hIsIg

Banyak umat Buddha yang percaya bahwa Agama Buddha di dalam membicarakan tata kesunyataan, membahasnya secara tertentu, sedang ilmu pengetahuan (science) di dalam membicarakan tata kesunyataaan, membahasnya secara tertentu, lainnya lagi. Beberapa orang dalam membicarakan keduanya menyimpulkan lebih lanjut, dengan mengatakan bahwa agama Buddha dan ilmu pengetahuan itu bertentangan, satu terhadap yang lainnya. Untuk hal sebagaimana tersebut, para sarjana apabila diminta memikirkan semua aspek dari agama Buddha, mengatakan bahwa memikirkan hal yang demikian itu merupakan hal yang nonsen.

Saya pikir, keduanya, baik umat Buddha, maupun para sarjana, mengalami salah pengertian, mengenai pandangannya, yang satu terhadap yang lainnya. Jika saya diminta untuk mendefinisikan keduanya yaitu ilmu pengetahuan dan agama Buddha, maka pertama saya akan menunjukkan terlebih dahulu bahwa agama Buddha juga suatu ilmu pengetahuan. Saya percaya bahwa apabila hal ini diketahui, agama Buddha akan memperoleh kedudukan yang sangat penting, dan mempunyai pengaruh yang besar di Dunia Barat, karena memang Agama Buddha memiliki persyaratan untuk layak menerima kedudukan yang demikian.

Kita semua, umat Buddha dan para sarjana, di Dunia Timur dan Barat, adalah sama-sama manusia biasa, memiliki indera penerima yang sama, mempunyai anggota tubuh yang sama, dan memiliki syaraf sentral yang sama, dan dahulunya pernah sama-sama menjadi anak. Selagi masih anak-anak, kita telah belajar dengan semua peralatan yang dapat kita peroleh. Kita telah menggunakan indera-indera penerima kita, untuk memperoleh informasi-informasi dari dunia, termasuk juga mengenai tubuh kita sendiri. Kita melihat dan mendengar, merasa, mengecap, dan mencium sesuatu. Kita telah melakukan aksi-aksi di dunia kita, untuk mengadakan eksplorasi, mengadakan eksperimen-eksperimen dan menemukan sesuatu, serta telah mengadakan observasi terhadap hasil-hasil aksi-aksi kita. Akhirnya, kita telah belajar berbicara dan berhitung. Kita telah belajar memberi deskripsi atas persepsi dalam simbol-simbol, yang menyangkut dunia, angka-angka, dan diagram-diagram, serta kita telah mengaplikasikannya dalam landasan logika terhadap simbol-simbol tersebut dan mengonstruksikannya dalam kepala kita sebagai suatu model simbol dari alam semesta, termasuk diri kita sendiri.

Ilmu pengetahuan (science) secara aksara, berarti pengetahuan (knowledge). Secara sederhana, ilmu pengetahuan itu dapat kita terangkan sebagai ilmu pengetahuan tentang kesunyataan (truth) yang berisi pemahaman terhadap alam semesta, yang haruslah dapat kita definisikan seteliti dan sepenuh mungkin, serta yang kita capai pemahamannya melalui penggunaan indera-indera penerima kita, anggota-anggota tubuh kita, serta otak kita, secara serempak. Itu adalah pengenalan atau pemahaman kita yang menyangkut penggunaan semua kemampuan manusia, dan usaha-usaha sebijaksana dan seteliti mungkin, yang kita telah pikirkan mendalam terhadap semua bukti-bukti yang dapat kita kumpulkan, mengenai alam semesta dan isinya, termasuk diri kita.

Di dalam prakteknya, menyangkut sejumlah besar hasil observasi banyak orang, yang dilakukan secara teliti, setapak demi setapak, mengenai keseluruhan alam semesta, dengan eksperimen-eksperimen dan dengan mengobservasi hasil-hasilnya, disertai kegiatan mendeskripsi apa yang telah diobservasi, yang dilakukan secara hati-hati, dengan penggunaan metode terpilih, dengan menggunakan simbol-simbol yang telah distandardisasi, yang disusun dan diatur dengan logika yang sangat ketat. Para sarjana merupakan putra-putra masa yang akan datang.

Beberapa orang pada semua periode sejarah telah melakukan observasi-observasi yang sangat teliti, telah menemukan penemuan-penemuan, sebagai hasil dari penggunaan akal secara brilian. Ilmu pengetahuan adalah penggabungan bersama-sama atas semua observasi, penemuan deskripsi dan analisa, yang demikian, dan senantiasa secara terus menerus mengumpulkan hasil-hasil penyelidikannya, menjadi semakin banyak lagi, serta pengantar untuk saling berhubungan yang satu dengan lainnya, untuk dapat menciptakan pemahaman yang paling baik atas alam semesta, yang telah dicapai oleh umat manusia.

Oleh karena itu, prasangka yang buruk terhadap ilmu pengetahuan kita merupakan sikap yang tak memiliki dasar yang kuat, karena berarti berprasangka buruk terhadap isi pengertian-pengertian manusia. Ilmu pengetahuan, itu menurut definisinya, tidak dapat memisahkan, atau melalaikan, sesuatu bukti, dan tidak dapat melalaikan penggunaan metode-metode yang telah dimiliki oleh manusia tidak merupakan pandangan yang sempit terhadap alam semesta, serta juga tidak menggunakan metode yang sempit. Apabila kita dapat merasa gembira dan merasa sangat tenteram, dengan memiliki ilmu pengetahuan, telah dapat memberikan sumbangannya, seperti yang diharapkan oleh para sarjana dan ini menjadi tantangan bagi para sarjana untuk memberikan bukti-buktinya.

Pada umumnya, religi-religi, atau Agama-Agama, berkeadaan berbeda dari ilmu pengetahuan, dalam hal ini bahwa agama itu mempercayai terdapatnya sesuatu, sejenis pengetahuan, yang di luar kemampuan manusia untuk mengalaminya. Filosofi, atau ilmu filsafat, umumnya, hanya mempergunakan beberapa bukti, yaitu yang dapat dicapai melalui intelek, dan tidak memperhatikan penggunaan observasi-observasi dan eksperimen-eksperimen. Para penganut religi dan filosofi yang demikian itu, kala berbicara atau memberikan berbagai jenis dan tingkat kesunyataan, sikapnya menentang kesunyataan yang didapat oleh sarjana.

Kita ketahui, dan yang barangkali para sarjana tidak mengetahuinya bahwa Agama Buddha itu bukan merupakan religi atau filosofi, yang sifatnya seperti religi atau filosofi yang lain-lainnya. Agama Buddha tidak seperti disiplin akademis, yang hanya menggunakan kata-kata dan lambang-lambang, yang dicantumkan pada lembaran kertas kerjanya saja. Dalam Buddhisme, Sang Buddha tidak didewa-dewakan oleh para penganutnya. Dalam ajaran Sang Buddha, Sang Buddha bukan berasal dari sumber yang sifatnya ekstrasensoris. Walaupun sangat luar biasa kehebatannya, Sang Buddha adalah tetap manusia biasa, dan kemampuannya juga merupakan hasil belajarnya, yang dengan mempergunakan semua yang dapat beliau gunakan: indera-indera, reseptornya, anggota-anggota tubuhnya, dan otaknya.

Selanjutnya, kami dapat mengatakan dengan jelas, bahwa Buddhisme itu membicarakan pengetahuan yang sama, seperti yang dibicarakan oleh ilmu pengetahuan, ialah ilmu pengetahuan yang dapat didekati oleh manusia.

Pangeran Siddhartha, yang kemudian mencapai tingkat kebuddhaan, dibesarkan dalam tradisi Hindu, yang banyak membicarakan tentang pengalaman manusia, yaitu kehidupan manusia mengalami segala sesuatu: sensasi-sensasi, persepsi-persepsi, ingatan, emosi dan lambang-lambang. Orang Hindu telah mengadakan observasi bahwa pengalaman manusia, secara normal, berada dalam keadaan disorganisasi, mengalami kekacauan jiwa, yang tak henti-hentinya, dari keragu-raguan, ketakutan, waswas, menyesal, teror, dan keinginan-keinginan yang menyala-nyala, yang di luar pengontrolan diri. Walaupun hal-hal demikian dialami secara umum oleh manusia, dalam tingkatan yang sukar ditentukan tinggi-rendahnya, orang Hindu melihatnya sebagai suatu keadaan semacam sakit, lalu mereka memperkembangkan teknik-teknik penenangan, yang mirip dengan akhir-akhir ini Dunia Barat mencarinya dalam penggunaan obat-obat penenang.

Walaupun Pangeran Siddhartha, yang hidup dalam kemewahan, dilindungi keamanan secara ketat, dan dalam keadaan serba kecukupan segala-galanya, namun beliau dapat menyadari sepenuhnya akan pengalaman tentang disorganisasi kepribadian, atau sakitnya  jiwa, pada diri kebanyakan orang, yaitu dengan adanya perasaan-perasaan tidak puas dan tidak tenang. Kemudian beliau memutuskan untuk memberikan kesembuhannya secara tuntas.

Oleh karena itu, pokok pembicaraannya, adalah pengalaman dan tujuannya adalah memahaminya, serta menyembuhkan penyakit-penyakit yang secara umum diderita semua manusia, yang diistilahkan dengan Dukkha.

Yang dihadapi dan ditemukannya tersebut, adalah teori yang logis dan yang diutarakan secara teliti. Sang Buddha telah mewariskan semua teori dan metode kepada para pengikutnya, dalam bahasa yang mudah dipahami, tanpa ada sesuatu yang tidak diberikan atau disembunyikan.

Sudah selama dua setengah ribu tahun, karya Sang Buddha telah diuji dan dikembangkan oleh banyak manusia, yang kita miliki sejumlah besar ingatan tentang perjuangannya untuk memahami dan untuk mengubah pengalaman-pengalamannya. Beliau tidak melalaikan informasi-informasi yang ada, tetapi mengumpulkan. Semua informasi itu untuk beliau cari keterangannya dengan jelas mengadakan analisa yang logis. Pangeran Siddhartha juga tidak menolak metode-metode yang ada, dan mencoba metode tersebut, hingga terbukti bahwa metode itu tidak benar, atau tidak baik. Beliau selalu mengobservasi pengalaman beliau sendiri, dengan keadaan tidak terikat dan dengan kejujuran yang ketat, tidak memanjakan diri. Akhirnya, setelah mencoba segala sesuatu, beliau menemukan jalan yang tepat dan dapat menyembuhkan pengalamannya yang dinamakan dukkha.

Beliau lalu mendirikan di atas semua pemikiran yang brilian, dan dalam waktu tersebut, sudah ribuan orang  yang berhasil dalam mengubah pengalaman-pengalaman mereka, sesuai yang dikatakan oleh Sang Buddha.

Karena metode ini, karena sikap mentalnya yang berpijak di bumi yang nyata, karena jiwa yang bebas menanyakan segala sesuatu, yang digabungkannya dengan teori yang logis, dengan observasinya yang tajam dan teliti, serta dengan aplikasinya yang praktis, yang menyebabkan Buddhisme di masa-masa yang lampau, begitu sukar untuk diklasifikasi. Atas dasar keterangan yang jelas mengenai definisinya, maka dapatlah kita lihat dan pahami bahwa Buddhisme itu memiliki ciri-ciri yang sama seperti ciri yang dimiliki oleh ilmu pengetahuan. Saya tidak melihat alasan-alasan, dan saya heran, mengapa Buddhisme itu tidak diistilahkan sebagai ilmu pengetahuan. Buddhisme, bagi saya, merupakan agama yang sifatnya tidak seperti agama-agama lain, pun juga merupakan filosofi, yang memiliki sifat-sifat tersendiri, Buddhisme itu seakan-akan merupakan suatu ilmu pengetahuan.

Karena materi kasarnya bagi studi dan terapinya adalah pengalaman, Buddhisme dapat diistilahkan sebagai ilmu pengetahuan tantang pengalaman.

Yunani kuno, lama setelah munculnya Hinduisme, mulai tertarik perhatiannya kepada psyche, yang mereka lihat sebagai suatu esensi roh (= soul) atau semangat (spirit), yang membuat benda-benda itu hidup. Pada abad ke tujuh belas Masehi, di Inggris istilah Psyche memperoleh tambahan arti, yaitu sebagai jiwa (= mind). Kemudian di dalam abad yang sama, muncul untuk pertama kalinya, istilah psychology, suatu gabungan perkataan psycho dan logy, yang berarti studi tentang roh atau jiwa manusia (the study of the human soul or mind).

Psychology itu tetap merupakan gabungan antara religi dan philosophy, sampai abad ke-19. Lalu menjadi ilmu pengetahuan, dengan meninggalkan konsep roh (= soul), dan bahkan kemudian meninggalkan konsep jiwa (= mind), untuk akhirnya mengonsentrasikan perhatiannya pada studi tentang pengalaman. Orang-orang seperti Wundt, dan kemudian Freud dan para penganutnya, mengambil pengalaman sebagai subyek penyelidikannya, dan mempelajarinya dengan metode introspeksi.

Oleh karena itu, ilmu pengetahuan tentang pengalaman, lalu tersusun kembali secara keseluruhan. Adalah menarik untuk diketahui bahwa saat itu mungkin merupakan sejarah barunya dari psikologi, yaitu karena kena pengaruh dari Dunia Timur, atau barangkali karena terpengaruh filsafat saat itu, psikologi sebagian mengalami perubahan dari studi terhadap roh, menjadi ilmu pengetahuan instrospektif tentang pengalaman.

Selama masa abad sekarang ini, psikologi telah meluas dan mencakup juga studi tentang tingkah laku, sehingga sekarang telah diterima secara umum bahwa psikologi telah menjadi ilmu pengetahuan tentang pengalaman dan tingkah laku (the science of experience and behaviour). Namun, psikologi masih terlekati oleh nama yang kurang baik, yaitu faktanya, berdasarkan arti aksaranya psikologi berarti suatu studi tentang roh atau jiwa (study of soul or spirit).

Psikologi tidak hanya studi tentang pengalaman dan tingkah laku saja, tetapi seperti Buddhisme, juga berusaha untuk mengubah pengalaman dan tingkah laku. Ahli ilmu jiwa sangat menyadari bahwa ilmu pengetahuan psikologi, lebih dari pada hanya merupakan ilmu pengetahuan yang biasa. Seperti Buddhisme, haruslah dapat memunculkan suatu cara kehidupan yang baru, suatu filsafat kehidupan yang baru, nilai-nilai yang baru, dan kode tingkah laku yang baru.

Buddhisme dan psikologi yang introspektif memiliki landasan yang sama juga memiliki aktualitas atau sekup yang ideal sama. Kiranya orang tidak perlu khawatir, bahwa Buddhisme itu akan dijadikan bagian psikologi, atau diterangkan berdasarkan teori-teori psikologi.

Diterimanya Buddhisme sebagai ilmu pengetahuan tentang pengalaman, itu menyebabkan diperlukannya penulisan kembali dan pemikiran ulang keseluruhan sejarah dan garis arah perkembangan psikologi. Namun, psikologi pun terasa kuno dan perlu diganti tanpa akan banyak yang menentangnya.

Perlu diketahui bahwa orang-orang Hindulah, bukan orang-orang Yunani, yang telah meletakkan dasar untuk studi tentang pengalaman. Juga perlu diketahui bahwa Buddhismelah, bukan Psikologi yang merupakan ilmu pengetahuan tentang pengalaman, dan Pangeran Sidhartalah yang menjadi pendiri dan Bapak dari ilmu pengetahuan tersebut, bukan Wundt atau Freud. Penemuan Pangeran Siddhartha tentang cara penyembuhan yang radikal, untuk menyembuhkan disorganisasi mental, atau penyakit-penyakit jiwa, adalah cukup sempurna dan lengkap, bahkan tanpa ditambah dengan sumbangan cara-cara penyembuhan yang lainnya pun, mampu menyembuhkan kepribadian yang mengalami disorganisasi, sehingga beliau benar-benar merupakan tokoh paling besar yang belum ada tandingannya. Apakah Buddhisme itu secara historis, bertanggung jawab atas munculnya psikologi yang ilmiah, atau tidak, itu tidak mengubah fakta, bahwa psikologi hanya merupakan perluasan masa belakangan, dari Buddhisme.

Apabila hal-hal tersebut telah diketahui, Buddhisme tentu memperoleh kedudukan yang sangat penting di Dunia Barat, dan ilmu pengetahuan Dunia Barat tentu akan memperoleh teori dan terapi tentang pengalaman, yang jelas, pada suatu waktu, masih sedikit yang dimilikinya itu.

Apabila kita renungkan secara mendalam antara Buddhisme dan Psikologi mempunyai persamaan pada tujuan akhir yaitu bagaimana mengarahkan emosi ke arah yang lebih matang. Dalam bahasa Buddhisnya dikenal sebagai pengendalian diri sedangkan dalam bahasa Psikologi dikenal sebagai istilah kecerdasan emosional.

Emosi berasal dari bahasa latin motere yang berarti bergerak. Emosi adalah perasaan lubuk hati, naluri tersembunyi dan sensasi emosi. Jadi, emosi adalah: Kemampuan mengetahui apa yang Anda rasakan, kemampuan menerima dan merasakan rasa nyaman dengan semua perasaan yang diidentifikasi.

Kecerdasan emosional adalah memahami, mengindra, memahami dan dengan efektif merupakan kekuatan dan ketajaman emosi sebagai sumber energi informasi dan pengaruh. Kecerdasan Emosional ini dapat diaplikasikan baik dalam diri sendiri ataupun kepada orang lain. Ini sangat sesuai dengan kaidah Buddhisme bahwa sebaiknya orang terlebih dahulu meningkatkan batinnya dan memancarkannya secara universal kepada semua makhluk. Untuk peningkatan batin seseorang maka perlu adanya kesadaran diri yang mencakup kesadaran emosi, penilaian pribadi, percaya diri. Pengaturan diri yang meliputi pengendalian diri, dipercaya, waspada, adaptif dan inovatif, serta Motivasi atau dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif dan optimis.

Adapun untuk seseorang yang cerdas emosinya akan selalu: Empati yaitu memahami orang lain, memberikan pelayanan, mengembangkan orang lain, mengatasi keragaman ini telah diajarkan oleh Buddha Gotama 2500 tahun yang lalu sebelum para ahli psychology merumuskannya dalam ajaran Metta dan Karuna. Selain itu juga adanya keterampilan sosial yang meliputi pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator, perubahan, manajemen konflik, pengikat jejaringan, kolaborasi dan kerja tim, semua memerlukan kecerdasan emosional.

Kecerdasan emosi, yang dalam bahasa Buddhis dikatakan sebagai pengendalian diri ini akan bermanfaat sebagai energi pengaktif untuk nilai etika, kesadaran diri menuju kebahagiaan, membangkitkan intuisi. Sedangkan rasa ingin tahu, membantu Intelegensia Ouestient (IQ) dalam memecahkan masalah penting dan untuk meningkatkan kinerja intelektual.