Jelaskan apa tugas yang diberikan oleh Allah kepada manusia

Ilustrasi laki-laki sebagai pemimpin di keluarganya. Foto: Shutter Stock

Sebelum menciptakan alam semesta dan isinya, Allah telah menetapkan visi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Maksudnya, manusia diciptakan oleh Allah sebagai hamba-Nya yang menjalankan tugas-tugas khusus yang dikehendaki-Nya.

Namun, ini bukan berarti Allah tidak mampu menjalankan tugas-Nya. Mengutip buku Ilmu Pendidikan Islam karya Dr. Uci Sanusi, dkk., gelar khalifah yang diberikan merupakan ujian bagi umat manusia sekaligus sebagai penghormatan baginya. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam surat Al-An’am ayat 165:

وَهُوَ الَّذِيْ جَعَلَكُمْ خَلٰۤىِٕفَ الْاَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجٰتٍ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَآ اٰتٰىكُمْۗ

"Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu."

Agar lebih memahaminya, berikut penjelasan tentang makna diciptakannya manusia sebagai khalifah di muka bumi yang bisa Anda simak.

Makna Manusia Sebagai Khalifah

Ilustrasi pemimpin. Foto: Shutterstock

Tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi dapat dimaknai secara luas dengan interpretasi yang berbeda. Khalifah yang berarti pemimpin, dapat dimaknai sebagai tugas manusia dalam memimpin dirinya, keluarga, masyarakat, dan negara.

Sedangkan makna khalifah sebagai pengganti, yaitu tugas manusia menggantikan orang-orang terdahulu yang selalu mengabdi kepada Allah SWT. Makna ini dapat diwujudkan dengan mengikuti semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

Mengutip buku 3T: Taubat, Tasbih, Tahajud oleh Zaini Ali Akbar, bukti wujud tugas kekhalifahan bagi manusia dapat diwujudkan dengan amal ibadah yang dilakukan. Hendaknya manusia memulai segala amal ibadah dengan memohon perlindungan kepada Allah SWT agar dijauhkan dari tipu daya syaitan yang terkutuk. Ini dilakukan dengan membaca lafadz ta'awwudz dan basmalah.

Kemudian bisa juga diwujudkan dengan menjalankan setiap amanah yang diberikan kepadanya. Karena jika tidak, sungguh manusia itu sangat zalim dan bodoh. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-furqan ayat 72 yang artinya:

“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh,"

Ilustrasi pemimpin. Foto: Shutterstock

Amanah yang dititipkan kepada setiap manusia hendaknya dilaksanakan dengan baik. Manusia adalah makhluk paling mulia di antara makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Allah ciptakan manusia dalam sebaik-baiknya bentuk, dilengkapi dengan berbagai potensi dan fitrah untuk mengemban amanah tersebut.

Waidi menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Embun Jiwa: Bikin Hidup Lebih Hidup, tugas ini merupakan perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepada-Nya. Selain itu, peran kekhalifahan juga dapat diterapkan dengan menjadi pemimpin yang baik bagi diri sendiri, keluarga rumah tangga, masyarakat, dan negara.

Sukron Ma’mun, S.Ag., M.A. (D3702)

Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat Allah, yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allah di muka bumi untuk mengelola dan memelihara alam. Kewenangan manusia untuk mempergunakan alam bukanlah hak mutlaknya tapi merupakan hak yang telah direkomendasikan oleh Allah SWT. Dan suatu saat akan diminta pertanggungjawaban oleh pemilik sejatinya. Oleh karenanya manusia berkewajiban memelihara keseimbangan dan keselarasan alam agar tidak rusak seperti pertama kali Allah meminjamkan pada manusia. Sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Qhashash (28) ayat 77 :

“Dan carilah pada apa yang Allah karuniakan kepada kamu negeri akhirat. tetapi janganlah engkau melupakan nasibmu di dunia ini. Berbuatlah kebaikan sebagai mana Allah telah berbuat kebaikan kepada kamu: dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan“.

Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Manusia menjadi khalifah berarti manusia memperoleh mandat Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat kreatif yang memungkinkan dirinya mengolah serta mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah. Agar manusia dapat menjalankan kekhaliannya dengan baik, Allah mengajarkan kepada manusia kebenaran dalam segala ciptaan Allah melalui pemahaman serta pengusaan terhadap hukum-hukum yang terkandung dalam ciptaan Allah, manusia dapat menyusun konsep-konsep serta melakukan rekayasa membentuk sesuatu yang baru dalam alam kebudayaan.

Manusia berkewajiban mengolah dan menjaga potensi alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mengolah potensi alam yang diberikan Allah kepada manusia merupakan fardhu kifayah, karena tidak semua manusia mempunyai kemampuan untuk menggali potensi alam yang diberikan tersebut. Untuk itu apabila manusia menyia-nyiakan potensi alam artinya tidak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia berarti mengabaikan fungsi manusia terhadap alamnya.

Dalam memenuhi tanggung jawab manusia terhadap alam, hendaknya selalu diusahakan agar keselamatan manusia tidak terganggu. Tidak memanfaatkan potensi alam secara berlebih-lebihan, agar generasi mendatang masih dapat menikmatinya, karena potensi alam terbatas. Apabila berlebihan, tamak dan rakus dalam memanfaatkan potensi alam akan berakibat kerusakan pada manusia itu sendiri. Dalam hubungan ini,  Allah memperingatkan manusia bahwa, “Kerusakan di darat dan laut terjadi akibat perbuatan tangan manusia sendiri; Allah merasakan kepada mereka sebagai (akibat) perbuatan mereka, supaya mereka kembali ke jalan yang benar” (QS. Rum : 41). Berdasarkan ayat ini, maka pemanfaatan potensi alam untuk kepentingan manusia sekarang, harus memperhatikan kepentingan generasi mendatang, dengan berusaha menjaga dan melestarikan potensi alam tersebut.

Pertanyaan

Jelaskan apa tugas yang diberikan oleh Allah kepada manusia

Jawaban

Kata berkuasa berarti "memerintah atas atau berkuasa atas." Kuasa Allah berdaulat atas ciptaan-Nya dan ia telah mendelegasikan otoritasnya pada umat manusia agar menguasai binatang (Kejadian 1:26). Daud menekankan hal ini: "Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya" (Mazmur 8:6). Umat manusia diwajibkan "menaklukkan" bumi (Kejadian 1:28) - kita seharusnya memerintah di atasnya; kita diberi jabatan yang tinggi dan seharusnya mengendalikan bumi, serta tumbuhan dan binatangnya. Manusia diciptakan sebagai penguasa dunia ini. Semua yang lain ditempatkan di bawahnya.

Perintah Allah untuk menaklukkan bumi dan semua binatang di dalamnya merupakan perintah untuk menguasai semuanya. Menguasai bidang apapun tidak dapat dilaksanakan tanpa mengerti dahulu apa yang akan dikuasai. Supaya seorang pemain musik dapat menguasai biola, ia harus mengerti alat musik itu sepenuhnya. Supaya manusia dapat menguasai binatang, mereka perlu mengerti binatang terlebih dahulu. Bersama dengan otoritas memerintah, disertainya pula tanggung-jawab untuk memerintah dengan baik. Terkandung dalam perintah menaklukkan bumi sebuah konsep pertanggung-jawaban. Manusia bertugas menjalankan kuasanya di bawah sang Pemberi kuasa itu. Semua otoritas berasal dari Allah (Roma 13:1-5), dan Ia mendelegasikannya kepada siapapun yang Ia kehendaki (Daniel 4:17). Istilah menaklukkan tidak menyiratkan kekerasan atau penyalahgunaan. Istilah itu dapat diartikan "membudidayakan." Manusia seharusnya menjadi penjaga bumi; ia seharusnya membawa dunia jasmani serta segenap bagiannya ke dalam pelayanan Allah dan kebaikan sesamanya. Perintah menaklukkan bumi sebenarnya merupakan bagian dari berkat Allah di atas umat manusia. Sebagaimana mereka telah diciptakan dalam gambar dan rupa Allah, Adam dan Hawa seharusnya menggunakan kekayaan alam dunia untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka dan dalam melayani Allah. Adalah cukup masuk akal jika Allah menetapkan hal ini, karena manusia diciptakan menurut gambar Allah. Ketika Allah memberi umat manusia kuasa di atas binatang, yang dimaksudkan ialah untuk memelihara dan menggunakan binatang se-maksimal dan se-adil mungkin. Pada waktu Allah memberikan umat manusia kuasa atas binatang, manusia bukan pemakan daging (Kejadian 1:29). Mengkonsumsi daging hanya dimulai setelah Banjir Air Bah (Kejadian 9:1-3), dan pada waktu itu binatang-binatang mulai takut terhadap manusia. Akan tetapi, walaupun Allah merubah hubungan kita dengan binatang, karena mereka sekarang dianggap sebagai "daging," kita masih berkewajiban memperlakukannya secara manusiawi. Kuasa manusia di atas binatang tidak berarti bahwa kita boleh menyalahgunakan atau menganiaya binatang. Kuasa di atas binatang seharusnya melibatkan manajemen hewan yang manusiawi sebagai sumber daya dari Allah. Kita perlu mempertimbangkan bahwa umat manusia diberi tugas (dan berkat) mewakili Allah di dunia ini. Kita adalah para penjaga. Pengaruh kita besar atas dunia ini, dan kita (yang mencerminkan rupa Allah) wajib bertindak sebagaimana Allah akan bertindak. Apakah Allah menyalahgunakan ciptaan-Nya? Tidak. Apakah Allah tidak bijak dalam menggunakan kekayaan-Nya? Tidak. Apakah Allah jahat atau egois atau boros? Tidak. Oleh karena itu kita juga tidak boleh berlaku demikian. Penyalahgunaan dan perusakan ciptaan Allah merupakan akibat dari dosa, bukan akibat dari ketaatan terhadap perintah Allah. Kita perlu memenuhi tanggung-jawab kita untuk mengelola bumi dengan bijak sampai pada waktu dimana serigala akan tinggal bersama domba di dalam kerajaan Kristus (Yesaya 11:6).

English


Kembali ke halaman utama dalam Bahasa Indonesia

Apa maksudnya bahwa Allah memberi umat manusia kuasa di atas binatang?