Jelaskan apa saja daya dukung pembangunan wilayah berkelanjutan

satupeta.go.id Sustainable Development Goals atau lebih dikenal dengan SDG merupakan 17 agenda bersama seluruh negara yang tergabung dalam United Nations dalam rangka melestarikan bumi yang terangkum dalam "2030 Agenda". Indonesia juga berkomitmen dalam agenda SDG.15 yaitu Life on Land. Lalu, apa kaitannya agenda SDG.15 dengan Daya Dukung Lingkungan Hidup (DDLH).

Agenda SDG.15 memuat misi untuk menggunakan ekosistem secara berkelanjutan, menghentikan dan mengembalikan degradasi lahan serta menjaga keanekaragaman hayati. Ruang dan wilayah di suatu lingkungan akan terbagi habis oleh ekosistem penyusunnya. Oleh karena itu perlindungan ekosistem dapat dilakukan dengan cara kontrol pada perencanaan pemanfaatan ruang dan wilayah.

Dalam melakukan penyusunan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), baik Nasional, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota, Pemerintah harus memperhatikan daya dukung lingkungan hidup (Pasal 19,22 dan 25 UU No.6/2007 tentang Penataan Ruang). Berdasarkan Permen LH No.7 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan DDLH, Daya Dukung Lingkungan Hidup diartikan sebagai kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Penyusunan RTRW yang tidak memperhatikan DDLH berpotensi mengakibatkan permasalahan lingkungan hidup seperti perubahan iklim, kekeringan, banjir, hilangnya keanekaragaman hayati, degradasi lahan dan longsor.

Dalam menentukan daya dukung lingkungan hidup, pemerintah harus mengetahui kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya yang akan digunakan untuk mendukung kegiatan manusia dalam pemanfaatan ruang. Ukuran kapasitas dipengaruhi oleh karakteristik sumber daya di lingkungan tersebut. Hal ini akan menjadi faktor pembatas dan kontrol dalam penentuan pemanfaatan ruang yang tepat.

Penentuan DDLH dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan, yaitu kemampuan dan kesesuaian lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang, perbandingan ketersediaan dan kebutuhan lahan, dan perbandingan ketersediaan dan kebutuhan air. Dalam penentuannya, DDLH tidak dapat dibatasi oleh batas wilayah administratif tetapi harus mempertimbangkan keterkaitan ekologis dari suatu ruang wilayah.

Pengaplikasian rencana tata ruang dan wilayah yang sesuai dengan DDLH akan mendukung komitmen pembangunan yang berkelanjutan. DDLH merupakan salah satu kontrol pemerintah dalam menjaga keseimbangan aspek ekonomi, sosial masyarakat, dan ekologis dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Hal ini akan menjadi citra positif Indonesia di dunia internasional dan bukti nyata komitmen Indonesia dalam "Agenda 2030" Sustainable Development Goals. (ega)



Page 2

Undang-Undang Cipta Kerja yang diterbitkan pemerintah terus berupaya melakukan penyelesaian berbagai masalah tumpang tindih regulasi yang selama ini menghambat proses pelaksanaan pembangunan nasional. Kondisi tumpang tindih khususnya dalam penerbitan perizinan sektoral di Indonesia dengan kawasan hutan maupun tata ruang telah menyebabkan ketidakpastian hukum, konflik lahan di lapangan, permasalahan tenurial hingga potensi kerusakan ekologis. Dalam merespon permasalahan krusial tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2021 sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja sekaligus menjadi payung hukum penyelesaian permasalahan ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah yang diketuai oleh Menko Perekonomian.

Presiden Joko Widodo pada Rapat Terbatas Penyelesaian Sektor Pertambangan dan Perkebunan pada 4 Juni 2021 mengamanatkan bahwa penyelesaian tumpang tindih sektor pertambangan dan perkebunan khususnya dengan kawasan hutan menjadi prioritas yang mendesak untuk segera dituntaskan. Potret permasalahan tumpang tindih sektoral secara spasial sebelumnya telah berhasil dipotret dengan adanya implementasi Percepatan Kebijakan Satu Peta yang telah digulirkan oleh Pemerintah melalui amanat Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 yang kemudian dilanjutkan dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021. Kebijakan Satu Peta mengamanatkan kompilasi, integrasi dan sinkronisasi berbagai Informasi Geospasial Tematik (IGT) dari Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam rangka menyediakan satu peta yang satu standar dan satu referensi guna percepatan pembangunan nasional.

Bisnis proses analisis tumpang tindih dalam Percepatan Kebijakan Satu Peta yang telah berjalan pada tahap sinkronisasi dianggap memiliki urgensi yang cukup tinggi untuk segera diselesaikan melalui rekomendasi penyelesaian berdasarkan amanat PP Nomor 43 Tahun 2021.  Dalam rangka menindaklanjuti amanat tersebut maka Kemenko Perekonomian melakukan terobosan strategis dengan menyusun Peta Indikatif Tumpang Tindih Antar Informasi Geospasial Tematik (PITTI) yang mengandung informasi sebaran tumpang tindih ketidaksesuaian perizinan baik di sektor pertambangan maupun perkebunan. PITTI yang dibentuk melalui mekanisme Sistem Informasi Geografi (GIS) berfungsi sebagai peta kerja bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah guna menindaklanjuti amanat Presiden Joko Widodo untuk mengindentifikasi sebaran spasial dan menyelesaikan tumpang tindih sektor pertambangan dan perkebunan dalam kawasan hutan.

PITTI disusun dengan melibatkan IGT di bidang kehutanan seperti Kawasan Hutan dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) serta IGT di bidang perizinan sektoral seperti IGT Izin Usaha Pertambangan dan IGT Izin Usaha Perkebunan. Ada pun khusus untuk izin di sektor perkebunan yang direpresentasikan melalui IGT izin Usaha Perkebunan sampai saat ini masih dalam tahap kompilasi dan integrasi data yang dikoordinasi oleh Kementerian Pertanian dengan didampingi Badan Informasi Geospasial (BIG). Kondisi IGT Izin Usaha Perkebunan cakupan nasional yang masih berproses belum dapat dilibatkan dalam penyusunan PITTI dalam waktu dekat, sehingga hal ini menjadi tantangan tersendiri yang perlu diakselerasi untuk mendukung penyelesaian ketidaksesuaian izin khususnya di sektor perkebunan.

“Dalam pelaksanaan penyelesaian ketidaksesuaian izin sektor pertambangan dan perkebunan dalam kawasan hutan perlu memperhatikan unsur kronologi sehingga dikenal istilah kasus keterlanjuran dan kasus pelanggaran, proses penyelesaian permasalahannya pun berbeda sesuai dengan yang telah diamanatkan pada PP Nomor 43 Tahun 2021,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Keterlanjuran merupakan kondisi di mana izin diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang pada saat itu berlaku, namun menjadi tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Di samping itu pelanggaran adalah kondisi di mana izin diterbitkan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam konteks keterlanjuran izin pertambangan maupun perkebunan dalam kawasan hutan penyelesaian dilakukan dengan perubahan peruntukan atau fungsi kawasan hutan atau diterbitkan persetujuan penggunaan kawasan hutan, sedangkan dalam konteks pelanggaran izin dalam kawasan hutan diselesaikan dengan pengenaan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.

Kedepannya dengan percepatan penyelesaian ketidaksesuaian perizinan sektor pertambangan dan perkebunan dalam kawasan hutan diharapkan dapat meningkatkan tata kelola perizinan di Indonesia dan mengurangi potensi konflik tenurial dalam kawasan hutan sekaligus mengurangi hambatan dalam proses percepatan pembangunan. Penyelesaian tumpang tindih juga diharapkan mampu mengurangi potensi degradasi lingkungan akibat penerbitan perizinan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Adanya upaya-upaya peningkatan tata kelola perizinan secara simultan diharapkan menciptakan kepastian investasi yang berdampak langsung pada pertumbuhan investasi dan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.



Page 3

Jelaskan apa saja daya dukung pembangunan wilayah berkelanjutan

Undang-Undang Cipta Kerja yang diterbitkan pemerintah terus berupaya melakukan penyelesaian berbagai masalah tumpang tindih regulasi yang selama ini menghambat proses pelaksanaan pembangunan nasional. Kondisi tumpang tindih khususnya dalam penerbitan perizinan sektoral di Indonesia dengan kawasan hutan maupun tata ruang telah menyebabkan ketidakpastian hukum, konflik lahan di lapangan, permasalahan tenurial hingga potensi kerusakan ekologis. Dalam merespon permasalahan krusial tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2021 sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja sekaligus menjadi payung hukum penyelesaian permasalahan ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah yang diketuai oleh Menko Perekonomian.

Baca Selengkapnya


Jelaskan apa saja daya dukung pembangunan wilayah berkelanjutan

Pelaksanaan Reforma Agraria selama kurang lebih enam tahun (2015 – 2020) telah menunjukkan hasil yang cukup baik, mencapai target dan sasaran sebagaimana yang telah ditetapkan. Keberhasilan pelaksanaan Reforma Agraria ini berkat kerjasama dan dukungan semua pihak, baik di Pemerintah Pusat maupun di Pemerintah Daerah, yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Baca Selengkapnya


Jelaskan apa saja daya dukung pembangunan wilayah berkelanjutan

“Satelit adalah jawaban masa depan”, ujar Menristek/BRIN, Prof. Dr. Bambang Soemantri Brojonegoro dalam pembukaan acara Rapat Koordinasi Nasional Citra Satelit Penginderaan Jauh Tahun 2020, Selasa (28/1/2020) di Istana Ballroom, Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat.

Baca Selengkapnya


Jelaskan apa saja daya dukung pembangunan wilayah berkelanjutan

Pada hari Kamis tanggal 19 Desember 2019 Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian mengadakan Sosialisasi Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan di Provinsi Jawa Tengah. Sosialiasi ini diadakan dalam rangka penerbitan Perpres 79/2019 beserta lampirannya yaitu Rencana Induk Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan Kendal - Semarang - Salatiga Demak Grobogan, Kawasan Purworejo - Wonosobo - Magelang - Temanggung, dan Kawasan Brebes - Tegal - Pemalang.

Baca Selengkapnya


Jelaskan apa saja daya dukung pembangunan wilayah berkelanjutan

Tanggal 20 November 2019 Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi pada Kawasan Gresik – Bangkalan – Mojokerto – Surabaya – Sidoarjo – Lamongan, Kawasan Bromo-Tengger-Semeru (BTS), serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan.

Baca Selengkapnya