Tokoh yang mendefinisikan realitas sosial adalah ..... Penyelesaian konflik melalui pelibatan pihak ketiga sebagai penasehat bersifat netral dalam penyelesaian suatu perselisihan dinamakan dengan mediasi. … Pembangunan yang melibatkan berbagai pelaku, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, dalam suatu proses kemitraan dengan menerapkan konsep partisi … Menurut mardikanto dalam dedeh maryani dan ruth roselin e. nainggolan (2019: 8-10), tujuan dari pemberdayaan masyarakat adalah..... Masalah hak asuh tidak bisa dilesesaikan oleh 2 belah pihak atau suami istri yang memilih berpisah, tapi menggunakan pihak ketiga secara formal untuk … Jelaskan syarat- syarat interaksi sosial ! Apakah ada kearifan lokal memberikan dampak negatif pada lingkungan masyarakat ? Jelaskan jika faktor lingkungan saat mempengaruhi dalam proses pengenalan pemahaman dan kesadaran pada diri kamu terhadap nilai-nilai agama, beri kan … berikan masing-masing contoh model pembelajaran,metode pembelajaran,teknik pembelajaran dan pendekatan pembelajaran Sebut saja DS duduk di bangku kelas 4 SD. Ketika itu jam pelajaran kosong, DS dan teman-temannya bermain sepakbola di dalam kelas. Nahas, saat itu bo … Pembatalan Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Pembatalan putusan BANI, sebagai salah satu badan arbitrase Indonesia, hanya dapat dilakukan jika terdapat hal-hal yang luar biasa. Mengacu pada Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif (“UU APSA”), putusan arbitrase dapat dibatalkan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
Di samping itu, Reglement op de Rechtvordering (“Rv”) yang hingga saat ini masih berlaku juga memberikan kemungkinan pembatalan putusan arbitrase. Pasal 643 Rv menyebutkan secara limitatif alasan-alasan pembatalan putusan arbitrase. Disebutkan bahwa ada 10 alasan yang dapat dijadikan sebagai dasar pengajuan permohonan pembatalan putusan arbitrase, yaitu:
Proses Pengajuan Pembatalan Putusan BANI Merujuk pada Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72 UU APSA beserta penjelasannya, permohonan pembatalan putusan arbitrase diajukan kepada ketua pengadilan negeri. Pengajuannya disampaikan secara tertulis dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada panitera pengadilan negeri. Ini berarti, permohonan pembatalan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang sudah didaftarkan di pengadilan. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 71 UU APSA, yakni: Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri Demikian pula, kewenangan untuk memeriksa pembatalan putusan arbitrase berada di tangan ketua pengadilan negeri.[1] Pemeriksaannya dilakukan menurut proses peradilan perdata. Pihak yang mengajukan tuntutan pembatalan putusan arbitrase harus mengemukakan alasannya disertai dengan buktinya. Atas dasar alasan dan bukti tersebut, ketua pengadilan negeri dapat mengabulkan atau menolak permohonan tuntutan pembatalan putusan arbitrase tersebut. Putusan atas permohonan pembatalan putusan arbitrase harus sudah ditetapkan oleh ketua Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 30 hari sejak permohonan pembatalan putusan arbitrase dimaksud diterima.[2] Apabila permohonan pembatalan putusan arbitrase dimaksud dikabulkan oleh ketua pengadilan negeri, maka ketua pengadilan negeri menentukan lebih lanjut akibat dari pembatalan seluruhnya atau sebagian dari putusan arbitrase bersangkutan.[3] Setelah diucapkan pembatalan putusan arbitrase oleh ketua pengadilan negeri, sebagaimana dijelaskan dalam Alinea Kedua Penjelasan Pasal 72 ayat (2) UU APSA, ketua pengadilan negeri dapat memutuskan bahwa sengketa yang dibatalkan tersebut akan diperiksa kembali oleh:
Sebaliknya, apabila alasan-alasan permohonan pembatalan putusan arbitrase tersebut tidak terbukti, ketua pengadilan negeri akan menolak permohonan dimaksud disertai dengan alasan-alasannya. Terhadap putusan tersebut, dapat diajukan permohonan upaya hukum ke Mahkamah Agung yang memutus dalam tingkat pertama dan terakhir. Demikian penegasan Pasal 72 ayat (4) dan (5) UU APSA yang berbunyi:
Jadi, UU APSA masih memberikan kemungkinan upaya hukum terhadap putusan pengadilan negeri atas permohonan pembatalan putusan arbitrase tersebut. Upaya hukum yang dimaksud hanya dapat diajukan ke Mahkamah Agung. Pengajuannya dilakukan secara tertulis oleh pihak yang menginginkan upaya hukum. Dalam waktu paling lama 30 hari setelah permohonan upaya hukum diterima Mahkamah Agung, Mahkamah Agung sudah memberikan putusan terhadap permohonan tersebut. Putusan Mahkamah Agung ini merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir, artinya tidak ada upaya hukum lainnya yang bisa ditempuh jika ada pihak yang keberatan. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: [1] Alinea Pertama Penjelasan Pasal 72 ayat (2) UU APSA [2] Pasal 72 ayat (3) UU APSA [3] Alinea Pertama Penjelasan Pasal 72 ayat (2) UU APSA |