Jelaskan ajaran Gereja dan Kitab Suci tentang kejujuran dan keadilan

Bab 31

  • Akan seperti apa jadinya masyarakat jika setiap orang bersikap jujur secara sempurna?

Pasal-Pasal Kepercayaan ke-13 menyatakan, “Kami percaya bahwa kami harus jujur.” Kitab Mormon memberi tahu kita tentang sekelompok orang yang “dibedakan karena kegiatan mereka terhadap Allah dan juga terhadap manusia, karena mereka sangat jujur dan benar dalam segala hal dan iman mereka teguh kepada Kristus, bahkan sampai akhir” (Alma 27:27). Karena kejujuran mereka, orang-orang ini diperhatikan oleh sesama mereka dan oleh Allah. Adalah penting untuk belajar apa kejujuran itu, bagaimana kita tergoda untuk menjadi tidak jujur, dan bagaimana kita dapat mengatasi godaan ini.

Kejujuran mutlak adalah penting bagi keselamatan kita. Presiden Brigham Young berkata: “Jika kita menerima keselamatan menurut syarat yang ditawarkan kepada kita, kita harus jujur dalam setiap pikiran, dalam renungan kita, dalam pertimbangan kita, dalam lingkungan pergaulan kita, dalam urusan kita, dalam pernyataan kita, dan dalam setiap tindakan kehidupan kita” (Ajaran-Ajaran Presiden Gereja: Brigham Young [1997], 340).

Allah jujur dan adil dalam segala hal (lihat Alma 7:20). Kita juga harus jujur dalam segala hal untuk menjadi seperti Dia. Saudara laki-laki Yared bersaksi, “Ya Tuhan, aku tahu bahwa Engkau … adalah Allah kebenaran, dan tidak dapat berdusta” (Eter 3:12). Sebaliknya, iblis adalah pendusta. Bahkan, dia adalah bapa kedustaan (lihat 2 Nefi 9:9). “Mereka yang memilih untuk menipu dan berdusta serta memperdaya dan berbohong menjadi budaknya” (Mark E. Petersen, dalam Conference Report, Oktober 1971, 65; atau Ensign, Desember 1971, 73).

Orang yang jujur mengasihi kebenaran dan keadilan. Mereka jujur dalam perkataan dan tindakan mereka. Mereka tidak berdusta, mencuri, ataupun menipu.

Untuk guru: Bab ini berisikan tiga bagian yang menjabarkan bentuk-bentuk ketidakjujuran: berdusta, mencuri, dan menipu. Anda mungkin mempertimbangkan untuk membagi anggota kelas atau anggota keluarga menjadi tiga kelompok. Tugasi setiap kelompok satu dari ketiga bagian ini. Mintalah individu dalam setiap kelompok untuk membaca di dalam hati bagian yang ditugaskan kepada mereka dan memikirkan bentuk ketidakjujuran yang dijabarkan dalam bagian itu. Kemudian bahaslah bagian itu sebagai kelas atau keluarga. Tanyakan bagaimana kita dapat menjadi jujur dalam setiap situasi yang dijabarkan.

Berdusta adalah dengan sengaja menipu orang lain. Bersaksi dusta adalah satu bentuk kedustaan. Tuhan memberikan perintah ini kepada anak-anak Israel: “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu” (Keluaran 20:16). Yesus juga mengajarkan ini ketika Dia berada di bumi (lihat Matius 19:18). Ada banyak bentuk kedustaan lainnya. Ketika kita membicarakan ketidakbenaran, kita bersalah atas kedustaan. Kita juga dapat secara sengaja menipu orang lain dengan suatu gerakan atau pandangan, dengan berdiam diri, atau dengan hanya mengatakan sebagian saja dari kebenaran. Kapan pun kita menuntun orang-orang dengan cara apa pun untuk memercayai sesuatu yang tidak benar, kita tidak jujur.

Tuhan tidak senang dengan ketidakjujuran semacam itu, dan kita harus bertanggung jawab atas kedustaan kita. Setan akan membuat kita percaya bahwa tidaklah apa-apa untuk berdusta. Dia mengatakan, “Ya, berdustalah sedikit, … tiada salahnya melakukan ini” (2 Nefi 28:8). Setan mendorong kita untuk membenarkan dusta kita kepada diri kita sendiri. Orang yang jujur akan mengenali godaan Setan dan akan mengatakan kebenaran seutuhnya, bahkan seandainya itu tampak tidak menguntungkan mereka.

Yesus mengajarkan, “Jangan mencuri” (Matius 19:18). Mencuri adalah mengambil sesuatu yang bukan milik kita. Ketika kita mengambil apa yang menjadi milik orang lain atau milik toko atau masyarakat tanpa izin, kita mencuri. Mengambil barang dagangan atau persediaan dari majikan adalah mencuri. Menyalin musik, film, gambar, atau teks tertulis tanpa izin dari pemilik hak cipta adalah tidak jujur dan merupakan bentuk pencurian. Menerima lebih banyak uang kembalian atau barang daripada yang seharusnya adalah tidak jujur. Mengambil lebih banyak apa pun daripada bagian kita adalah mencuri.

Kita menipu sewaktu kita memberikan kurang daripada utang kita, atau sewaktu kita menerima sesuatu yang tidak sepatutnya kita peroleh. Sejumlah pegawai menipu majikan mereka dengan bekerja secara tidak penuh waktu; namun mereka menerima gaji penuh. Sejumlah majikan tidak adil kepada pegawainya; mereka membayar mereka kurang dari yang seharusnya mereka peroleh. Setan berkata, “Ambillah kesempatan dari seseorang karena perkataannya, galilah lubang bagi sesamamu” (2 Nefi 28:8). Mengambil keuntungan yang tidak adil merupakan bentuk ketidakjujuran. Menyediakan jasa atau dagangan yang kurang mutunya adalah menipu.

  • Apa yang terjadi terhadap kita secara rohani ketika kita berdalih atas ketidakjujuran kita?

Orang menggunakan banyak dalih untuk menjadi tidak jujur. Orang berdusta untuk melindungi diri mereka dan agar orang lain berpikiran baik terhadap mereka. Beberapa orang berdalih terhadap diri mereka untuk mencuri, mengira mereka pantas menerima apa yang mereka ambil, berniat untuk mengembalikannya, atau lebih membutuhkannya daripada si pemilik barang tersebut. Beberapa orang menipu untuk mendapatkan nilai yang lebih baik di sekolah atau karena “setiap orang melakukannya” atau untuk membalas.

Dalih-dalih ini dan banyak lagi lainnya dikemukakan sebagai alasan untuk ketidakjujuran. Bagi Tuhan, tidak ada alasan yang dapat diterima. Ketika kita berdalih terhadap diri kita, kita menipu diri sendiri dan Roh Allah berhenti bersama kita. Kita menjadi semakin tidak saleh.

  • Apa artinya menjadi jujur sepenuhnya?

Untuk menjadi jujur sepenuhnya, kita harus menelaah kehidupan kita secara cermat. Jika ada cara-cara yang melaluinya kita bahkan sedikit saja menjadi tidak jujur, kita hendaknya segera bertobat darinya.

Ketika kita menjadi jujur sepenuhnya, kita tidak dapat menjadi cemar. Kita akan benar dalam setiap kepercayaan, tugas, kesepakatan, atau perjanjian, bahkan jika itu berarti harus kita bayar dengan uang, teman atau kehidupan kita. Dengan begitu kita dapat menghadapi Tuhan, diri sendiri, dan orang lain tanpa rasa malu. Presiden Joseph F. Smith menasihati, “Biarlah kehidupan setiap orang menjadi sedemikian rupa sehingga wataknya akan dapat menanggung pemeriksaan yang paling teliti, dan agar itu boleh dilihat ibarat sebuah kitab yang terbuka, sehingga kita tidak memiliki apa pun yang akan membuat kita ciut hati atau malu” (Gospel Doctrine, edisi ke-5 [1939], 252).

  • Dalam cara-cara apa kejujuran atau ketidakjujuran kita memengaruhi bagaimana perasaan kita mengenai diri kita sendiri?

  • Para siswa mungkin menyaksikan bahwa cukup berat untuk hidup sesuai dengan hati nurani, dengan berperilaku adil dan jujur.
  • Berbagai peristiwa menunjukkan bahwa terdapat upaya-upaya untuk menutupi perilaku tidak jujur dan tidak adil dengan cara- cara yang kejam.
  • Di lain pihak, mereka pun dapat menemukan nilai-nilai keadilan dan kejujuran yang ditampilkan oleh banyak tokoh, pemimpin serta orang-orang yang tetap bertahan untuk bersikap sesuai dengan hati nuraninya.
  • Bahkan, masyarakat pada umumnya merindukan tokoh-tokoh yang bersikap jujur, adil dan bijaksana sebagai pemimpin di tengah masyarakat.
  • Sebagaimana telah ditekankan oleh Firman Tuhan di dalam dekalog atau Sepuluh Perintah Allah (keluaran 20:15-17), juga ditegaskan oleh ajaran Yesus pada Matius 5:33-37 dan Matius 20:1-16 bahwa Allah menghendaki terjadinya keadilan dan kejujuran, karena hal itu sungguh memberikan suasana kehidupan bersama yang nyaman dan harmonis.
  • Sebaliknya, sejarah Israel menunjukkan bahwa akibat dari perilaku tidak jujur dan tidak adil, berakibat menyengsarakan rakyat hingga ke pembuangan.
  • Akar permasalahan dari perilaku tidak jujur dan tidak adil adalah keinginan dan keserakahan. Bahkan perilaku tidak adil dan tidak jujur mengakibatkan sendi-sendi kehidupan di dalam masyarakat menjadi goyah, karena hilangnya sikap tidak percaya dan curiga satu dengan yang lain.
  • Lebih jauh dari semua itu, perilaku tidak jujur dan tidak adil kerap berakibat perilaku lainnya yang tidak mencerminkan nilai-nilai luhur manusia. Misalnya untuk menutupi perilaku korupsi, tidak jujur dan tidak adil, seseorang sampai hati menculik, mengintimidasi dan membunuh orang lain.
  • Yesus mengajarkan bahwa kejujuran adalah sikap hati yang tegas. Jujur adalah mengatakan sesuai dengan sebenarnya. Jika ya katakan ya, dan jika tidak katakan tidak (Matius 5:37).
  • Yesus menghendaki kita untuk bersikap jujur, karena sikap jujur selain sesuai dengan hati nurani, sesuai dengan kebenaran, sikap jujur juga berguna untuk membangun sendi-sendi kepercayaan di dalam kehidupan bersama. Perilaku tidak jujur akan mengakibatkan kerugian serta ketidakadilan. Mereka yang benar diperlakukan salah, sedangkan yang bersalah seolah diperlakukan sebagai orang benar.
  • Menurut Matius 20:1-16, keadilan adalah sikap memberikan kepada orang lain sesuai dengan haknya. Keadilan adalah kesesuaian antara hak dan kewajiban. Keadilan adalah wujud dari kebaikan dan cinta Allah.
  • Keadilan yang hendak ditekankan oleh Yesus adalah keadilan sebagai wujud kebaikan dan kasih Allah. Keadilan bukan hanya berarti keseimbangan. Lebih jauh dari itu, keadilan terkait dengan kesanggupan setiap pribadi. Misalnya, guru tidak dapat dikatakan adil jika memberikan nilai yang sama kepada semua siswa. Sekolah tidak dapat dikatakan tidak adil, jika memberlakukan uang sekolah yang sama kepada semua siswa.

Ringkasan Buku Guru Kelas 6 K13

Mau mendengarkan inspirasi renungan harian dengan pendekatan pribadi? Kunjungi dan subscribe kanal YouTube Risalah Immanuel Upload setiap hari jam 6 sore WITA!