Isu tentang Masih Efektifkah ujian nasional

Tema : Ujian Nasional

Judul : Masih Efektifkah Ujian Nasional

Moderator :

Selamat siang, topic debat kali ini adalah tentang Ujian Nasional diindonesia tapi dalam kesempatan kita hari ini akan membahas mengenai penting tidakah ujian nasionla diadakan ? Ya baik, kita sudah bersama 6 orang yang akan berkometar mengenai masalah ini, ya baik menurut anda mas nunung apakah anda setuju dengan adanya ujian nasional ?

Perdebatan

Peserta 1

Ya setuju, Bagi saya bagaimanapun juga standar mutu pendidikan haruslah tetap ada. UN boleh tetap ada namun ada pekerjaan rumah bagi kita semua (pemerintah, sekolah, orangtua, murid dan lingkungan) untuk turut mendukung pendidikan bangsa kita. Siswa untuk lebih meningkatkan belajarnya. Guru lebih baik dalam mengajar, mungkin metode yang digunakan selama ini belum cukup baik. Pemerintah juga lebih baik. Orangtua juga harus memberi dukungan yang lebih baik.

Peserta 2

Saya tidak sependapat dengan pernyataan mas nunung, karena dalam kenyataannya pelaksanaaan UN setiap tahun selalu mengalami kecatatan dan hasil nilai UN tidak menjamin keberhasilan suatu pendidikan, Apa hasil UN juga berlaku untuk siswa lulusan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI)? Tidak kan? Meski nggak lulus UN, mereka masih bisa mendaftar kuliah di luar negeri.

Moderator : Baik kepada saudara wardianto apakah anda sependapat dengan mas imam kalau nilai ujian tidak menjamin keberhasilan suatu pendidikan?

Peserta 3

Un itu penting, dengan adanya un yg memiliki cut of point sebagai standart kelulusan sebuah institusi pendidikan dalam hal ini adalah sekolah, guru, siswa, orang tua siswa akan berusaha supaya mereka mampu mencapai standart kelulusan tersebut. Hal ini akan menjaga kualitas standart pendidikan di indonesia. Bayangkan saja jika tidak ada un sebagai standart kelulusan maka institusi tidak akan memiliki motivasi untuk meningkatkan standart pendidikan. Selain itu manfaat lain dengan adanya un adalah sebagai berikut:

  1. Penetapan mutu satuan dan atau program pendidikan di seluruh Indonesia,

  2. Seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau berikutnya,

  3. Pertimbangan penentuan kelulusan peserta didik dari satuan dan atau program pendidikan,

  4. Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan dan atau program pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan untuk mencapai tingkat kelulusan tertentu, dan

  5. Perbaikan sarana dan prasarana untuk guru, laboratorium, perpustakaan, tenaga kependidikan dan keperluan sekolah lainnya.

Peserta 4

apa yang disampaikan oleh wardi adalah hal yang sangat ideal dan hanya bisa dikerjakan di sekolah-sekolah di perkotaan dengan sumber daya yang memadai. Apakah adil menggunakan un sebagai standart kelulusan pada institusi pendidikan yang ada di daerah-daerah terpencil dengan sumber daya minim. Masih adilkah menggunakan un sebagai standart kelulusan dimana pada faktanya terjadi kesenjangan sumber daya antara institusi pendidikan di kota dan di daerah.

Peserta 5

Saya sangat menyesalkan pemikiran teman-teman semua tentang kontroversi un terutama yang berfikir untuk menghapusakan un. kenapa? Sekali lagi saya tekankan un sangat penting sebagai standart kelulusan. Untuk menjaga Kualitas suatu sistem, selalu wajib diperlukan suatu standart termasuk sistem pendidikan, jika tidak ada standart kelulusan tersebut maka suatu sistem tidak akan terjaga kualitasnya. Saya sadar bahwa pelaksanaan un memang banyak kekurangan namun, solusinya adalah bukan menghapuskannya tetapi, dengan meningkatkan kualitas un itu sendiri, baik dari segi jenis soal, teknik pelaksanaan, pengawasan, dan lain-lain sehingga pada akhirnya jenis ujian nasional yang diterapkan di Indonesia mampu menilai semua aspek pembelajaran siswa seperti kognitif, afektif, psikomotornya. Itu tugas kita bersama.

Peserta 6

Saja hampir setuju dengan pendapat anda namun pada prakteknya, seideal apapun jenis un yang diterapkan dengan nilai cut off point yang ditetapkan sebagai standart pendidikan tetap meliliki kelemahan-kelemahan yang sangat signifikan. Salah satu contoh kelemahan un yang paling dominan adalah Proses belajar mengajar disekolah tereduksi menjadi sekadar ‘teaching to the test’ atau mengajar apa yang diteskan dalam UN semata (Kesuma, 2001, hal 8). Sehingga solusi yang paling baik adalah meniadakan un dan menggantinya dengan standart kelulusan yang baru. Standart kelulusan tersebut tidak mungkin diterapkan secara nasional karena ketidakmerataan sumber daya yang ada. Akan lebih baik standart keulusan tersebut menjadi bersifat regional. Kemudian standart kelulusan yang baru tersebut tidak bersifat “ujian”, sehingga tidak akan ada lagi proses pembelajaran yang bersifat teaching to the test. Proses pembelajaran akan bersifat lebih terbuka. Sehingga memotivasi kreatifitas siswa.

Moderator (penutup dan kesimpulan ) : ya baik, mari kita akhiri debat kita kali ini, kami sepenuhnya memberi kebebasan kepada hadirin untuk menentukan mana yang benar, dan tidak lupa juga saya ucapkan banyak terimakasih kepada dua belah pihak yang sudah datang dalam acara ini, jika ada salh kata kami mohon maaf, selamat siang


Page 2

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ujian nasional biasa disingkat UN Merupakan sistem dimana Departemen Pendidikan Indonesia mengevaluasi jenjang pendidikan dasar dan menengah nasional serta kesetaraan kualitas jenjang pendidikan antara daerah, dalam latar belakang pengendalian mutu pendidikan nasional. Ujian nasional juga dinilai sebagai bentuk tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan ditetapkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Ujian nasional dianggap sebagai penetuan standar peningkatan guna mendorong mutu pendidikan yang bertujuan untuk menyatakan bahwa seseorang lulus /kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut dengan seseorang yang belum menguasai kompetensi tersebut.

            Beberapa peserta didik merasa kecewa dengan peghapusan ujian nasional, dikarenakan mereka sudah benar-benar mempersiapkan ujian dengan baik dan seksama tiba-tiba ujian nasional akan dihapuskan, mereka merasa bahwa sia sia saja usaha dan jerih payah selama ini. Sedangkan dari sisi wali murid, mereka merasakan dampak dimana putra-putrinya yang sudah mengikuti bimbel sejak dulu untuk persiapan ujian tiba-tiba akan digantikan dengan sistem yang sangat berbeda jauh. Nadiem makarim menyatakan, ia akan menggantikan UN dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter sebagai tolok ukur pendidikan Indonesia.

UN dianggap kurang ideal untuk mengukur prestasi belajar. Materi UN juga terlalu padat, sehingga cenderung berfokus pada hafalan, bukan kompetensi. UN belum menyentuh ke aspek kognitifnya, lebih kepada penguasaan materi. UN juga belum menyentuh karakter siswa secara holistik. Terlepas dari pernyataan kontra di atas, cukup banyak masyarakat dan para pendidik yang mendukung penuh terhadap kebijakan penghapusan UN tersebut. Karena sebagian masyarakat banyak yang terbebani dengan UN. Jika kita lihat dalam perjalanan pendidikan kita, UN di berbagai wilayah di Indonesia diselenggarakan sebagai suatu formalitas belaka dan banyak juga yang menyelenggarakan UN dengan ketidakjujuran sehingga banyak yang berfikiran kalau UN sudah kurang efektif untuk dilaksanakan lagi.

            Sudah menjadi rahasia umum ketidakjujuran yang dilakukan ketika UN. Misalnya ketika UN berlangsung siswa dan para guru bekerja sama agar para siswa mampu menjawab materi soal dari UN yang cukup rumit dengan membagikan kunci jawabannya. Karena sekolah juga tidak ingin siswanya banyak yang tidak lulus hanya karena nilai UN-nya tidak mencukupi. Maka dari itu banyak juga pihak yang menyetujui penghapusan UN karena hal itu.

Mereka juga mengajukan agar UN dihapuskan dan digantikan dengan memberikan pendidikan yang sesuai dengan minat dan bakat siswa. Solusi tersebut diharapkan bisa membuat siswa lebih bersemangat belajar untuk mengejar kesuksesan sesuai dengan minat dan bakatnya. Bahkan di satu tahun terakhir ini telah digunakan sistem zonasi terdekat, dimana NUN tidak mutlak digunakan untuk PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) suatu sekolah.

Siswa-siswi berhak memilih sekolah-sekolah yang berada di zonasi terdekat. Bagi mereka yang nilai NUN nya rendah pun bisa masuk di sekolah-sekolah favorit apabila berada di zonasi terdekat. Dan siswa siswa yang nilainya tinggi terkadang harus menelan kekecewaan karena mereka tidak bisa masuk ke sekolah impiannya karena tidak berada pada zonasi terdekat.

            Disisi lain pihak yang kontra dengan penghapusan UN berfikir bahwa dengan UN saja banyak siswa yang malas belajar, apalagi jika UN dihapuskan. Mereka terbebani dengan dihapuskannya UN ini. Tetapi pelaksanaan UN juga banyak berdampak buruk bagi peserta didik, misalnya ketika hasil UN akan diumumkan banyak dari mereka yang tak enak makan, tidur pun tak nyenyak.

Selain itu, murid hanya fokus pada mata pelajaran yang diujikan ketika UN saja, mereka mengejar nilai kognitif yang tinggi pada mata pelajaran yang diUN kan saja dan mata pelajaran lain seperti dianaktirikan. Hal ini menyebabkan murid-murid hanya pandai di bidang2 yang ditekankan tidak dengan minat dan bakatnya. Bahkan banyak juga dari mereka yang sampai lulus dari jenjang SMA belum mengetahui dimana kemampuannya dan juga apa minat dan bakatnya.

            Jadi menurut saya penghapusan UN memiliki sisi positif dan negatif nya sendiri. Tetapi saya pribadi lebih pro jika UN dihapuskan, karena sudah terlalu banyak ujian yang dilaksanakan oleh peserta didik seperti ujian akhir sekolah, ujian praktek, dan masih banyak ujian lainnya yang diselenggarakan oleh sekolah ketika berada di kelas akhir. Saya juga berfikiran bahwa sebenarnya UN seperti hanya formalitas saja. Seperti yang pak menteri telah sampaikan UN dihapus tetapi diganti dengan system yang baru mugkin akan membuat anak lebih bersemangat buat fokus ke pembelajaran.

UN sangat penting guna menjadikan tolak ukur kemapuan siswa dan guru, tetapi juga ada sisi minusnya dimana UN hanya 4 (empat) mapel yang diujikan sedangkan mata pelajaran yang lain juga penting dalam proses kedepannya. Untuk peghapusan ujian nasional tidak keberatan, karena itupun sudah diganti dengan sesuatu yang jauh lebih bermanfaat yaitu asesmen kompetensi dan survey karakter. Sistem itu membantu para guru dan peserta didik untuk memperbaiki proses belajar mengajar, menumbuhkan rasa dalam berkarya, mengembangkan potensi serta bakat yang dimiliki peserta didik sehingga perubahan sistem tersebut sangat perpengaruh besar guna menciptakan generasi yang sebenarnya.

Penilaian batas kemampuan peserta didik kelas akhir juga bisa dilihat dari ujian ujian akhir lain bukan hanya UN saja. Kita juga dapat melihat hasil kemampuan peserta didik dengan menggunakan rapot per semester, menurut saya itu cukup untuk mengetahui sejauh mana kemampuan peserta didik dalam memahami pelajaran pelajaran di sekolah. Di satu sisi kita juga harus mengembangkan potensi dan bakat peserta didik agar kemampuan itu bisa lebih baik lagi setiap saatnya dan asesmen kompetensi adalah solusi yang pas untuk mengatasi hal itu. Diharapkan dengan diambilnya keputusan ini peserta didik dan guru makin bijak dan bisa mengambil sisi positif dari keputusan akhir ini


Page 2

Ujian nasional biasa disingkat UN Merupakan sistem dimana Departemen Pendidikan Indonesia mengevaluasi jenjang pendidikan dasar dan menengah nasional serta kesetaraan kualitas jenjang pendidikan antara daerah, dalam latar belakang pengendalian mutu pendidikan nasional. Ujian nasional juga dinilai sebagai bentuk tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan ditetapkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Ujian nasional dianggap sebagai penetuan standar peningkatan guna mendorong mutu pendidikan yang bertujuan untuk menyatakan bahwa seseorang lulus /kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut dengan seseorang yang belum menguasai kompetensi tersebut.

            Beberapa peserta didik merasa kecewa dengan peghapusan ujian nasional, dikarenakan mereka sudah benar-benar mempersiapkan ujian dengan baik dan seksama tiba-tiba ujian nasional akan dihapuskan, mereka merasa bahwa sia sia saja usaha dan jerih payah selama ini. Sedangkan dari sisi wali murid, mereka merasakan dampak dimana putra-putrinya yang sudah mengikuti bimbel sejak dulu untuk persiapan ujian tiba-tiba akan digantikan dengan sistem yang sangat berbeda jauh. Nadiem makarim menyatakan, ia akan menggantikan UN dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter sebagai tolok ukur pendidikan Indonesia.

UN dianggap kurang ideal untuk mengukur prestasi belajar. Materi UN juga terlalu padat, sehingga cenderung berfokus pada hafalan, bukan kompetensi. UN belum menyentuh ke aspek kognitifnya, lebih kepada penguasaan materi. UN juga belum menyentuh karakter siswa secara holistik. Terlepas dari pernyataan kontra di atas, cukup banyak masyarakat dan para pendidik yang mendukung penuh terhadap kebijakan penghapusan UN tersebut. Karena sebagian masyarakat banyak yang terbebani dengan UN. Jika kita lihat dalam perjalanan pendidikan kita, UN di berbagai wilayah di Indonesia diselenggarakan sebagai suatu formalitas belaka dan banyak juga yang menyelenggarakan UN dengan ketidakjujuran sehingga banyak yang berfikiran kalau UN sudah kurang efektif untuk dilaksanakan lagi.

            Sudah menjadi rahasia umum ketidakjujuran yang dilakukan ketika UN. Misalnya ketika UN berlangsung siswa dan para guru bekerja sama agar para siswa mampu menjawab materi soal dari UN yang cukup rumit dengan membagikan kunci jawabannya. Karena sekolah juga tidak ingin siswanya banyak yang tidak lulus hanya karena nilai UN-nya tidak mencukupi. Maka dari itu banyak juga pihak yang menyetujui penghapusan UN karena hal itu.

Mereka juga mengajukan agar UN dihapuskan dan digantikan dengan memberikan pendidikan yang sesuai dengan minat dan bakat siswa. Solusi tersebut diharapkan bisa membuat siswa lebih bersemangat belajar untuk mengejar kesuksesan sesuai dengan minat dan bakatnya. Bahkan di satu tahun terakhir ini telah digunakan sistem zonasi terdekat, dimana NUN tidak mutlak digunakan untuk PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) suatu sekolah.

Siswa-siswi berhak memilih sekolah-sekolah yang berada di zonasi terdekat. Bagi mereka yang nilai NUN nya rendah pun bisa masuk di sekolah-sekolah favorit apabila berada di zonasi terdekat. Dan siswa siswa yang nilainya tinggi terkadang harus menelan kekecewaan karena mereka tidak bisa masuk ke sekolah impiannya karena tidak berada pada zonasi terdekat.

            Disisi lain pihak yang kontra dengan penghapusan UN berfikir bahwa dengan UN saja banyak siswa yang malas belajar, apalagi jika UN dihapuskan. Mereka terbebani dengan dihapuskannya UN ini. Tetapi pelaksanaan UN juga banyak berdampak buruk bagi peserta didik, misalnya ketika hasil UN akan diumumkan banyak dari mereka yang tak enak makan, tidur pun tak nyenyak.

Selain itu, murid hanya fokus pada mata pelajaran yang diujikan ketika UN saja, mereka mengejar nilai kognitif yang tinggi pada mata pelajaran yang diUN kan saja dan mata pelajaran lain seperti dianaktirikan. Hal ini menyebabkan murid-murid hanya pandai di bidang2 yang ditekankan tidak dengan minat dan bakatnya. Bahkan banyak juga dari mereka yang sampai lulus dari jenjang SMA belum mengetahui dimana kemampuannya dan juga apa minat dan bakatnya.

            Jadi menurut saya penghapusan UN memiliki sisi positif dan negatif nya sendiri. Tetapi saya pribadi lebih pro jika UN dihapuskan, karena sudah terlalu banyak ujian yang dilaksanakan oleh peserta didik seperti ujian akhir sekolah, ujian praktek, dan masih banyak ujian lainnya yang diselenggarakan oleh sekolah ketika berada di kelas akhir. Saya juga berfikiran bahwa sebenarnya UN seperti hanya formalitas saja. Seperti yang pak menteri telah sampaikan UN dihapus tetapi diganti dengan system yang baru mugkin akan membuat anak lebih bersemangat buat fokus ke pembelajaran.

UN sangat penting guna menjadikan tolak ukur kemapuan siswa dan guru, tetapi juga ada sisi minusnya dimana UN hanya 4 (empat) mapel yang diujikan sedangkan mata pelajaran yang lain juga penting dalam proses kedepannya. Untuk peghapusan ujian nasional tidak keberatan, karena itupun sudah diganti dengan sesuatu yang jauh lebih bermanfaat yaitu asesmen kompetensi dan survey karakter. Sistem itu membantu para guru dan peserta didik untuk memperbaiki proses belajar mengajar, menumbuhkan rasa dalam berkarya, mengembangkan potensi serta bakat yang dimiliki peserta didik sehingga perubahan sistem tersebut sangat perpengaruh besar guna menciptakan generasi yang sebenarnya.

Penilaian batas kemampuan peserta didik kelas akhir juga bisa dilihat dari ujian ujian akhir lain bukan hanya UN saja. Kita juga dapat melihat hasil kemampuan peserta didik dengan menggunakan rapot per semester, menurut saya itu cukup untuk mengetahui sejauh mana kemampuan peserta didik dalam memahami pelajaran pelajaran di sekolah. Di satu sisi kita juga harus mengembangkan potensi dan bakat peserta didik agar kemampuan itu bisa lebih baik lagi setiap saatnya dan asesmen kompetensi adalah solusi yang pas untuk mengatasi hal itu. Diharapkan dengan diambilnya keputusan ini peserta didik dan guru makin bijak dan bisa mengambil sisi positif dari keputusan akhir ini


Isu tentang Masih Efektifkah ujian nasional

Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya


Page 3

Ujian nasional biasa disingkat UN Merupakan sistem dimana Departemen Pendidikan Indonesia mengevaluasi jenjang pendidikan dasar dan menengah nasional serta kesetaraan kualitas jenjang pendidikan antara daerah, dalam latar belakang pengendalian mutu pendidikan nasional. Ujian nasional juga dinilai sebagai bentuk tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan ditetapkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Ujian nasional dianggap sebagai penetuan standar peningkatan guna mendorong mutu pendidikan yang bertujuan untuk menyatakan bahwa seseorang lulus /kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut dengan seseorang yang belum menguasai kompetensi tersebut.

            Beberapa peserta didik merasa kecewa dengan peghapusan ujian nasional, dikarenakan mereka sudah benar-benar mempersiapkan ujian dengan baik dan seksama tiba-tiba ujian nasional akan dihapuskan, mereka merasa bahwa sia sia saja usaha dan jerih payah selama ini. Sedangkan dari sisi wali murid, mereka merasakan dampak dimana putra-putrinya yang sudah mengikuti bimbel sejak dulu untuk persiapan ujian tiba-tiba akan digantikan dengan sistem yang sangat berbeda jauh. Nadiem makarim menyatakan, ia akan menggantikan UN dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter sebagai tolok ukur pendidikan Indonesia.

UN dianggap kurang ideal untuk mengukur prestasi belajar. Materi UN juga terlalu padat, sehingga cenderung berfokus pada hafalan, bukan kompetensi. UN belum menyentuh ke aspek kognitifnya, lebih kepada penguasaan materi. UN juga belum menyentuh karakter siswa secara holistik. Terlepas dari pernyataan kontra di atas, cukup banyak masyarakat dan para pendidik yang mendukung penuh terhadap kebijakan penghapusan UN tersebut. Karena sebagian masyarakat banyak yang terbebani dengan UN. Jika kita lihat dalam perjalanan pendidikan kita, UN di berbagai wilayah di Indonesia diselenggarakan sebagai suatu formalitas belaka dan banyak juga yang menyelenggarakan UN dengan ketidakjujuran sehingga banyak yang berfikiran kalau UN sudah kurang efektif untuk dilaksanakan lagi.

            Sudah menjadi rahasia umum ketidakjujuran yang dilakukan ketika UN. Misalnya ketika UN berlangsung siswa dan para guru bekerja sama agar para siswa mampu menjawab materi soal dari UN yang cukup rumit dengan membagikan kunci jawabannya. Karena sekolah juga tidak ingin siswanya banyak yang tidak lulus hanya karena nilai UN-nya tidak mencukupi. Maka dari itu banyak juga pihak yang menyetujui penghapusan UN karena hal itu.

Mereka juga mengajukan agar UN dihapuskan dan digantikan dengan memberikan pendidikan yang sesuai dengan minat dan bakat siswa. Solusi tersebut diharapkan bisa membuat siswa lebih bersemangat belajar untuk mengejar kesuksesan sesuai dengan minat dan bakatnya. Bahkan di satu tahun terakhir ini telah digunakan sistem zonasi terdekat, dimana NUN tidak mutlak digunakan untuk PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) suatu sekolah.

Siswa-siswi berhak memilih sekolah-sekolah yang berada di zonasi terdekat. Bagi mereka yang nilai NUN nya rendah pun bisa masuk di sekolah-sekolah favorit apabila berada di zonasi terdekat. Dan siswa siswa yang nilainya tinggi terkadang harus menelan kekecewaan karena mereka tidak bisa masuk ke sekolah impiannya karena tidak berada pada zonasi terdekat.

            Disisi lain pihak yang kontra dengan penghapusan UN berfikir bahwa dengan UN saja banyak siswa yang malas belajar, apalagi jika UN dihapuskan. Mereka terbebani dengan dihapuskannya UN ini. Tetapi pelaksanaan UN juga banyak berdampak buruk bagi peserta didik, misalnya ketika hasil UN akan diumumkan banyak dari mereka yang tak enak makan, tidur pun tak nyenyak.

Selain itu, murid hanya fokus pada mata pelajaran yang diujikan ketika UN saja, mereka mengejar nilai kognitif yang tinggi pada mata pelajaran yang diUN kan saja dan mata pelajaran lain seperti dianaktirikan. Hal ini menyebabkan murid-murid hanya pandai di bidang2 yang ditekankan tidak dengan minat dan bakatnya. Bahkan banyak juga dari mereka yang sampai lulus dari jenjang SMA belum mengetahui dimana kemampuannya dan juga apa minat dan bakatnya.

            Jadi menurut saya penghapusan UN memiliki sisi positif dan negatif nya sendiri. Tetapi saya pribadi lebih pro jika UN dihapuskan, karena sudah terlalu banyak ujian yang dilaksanakan oleh peserta didik seperti ujian akhir sekolah, ujian praktek, dan masih banyak ujian lainnya yang diselenggarakan oleh sekolah ketika berada di kelas akhir. Saya juga berfikiran bahwa sebenarnya UN seperti hanya formalitas saja. Seperti yang pak menteri telah sampaikan UN dihapus tetapi diganti dengan system yang baru mugkin akan membuat anak lebih bersemangat buat fokus ke pembelajaran.

UN sangat penting guna menjadikan tolak ukur kemapuan siswa dan guru, tetapi juga ada sisi minusnya dimana UN hanya 4 (empat) mapel yang diujikan sedangkan mata pelajaran yang lain juga penting dalam proses kedepannya. Untuk peghapusan ujian nasional tidak keberatan, karena itupun sudah diganti dengan sesuatu yang jauh lebih bermanfaat yaitu asesmen kompetensi dan survey karakter. Sistem itu membantu para guru dan peserta didik untuk memperbaiki proses belajar mengajar, menumbuhkan rasa dalam berkarya, mengembangkan potensi serta bakat yang dimiliki peserta didik sehingga perubahan sistem tersebut sangat perpengaruh besar guna menciptakan generasi yang sebenarnya.

Penilaian batas kemampuan peserta didik kelas akhir juga bisa dilihat dari ujian ujian akhir lain bukan hanya UN saja. Kita juga dapat melihat hasil kemampuan peserta didik dengan menggunakan rapot per semester, menurut saya itu cukup untuk mengetahui sejauh mana kemampuan peserta didik dalam memahami pelajaran pelajaran di sekolah. Di satu sisi kita juga harus mengembangkan potensi dan bakat peserta didik agar kemampuan itu bisa lebih baik lagi setiap saatnya dan asesmen kompetensi adalah solusi yang pas untuk mengatasi hal itu. Diharapkan dengan diambilnya keputusan ini peserta didik dan guru makin bijak dan bisa mengambil sisi positif dari keputusan akhir ini


Isu tentang Masih Efektifkah ujian nasional

Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya


Page 4

Ujian nasional biasa disingkat UN Merupakan sistem dimana Departemen Pendidikan Indonesia mengevaluasi jenjang pendidikan dasar dan menengah nasional serta kesetaraan kualitas jenjang pendidikan antara daerah, dalam latar belakang pengendalian mutu pendidikan nasional. Ujian nasional juga dinilai sebagai bentuk tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan ditetapkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Ujian nasional dianggap sebagai penetuan standar peningkatan guna mendorong mutu pendidikan yang bertujuan untuk menyatakan bahwa seseorang lulus /kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut dengan seseorang yang belum menguasai kompetensi tersebut.

            Beberapa peserta didik merasa kecewa dengan peghapusan ujian nasional, dikarenakan mereka sudah benar-benar mempersiapkan ujian dengan baik dan seksama tiba-tiba ujian nasional akan dihapuskan, mereka merasa bahwa sia sia saja usaha dan jerih payah selama ini. Sedangkan dari sisi wali murid, mereka merasakan dampak dimana putra-putrinya yang sudah mengikuti bimbel sejak dulu untuk persiapan ujian tiba-tiba akan digantikan dengan sistem yang sangat berbeda jauh. Nadiem makarim menyatakan, ia akan menggantikan UN dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter sebagai tolok ukur pendidikan Indonesia.

UN dianggap kurang ideal untuk mengukur prestasi belajar. Materi UN juga terlalu padat, sehingga cenderung berfokus pada hafalan, bukan kompetensi. UN belum menyentuh ke aspek kognitifnya, lebih kepada penguasaan materi. UN juga belum menyentuh karakter siswa secara holistik. Terlepas dari pernyataan kontra di atas, cukup banyak masyarakat dan para pendidik yang mendukung penuh terhadap kebijakan penghapusan UN tersebut. Karena sebagian masyarakat banyak yang terbebani dengan UN. Jika kita lihat dalam perjalanan pendidikan kita, UN di berbagai wilayah di Indonesia diselenggarakan sebagai suatu formalitas belaka dan banyak juga yang menyelenggarakan UN dengan ketidakjujuran sehingga banyak yang berfikiran kalau UN sudah kurang efektif untuk dilaksanakan lagi.

            Sudah menjadi rahasia umum ketidakjujuran yang dilakukan ketika UN. Misalnya ketika UN berlangsung siswa dan para guru bekerja sama agar para siswa mampu menjawab materi soal dari UN yang cukup rumit dengan membagikan kunci jawabannya. Karena sekolah juga tidak ingin siswanya banyak yang tidak lulus hanya karena nilai UN-nya tidak mencukupi. Maka dari itu banyak juga pihak yang menyetujui penghapusan UN karena hal itu.

Mereka juga mengajukan agar UN dihapuskan dan digantikan dengan memberikan pendidikan yang sesuai dengan minat dan bakat siswa. Solusi tersebut diharapkan bisa membuat siswa lebih bersemangat belajar untuk mengejar kesuksesan sesuai dengan minat dan bakatnya. Bahkan di satu tahun terakhir ini telah digunakan sistem zonasi terdekat, dimana NUN tidak mutlak digunakan untuk PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) suatu sekolah.

Siswa-siswi berhak memilih sekolah-sekolah yang berada di zonasi terdekat. Bagi mereka yang nilai NUN nya rendah pun bisa masuk di sekolah-sekolah favorit apabila berada di zonasi terdekat. Dan siswa siswa yang nilainya tinggi terkadang harus menelan kekecewaan karena mereka tidak bisa masuk ke sekolah impiannya karena tidak berada pada zonasi terdekat.

            Disisi lain pihak yang kontra dengan penghapusan UN berfikir bahwa dengan UN saja banyak siswa yang malas belajar, apalagi jika UN dihapuskan. Mereka terbebani dengan dihapuskannya UN ini. Tetapi pelaksanaan UN juga banyak berdampak buruk bagi peserta didik, misalnya ketika hasil UN akan diumumkan banyak dari mereka yang tak enak makan, tidur pun tak nyenyak.

Selain itu, murid hanya fokus pada mata pelajaran yang diujikan ketika UN saja, mereka mengejar nilai kognitif yang tinggi pada mata pelajaran yang diUN kan saja dan mata pelajaran lain seperti dianaktirikan. Hal ini menyebabkan murid-murid hanya pandai di bidang2 yang ditekankan tidak dengan minat dan bakatnya. Bahkan banyak juga dari mereka yang sampai lulus dari jenjang SMA belum mengetahui dimana kemampuannya dan juga apa minat dan bakatnya.

            Jadi menurut saya penghapusan UN memiliki sisi positif dan negatif nya sendiri. Tetapi saya pribadi lebih pro jika UN dihapuskan, karena sudah terlalu banyak ujian yang dilaksanakan oleh peserta didik seperti ujian akhir sekolah, ujian praktek, dan masih banyak ujian lainnya yang diselenggarakan oleh sekolah ketika berada di kelas akhir. Saya juga berfikiran bahwa sebenarnya UN seperti hanya formalitas saja. Seperti yang pak menteri telah sampaikan UN dihapus tetapi diganti dengan system yang baru mugkin akan membuat anak lebih bersemangat buat fokus ke pembelajaran.

UN sangat penting guna menjadikan tolak ukur kemapuan siswa dan guru, tetapi juga ada sisi minusnya dimana UN hanya 4 (empat) mapel yang diujikan sedangkan mata pelajaran yang lain juga penting dalam proses kedepannya. Untuk peghapusan ujian nasional tidak keberatan, karena itupun sudah diganti dengan sesuatu yang jauh lebih bermanfaat yaitu asesmen kompetensi dan survey karakter. Sistem itu membantu para guru dan peserta didik untuk memperbaiki proses belajar mengajar, menumbuhkan rasa dalam berkarya, mengembangkan potensi serta bakat yang dimiliki peserta didik sehingga perubahan sistem tersebut sangat perpengaruh besar guna menciptakan generasi yang sebenarnya.

Penilaian batas kemampuan peserta didik kelas akhir juga bisa dilihat dari ujian ujian akhir lain bukan hanya UN saja. Kita juga dapat melihat hasil kemampuan peserta didik dengan menggunakan rapot per semester, menurut saya itu cukup untuk mengetahui sejauh mana kemampuan peserta didik dalam memahami pelajaran pelajaran di sekolah. Di satu sisi kita juga harus mengembangkan potensi dan bakat peserta didik agar kemampuan itu bisa lebih baik lagi setiap saatnya dan asesmen kompetensi adalah solusi yang pas untuk mengatasi hal itu. Diharapkan dengan diambilnya keputusan ini peserta didik dan guru makin bijak dan bisa mengambil sisi positif dari keputusan akhir ini


Isu tentang Masih Efektifkah ujian nasional

Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya