Ibadah yang paling menentukan baik buruknya amal seseorang adalah

Ada saja Muslim yang hanya mengaku beriman, tapi lalai mengerjakan amal saleh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Iman tanpa amal itu hampa, sedangkan amal tanpa iman itu percuma. Ada saja Muslim yang hanya mengaku beriman, tapi lalai menger jakan amal saleh. Padahal, jika memang benar-benar beriman, seharusnya melaksanakan ibadah dan amal kebaikan lainnya secara berkelanjutan.

Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, yang tidak akan memberatkan. Namun, bukan berarti penganutnya dapat menggampangkan urusan agama dengan alasan yang dibuat-buat sendiri.

Dalam buku berjudul Kesepaduan Iman dan Amal Saleh, Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka menegaskan bahwa pertanda kosongnya jiwa serta binasa nya hati. Yaitu, ketika seorang Muslim sekadar mengaku beriman, tapi enggan mengerjakan amal saleh secara berkelanjutan.

Hal itu sesuai dengan kondisi sekarang. Keimanan hanya dijadikan 'topeng' untuk meraih keuntungan tertentu, seperti halnya dalam politik. Namun, untuk mengerjakan amal saleh mereka lalai.

Padahal, iman dan amal saleh merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena, apabila salah satunya hilang, kesungguhan menjalankan Islam menjadi tidak sempurna. Iman tanpa amal itu hampa, sedangkan amal tanpa iman itu percuma.

Hal ini terlihat dari sabda Nabi SAW: Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman. (HR ath-Thabrani). Dalam karyanya ini, Buya Hamka menjelaskan tentang bagaimana seharusnya menempatkan porsi iman dan amal saleh secara tepat sesuai tuntunan syariat.

Bukti kita percaya kepada-Nya ten tu kita ikuti perintah-Nya. Kita mengikuti perintah-Nya adalah karena kita percaya, kata Buya Hamka. Pada zaman modern ini, sebagian masyarakat mungkin masih banyak yang beranggapan bahwa shalat tidak harus berupa ritual ibadah.

Perempuan tidak harus menutup aurat, yang penting adalah menjaga hati, dan lain sebagainya. Anggapan semacam itu sangat bertolak belakang dengan ajaran agama Islam. Karena, Rasulullah sangat tekun melaksanakan ibadah dan amal saleh.

Saat mengerjakan shalat, kaki Rasulullah bahkan sampai bengkak. Uangnya pun tak pernah tersimpan lama di rumahnya karena langsung disedekahkan. Allah menjadikan manusia sebagai makhluk teristimewa.

Allah menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi sehingga malaikat dan iblis pun disuruh sujud padanya. Sementara, manusianya sendiri justru banyak yang mengabaikan perintah-Nya.

Melihat fenomena semacam itu, Buya Hamka pun tergugah un tuk menyusun tulisan-tulisannya berke naan dengan keimanan yang lekat dengan amal saleh. Jika me ngaku Islam, menurut Hamka, umat sudah selayaknya menger jakan ibadah dan amal saleh lainnya.

Namun, sebaliknya amal saleh tanpa iman juga tidak dibenarkan dalam agama. Banyak orang yang kelihatan berbuat baik, padahal ia tak beriman. Ia banyak beramal, tapi hal yang dilakukannya tidak berlandaskan iman.

Padahal, Allah telah menegaskan dalam Alquran bahwasanya amal seseorang menjadi sia-sia jika mempersekutukan Allah dengan yang lain (Surah al-An'am ayat 88). Karena itu, umat mem butuhkan iman agar amal saleh nya diterima oleh Allah.

Menurut Buya Hamka, iman yang baik akan menimbulkan amal yang baik. Sedangkan, amal yang baik ti dak akan ada kalau imannya ti dak ada. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi SAW: Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuat an tanpa iman. (HR ath- Thab rani).

Hamka juga mengatakan, suatu amal yang timbul bukan dari iman pada hakikatnya adalah menipu diri sendiri. Mengerjakan kebaikan tidak dari hati adalah dusta. Jika manusia menegakkan kebaikan tidak dari iman, akan telantar di tengah jalan. Lantaran tidak ada semangat suci yang men dorongnya.

Jika seseorang telah mengakui percaya kepada Allah dan rasul- Nya, niscaya kepercayaan itu akan mendorongnya berbuat baik. Tujuannya tentu untuk menggapai ridha Allah. Hubungan antara iman dan amal adalah antara budi dan perangai.

Suatu budi yang tinggi hendaklah dilatih terus agar menjadi perangai dan kebiasaan. Islam dan iman yang sebe narnya adalah pertalian di antara iman dan amal saleh. Menurut Buya Hamka, tidak ada satu ayat pun dalam Alquran yang hanya menyebut perkara iman.

Pasti diikuti dengan menyebut amal saleh. Sumber konten Buku ini disusun dari karyakarya Buya Hamka yang pernah diterbitkan dalam majalah ataupun dari karangannya yang pernah disampaikan dalam seminar.

Tidak hanya itu, buku ini juga dilengkapi dengan beberapa nasihat Buya Hamka yang pernah ditayangkan di salah satu stasiun televisi nasional sekitar 1975. Buku ini juga mencantumkan ayat Alquran ataupun hadis untuk memperkuat tema pembahasan.

Hal ini menunjukkan bahwa Buya Hamka dalam menyampaikan pandangannya selalu berlandaskan kitab suci dan sabda nabi. Pandangan Buya Hamka dalam buku penuh dengan makna yang dapat menggugah kesadaran nurani umat Islam. Walaupun, penyampaian bahasa dalam buku harus sedikit diulang-ulang untuk memahaminya.

Bagi umat yang masih menganggap bahwa beribadah kepada- Nya tidaklah penting, Buya Hamka menyarankan agar berkumpul dengan sahabat yang bisa mengantarkan pada jalan yang diridhai-Nya. Teladanilah sunah Rasulullah SAW.

Lawanlah segala ben tuk pertentangan hati dari hal buruk yang hanya membawa pada kesesatan dunia dan akhirat. Selain itu, tekanlah nafsu dalam mengejar nikmat dunia yang fana. Jangan hanya mendamba surga tanpa bersusah payah menggapai ridha-Nya. Ingatlah selalu bahwa perintah maupun larangan-Nya adalah kebaikan bagi umat Islam itu sendiri.

Ibadah yang paling menentukan baik buruknya amal seseorang adalah

Amal saleh mencakup semua perbuatan yang berakibat pada manfaat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amal merupakan perwujudan dari sesuatu yang menjadi harapan jiwa. Bentuknya bisa berbagai rupa, baik berupa ucapan, perbuatan, maupun getaran hati.

Nilai suatu amal berdasarkan pada niat si pelaku. Sebab, demikianlah Allah SWT menilainya, yakni amal dari niat seorang hamba. Ada tiga jenis amal, yaitu amal jariah, amal ibadah, dan amal saleh.

Amal jariah berarti 'perbuatan yang berkelanjutan.' Nama lainnya adalah wakaf. Kata itu berasal dari waqafa yang berarti 'menghentikan, mengekang, atau menahan.' Amal jariah disebut wakaf karena benda yang jadi objeknya ditujukan bagi kemaslahatan umum dan agama.

Pahala amal jariah tidak akan terputus walaupun pemberinya sudah meninggal, selama benda yang diamalkan tersebut masih memberikan manfaat bagi kepentingan umum. Hal ini sesuai sabda Rasulullah SAW, “Bila anak Adam meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga (hal): sedekah jariah, ilmu yang diambil manfaatnya, dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya” (HR Muslim).

Jariah berasal dari kata jara yang artinya mengalir tidak putus-putusnya. Maka amal jariah agar manfaatnya berlangsung abadi, harus dikelola dengan baik. pengelola amal jariah adalah badan wakaf.

Wakaf sebagai amal jariah ada dua macam, yaitu waqaf ahli dan waqaf khairi. Waqaf ahli adalah wakaf yang pada awalnya ditujukan untuk orang-orang tertentu, namun saat pemberi wakaf meninggal, benda wakaf dialihkan untuk kepentingan umum.

Waqaf khairi adalah wakaf yang sejak awal sudah ditujukan untuk kepentingan umum, atau waqaf ahli yang penerima pertamanya sudah tidak ada.

Ibadah dan Kesalehan

Amal yang kedua, amal ibadah, berarti perbuatan pengabdian. Ibadah berasal dari kata abada yang berarti melayani, mengabdi, dan menyembah. Perintah untuk beribadah terdapat dalam Alquran surat Adz Dzaariyaat ayat 56 yang artinya, “Aku tidak jadikan jin dan manusia kecuali agar mereka mengabdi kepadaku."

Ibadah hanya ditujukan kepada Allah SWT sesuai firman Allah SWT dalam Alquran surat Az-Zumar ayat 11 yang artinya, “Katakanlah, bahwasanya aku diperintahkan menyembah Allah seraya mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya." Ibadah juga mesti didasarkan pada perintah dari Allah SWT melalui Rasul-Nya, Muhammad SAW.

Amal yang ketiga adalah amal saleh. Amal saleh meliputi semua perbuatan, lahir maupun batin, yang berakibat pada hal positif atau bermanfaat. Amal saleh bisa mencakup pengertian amal jariah dan amal ibadah.

Amal bisa diterima dan bisa pula tidak diterima oleh Allah SWT. Syarat diterimanya amal ibadah ada dua. Pertama, amal dilakukan dengan ikhlas tanpa pamrih. Kedua, untuk amal ibadah dalam arti khusus seperti shalat, zakat, ibadah, haji, puasa, dan sebagainya harus dilakukan sesuai dengan tuntunan Alquran dan hadis.

Ada beberapa perbuatan yang bisa merusak amal. Pertama adalah riya, yaitu beramal bukan ditujukan kepada Allah SWT, melainkan agar dilihat orang lain. Kedua tasmi, yaitu menceritakan amalnya kepada orang lain dengan tujuan yang sama dengan ria. Ketiga, beramal ibadah dalam arti khusus namun tidak sesuai dengan tuntutan Alquran dan hadis. Keempat, beramal dalam arti umum yang tidak didasarkan pada ilmu pengetahuan.

Ibadah yang paling menentukan baik buruknya amal seseorang adalah

sumber : Pusat Data Republika

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Keutamaan amal ibadah ditentukan oleh empat hal utama ini:

1. Memperhatikan waktunya. Misalnya, ibadah yang paling utama di bulan Ramadhan adalah qiyamullail. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw:

"Siapa yang mengisi malam bulan Ramadhan dengan keimanan dan ibadah, niscaya baginya diampunkan dosa-dosanya yang telah lewat."[1]

Dan berderma, karena Rasulullah Saw: "beliau paling dermawan saat berada pada bulan Ramadhan".[2] Jika masuk sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan, maka amal ibadah yang paling utama adalah beri'tikaf dan tidak keluar dari masjid. Dan jika masuk sepuluh hari pertama dari bulan Dzul Hijjah, maka amal ibadah yang paling utama adalah amal saleh dan berlomba untuk berjihad, berdasarkan sabda Rasulullah Saw:

"Kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan harta dan jiwanya, dan tidak menuntut balasan dari dua hal itu."[3]

Amal ibadah yang paling utama pada bulan Muharram dan Sya'ban adalah puasa, berdasarkan sabda Rasulullah Saw: "Puasa yang paling utama setelah bulan Ramadhan adalah puasa di bulan Muharram." [4] Dan perkataan A'isyah r.a.:

"Aku dapati Nabi Saw paling banyak berpuasa pada bulan Sya'ban." [5]

Amal ibadah yang paling utama saat mengajarkan orang yang ingin belajar adalah: bersungguh-sungguh untuk mengajarkannya, dan meninggalkan pekerjaan yang lain. Dan ibadah yang paling utama saat wuquf di Arafah adalah: berusaha untuk bermunajat, berdo'a, dan berdzikir, serta tidak berpuasa yang dapat melemahkan tubuh untuk melakukan semua ibadah tadi.

Ibadah yang paling utama pada waktu menjelang subuh adalah: shalat dan istighfar. Berdasarkan firman Allah SWT:

"dan yang memohon ampun di waktu sahur." Ali Imran: 17.

dan amal ibadah yang paling utama saat berbuka adalah: berdoa. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw:

"Tiga kelompok orang yang doanya tidak tertolak: orang yang berpuasa saat ia berbuka puasa, ...".[6]

Amal ibadah yang paling utama saat mendengarkan adzan adalah, membalas ucapan adzan tersebut.

2. Memperhatikan Tempat.

Ada beberapa tempat , yang jika dilakukan ibadah di situ, akan mendapatkan pahala dan keutamaan yang lebih besar dibandingkan jika dilakukan di tempat lain. Seperti shalat di Masjidil Haram, setara dengan seratus ribu shalat di tempat lainnya. Shalat di Masjid Nabawi, setara dengan seribu shalat di tempat lainnya. Dan shalat di Masjid Aqsha, setara dengan lima ratus kali shalat di tempat lainnya.

Shalat yang paling utama dilakukan di masjid adalah shalat wajib. Sementara untuk shalat sunnah,yang paling utama adalah jika dillakukan di rumah. Berdasarkan sabda Nabi Saw:

"Shalat yang paling utama bagi seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat wajib."[7]

Dzikir dan berdoa di Shafa dan Marwa lebih utama dari shalat. Thawaf bagi orang yang baru datang dari luar Mekkah lebih utama dari shalat, dan sebaliknya bagi orang Mekkah sendiri. Do'a saat masuk rumah atau keluar dari rumah lebih diutamakan daripada membaca Al Qur'an.

3. Memperhatikan Jenis Ibadah.

Jenis shalat lebih utama dari jenis membaca Al Qur'an. Jenis membaca Al Qur'an lebih dibandingkan jenis dzikir. Jenis dzikir lebih utama dibandingkan jenis do'a. jenis jihad lebih utama dari jenis ibadah hajji. Bahkan di antara satu jenis ibadah sendiri ada perbedaan keutamaan antara satu macam dengan macam yang lain. Misalnya:

"Puasa [sunnah] yang paling utama adalah puasa nabi Daud, yaitu berpuasa satu hari dan berbuka satu hari".[8] Dan

"Shadaqah yang paling utama adalah shadaqah bagi sanak keluarga yang membenci kita." [9]

Dan

"Syuhada yang paling utama adalah yang darahnya ditumpahkan musuh, dan kendaraannya dirusak musuh"[10]. Dan

"Dzikir yang paling utama adalah: la ilaha illah Allah, dan doanya yang paling utama adalah: alhamdulillah." [11]

Dan

"Jihad yang paling utama adalah membela kebenaran di hadapan penguasa yang lalim." [12]

4. Memperhatikan Situasi dan Kondisi.

Rasulullah Saw bersabda:

"Jika Allah SWT kagum melihat seorang hamba, niscaya hamba itu tidak akan dihisab."[13]

Kemudian beliau mengabarkan tentang sipat orang-orang yang membuat Allah SWT tertawa. Beliau bersabda:

"Tiga kelompok manusia yang dicintai dan dikagumi oleh Allah SWT dan diberikan kabar gembira oleh-Nya adalah: ..., seseorang yang mempunyai isteri cantik dan peraduan yang nyaman nan indah, kemudian ia bangun di waktu malam untuk beribadah. Terhadap orang tersebut Allah SWT berkomentar: "dia meninggalkan syahwatnya untuk beribadah kepada-Ku, padahal jika ia mau ia dapat terus menikmati tidurnya." Dan orang yang sedang berada dalam perjalanan bersama rombongan, kemudian ia tidak tidur malam kecuali sedikit, dan ia isi akhir malamnya dengan ibadah, baik dalam kesulitan maupun dalam kesenangan."[14]

Ini jika dalam kondisi negara aman. Sedangkan jika dalam kondisi perang, ukurannya lain lagi, berbeda dengan sebelumnya. Oleh karena itu, perlu memperhatikan situasi dan kondisi. Orang yang cerdik adalah orang yang mengetahui amal ibadah yang paling utama di segala situasi dan kondisi. 'Auf bin Harits adalah salah seorang yang cerdik ini. Ketika ia bertanya kepada Nabi Saw pada saat perang Badar, sebagai berikut: "Wahai Rasulullah Saw, apakah yang membuat Rabb-ku tertawa? [maksudnya: apakah amal ibadah yang jika dikerjakan oleh seseorang pada situasi saat ini mencukupi untuk membuat dirinya terbebaskan dari perhitungan akhirat]. Nabi Saw menjawab:

"Orang yang menerjang musuh dengan tanpa perisai". Maka dia pun melepaskan baju besi yang ia pakai, kemudian mengambil pedangnya dan segera menyerang pasukan musuh, hingga ia mendapatkan syahid.

Memperhatikan situasi dan kondisi mencakup memperhatikan potensi masing-masing peserta kompetisi dan kelebihan yang mereka miliki. "Orang kaya yang memiliki banyak harta, dan hatinya merasa sayang untuk menyumbangkan hartanya itu: maka shadaqah hartanya dan kerelaan hatinya untuk menyumbangkan hartanya itu lebih utama baginya dibandingkan qiyamullail dan berpuasa sunnah di siang hari. Orang yang pemberani dan kuat, yang ditakuti musuh: keikutsertaannya dalam pasukan jihad walau sebentar, dan berjihad melawan musuh-musuh Allah, baginya lebih utama dibandingkan melaksanakan ibadah hajji, berpuasa, bersedekah dan melakukan ibadah sunnah. Orang yang berpengetahuan, yang mengetahui sunnah Nabi, ilmu halal-haram, dan ilmu tentang mana yang baik dan mana yang tercela menurut agama: baginya bergaul dengan manusia, mengajarkan mereka, dan memberikan mereka nasihat dalam agama, itu lebih utama daripada mengucilkan diri, menghabiskan waktunya untuk shalat, membaca Al Qur'an dan bertasbih. Pejabat pemerintah yang memegang urusan manusia: baginya, duduk sebentar untuk mengurusi perkara masyarakat, membantu orang yang dizhalimi, menjalankan hadd Allah, membantu pihak yang benar, dan melawan pihak yang salah, itu lebih utama baginya dari pada beribadah bertahun-tahun."[15]

Kami tambahkan: amal ibadah yang paling utama bagi orang yang dikuasai oleh sikap masa bodoh terhadap siksaan Allah SWT dan yang tertipu oleh dirinya sendiri adalah: dengan merasa takut kepada Allah SWT. Amal ibadah yang paling utama bagi orang yang dikuasai oleh keputus asaan dan patah harapan dari rahmat Allah SWT adalah: menumbuhkan sikap pengharapan kepada-Nya. Amal yang paling utama bagi orang yang junub adalah: mandi besar. Amal yang paling utama bagi orang yang takut impoten adalah: segera menikah. Amal yang paling utama saat kedatangan tamu adalah: melayani dan menemuinya, dibandingkan wirid yang sunnah. Amal ibadah yang paling utama saat membantu orang yang ditimpa kesulitan adalah: memfokuskan diri untuk membantunya dan menolongnya, dan mementingkan hal itu dibandingkan wirid dan khalwatnya. Amal ibadah yang paling utama saat seorang muslim sakit adalah: menjenguknya. Dan amal ibadah yang paling utama saat kematiannya adalah: menyaksikan jenazahnya. Amal ibadah yang paling utama ... dst.

Catatan kaki:

  1. Hadits diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah, seperti terdapat dalam Sahih Jami' Shagir, no. 6316.
  2. Hadits diriwayatkan oleh Bukhari, An Nasai dan Ahmad dari Ibnu Abbas.
  3. Hadits diriwayatkan oleh jama'ah, kecuali Muslim dan an Nasai, dan redaksi hadits ini dari Ahmad.
  4. Hadits diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah dan Thabrani, dari Jundub, seperti terdapat dalam Sahih Jami' Shagir, no. 1127.
  5. Hadits diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Abu Daud, seperti terdapat dalam Sahih at Targhib wat Tarhib, no. 1014.
  6. Hadits diriwayatkan oleh Ahmad, ibnu Majah, dan Tirmidzi dari Abu Hurairah, dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, seperti terdapat dalam al Muntaqa, no. 513
  7. Hadits diriwayatkan oleh An Nasai, Thabrani, dan Abu Daud, dari Zaid bin Tsabit, seperti terdapat dalam Sahih Jami' Shagir, no. 1128
  8. Hadits diriwayatkan oleh Tirmidzi, dan An Nasai, dari Abdullah bin Umar, seperti terdapat dalam Sahih Jami' Shagir, no. 1131.
  9. Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani dari Abu Ayyub, seperti terdapat dalam Sahih Jami' Shagir, no. 1121.
  10. Hadits diriwayatkan oleh Thabrani dasri Abu Umamah, seperti terdapat dalam Sahih Jami' Shagir, no. 1119.
  11. Hadits diriwayatkan oleh Tirmidzi, An Nasai, dan Ibnu Majah, dari Jabir, dan dinilai hasan oleh al Albani, dalam Sahih Jami' Shagir, no. 1115.
  12. Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ahmad dan Thabrani dari Abu Umamah, seperti terdapat Sahih Jami' Shagir, no. 1111
  13. Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Ya'la. Para perawinya tsiqat.
  14. Hadits diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al Kabir, dengan sanad hasan, seperti terdapat dalam Sahih at Targhib wa at Tarhiib, no. 650.
  15. 'Uddatu as Shaabiriin wa Dzakhiiratu asy Syaakiriin, hal. 105.

Video yang berhubungan