Hukum hubungan suami istri di malam 1 muharram

Oleh:

istimewa Ilustrasi berhubungan intim

Bisnis.com, JAKARTA - Selama bulan ramadan, banyak pasangan suami istri menahan untuk berhubungan intim karena ingin menjaga ibadahnya tetap khusu.

Dan ketika memasuki malam takbiran atau hari lebaran, umumnya mereka mulai mau melakukan hubungan istri. Tetapi, ada beberapa anggapan yang menyebutkan jika berhubungan di malam takbiran atau hari raya tidak diperbolehkan.

Apakah benar?

Buya Yahya, pendiri Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren dengan Al-Bahjah Kabupaten Cirebon mengatakan  berhubungan intim bagi pasangan suami istri di malam takbiran atau hari lebaran adalah halal.

Dia menegaskan hubungan intim itu bukan suatu hal yang terlarang, apalagi hari raya adalah hari untuk bersenang-senang.

"Memang ada keyakinan yang aneh-aneh yang tidak membolehkan. Tapi berhubungan suami istri bagi yang sudah sah adalah halal," tuturnya dikutip dari youtube Al Bahjah.

Menurutnya kenapa itu halal karena pada hari lebaran sudah tidak boleh berpuasa, sehingga boleh melakukan hal-hal yang semula dilarang saat berpuasa.

Sementara itu, Ustaz Abdul Somad mengatakan berhubungan di malam takbiran, hari lebaran atau bahkan 10 hari jelang lebaran diperbolehkan.

Hal itu, katanya, sesuai dengan surat Al Baqarah ayat 187. Dalam surat itu tertulis sebagai berikut

"Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu," paparnya di kanal youtubenya.

Ustaz Abdul Somad juga mengatakan jika sehabis berhubungan suami istri tidak salat, maka dia berwudhu saja, dan sebelum tidur berzikir.

"Orang yang dalam hadas besar hanya tidak boleh baca Quran, tetapi berzikir dan solawat masih bisa dilakukan," tambahnya.

Tetapi, dia juga mengatakan yang lebih afdol bagi pasangan setelah berhubungan suami istri adalah mandi besar.

"Wallahu alam," tutupnya.

Sementara itu, dikutip dari konsultasisyariah.com, disebutkan jika berhubungan intim pada malam hari raya atau siang harinya hukumnya mubah. Dan tidak ada larangan hubungan intim kecuali ketika siang hari ramadhan (bagi yang wajib puasa), atau ketika ihram pada saat menjalankan haji atau umrah, atau ketika sang istri dalam kondisi haid atau nifas.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Editor: Mia Chitra Dinisari

VIVA – Besok, Kamis 20 Agustus 2020, menandai Tahun Baru Islam 1 Muharram 1442 Hijriah. Momen malam menjelang 1 Muharam oleh masyarakat Jawa disebut juga dengan malam satu Suro. 

Malam 1 Suro pun dianggap sakral oleh masyarakat Jawa. Maka dari itu, banyak ritual dan tradisi yang dilakukan untuk menyambut malam sakral tersebut.

Tidak hanya melakukan beberapa ritual dan tradisi, banyak juga mitos dan fakta yang menyelimuti Malam Satu Suro ini. Apa saja? Berikut lima mitos dan fakta terkait Malam 1 Suro, dilansir VIVA dari berbagai sumber.

Dilarang mengadakan pesta pernikahan

Menikahkan anak pada bulan Suro sangat ditentang oleh budaya Jawa. Jika tetap dilakukan, dipercaya keluarga tersebut akan mendapat kesialan. Selain pernikahan, pesta-pesta lainnya seperti sunatan dan lain-lain juga dilarang. Dan mitos ini masih dipercaya sampai sekarang.

Baca juga: Haru, Kakek Ini Tempuh Perjalanan 300 Km untuk Hadiri Pemakaman Cucu

Tidak boleh keluar rumah

Liputan6.com, Jakarta Tanggal 1 Muharram sebentar lagi datang. Hitungan awal tahun hijriyah dimulai dari hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagi Islam,  awal tahun yang dimulai dengan bulan Muharram dianggap sebagai bulan yang amat mulia. Bulan Muharram yang dikenal oleh orang Jawa dengan bulan Suro merupakan salah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram.

Lihatlah firman Allah Ta’ala berikut.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)

Ibnu Rajab mengatakan, ”Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal. Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perputaran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.”

Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.”[2]

Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram, Rajab. Oleh karena itu bulan Muharram termasuk bulan haram.

Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna. Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.”

Saat ini adalah waktu yang tepat dan baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf (generasi muslim awal) sangat suka melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.”

Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.”

Rep: c25 Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski sudah sah sebagai suami istri, terdapat sejumlah kondisi atau waktu di mana seorang suami tidak diperbolehkan untuk menggauli istrinya.

Ketua Forum Ulama Ummat Indoensia, KH Athian Ali mengungkap, salah satu waktu saat seorang suami dilarang untuk menggauli istrinya ketika siang hari di bulan suci Ramadhan. Namun, hubungan suami istri diperbolehkan untuk dilakukan di malam Ramadhan, karena umat Islam sudah membatalkan puasanya sejak adzan Mahgrib.

Kondisi lain, kata Kiai Athian, saat sang istri sedang mengalami datang bulan, haid atau nifas. Akan tetapi, suami-istri tersebut masih dapat menyalurkan kebutuhan biologisnya dengan bercumbu, selama tidak melakukan hubungan suami istri atau tepatnya hubungan intim.Selanjutnnya, kata dia saat sang istri sedang menyusui. Suami dilarang menggauli istrinya, dikarenakan ia menanggung setidaknya kebutuhan tiga orang, yang pasti menyiksa tubuhnya sendiri. Kebutuhan tersebut diantaranya adalah untuk anak yang ia kandung, untuk anak yang ia susui dan juga kebutuhan untuk dirinya sendiri.

Terakhir, suami dilarang untuk menggauli istrinya dikala melaksanakan ibadah haji, atau tepatnya sebelum tahalul kedua. Pasangan suami istri juga tidak diperbolehkan untuk melakukan hubungan intim ketika melaksanakan ibadah umrah, atau tepatnya sebelum melakukan tawaf ifadah.

Jika mereka melanggar aturan tersebut, maka haji mereka harus diulang kembali dengan sempurna.  "Tentu apa yang dilarang hanya akan membawa kemudaratan jika dilakukan," kata dia.

  • adab hubungan intim
  • hubungan seksual
  • hubungan seksual sehat

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Fimela21 Jul 2014, 11:10 WIB

Dalam ulasan sebelumnya, kita sudah berbicara tentang waktu-waktu yang sangat direkomendasikan melakukan hubungan suami istri menurut pandangan Islam. Namun selain itu, Islam juga menetapkan beberapa waktu yang dianggap makruh untuk melakukan hubungan suami istri. Yang dimaksud makruh di sini bukan tidak boleh dilakukan. Aktivitas seks tetap boleh dilakukan, namun juga sangat tidak disarankan bagi pasangan suami istri. Kapan waktu yang dianggap makruh tersebut? Berikut ulasannya, dilansirkan dari al-islam.org.1.Saat dalam masa menakutkan, berkabung atau tak menggembirakan. Aturan ini jelas sangat beralasan. Bayangkan saja kita melakukan hubungan intim saat gempa bumi baru saja terjadi. Selain, sangat sulit dilakukan (dan mungkin takkan terpikirkan oleh orang yang sedang berduka), hal ini juga akan membuat orang lain merasa kurang nyaman.2.Waktu antara tenggelamnya matahari hingga magrib tiba. Saat-saat ini memang sebaiknya dipersiapkan dengan ibadah atau hal lain untuk menyiapkan diri menyambut petang.3.Dari Subuh hingga matahari terbit. Memang tidak dilarang untuk bercinta di waktu ini, namun akan lebih baik jika digunakan untuk beribadah.4.Tiga malam terakhir menjelang akhir tahun Hijriyah. Waktu untuk berdoa5.Tanggal 15 setiap bulan dalam penanggalan Hijriyah. Waktu untuk berdoa.6.Tanggal 10 Dulhijjah. Bertepatan dengan Hari Idul Adha.7.Melakukan hubungan seks dalam keadaan junub (belum bersuci).

Bagaimanapun, sekali lagi, waktu-waktu di atas bukanlah larangan untuk menjalankan perintah Tuhan (bercinta). Selama dilakukan dengan cara yang benar, maka Tuhan takkan membebankan dosa pada pasangan yang melakukan hubungan di waktu tersebut.

Oleh: Pelangi Permatasari

(vem/riz)

TERKAIT: 3 Posisi Hubungan Intim yang Membantu Perempuan Mencapai Orgasme