Melakukan hubungan suami istri tanpa ada ikatan perkawinan yang sah menurut agama adalah pengertian?
Jawaban yang benar adalah: C. Zina. Dilansir dari Ensiklopedia, melakukan hubungan suami istri tanpa ada ikatan perkawinan yang sah menurut agama adalah pengertian Zina. Pembahasan dan Penjelasan Menurut saya jawaban A. Jimak adalah jawaban yang kurang tepat, karena sudah terlihat jelas antara pertanyaan dan jawaban tidak nyambung sama sekali. Menurut saya jawaban B. Jarimah adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut lebih tepat kalau dipakai untuk pertanyaan lain. Menurut saya jawaban C. Zina adalah jawaban yang paling benar, bisa dibuktikan dari buku bacaan dan informasi yang ada di google. Menurut saya jawaban D. Pergaulan bebas adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut sudah melenceng dari apa yang ditanyakan. Menurut saya jawaban E. Hudud adalah jawaban salah, karena setelah saya coba cari di google, jawaban ini lebih cocok untuk pertanyaan lain. Kesimpulan Dari penjelasan dan pembahasan serta pilihan diatas, saya bisa menyimpulkan bahwa jawaban yang paling benar adalah C. Zina. Jika anda masih punya pertanyaan lain atau ingin menanyakan sesuatu bisa tulis di kolom kometar dibawah. Lihat juga Akulturasi kebudayaan di bidang politik adalah?
Penulis : Dave Bonifacio Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), dijelaskan bahwa perkawinan merupakan suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk sebuah keluarga. Selanjutnya, Pasal 2 UU Perkawinan mengatakan bahwa: “(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Akan tetapi, pada kenyataannya terdapat banyak perkawinan Warga Negara Indonesia (WNI) yang hanya memenuhi tuntutan agama saja berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan. Sedangkan, tuntutan administratif berdasarkan Pasal 2 ayat (2) tidak dipenuhi karena perkawinannya tidak dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah.[1] Lantas, apakah suatu perkawinan harus dicatat agar menjadi sah? Pada dasarnya, pencatatan yang dilakukan atas suatu perkawinan tidak menjadi syarat sah suatu perkawinan, sehingga tidak memengaruhi keabsahan status suami dan istri.[2] Hal ini didukung dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang mengatakan bahwa pencatatan perkawinan bukan faktor yang menentukan sahnya perkawinan. Adapun materi pokok dalam putusan tersebut berisi pembahasan untuk membuktikan bahwa Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan mengenai hubungan perdata anak di luar perkawinan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945) sepanjang diartikan menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki, yaitu dalam hal ini seorang ayah.[3] Selanjutnya, dalam Putusan MK tersebut dikatakan juga bahwa pencatatan hanya menjadi kewajiban administratif yang membuktikan terjadinya suatu perkawinan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Terlebih lagi, putusan tersebut menegaskan bahwa makna pentingnya kewajiban administratif yang dimaksud adalah agar negara dapat memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia yang bersangkutan sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis. Akan tetapi, perkawinan yang tidak dicatat dapat menimbulkan beberapa akibat hukum yang meliputi konsekuensi yuridis terhadap akibat-akibat perkawinan seperti hak-hak keperdataan, kewajiban pemberian nafkah dan hak waris. Hal ini dikarenakan pencatatan perkawinan menjadi syarat formal untuk legalitas atas suatu peristiwa yang dapat mengakibatkan konsekuensi yuridis baik dalam hak-hak keperdataan maupun kewajiban nafkah dan hak waris.[4] Sebagai kesimpulan, pencatatan tidak menjadi syarat perkawinan yang sah di Indonesia. Pencatatan yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan hanya merupakan suatu bukti otentik yang melindungi hak-hak yang timbul dari suatu perkawinan. Maka dari itu, walaupun pencatatan bukan merupakan syarat sah, perkawinan yang tidak dicatat dapat membawa konsekuensi terhadap akibat-akibat hukum yang muncul dari suatu perkawinan. Dasar Hukum:
Referensi: [1] Rachmadi Usman, Makna Pencatatan Perkawinan dalam Peraturan Perundang-Undangan Perkawinan di Indonesia, Jurnal Legislasi Indonesia, Volume 14-Nomor 3, September 2017, halaman 256. Jelaskan makna nabi muhamad dengan anak yatim bagai dua jari yang saling bersampingan kemukakan pendapat tentang ayat dan hadis tentang mengontrol diri bagaimana menurut pandanganmu apabila terjadi suatu permasalahan yang tidak jujur dalam diskusi dan dialog tlong kakk bhs arab Tuliskan hukum tajwidnya (Hukum Nun mati, hukum mim mati dan bacaan Asy Syamsiyah dan Al Qamariyah) dari bacaan: A. Q.S Maryam ayat 30 قَالَ اِنِّىۡ ع … Orang yang menyatakan beriman kepada Allah SWT, tetapi perilakunya sangat bertentangan dengan yang diajarkan-Nya, maka disebut orang.... A. FASIKB.KAF … 10 contoh Isim yang diawali huruf Jer? tolong dijawab ya kak ceramah tentang isi kandungan surah an-nisa ayat 59tolong bantuannya 1. rukun iman adalah...?2. rukun iman yang pertama adalah...?3. pencipta alam semesta adalah...?4. rukun iman jumlah nya .... ada 5. rukun iman kepada … . هل المرافق المدرسية في مدرستنا قليلة؟ . لماذا يذهب التلاميذ إلى معمل اللغوي؟ 3. ماذا في المكبة؟ أين نصلي الظهر والعصر جماعة؟ ه. أين يأكل التلاميذ ال … |