Fatwa dsn mui no. 43 tentang ganti rugi (tawidh)

Handayani, Nadya Wuri (2013) Tinjauan fatwa DSN no. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ganti rugi (Ta’widh) pada produk KPR indensya BTN Ib melalui akad Istishna’ di Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Bandung. Diploma thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Abstract

Ganti rugi (ta’widh), adalah sebagai bentuk proses ganti rugi yang telah dikeluarkan oleh salah satu pihak yang merasa dirugikan atas biaya yang telah dikeluarkan karena terjadinya penundaan pelunasan dalam pembiayaan KPR Indensya BTN iB melalui akad istishna’ oleh nasabah. KPR Indensya BTN iB adalah fasilitas pembiayaan KPR berdasarkan akad istishna’ (pesanan) diperuntukkan bagi pemohon yang akan membeli rumah dari bank, yang dibangun oleh pengembang sesuai dengan pesanan dari pesanan. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1). Mekanisme pembayaran ta’widh pada produk KPR Indensya BTN iB melalui akad Istishna’ pada Bank BTN Syariah Cabang Bandung. (2). Implementasi fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ganti rugi pada produk KPR Indensya pada Bank BTN Syariah Cabang Bandung. Penelitian ini berawal dari luasnya pengertian ganti rugi (ta’widh) dalam fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 untuk diterapkan secara langsung dilapangan, khususnya dalam Pelaksanaan Pembiayaan KPR Indensya BTN iB Melalui Akad Istishna’ Di BTN Syariah Cabang Bandung, dan untuk mengetahui kesesuaian antara fatwa dengan praktek dilapangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif, yaitu suatu penelitian dimana peneliti menggambarkan dan menganalisa data-data yang relevan dengan objek yang penulis kumpulkan. Sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan kepada responden. Dan juga teknik studi pustaka dengan cara mengumpulkan bahan, memplejarai teori-teori yang berhubungan dengan ganti rugi (ta’widh). Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa dalam mekanisme pembiayaan KPR Indensya BTN iB melalui akad istishna’ (pesanan) adalah pembiayaan yang menyangkut 3 pihak namun yang terjadi dilapangan sudah sesuai dengan apa yang telah ditentukan di dalam fatwa DSN MUI mengenai ketentuan pembayaran, ketentuan barang, dan ketentuan mengenai hukum pembiayaan istishna’. Dan penentuan ganti rugi (ta’widh) dalam produk KPR Indensya di BTN KCS Bandung kurang sesuai dengan fatwa DSN No.43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ganti rugi (ta’widh) dalam ketentuan khusus point 3: karena adanya penentuan ganti rugi ini dicantumkan terlebih dahulu di dalam akad karena itu termasuk dalam kategori gharar (ketidakpastian) karena ta’widh merupakan sebagai bentuk proses ganti rugi yang telah dikeluarkan oleh salah satu pihak yang merasa kerugian atas biaya yang telah dikeluarkan. Implementasi fatwa DSN terhadap pembiayaan KPR Indensya BTN iB melalui akad istishna’ (pesanan) adalah ganti rugi yang diterima dalam transaksi LKS dapat diakui sebagai hak pendapatan bagi pihak yang menerimanya, jumlah ganti rugi besarnya harus tetap dengan kerugian riil dan tata cara pembayarannya tergantung kesepakatan para pihak, besarnya ganti rugi tidak boleh dicantumkan dalam akad.

Actions (login required)

Fatwa dsn mui no. 43 tentang ganti rugi (tawidh)
View Item

Alika, Biantary; Malik, Zaini Abdul; Bayuni, Eva Misfah

Abstract. Bank Syariah Mandiri KCP Antapani Bandung is one of the syariah banking issuing products Deposito Mudharabah. Deposits contain an element of maturity (maturity) is longer and can not be withdrawn at any time or every day. But in practice in BSM KCP Antapani there are still customers who dilute their deposit before maturity. When deposits are withdrawn prior to the due date, it will be fined. Based on the background of the problem then the problem formulation is as follows: First, how Fatwa DSN No. 43 / DSN-MUI / VIII / 2004 About Compensation (Ta'widh) in BSM KCP Antapani. Second, how the implementation of penalty on mudharabah deposit liquefaction in BSM KCP Antapani. Thirdly, how is the review of DSN MUI Fatwa No 43 / DSN-MUI / VIII / 2004 regarding Indemnification (Ta'widh) against Penalty on the disbursement of mudharabah deposit before maturity in BSM KCP Antapani. The research method used descriptive analysis method qualitatively. Sources of data used primary data is data obtained directly from the Bank through interviews on SFE (Syariah Funding Executive), Customer Service and Teller Bank Syariah Mandiri KCP Antapani Bandung. Based on the results of the research, the conclusions are obtained that: First, DSN No 43 / DSN-MUI / VIII / 2004 Regarding Indemnification (Ta'widh) allows the imposition of penalty on the disbursement of deposits before maturity, but with certain conditions. Secondly, on the execution of penalty on the disbursement of deposits before the anticipated BSM KCP Antapani maturity under the terms of the mudaraba contract agreement is in accordance with the mudaraba constituents. Thirdly, the review of the DSN MUI Fatwa No 43 / DSN-MUI / VIII / 2004 regarding Compensation (Ta'widh) regarding the nominal not recorded in the contract is also in accordance with the provisions of the DSN MUI Fatwa that the amount of compensation is not to be included in the contract. This explains that concerning the mechanism of the contract that is applied is in accordance with the terms of the contract.Keywords : Deposit, Indemnification, Penalty and Sharia Bank. Abstrak. Bank Syariah Mandiri KCP Antapani Bandung merupakan salah satu perbankan syariah yang mengeluarkan produk Deposito Mudharabah. Deposito mengandung unsur jangka waktu (jatuh tempo) lebih panjang dan tidak dapat ditarik setiap saat atau setiap hari. Namun pada praktiknya di BSM KCP Antapani masih ada saja nasabah yang mencairkan depositonya sebelum jatuh tempo. Bila deposito yang dicairkan sebelum tanggal jatuh tempo, maka akan dikenakan denda. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalah adalah sebagai berikut: Pertama, bagaimana Fatwa DSN No 43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi (Ta’widh) di BSM KCP Antapani. Kedua, Bagaimana pelaksanaan penalty pada pencairan deposito mudharabahdi BSM KCP Antapani. Ketiga, bagaimana tinjauan Fatwa DSN MUI No 43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi (Ta’widh) terhadap Penalty pada pencairan deposito mudharabah sebelum jatuh tempo di BSM KCP Antapani. Metode penelitian yang digunakan metode deskriptif analisis secara kualitatif. Sumber data yang digunakan data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari pihak Bank melalui wawancara pada SFE (Syaria Funding Executive), Customer Service dan Teller Bank Syariah Mandiri KCP Antapani Bandung. Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang diperoleh bahwa : pertama,Fatwa DSN No 43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi (Ta’widh) mengizinkan pelaksanaan denda (penalty) pada pencairan deposito sebelum jatuh tempo, namun dengan beberapa ketentuan. Kedua, pada  pelaksanaan penalty pada pencairan deposito sebelum jatuh tempodi BSM KCP Antapani berdasarkan rukun kontrak perjanjian mudharabah sudah sesuai dengan rukun-rukun mudharabah. Ketiga, tinjauan fatwa DSN MUI No 43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi (Ta’widh)mengenai nominal yang tidak di catat di dalam akad juga sudah sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN MUI bahwa besarnya ganti rugi ini tidak boleh di cantumkan dalam akad. Hal ini menjelaskan yang menyangkut mekanisme akad yang di terapkan ini sudah sesuai dengan ketentuan akad.Kata Kunci : Deposito, Ganti Rugi, Penalty dan Bank Syariah.

Profil DSN-MUI


Manhaj Ifta’ DSN-MUI

قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Katakan (wahai Muhammad), "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kalian mendapat keberuntungan." (Q.S. Al-Ma`idah, 100)

Sebuah sistim yang dominan tidak dapat dinilai baik hanya karena dominasinya. Dan Allah hanya menerima sistim yang baik. Untuk itu keberuntungan dalam maknanya yang luas hanya dapat diperoleh dengan sistim yang baik.

  • Pendapat Wahbah al-Zuhaili, Nazariyah al-Dhaman, Dimasyq: Dar al-Fikr, 1998:

    التَّعْوِيْضُ: هُوَ تَغْطِيَةُ الضَّرَرِ الْوَاقِعِ بِالتَّعَدِّيْ أَوِ الْخَطَأِ (87) اَلأَصْلُ الْعَامُّ فِي الضَّمَانِ أَوِ التَّعْوِيْضِ: هُوَ إِزَالَةُ الضَّرَرِ عَيْنًا، كَإِصْلاَحِ الْحَائِطِ ... أَوْ جَبْرُ الْمُتْلَفِ وَإِعَادَتُهُ صَحِيْحًا كَمَا كَانَ عِنْدَ اْلإِمْكَانِ كَإِعَادَةِ الْمَكْسُوْرِ صَحِيْحًا، فَإِنْ تَعَذَّرَ ذَلِكَ وَجَبَ التَّعْوِيْضُ الْمِثْلِيُّ أَوِ النَّقْدِيُّ (94)

    وَأَمَّا ضِيَاعُ الْمَصَالِحِ وَالْخَسَارَةُ الْمُنْتَظِرَةُ غَيْرُ الْمُؤَكَّدَةِ (أَيِ الْمُسْتَقْبَلَةُ) أَوِ اْلأَضْرَارُ اْلأَدَبِيَّةُ أَوِ الْمَعْنَوِيَّةُ فَلاَ يُعَوَّضُ عَنْهَا فِيْ أَصْلِ الْحُكْمِ الْفِقْهِيِّ , لأنَّ مَحَلّ التَّعْوِيْضِ هُوَ الْمَالُ الْمَوْجُوْدُ الْمُحَقَّقُ فِعْلاً وَالْمُتَقَوِّمُ شَرْعًا (96) (وهبة الزحيلي، نظرية الضمان، دار الفكر، دمشق، 1998)

    "Ta'widh (ganti rugi) adalah menutup kerugian yang terjadi akibat pelanggaran atau kekeliruan" (h. 87). "Ketentuan umum yang berlaku pada ganti rugi dapat berupa: (a) menutup kerugian dalam bentuk benda (dharar, bahaya), seperti memperbaiki dinding... (b) memperbaiki benda yang dirusak menjadi utuh kembali seperti semula selama dimungkinkan, seperti mengembalikan benda yang dipecahkan menjadi utuh kembali. Apabila hal tersebut sulit dilakukan, maka wajib menggantinya dengan benda yang sama (sejenis) atau dengan uang" (h. 93).

    Sementara itu, hilangnya keuntungan dan terjadinya kerugian yang belum pasti di masa akan datang atau kerugian immateriil, maka menurut ketentuan hukum fiqh hal tersebut tidak dapat diganti (dimintakan ganti rugi). Hal itu karena obyek ganti rugi adalah harta yang ada dan konkret serta berharga (diijinkan syariat untuk memanfaatkannya." (h. 96).

  • Pendapat `Abd al-Hamid Mahmud al-Ba'li, Mafahim Asasiyyah fi al-Bunuk al-Islamiyah, al-Qahirah: al-Ma'had al-'Alami li-al-Fikr al-Islami, 1996:

    ضَمَانُ الْمَطْلِ مَدَارُهُ عَلَى الضَّرَرِ الْحَاصِلِ فِعْلاً مِنْ جَرَاءِ التَّأخِيْرِ فِي السَّدَادِ، وَكَانَ الضَّرَرُ نَتِيْجَةً طَبِيْعِيَّةً لِعَدَمِ السَّدَادِ (115)

    "Ganti rugi karena penundaan pembayaran oleh orang yang mampu didasarkan pada kerugian yang terjadi secara riil akibat penundaan pembayaran dan kerugian itu merupakan akibat logis dari keterlambatan pembayaran tersebut."

  • Pendapat ulama yang membolehkan ta'widh sebagaimana dikutip oleh `Isham Anas al-Zaftawi, Hukm al-Gharamah al-Maliyah fi al-Fiqh al-Islami,al-Qahirah: al-Ma'had al-'Alami li-al-Fikr al-Islami, 1997:

    الضَّرَرُ يُزَالُ حَسَبَ قَوَاعِدِ الشَّريْعَةِ، وَلاَ إِزَالَةَ إِلاَّ بِالتَّعْوِيْضِ، وَمُعَاقَبَةُ الْمَدِيْنِ الْمُمَاطِلِ لاَ تُفِيْدُ الدَّائِنَ الْمَضْرُوْرَ.
    تَأْخِيْرُ أَدَاءِ الْحَقِّ يُشْبِهُ الْغَصْبَ، وَيَنْبَغِي أَنْ يَأخُذَ حُكْمَهُ، وَهُوَ أَنَّ الْغَاصِبَ يَضْمَنُ مَنَافِعَ الْمَغْصُوْبِ مُدَّةَ الْغَصْبِ عِنْدَ الْجُمْهُوْرِ، إِلَى جَنْبِ ضَمَانِهِ قِيْمَةَ الْمَغْصُوْبِ لَوْ هَلَكَ (15-16)

    "Kerugian harus dihilangkan berdasarkan kaidah syari'ah dan kerugian itu tidak akan hilang kecuali jika diganti; sedangkan penjatuhan sanksi atas debitur mampu yang menunda-nunda pembayaran tidak akan memberikan manfaaat bagi kreditur yang dirugikan.
    Penundaan pembayaran hak sama dengan ghashab; karena itu, seyogyanya stastus hukumnya pun sama, yaitu bahwa pelaku ghashab bertanggung jawab atas manfaat benda yang di-ghasab selama masa ghashab, menurut mayoritas ulama, di samping ia pun harus menanggung harga (nilai) barang tersebut bila rusak."