Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang kelebihan dan kekurangan cairan dalam tubuhnya

Elektrolit merupakan bahan kimia yang terbentuk secara alami dalam cairan tubuh melalui gabungan beberapa zat. Mulai dari klorida, fosfat, kalium, natrium, hingga kalsium. Elektrolit sangatlah penting untuk fungsi tubuh normal dan harus ada dalam konsentrasi tertentu. 

Ketika tingkat elektrolit dalam tubuh terlalu rendah atau terlalu tinggi, kondisi tersebut dianggap sebagai ketidakseimbangan elektrolit. Kondisi kadar elektrolit yang tidak seimbang ini dapat menimbulkan berbagai gangguan pada fungsi organ di dalam tubuh. 

Bahkan pada kasus yang cukup parah, kondisi ini dapat menyebabkan kejang, koma, bahkan gagal jantung. Itulah alasan mengapa menjaga keseimbangan elektrolit sangatlah penting agar fungsi tubuh berjalan dengan lancar. 

Penyebab Gangguan Elektrolit

Biasanya, seseorang akan kehilangan mineral setiap harinya setiap kali dirinya buang air kecil dan besar atau berkeringat terlalu banyak. Namun, hal ini tidak akan menimbulkan masalah karena mineral yang hilang dapat dengan mudah tergantikan tubuh. Caranya adalah dengan meminum cairan dan konsumsi makanan yang mengandung mineral tersebut. 

Masalah akan timbul saat tubuh tidak dapat mengganti mineral yang hilang lebih cepat daripada saat tubuh kehilangan mineral. Contohnya ketika cairan tubuh hilang akibat muntah atau diare yang berkepanjangan. Pada kasus lain, pengobatan untuk penyakit tertentu, seperti penyakit ginjal kronis, juga dapat mengganggu keseimbangan elektrolit normal tubuh.

Namun, tak hanya itu, terdapat beberapa kemungkinan penyebab gangguan elektrolit yang juga dapat terjadi, seperti: 

  • Penyalahgunaan alkohol.
  • Pola makan buruk yang rendah nutrisi dan mineral.
  • Mengidap alkalosis metabolik, atau suatu kondisi saat pH atau tingkat keasaman darah seseorang lebih tinggi dari biasanya. 
  • Penyakit yang menyebabkan diare, muntah, dan demam.
  • Ketidakmampuan menyerap nutrisi dari makanan karena masalah pencernaan.
  • Konsumsi obat-obatan tertentu seperti obat pencahar atau steroid. 

Faktor Risiko Gangguan Elektrolit

Gangguan elektrolit bisa menyerang siapa saja. Namun. seseorang yang memiliki atau mengidap kondisi di bawah ini lebih rentan untuk mengalaminya, antara lain:

  • Gangguan makan, seperti anoreksia atau bulimia.
  • Gangguan tiroid dan paratiroid.
  • Mengidap penyakit pernapasan kronis. 
  • Gangguan kelenjar adrenal.
  • Gagal jantung.
  • Kecanduan alkohol.
  • Luka bakar.
  • Penyakit ginjal.
  • Patah tulang.
  • Sirosis hati. 

Gejala Gangguan Elektrolit

Gejala gangguan elektrolit dapat berbeda-beda pada setiap orang dan tergantung pada seberapa berat gangguan yang dialami. Jika kadar elektrolit hanya meningkat atau berkurang sedikit dari kondisi normal, biasanya pengidapnya tidak akan merasakan gejala apapun. 

Namun, bila kadarnya berubah secara signifikan, maka berbagai gejala dapat terjadi. Tidak semua jenis gangguan elektrolit menimbulkan gejala yang sama, tetapi umumnya banyak gejala serupa yang terjadi, seperti:

  • Gangguan irama jantung yang dapat berupa denyut jantung terlalu lambat (bradikardia), denyut jantung terlalu cepat (takikardia), ataupun denyut jantung tidak teratur.
  • Lemas dan mudah lelah.
  • Mual dan muntah.
  • Kejang.
  • Diare.
  • Sembelit.
  • Kram perut.
  • Kelemahan otot hingga tangan dan kaki jadi sulit digerakkan.
  • Sakit kepala.
  • Penurunan kesadaran, bahkan hingga tingkat koma.
  • Sensasi baal atau kesemutan. 

Diagnosis Gangguan Elektrolit

Dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan terkait keluhan yang dialami pengidap dan mencari kemungkinan penyebab gangguan elektrolit. Selain itu, pemeriksaan fisik menyeluruh, termasuk pemeriksaan saraf dan otot juga perlu dilakukan. 

Selanjutnya, untuk memastikan adanya gangguan elektrolit, dokter akan meminta pengidap melakukan pemeriksaan darah dengan melihat kadar masing-masing elektrolit di dalam darah.

Jika diduga gangguan elektrolit dapat menyebabkan gangguan irama jantung, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) perlu dilakukan untuk merekam irama jantung. Bila gangguan elektrolit diduga terjadi akibat gangguan ginjal, maka pemeriksaan fungsi ginjal, seperti ureum, kreatinin, dan BUN (blood urea nitrogen) juga akan dilakukan.

Pengobatan Gangguan Elektrolit

Pengobatan pada pengidap gangguan elektrolit tergantung pada jenis gangguan yang dialami. Namun, hal yang paling utama, tujuan pengobatan adalah untuk mengembalikan keseimbangan kadar elektrolit dalam tubuh.

Pemberian cairan infus dengan kandungan natrium klorida bisa membantu mengembalikan cairan tubuh dan elektrolit yang hilang akibat diare atau muntah. Selain melalui infus, suplemen yang mengandung elektrolit yang dibutuhkan dapat diberikan untuk meningkatkan elektrolit yang rendah.

Terkadang orang yang mengidap penyakit ini membutuhkan obat-obatan untuk mengurangi jumlah elektrolit berlebih di dalam darah, misalnya diberikan insulin saat terjadi hiperkalemia. Namun, hal yang paling penting adalah mengatasi penyebab dari gangguan elektrolit itu sendiri.

Jika kondisi pasien tidak membaik, beberapa kondisi gangguan elektrolit membutuhkan tindakan khusus, seperti hemodialisis (cuci darah), untuk mengatasi kelebihan kalium dalam darah.

Komplikasi Gangguan Elektrolit

Komplikasi gangguan elektrolit yang dapat terjadi, antara lain:

  • Tubuh yang mengalami kekurangan natrium, klorida, dan magnesium akan mengalami gangguan fungsi pada jantung dan paru-paru.
  • Ketidakseimbangan elektrolit juga akan memengaruhi metabolisme dan kebugaran tubuh seseorang. Lebih parahnya lagi, kadar magnesium yang rendah dapat mengancam keselamatan jiwa.

Pencegahan Gangguan Elektrolit

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah gangguan elektrolit, antara lain: 

  • Jika warna air seni sudah pekat, berarti perlu minum lebih banyak air putih.
  • Saat berolahraga lebih dari 30 menit, harus meminum minuman yang mengandung elektrolit dan karbohidrat.
  • Minum air putih yang cukup setiap harinya. Seseorang dianjurkan untuk mengonsumsi delapan gelas air putih setiap harinya.
  • Konsumsilah buah-buah segar dan sayur-sayuran, sebab kedua makanan tersebut adalah sumber terbaik untuk menggantikan natrium dan kalium dalam tubuh.
  • Minumlah saat kamu merasa haus, jangan merasa kalau kamu harus terus-menerus mengisi kembali cairan.

Kapan Harus ke Dokter?

Jika kamu merasakan sejumlah gejala dari gangguan elektrolit seperti mual dan muntah, atau diare, segeralah memeriksakan diri ke dokter. Hal ini bertujuan agar penanganan dapat segera dilakukan. Sebab, jika dibiarkan terlalu lama, gangguan elektrolit dapat mengganggu komponen elektrolit lainnya yang bisa berakibat fatal pada kesehatan tubuh. 

Nah, melalui aplikasi Halodoc, kamu bisa membuat janji rumah sakit dengan dokter pilihanmu. Tentunya tanpa perlu mengantre atau menunggu berlama-lama. Jadi, tunggu apa lagi? Yuk, download Halodoc sekarang juga! 

Referensi:

Healthline. Diakses pada 2022. All About Electrolyte Disorders.
Healthline. Diakses pada 2022. How to Prevent an Electrolyte Imbalance. 
Chemocare. Diakses pada 2022. Electrolyte Imbalance. 
Medical News Today. Diakses pada 2022. Electrolytes: Uses, imbalance, and supplementation
WebMD. Diakses pada 2022. What Is an Electrolyte Imbalance?

Diperbarui pada 12 April 2022. 

Dehidrasi merupakan kondisi saat cairan tubuh yang masuk lebih sedikit dibandingkan dengan cairan tubuh yang keluar. Hal ini bisa mengakibatkan tubuh tidak mampu berfungsi dengan baik. 

Sekitar 55 sampai 80 persen dari total berat tubuh terdiri dari air. Tentunya, air di dalam tubuh punya peran yang sangat penting, yaitu membantu kerja dari sistem pencernaan, membuang racun dan kotoran ke luar, membantu menstabilkan suhu tubuh, dan menjadi pelumas alami bagi sendi.

Sayangnya, dehidrasi kerap dianggap sebagai rasa haus yang normal. Padahal, apabila tidak ditangani dengan tepat, dehidrasi dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang lebih serius, misalnya hipovolemia. Saat kondisi ini terjadi, air yang berada dalam aliran darah ditarik keluar oleh jaringan tubuh sebagai bentuk upaya agar kebutuhan cairan tubuh tetap terpenuhi. Apabila tetap dibiarkan, hal ini bisa berujung pada syok dan kehilangan nyawa.

Penyebab Dehidrasi

Dehidrasi terjadi saat asupan cairan tubuh tidak terpenuhi atau cairan yang keluar tubuh lebih banyak dibandingkan dengan cairan yang masuk. Cairan tubuh dapat terbuang saat muntah, buang air kecil, berkeringat, dan diare. Selain itu, aktivitas fisik, cuaca, dan makanan bisa memengaruhi seberapa parah dehidrasi yang terjadi. 

Setiap orang bisa mengalami dehidrasi. Akan tetapi, ada orang-orang yang lebih berisiko mengalaminya, yaitu:

Bayi maupun anak-anak lebih rentan mengalami diare karena ukuran tubuh mereka yang lebih kecil menjadi lebih peka terhadap perubahan kadar mineral dan air. Tak hanya itu, keduanya juga rentan mengalami diare.

Lansia mengalami kurang fokus dan perhatian terhadap rasa haus, sehingga mereka akan lebih jarang minum. Kondisi ini terutama akan sangat terlihat pada orang lanjut usia yang mengalami demensia.

Atlet atau orang-orang yang berolahraga akan mengalami kehilangan banyak air di dalam tubuh karena keluar dalam bentuk keringat. Semakin lama durasi olahraga, tentu semakin sulit pula tubuh untuk tetap menjaga hidrasi. Kelompok atlet yang lebih rentan mengalami dehidrasi adalah pemain sepak bola, atlet balap sepeda, dan pelari. 

  • Orang yang Berolahraga di Tempat Lembap dan Panas

Ketika udara sedang lembap, keringat yang dihasilkan tubuh tidak mampu menguap dan mendinginkan suhu tubuh seperti kondisi yang normal. Hal ini akan berdampak terhadap peningkatan suhu tubuh yang membuat tubuh membutuhkan asupan cairan yang lebih banyak. 

  • Pengidap Diare dan Muntah

Muntah dan diare bisa terjadi karena banyak masalah kesehatan. Hal ini dapat mengakibatkan tubuh mengalami kehilangan cairan yang cukup banyak dalam waktu yang relatif singkat.

Umumnya, semakin tinggi suhu tubuh, semakin tinggi pula risiko seseorang mengalami dehidrasi. Pasalnya, saat demam, tubuh akan sebisa mungkin tetap menjaga suhu dengan cara mengeluarkan keringat. Akan tetapi, keringat yang keluar secara berlebihan justru bisa menyebabkan terjadinya dehidrasi. 

  • Berada di Ketinggian Tertentu

Saat kamu sedang berada di ketinggian tertentu, tubuh akan berusaha menyesuaikan diri dengan meningkatkan frekuensi buang air kecil dan bernapas lebih cepat. Hal ini dikenal sebagai altitude sickness atau penyakit ketinggian. Apabila cairan yang keluar dari tubuh tidak segera terganti, masalah kesehatan ini bisa mengakibatkan pengidapnya mengalami dehidrasi. 

Terjadinya pembesaran ukuran rahim ketika hamil akan mengakibatkan kandung kemih mendapatkan tekanan berlebihan. Ini akan membuat ibu hamil lebih sering buang air kecil, terlebih saat kehamilan telah memasuki trimester ketiga. Sama halnya dengan kehamilan, ibu menyusui juga menjadi lebih mudah haus dan perlu mendapatkan asupan cairan lebih banyak agar aliran ASI tetap lancar. 

  • Pengidap Masalah Kesehatan Kronis

Pengidap penyakit kronis, seperti diabetes yang tidak terkendali dapat mengakibatkan dehidrasi. Kondisi ini terjadi karena tubuh akan memproduksi urine lebih banyak guna mengeluarkan gula yang berlebihan dalam tubuh. Tak hanya diabetes, masalah kesehatan jangka panjang lainnya yang turut mengakibatkan dehidrasi adalah masalah jantung dan gagal ginjal.

  • Pengidap Masalah Kesehatan Tertentu

Tak banyak yang tahu kalau dehidrasi lebih berisiko terjadi pada orang-orang yang memiliki kecanduan terhadap minuman beralkohol. Ini karena minuman beralkohol memiliki sifat diuretik yang membuat orang yang mengonsumsinya menjadi sering buang air kecil. Selain alkohol, kafein dan teh juga termasuk minuman yang bersifat diuretik. Dehidrasi juga lebih berisiko terjadi pada seseorang yang mengalami luka bakar luas, heat stroke, cystic fibrosis, dan anoreksia nervosa.

Gejala Dehidrasi

Rasa haus yang berlebihan dan perubahan warna urine menjadi kuning pekat dan gelap menjadi dua gejala utama terjadinya dehidrasi. Tanda ini sebenarnya adalah upaya yang dilakukan oleh tubuh untuk meningkatkan konsumsi cairan sekaligus mengurangi pembuangan cairan yang lebih banyak lagi dari dalam. Bergantung pada sebanyak apa cairan yang hilang dari tubuh, gejala dehidrasi dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:

1. Dehidrasi Ringan-Sedang

Saat mengalami dehidrasi yang berada pada tahapan ringan hingga sedang, seseorang bisa mengalami gejala berupa:

  • Rasa haus.
  • Urine yang berwarna kuning gelap atau pekat.
  • Frekuensi dan volume buang air kecil mengalami penurunan.
  • Mulut terasa kering dan lengket.
  • Menjadi lebih mudah mengantuk dan mudah lelah.
  • Sering sakit kepala dan kesulitan berkonsentrasi.
  • Mengalami kram otot.
  • Tubuh demam.
  • Sulit buang air besar atau sembelit.

2. Dehidrasi Berat

Sementara itu, seseorang yang telah mengalami dehidrasi berat akan menunjukkan gejala sebagai berikut:

  • Merasa sangat kehausan.
  • Jantung berdebar tak beraturan.
  • Mengalami penurunan tekanan darah.
  • Napas menjadi lebih cepat.
  • Mata terlihat cekung.
  • Kulit menjadi lebih kering dan kehilangan elastisitasnya.
  • Urine berwarna lebih gelap lagi, bahkan bisa tidak buang air kecil sama sekali.
  • Sakit kepala yang hebat.
  • Lebih sering mengantuk.
  • Terlihat linglung dan menjadi mudah marah. 
  • Pingsan atau mengalami penurunan kesadaran.
  • Kejang.

Diagnosis Dehidrasi

Guna mendapatkan diagnosis yang lebih akurat, dokter akan mengawali pemeriksaan dengan menanyakan semua gejala yang dirasakan sekaligus riwayat medis pengidap. Selanjutnya, dokter dapat melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk melakukan pengukuran tekanan darah. Jika memang diperlukan, dokter akan turut merekomendasikan beberapa pemeriksaan penunjang, yaitu: 

Dilakukan dengan mengambil sampel darah pengidap untuk selanjutnya dilakukan pengamatan di laboratorium. Tes darah bertujuan untuk mengecek kadar elektrolit (natrium dan kalium) dalam tubuh serta mengecek kerja ginjal.

Selanjutnya adalah pemeriksaan urine, yang dilakukan dengan cara mengambil sampel urine pengidap guna mendeteksi ada atau tidaknya tanda dehidrasi dan apa yang menjadi penyebabnya. 

Pengobatan Dehidrasi

Pengobatan dehidrasi bertujuan mengganti mineral dan cairan tubuh yang hilang. Cara paling mudah tentunya dengan mengonsumsi lebih banyak air mineral atau jus buah dengan konsistensi yang encer. Selain itu, pengidap turut dibolehkan mengonsumsi minuman dengan rasa manis untuk membantu menggantikan gula yang hilang atau camilan dengan rasa asin guna membantu menggantikan natrium atau garam dalam tubuh. 

Saat kamu mengalami dehidrasi, tubuh tidak hanya kehilangan cairan, tetapi juga gula dan garam. Mengonsumsi oralit juga bisa membantu mengembalikan kadar keseimbangan mineral tersebut. Akan tetapi, kamu tetap harus bertanya terlebih dahulu pada dokter sebelum mengonsumsi oralit. 

Apabila dehidrasi terjadi karena diare, sebaiknya kamu tidak mengonsumsi jus buah, minuman berkafein, dan bersoda. Sebaliknya, ganti cairan tubuh dan elektrolit yang hilang dengan mengonsumsi minuman elektrolit atau isotonik. Bergantung pada usia dan tingkat keparahannya, berikut ini beberapa cara mengatasi dehidrasi:

Bayi yang masih di bawah 6 bulan yang mengalami dehidrasi dianjurkan untuk mengonsumsi ASI lebih sering, misalnya saat sedang muntah, diare, atau demam. Apabila bayi mengonsumsi susu formula, gantilah dengan susu formula tanpa kandungan laktosa sampai diare berhenti sepenuhnya. Laktosa akan lebih sulit dicerna tubuh bayi yang sedang diare, bahkan bisa membuat diare menjadi lebih buruk. Apabila bayi sudah berusia lebih dari 6 bulan, berikan ASI dan air putih serta oralit.

Pengobatan dehidrasi yang terjadi pada anak tidak cukup hanya memberikan air mineral. Pemberian air yang berlebihan justru dapat mengakibatkan penurunan kadar mineral dalam tubuh anak dan membuat dehidrasi semakin memburuk. Jadi, ganti air mineral dengan larutan oralit, terlebih saat anak mengalami diare dan muntah. 

Guna mengatasi dehidrasi yang terjadi karena olahraga, seperti yang kerap dialami atlet, mengonsumsi minuman berenergi yang memiliki kandungan elektrolit dan asupan karbohidrat adalah opsi paling tepat. Hindari mengonsumsi segala jenis minuman soda, mengandung kafein, dan alkohol. Perlu diketahui pula bahwa atlet memiliki risiko mengalami hiponatremia apabila mengonsumsi terlalu banyak air mineral dalam waktu singkat. 

Anak maupun orang dewasa dengan kondisi dehidrasi berat perlu segera mendapatkan penanganan di rumah sakit. Terutama apabila pengidap kesulitan makan maupun minum bahkan mengalami hilang kesadaran. Biasanya, dokter akan melakukan penanganan pertama dengan memberikan cairan maupun obat melalui infus atau parenteral.

Komplikasi Dehidrasi

Dehidrasi yang tidak segera mendapatkan penanganan atau tidak ditangani dengan baik bisa berujung pada berbagai komplikasi, seperti:

  • Masalah pada Saluran Kemih dan Ginjal

Dehidrasi bisa berdampak pada terjadinya infeksi saluran kemih, batu kandung kemih, batu ginjal, hingga gagal ginjal akut. Kondisi ini bisa semakin memburuk, terlebih apabila dehidrasi terjadi lebih dari satu kali. 

Melakukan aktivitas fisik yang berat tanpa memperhatikan kebutuhan asupan cairan tubuh dapat mengakibatkan dehidrasi dan memicu kenaikan suhu tubuh secara signifikan. Kondisi yang disebut hipertermia ini bisa berujung pada heat stroke.

Terjadinya gangguan keseimbangan kadar elektrolit di dalam tubuh, terlebih kalium dan natrium bisa menyebabkan seseorang mengalami dehidrasi yang berujung pada kejang. 

Syok hipovolemik menjadi komplikasi karena dehidrasi yang paling serius. Bahkan, tanpa adanya penanganan, kondisi ini bisa mengakibatkan seseorang kehilangan nyawa. 

Pencegahan Dehidrasi

Guna mencegah dehidrasi, langkah pencegahan paling utama yang bisa dilakukan adalah memenuhi asupan cairan harian tubuh. Selain air mineral, kamu juga bisa memenuhi kebutuhan cairan tubuh dengan mengonsumsi infused water atau sparkling water. Upaya pencegahan lainnya yang dapat dilakukan yaitu:

  • Minum air putih setidaknya 8 gelas atau 2 liter setiap harinya untuk orang dewasa. 
  • Mengonsumsi makanan dengan kandungan air yang tinggi, seperti sayuran dan buah.
  • Pastikan cukup minum saat sedang berolahraga, terlebih saat cuaca sedang panas.
  • Penuhi asupan cairan pada anak atau orang dewasa yang sedang sakit, terlebih saat mengalami demam, muntah, dan diare.
  • Batasi konsumsi minuman beralkohol dan mengandung kafeina.

Kapan Harus ke Dokter

Umumnya, dehidrasi bisa ditangani secara mandiri dan tidak membutuhkan penanganan medis. Akan tetapi, segera lakukan pengobatan ke dokter apabila kamu mengalami dehidrasi dengan gejala berikut ini:

  • Muntah.
  • Diare yang tidak berhenti lebih dari 24 jam.
  • Feses berwarna hitam pekat atau berdarah.
  • Mengalami kantuk yang tidak biasa dan disorientasi.
  • Merasa mudah tersinggung.

Perlu diperhatikan pula bahwa dehidrasi yang terjadi pada anak dan bayi merupakan kondisi gawat darurat yang harus segera mendapatkan penanganan. Inilah mengapa, tetap waspada dengan gejala dehidrasi pada bayi dan anak, seperti:

  • Terlihat mudah mengantuk.
  • Sangat haus atau bahkan tidak kuat menyusu.
  • Napas menjadi lebih cepat.
  • Tidak mengeluarkan air mata ketika menangis.
  • Mata tampak cekung ke dalam.
  • Ubun-ubun terlihat cekung.
  • Mulut kering dan bibir pecah-pecah.
  • Popok tetap kering selama lebih dari 6 jam atau urine berwarna lebih gelap.
  • Tangan dan kaki dingin. 

Kamu bisa bertanya pada dokter dan cek kebutuhan obat melalui layanan apotek online di aplikasi Halodoc. Segera download aplikasi Halodoc di ponselmu, ya!

Referensi:
Verywell Health. Diakses pada 2022. An Overview of Dehydration.
WebMD. Diakses pada 2022. What is Dehydration? What Cause It?
Healthline. Diakses pada 2022. What to Know About Dehydration.
Mayo Clinic. Diakses pada 2022. Diseases & Conditions. Dehydration.

Diperbarui pada 4 Maret 2022.