Dimanakah tempat terutangnya PPN menurut ketentuan UU PPN?

Langkah Pelaporan Realisasi Fasilitas PMK Nomor 44/PMK 03/2020

Dimanakah tempat terutangnya PPN menurut ketentuan UU PPN?

Login ke alamat resmi djponline.pajak.go.id, login sesuai NPWP dan Password yang sudah terdaftar pada laman DJP Online dan masukkan captcha yang tertera pada layar utama login. Setelah berhasil login laman akan menampilkan menu Utama, kemudian pilih menu Layanan. Setelah masuk menu Layanan, laman akan menampilkan sub menu dari menu Layanan kemudian pilih eReporting Insentif Covid-19.   - Padaselengkapnya

Pajak E-Commerce : PMK No 210/PMK.010/2018

Dimanakah tempat terutangnya PPN menurut ketentuan UU PPN?

Saat ini, keberadaan internet menjadi salah satu hal penting untuk menunjang kegiatan perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari maraknya kegiatan perdagangan atau jual beli melalui internet atau online yang biasa disebut e-Commerce.selengkapnya

Pemusatan PPN merupakan langkah memilih salah satu tempat Pajak Pertambahan Nilai yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), yang memiliki lebih dari satu tempat PPN terutang. Sementara, tempat pemusatan PPN merupakan tempat kedudukan atau tempat dilakukannya kegiatan usaha yang dipilih oleh PKP sebagai tempat pemusatan PPN terutang.

Di beberapa kalangan, pemusatan PPN memiliki istilah tersendiri, yakni sentralisasi PPN. Artinya sentralisasi PPN atau pemusatan PPN adalah, melakukan pemusatan tempat penerbitan dan pengkreditan faktur pajak. Selain itu, tempat yang dipilih sebagai tempat pemusatan PPN juga berfungsi sebagai tempat penyampaian pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPN.

Baca Juga: Formulir Pemusatan PPN dan Petunjuk Pengisiannya

Munculnya kegiatan atau langkah pemusatan PPN adalah karena beberapa PKP memiliki banyak cabang, hingga beberapa kota di Indonesia. Untuk menyederahankan proses, maka dilakukan pemusatan PPN atau sentralisasi, sehingga tiap cabang tidak perlu menerbitkan faktur pajak atas setiap transaksi. Sebab, kantor pusat, sebagai tempat pemusatan PPN yang menerbitkan faktur pajak dan yang melaksanakan kewajiban terkait PPN.

Syarat Pemusatan PPN

Bagi PKP yang hendak melakukan pemusatan PPN, wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kantor Wilayah kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP), dengan tembusan kepada Kepala KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat PPN terutang yang akan dipusatkan.

Pemberitahuan tertulis kepada KPP tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. Tertera nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tempat PPN terutang yang dipilih sebagai tempat pemusatan PPN.
  2. Memuat nama, alamat, dan NPWP tempat PPN terutang yang akan dipusatkan
  3. Melampirkan surat pernyataan yang menginformasikan bahwa administrasi penjualan diselenggarakan secara terpusat pada tempat PPN terutang yang dipilih sebagai tempat pemusatan PPN terutang.

Setelah surat pemberitahuan tersebut disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah, maka dalam jangka waktu paling lama 14 hari Kepala Kantor Wilayah atas nama Direktur Jenderal Pajak akan menerbitkan Surat Keputusan (SK) tentang Persetujuan pemusatan PPN atau Surat Pemberitahuan Penolakan pemusatan PPN, jika ternyata ditemukan tidak memenuhi syarat.

Persetujuan tempat pemusatan PPN terutang mulai berlaku untuk masa pajak berikutnya setelah tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang pesetujuan pemusatan PPN terutang diterbitkan.

Pengaturan Pemusatan PPN

Pengaturan terkait pemusatan PPN untuk Wajib Pajak (WP) yang ditetapkan terdaftar pada KPP di Kanwil WP Besar, KPP di Kanwil DJP Jakarta Khusus, & KPP Madya berlaku ketentuan sebagai berikut:

1. Penetapan Kembali Di KPP Yang Sama & Perubahan Nomenklatur.

Jika WP kembali ditetapkan terdaftar pada KPP yang sama dan sebelumnya juga pernah diterbitkan SK pemusatan PPN oleh Kepala KPP, maka SK pemusatan tersebut dinyatakan tetap berlaku dan tidak perlu diterbitkan SK pemusatan PPN yang baru.

Jika ada perubahan nomenklatur nama KPP, maka WP dianggap tetap terdaftar di KPP yang sama sepanjang 3 digit kode KPP dan 3 digit kode cabang pada NPWP tidak mengalami perubahan.
Penerbitan SK pemusatan PPN akan dilakukan paling lama 1 bulan sejak tanggal Saat Mulai Terdaftar (SMT) yang meliputi seluruh tempat kegiatan usaha WP dan berlaku sejak tanggal SMT.

2.  Pemusatan PPN tidak seluruh kegiatan

Untuk WP yang ditetapkan pada KPP yang sama dan sebelumnya pernah diterbitkan SK pemusatan PPN, namun tidak atas seluruh tempat-tempat kegiatan usaha WP. Maka, akan diterbitkan SK pemusatan PPN oleh Kepala KPP paling lama 1 bulan sejak tanggal SMT yang meliputi seluruh tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dan berlaku sejak tanggal SMT.

3. WP Terdaftar di KPP Pratama dan Sudah Melakukan Pemusatan PPN

Jika sebelumnya WP terdaftar di KPP Pratama dan sudah melakukan pemusatan PPN, maka Kepala KPP menerbitkan SK pemusatan PPN dalam 2 tahap, yakni:

  • Paling lama 1 bulan sejak tanggal SMT yang meliputi tempat-tempat kegiatan usaha WP yang dipusatkan sebelumnya dan berlaku sejak tanggal SMT sampai dengan 31 Desember tahun SMT.
  • Paling lama 14 hari kerja sejak diterimanya surat pemberitahuan PPN yang berlaku untuk masa pajak berikutnya setelah tanggal SK pemusatan PPN atau selambat-lambatnya 2 bulan sebelum berakhirnya tahun SMT yang berlaku sejak tanggal 1 Januari tahun berikutnya setelah tahun SMT.

4. Penambahan dan Pengurangan Tempat PPN Terutang

Jika terdapat penambahan atau pengurangan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang setelah diterbitkannya SK pemusatan PPN, WP wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar.

Terkait pemberitahuan tersebut, Kepala KPP akan menerbitkan SK pemusatan PPN paling lama 14 hari kerja sejak surat pemberitahuan diterima secara lengkap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan mulai berlaku untuk masa pajak berikutnya setelah tanggal SK pemusatan PPN.

5. WP Pindah Ke KPP Pratama

Jika WP yang dipindah ke KPP Pratama dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, berdasarkan hasil evaluasi, Kepala KPP Pratama akan menerbitkan SK pemusatan PPN paling lambat 1 bulan sejak tanggal SMT, yang meliputi tempat-tempat kegiatan usaha WP yang dipusatkan sebelumnya dan berlaku sejak tanggal SMT sampai dengan 31 Desember tahun SMT.

6. Perpanjangan Jangka Waktu Pemusatan

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-19/PJ/2010 Pasal 11 disebutkan bahwa SK tentang persetujuan pemusatan PPN berlaku untuk jangka waktu 5 tahun sejak masa pajak dimulainya pemusatan PPN.

Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang telah melaksanakan pemusatan PPN dapat memperpanjang atau tidak memperpanjang jangka waktu pemusatan PPN dan harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah.

Pemberitahuan secara tertulis tersebut harus disampaikan selambat-lambatnya 2 bulan sebelum batas waktu persetujuan pemusatan PPN berakhir. Terkait dengan surat pemberitahuan ini, Kepala Kantor Wilayah atas nama Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 14 hari sejak diterimanya pemberitahuan menerbitkan SK Direktur Jenderal Pajak tentang pesetujuan pemusatan PPN yang baru.
Jika batas waktu paling lama 2 bulan terlampaui dan PKP tidak menyampaikan pemberitahuan, maka PKP dianggap tidak memperpanjang jangka waktu pemusatan PPN.

a. Saat Pajak Terutang.

Untuk menentukan saat PKP melaksanakan kewajiban membayar pajak, penentuan saat pajak terutang menjadi sangat relevan. Tanpa diketahui saat pajak terutang, tidak mungkin ditentukan bilamana PKP wajib memenuhi kewajiban melunasi utang pajaknya.

Untuk menentukan saat pajak terutang sangat erat kaitannya dengan penentuan saat tim-bulnya utang pajak. Sebagai pajak objektif, PPN menganut ajaran materiil timbulnya utang pajak yaitu utang pajak timbul karena undang-undang. Dengan kata lain dapat di-rumuskan bahwa utang pajak timbul karena adanya tatbestand yang diatur dalam undang-undang, yaitu sejak adanya suatu ke-adaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak. Dengan rumusan yang lebih sederhana, dapat ditentukan bahwa utang PPN mulai timbul sejak adanya objek pajak. Ajaran materiil timbulnya utang pajak dianut oleh suatu jenis pajak yang mekanisme pemungutan pajak-nya menggunakan self assessment system. Mekanisme pemungutan PPN menggunakan sistem ini, sehingga timbulnya utang pajak ditentukan berdasarkan ajaran materiil.

Dari ketentuan Pasal 11 UU PPN 1984 dapat disimpulkan bahwa pajak terutang: 1) pada saat penyerahan BKP atau JKP 2) pada saat impor BKP 3) pada saat dimulai pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 4) pada saat pembayaran dalam hal : a) pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau JKP b) pembayaran dilakukan sebelum dimulai pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 5) pada saat lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

b. Tempat Pajak Terutang

Berdasarkan Pasal 12 UU PPN 1984 ditetapkan bahwa pajak terutang di : 1) tempat tinggal atau tempat kedudukan ; dan 2) tempat kegiatan usaha dilakukan, atau 3) tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak ; 4) tempat BKP dimasukkan, dalam hal impor ; 5) tempat orang pribadi atau badan terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam hal pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean ; atau

6) satu tempat atau lebih yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tempat pemusatan pajak terutang atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak.

Ketentuan Pasal 12 UU PPN 1984 tersebut kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000, yang menetapkan bahwa : 1) Tempat pajak terutang untuk Penyerahan di dalam Daerah Pabean. Pajak terutang di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan, yaitu di tempat pengusaha dikukuhkan atau seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 2) Tempat pajak terutang untuk impor BKP adalah ditempat BKP dimasukkan ke dalam Daerah Pabean. 3) Tempat pajak terutang untuk pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam daerah Pabean adalah di tempat orang pribadi atau badan yang memanfaatkan, terdaftar sebagai Wajib Pajak. 4) Tempat pajak terutang untuk kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak di dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan adalah di tempat bangunan didirikan. 5) Tempat pajak terutang bagi PKP yang dikukuhkan di KPP Wajib Pajak Besar, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-335/PJ/2002 tanggal 1 Juli 2002 dipusatkan di KPP Wajib Pajak Besar yang menerbitkan surat pengukuhan.

6) Tempat pajak terutang ditentukan lain oleh Direktur Jenderal Pajak atas permintaan tertulis dari wajib pajak atau secara jabatan.


a) Berdasarkan ketentuan ini maka dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-525/PJ./2000 tanggal 6 Desember 2000 ditetapkan bahwa PKP orang pribadi yang mem-punyai tempat tinggal yang tidak sama dengan tempat kegiatan usahanya, terutang pajak hanya ditempat kegiatan usahanya, sepanjang PKP tersebut tidak melakukan kegiatan usa-ha apapun di tempat tinggalnya.

b) Dalam hal PKP memiliki lebih dari satu tempat kegiatan usaha dalam wilayah satu KPP, berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.9/1998 tanggal 4 Mei 1998 ditegaskan pengukuhannya disatukan di kantor pusatnya.

c) Beberapa PKP tertentu ditetapkan bahwa pada dasarnya terutang di tempat kantor pusatnya dikukuhkan sebagai PKP dengan beberapa pengecualian :
(1) Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-394/PJ./2003 tanggal 31 Desember 2003 yang telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-73/PJ/2004 tanggal 14 April 2004, tentang Tempat Terutangnya Pajak Bagi PKP Yang Dikukuhkan di KPP Wajib Pajak BUMN ditetapkan sebagai berikut : (a) Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP yang mengelola Wajib Pajak BUMN yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dan atau melakukan ekspor BKP, wajib dikukuhkan sebagai PKP di KPP dimaksud dan pajak terutang di tempat PKP dikukuhkan. Dikecualikan dari ketentuan ini bagi PKP BUMN yang : i. melaksanakan proyek atau tender dari Pemerintah daerah atau panitia pemberi proyek atau tender di daerah tertentu yang mengharuskan PKP peserta proyek atau tender dikukuhkan sebagai PKP di KPP lokasi tempat kegiatan usaha ; atau ii. mempunyai lebih dari 200 (dua ratus) tempat kegiatan usaha termasuk antara lain cabang, lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran dan sejenisnya termasuk distrik, dan tidak memiliki Sistem Informasi Akuntasi yang terhubung antara pusat dengan cabang maupun antar cabang (on line). Bagi BUMN yang tidak melakukan pemusatan tempat pajak terutang dimaksud, wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Kepala KPP BUMN. (b) Bagi BUMN yang sudah terlanjur dikukuhkan sebagai PKP oleh KPP selain yang mengelola Wajib Pajak BUMN, maka KPP ini wajib melakukan pencabutan Pe-ngukuhan PKP tersebut paling lambat tanggal 31 Januari 2004. (c) Dalam hal telah dilakukan pencabutan Pengukuhan PKP yang dilakukan oleh KPP selain yang mengelola Wajib Pajak BUMN, tetapi PKP yang bersangkutan belum melaporkan seluruh kegiatan usahanya secara terpusat untuk Masa Pajak Januari 2004 sampai dengan Agustus 2004 di KPP BUMN, maka PKP tempat pemusatan wajib melakukan pembetulan SPT Masa PPN tersebut dengan menggabungkan kegiatan seluruh ccabang yang pengukuh-annya telah dicabut. (d) PKP yang melakukan pemusatan tempat PPN terutang tetapi pengukuhan-nya di KPP selain KPP BUMN belum dicabut, tidak wajib melaporkan ke-giatan usaha ke KPP BUMN dengan syarat : i. masih menyampaikan SPT Masa PPN di KPP selain KPP BUMN ; ii. menyampaikman pemberitahuan tertulis kepada Kepala KPP BUMN bahwa telah menyampaikan SPT Masa PPN di KPP selain KPP BUMN. (e) PKP BUMN yang dibebani kewajiban untuk melakukan pemusatan PPN terutang di KPP BUMN, wajib melaksanakannya paling lambat tanggal 31 Agustus 2004. (f) Bagi PKP BUMN yang tidak melaksanakan kewajiban pemusatan tempat PPN terutang yang dibebankan kepadanya, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Keputusan Direktur Jenderal tersebut diatas secara tidak langsung meng-anulir salah satu diktum Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-515/ KEP/2000 sebagaimana telah diubah dengan Nomor KEP-337/PJ./2002 tanggal 2 Juli 2002, khusus bagian yang mengatur tentang tempat pajak terutang bagi BUMN.

(2) Badan Usaha Milik Daerah

bagi Wajib Pajak BUMD yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP ter-utang pajak dan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP di KPP di wilayah kerjanya.

(3) Wajib Pajak Penanaman Modal Asing
Wajib Pajak Penanaman Modal Asing dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :

(a) Wajib Pajak Penanaman Modal Asing yang tidak “masuk bursa”, yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP di KPP Penamaman Modal Asing sebagai tempat pajak terutang ; (b) Khusus bagi Wajib Pajak PMA yang berkedudukan di Kawasan Berikat Pulau Batam, Kawasan Pulau Bintan, dan kawasan Pulau Karimun, atas permohonan Wajib Pajak diberi kemudahan untuk mendaftarkan diri dan melaporkan usahanya pada KPP setempat sebagai tempat pajak terutang.

(4) Wajib Pajak Badan dan Orang Asing (BADORA) untuk seluruh Wajib Pajak Badan (BUT) dan Orang Asing yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP di KPP BADORA sebagai tempat pajak terutang ;


(5) seluruh wajib pajak yang telah mendapat ijin emisi saham dari Badan Pengawas Pasar Modal yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP di KPP Masuk Bursa, kecuali Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai PKP di KPP tempat Wajib Pajak ini berkedudukan ;
(6) Wajib Pajak besar sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-263/PJ/2002 tanggal 8 Mei 2002 yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP, pajak terutang dan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP di KPP Wajib Pajak Besar.


KETENTUAN DIATAS TELAH BERUBAH SEIRING DENGAN ADANYA PERUBAHAN UU PPN NO.42 TAHUN 2009, YANG MULAI BERLAKU 1 APRIL 2010


SILAKAN BACA : SAAT TERUTANG PPN SESUAI PER-4/PJ/2010 dan UU NO.42 TAHUN 2009


Page 2