Pengertian, Tahap-tahap, dan Modus Pencucian Uang Pencucian uang atau secara internasional dikenal dengan istilah money laundering adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Pada dasarnya proses pencucian uang dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) tahap kegiatan yang meliputi: Penempatan (Placement), adalah upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system), atau upaya 74 2 menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain) kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan. Transfer (Layering), adalah upaya untuk mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada Penyedia Jasa Keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke Penyedia Jasa Keuangan (PJK) yang lain. Sebagai contoh adalah dengan melakukan beberapa kali transaksi atau transfer dana. Penggunaan harta kekayaan (Integration), adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan. Sebagai contoh adalah dengan pembelian aset dan membuka atau melakukan kegiatan usaha. Beberapa modus pencucian uang yang banyak digunakan oleh pelaku pencucian uang adalah: Smurfing, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi yang dilakukan oleh banyak pelaku. Structuring, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi sehingga jumlah transaksi menjadi lebih kecil. U Turn, yaitu upaya untuk mengaburkan asal usul hasil kejahatan dengan memutarbalikkan transaksi untuk kemudian dikembalikan ke rekening asalnya. Cuckoo Smurfing, yaitu upaya mengaburkan asal usul sumber dana dengan mengirimkan dana-dana dari hasil kejahatannya melalui rekening pihak ketiga yang 75 3 menunggu kiriman dana dari luar negeri dan tidak menyadari bahwa dana yang diterimanya tersebut merupakan “proceed of crime”. Pembelian asset atau barang-barang mewah, yaitu menyembunyikan status kepemilikan dari aset/barang mewah termasuk pengalihan aset tanpa terdeteksi oleh sistem keuangan. Pertukaran barang (barter), yaitu menghindari penggunaan dana tunai atau instrumen keuangan sehingga tidak dapat terdeteksi oleh sistem keuangan. Underground Banking atau Alternative Remittance Services, yaitu kegiatan pengiriman uang melalui mekanisme jalur informal yang dilakukan atas dasar kepercayaan. Penggunaan pihak ketiga, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan identitas pihak ketiga dengan tujuan menghindari terdeteksinya identitas dari pihak yang sebenarnya merupakan pemilik dana hasil tindak pidana. Mingling, yaitu mencampurkan dana hasil tindak pidana dengan dana dari hasil kegiatan usaha yang legal dengan tujuan untuk mengaburkan sumber asal dananya. Penggunaan identitas palsu, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan identitas palsu sebagai upaya untuk mempersulit terlacaknya identitas dan pendeteksian keberadaan pelaku pencucian uang. Pendanaan Terorisme Pendanaan terorisme adalah penggunaan harta kekayaan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris atau teroris. Pendanaan terorisme pada dasarnya merupakan jenis tindak pidana yang berbeda dari Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), namun demikian, keduanya mengandung kesamaan, yaitu menggunakan jasa 76 4 keuangan sebagai sarana untuk melakukan suatu tindak pidana. Berbeda dengan TPPU yang tujuannya untuk menyamarkan asal-usul harta kekayaan, maka tujuan tindak pidana pendanaan terorisme adalah membantu kegiatan terorisme, baik dengan harta kekayaan yang merupakan hasil dari suatu tindak pidana ataupun dari harta kekayaan yang diperoleh secara sah. Untuk mencegah Bank digunakan sebagai sarana tindak pidana pendanaan terorisme, maka Bank perlu menerapkan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme secara memadai. Pelaporan Kepada PPATK Berdasarkan Undang-undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, laporan yang disampaikan oleh Bank kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) meliputi: Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) atau Suspicious Transaction Report (STR); Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) atau Cash Transaction Report (CTR); dan Laporan lainnya, yaitu antara lain Laporan Transaksi Keuangan Transfer Dana dari dan ke luar negeri . Tata cara pelaporan mengacu pada pedoman yang dikeluarkan oleh PPATK. Kebijakan Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (Program APU dan PPT) Program APU dan PPT merupakan program yang wajib diterapkan Bank dalam melakukan hubungan usaha dengan pengguna jasa Bank (Nasabah atau Walk In Customer). Program tersebut antara lain mencakup hal-hal yang diwajibkan dalam Financial Action Task Force (FATF) Recommendation dan The 77 5 Basel Committee on Banking Supervision sebagai upaya untuk melindungi Bank agar tidak dijadikan sebagai sarana atau sasaran kejahatan baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh pelaku kejahatan. Customer Due Dilligence (CDD) merupakan salah satu instrumen utama dalam Program APU dan PPT. CDD tidak saja penting untuk mendukung upaya pemberantasan pencucian uang dan pendanaan teroris, melainkan juga dalam rangka penerapan prinsip kehatian-hatian perbankan (prudential banking). Penerapan CDD membantu melindungi Bank dari berbagai risiko dalam kegiatan usaha Bank, seperti risiko operasional, risiko hukum, dan risiko reputasi serta mencegah industri perbankan digunakan sebagai sarana atau sasaran tindak pidana, khususnya pencucian uang dan pendanaan terorisme. Sebagai upaya meminimalisasi penggunaan Bank sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme, Bank wajib menerapkan Program APU dan PPT, yang merupakan bagian dari penerapan manajemen risiko Bank yang paling kurang mencakup: a. pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris; b. kebijakan dan prosedur; c. pengendalian intern; d. sistem manajemen informasi; dan e. sumber daya manusia dan pelatihan. Program APU dan PPT memuat kebijakan dan prosedur tertulis yang paling kurang mencakup: a. permintaan informasi dan dokumen; b. Beneficial Owner; c. verifikasi dokumen; d. CDD yang lebih sederhana; e. penutupan hubungan dan penolakan transaksi; f. ketentuan mengenai area berisiko tinggi dan PEP; g. pelaksanaan CDD oleh pihak ketiga; 78 6 h. pengkinian dan pemantauan; i. Cross Border Correspondent Banking; j. transfer dana; k. penatausahaan dokumen; dan l. pelaporan kepada PPATK. Kebijakan dan prosedur di atas wajib mempertimbangkan faktor teknologi informasi yang berpotensi disalahgunakan oleh pelaku pencucian uang dan pendanaan terorisme, termasuk jika Bank mengeluarkan produk dan aktivitas baru. Dalam hal Bank akan mengeluarkan produk dan aktivitas baru, Bank wajib melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian terhadap risiko terjadinya pencucian uang atau pendanaan terorisme dari: a. pengembangan produk dan aktivitas baru termasuk pelaksanaannya; b. penggunaan atau pengembangan teknologi baru baik untuk produk dan aktivitas baru maupun untuk produk dan aktivitas yang sudah berjalan. Dalam melakukan identifikasi, pengukuran, monitoring dan pengendalian perlu: a. memperhatikan risiko yang timbul, antara lain risiko operasional, risiko hukum, risiko konsentrasi, dan risiko reputasi, atas penerbitan produk, pelaksanaan aktivitas baru, penggunaan atau pengembangan teknologi baru, serta mengupayakan tindakan yang memadai untuk mengelola dan memitigasi risiko yang timbul. b. berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko dan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaporan produk dan aktivitas baru. Agar tercapai penerapan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT yang efektif maka pedoman tersebut wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai dan diterapkan 79 7 secara konsisten serta berkesinambungan.
Untuk membangun dan mengembangkan kapasitas kemampuan dari para pegawai Bank dan Lembaga Keuangan, khususnya di bagian Compliance, Front Office serta Unit Supporting operasional lainnya dalam rangka memastikan bahwa kebijakan dan prosedur telah sesuai dengan perkembangan program Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme yang terkini, maka diperlukan implementasi pengetahuan mengenai Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT, yang diantaranya mencakup: • Prosedur identifikasi, verifikasi dan pemantauan nasabah Kebijakan CDD (Customer Due Diligence) dan EDD (Enhanced Due Diligence); • Pelaksanaan CDD Sederhana, CDD Standard dan Enhanced Due Diligence; • Pengelompokan Nasabah menggunakan pendekatan berdasarkan risiko (Risk Based Approach); • Beneficial Owner; • Politically Exposed Person (PEP) dan area berisiko tinggi; Selanjutnya berdasarkan Ketentuan UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU diatur juga mengenai kewajiban pelaporan bagi Pihak pelapor, maka Bank wajib membentuk Unit Kerja Khusus (UKK) dan/atau menunjuk pegawai Bank yang bertanggungjawab atas penerapan program APU dan PPT TUJUAN 1. Memahami mengapa KYC dan APU penting untuk diterapkan dalam pekerjaan sehari-hari 2. Memahami dampak negatif dengan tidak diterapkan KYC dan APU dalam pekerjaan 3. Dapat menerapkan KYC dan APU dalam pekerjaan sehari-hari MATERI WORKSHOP 1. Istilah-istilah terkait • KYC, AML, TPPU / APU, PPT 2. Peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia terkait KYC dan AML • UU RI, PBI, SEBI 3. KYC • Apakah KYC? • Mengapa KYC? • Kapan KYC dapat dilakukan? • Apakah persyaratan KYC merupakan hal baru? 4. Jenis Due Dilligence • CDD & EDD 5. Tidak Pidana Pencucian Uang (TPPU / Money Laundering) • Money Laundering • Tujuan Pencucian Uang • Dampak • Kerugian Negara • Tindak Pidana 6. Tahap-tahap pencucian uang • Modus Operandi • Bentuk placement • Bentuk layering • Bentuk integration • Sarana pencucian uang 7. Beberapa modus pencucian uang • Smurfing, • Structuring, • U-Turn, • Dll. 8. Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM / Suspicious Transaction) • Unsur-unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan • Indikator transaksi keuangan yang mencurigakan • Contoh transaksi keuangan yang mencurigakan 9. Pendanaan Terorisme 10. Pentingnya KYC, APU & PPT 11. Risiko TPPU bagi bank 12. Prosedur penerimaan nasabah 13. Dokumen Nasabah dan WIC • Bagi Calon Nasabah perorangan • Bagi Calon Nasabah perusahaan • Bagi Walk in Client (WIC) 14. Pengelompokan Nasabah dan WIC (klasifikasi risiko) 15. Identifikasi High Risk dalam APU-PT • High risk customer • High risk person • High risk bussiness • High risk countries 16. Pelaporan Kepada PPATK • LTKM / STR; • LTKT / CTR; dan • Laporan lainnya. 17. Anti Tipping-Off 18. Kewajiban Penyedia Jasa Keuangan (PJK) 19. Hak Penyedia Jasa Keuangan (PJK) 20. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) • Tugas PPATK • Wewenang PPATK 21. Hal-hal yang harus diperhatikan bank dalam rangka APU dan PPT • Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris • Unit Kerja Khusus (UKK) • Risk Based Approach • Sumber daya manusia dan pelatihan BIAYA WORKSHOP Biaya Normal : Rp. 6.000.000,- / Peserta Early Bird : Rp. 5.750.000,- / Peserta (Pendaftaran dan Pelunasan sebelum tgl 7 November 2019) Biaya Group : Rp. 5.500.000,- / Peserta (Minimal 5 Peserta dalam 1 Perusahaan) Fasilitas yang didapat peserta: Sertifikat, Hardcopy Modul/Handout, Softcopy Modul (via email setelah Workshop), Konsumsi Selama Workshop (2x Coffee Break, 1x Makan Siang), Souvenir (Jaket-disesuaikan stok), Publikasi di Wartaekonomi.co.id dan sosial media Warta Ekonomi Fasilitas belum termasuk: Akomodasi dan Transportasi Peserta INFORMASI DAN PENDAFTARAN Warta Ekonomi Academy Ratna Samiah Hp : 0812-182 6259 Email : [email protected]; |