Denda bagi orang yang tidak mampu melaksanakan puasa disebut

Denda bagi orang yang tidak mampu melaksanakan puasa disebut
Ilustrasi puasa. ©Shutterstock

Merdeka.com - Selain ibadah puasa di bulan Ramadan, umat Muslim juga wajib menunaikan puasa kafarat. Dalam Islam, puasa kafarat adalah puasa yang dilakukan sebagai penebus kesalahan, sanksi, atau denda akibat pelanggaran yang dilakukan seorang Muslim. Puasa ini berhubungan dengan hak Allah yang harus dijalankan karena pelanggaran tersebut.

Mengutip dari NU Online, setiap Muslim yang sengaja merusak puasanya di bulan Ramadan dengan hubungan seksual maka wajib menjalankan kifarah ‘udhma. Perintah ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam salah satu hadis, artinya:

Artinya: Abu Hurairah meriwayatkan, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW lantas berkata, “Celakalah aku! Aku mencampuri istriku (siang hari) di bulan Ramadhan. Beliau bersabda, “Merdekakanlah seorang hamba sahaya perempuan.” Dijawab oleh laki-laki itu, “Aku tidak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berpuasalah selama dua bulan berturut-turut.” Dijawab lagi oleh laki-laki itu, “Aku tak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berikanlah makanan kepada enam puluh orang miskin,” (HR al-Bukhari).

Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan puasa kafarat dan bagaimana tata caranya? Simak ulasannya yang merdeka.com lansir dari NU Online:

2 dari 4 halaman

Denda bagi orang yang tidak mampu melaksanakan puasa disebut

©Shutterstock

Para ulama berbeda pendapat mengenai siapa yang wajib membayar kafarat. Mengutip dari buku 125 masalah puasa karangan Muhammad Anis Sumaji bahwa Imam Syafi'i dan Ahli Zahir mengatakan bahwa kewajiban membayar kafarat cuma dibebankan kepada laki-laki saja bukan pada istrinya kendati melakukan hubungan itu berdua. Namun tetap pelakunya jatuh kepada laki-laki yang menentukan terjadi tidaknya hubungan seksual.

Sedangkan, Imam Abu Hanifah dan Imam Malik berpendapat jika kewajiban membayar kafarat itu berlaku bagi suami dan istri. Adapun dalil yang mereka gunakan ialah qiyas, bahwa mengqiyaskan kewajiban suami kepada kewajiban istri pula.

Hukum dari puasa kafarat adalah wajib. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam surat Al Maidah ayat 89, artinya:

Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Barangsiapa tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan hukum-hukum-Nya kepadamu agar kamu bersyukur (kepada-Nya).

3 dari 4 halaman

Ada beberapa penyebab puasa kafarat yang perlu diperhatikan setiap Muslim. Setiap Muslim yang wajib menunaikan ibadah puasa kafarat apabila melakukan sejumlah kesalahan, seperti tidak mampu membayar nazar, melakukan zihar kepada istrinya, berburu ketika ihram, mengerjakan haji dan umrah dengan cara tamattu atau Qiran. Selain itu, ada sejumlah penyebab puasa kafarat lainnya, di antaranya:

Berhubungan Seksual di Siang Hari pada Bulan Ramadan

Sebagaimana kita tahu, pasangan suami istri dilarang melakukan hubungan seksual pada siang hari di bulan Ramadan. Apabila melanggar hal ini, umat Muslim wajib untuk menunaikan puasa kafarat. Adapun tata cara pelaksanaan puasa kafarat sama seperti ibadah puasa pada umumnya.

Membunuh Secara Tidak Sengaja

Seorang Muslim yang secara tidak sengaja membunuh, tidak direncanakan, dan tidak diinginkan oleh pelaku, wajib menjalankan ibadah puasa kafarat. Dalam Islam, membunuh adalah perbuatan keji yang sangat dilarang dan termasuk dalam kategori dosa besar. Namun, apabila ada orang Muslim yang tidak sengaja membunuh, diwajibkan untuk puasa kafarat.

Mencukur Rambut Ketika Ihram

Dalam Islam, mencukur rambut ketika ihram adalah kegiatan yang dilarang. Seorang Muslim yang menunaikan ibadah haji tidak dibolehkan mencukur rambut sebelum tahalul. Hal ini dianggap melanggar ketentuan agama Islam dan jemaah diwajibkan untuk membayar kafarat berupa membagikan sedekah kepada fakir miskin atau berpuasa tiga hari.

4 dari 4 halaman

Denda bagi orang yang tidak mampu melaksanakan puasa disebut

©Shutterstock

Puasa tidak hanya menahan lapar dan haus, tapi mesti bisa menahan hawa nafsu. Salah satu hawa nafsu di sini ialah menahan diri untuk tidak melakukan hubungan badan di siang hari bagi pasangan suami istri. Umat muslim yang sengaja berhubungan badan di bulan Ramadan dan melakukan kesalahan, wajib menggantinya dengan puasa kafarat.

Puasa kafarat dilakukan sama seperti puasa dalam Islam lainnya. Seorang muslim dianjurkan untuk sahur lalu menahan makan, minum, berjima dari terbitnya fajar hingga petang. Perbedaanya hanya pada niat untuk puasa kafarat, bacaannya sebagai berikut:
, adapun niat dan tata cara puasa kafarat adalah sebagai berikut:

"Nawaitu shouma ghadin likafarati fardlon lillahi ta'ala"

Artinya: "Saya niat puasa esok untuk melaksanakan kifarat (sebut kifaratnya) fardhu karena Allah Ta'ala". [jen]

Baca juga:
Niat Puasa Ganti Ramadhan Hari Ini, Ingat Mengqadha Hukumnya Wajib
Niat Puasa Ayyamul Bidh yang Bertepatan dengan Malam Nisfu Syaban
Cara Puasa Ayyamul Bidh di Bulan Muharram, Lengkap dengan Bacaan Niat & Keutamaannya
Tata Cara Puasa Sunnah Tasu'a & Asyura Bulan Muharram,Lengkap dengan Keutamaan & Niat
Niat Puasa Senin Kamis, Lengkap Latin, Arti Beserta Doa untuk Buka Puasa
Niat Puasa Ramadan Lengkap dengan Arti, Ketahui Hukum Hingga Syaratnya

MADANINEWS.ID, JAKARTA — Puasa Ramadhan memang wajib. Tetapi, boleh ditinggalkan hanya saja harus digantikan dengan meng-qadha’, melaksanakan kafarat atau membayar fidyah. Tergantung bagaimana seseorang itu meninggalkan puasanya. Di antara seorang yang diwajibkan membayar fidyah adalah mereka yang sudah lanjut usia, penderita sakit menahun, dan pekerja berat.

Dalam bahasa Arab kata “fidyah” adalah bentuk masdar dari kata dasar “fadaa”, yang artinya mengganti atau menebus. Adapun secara terminologis (istilah) fidyah adalah sejumlah harta benda dalam kadar tertentu yang wajib diberikan kepada fakir miskin sebagai ganti suatu ibadah yang telah ditinggalkan.

Misalnya, fidyah yang diberikan akibat ditinggalkannya puasa Ramadhan oleh orang lanjut usia yang tidak mampu melaksanakannya, atau oleh keluarga orang yang belum sempat meng-qadha atau mengganti puasa yang ditinggalkannya (menurut sebagian ulama). Dengan memberikan fidyah tersebut, gugurlah suatu kewajiban yang telah ditinggalkannya.<>

Bagi wanita yang tidak bepuasa karena hamil atau menyusui maka ia diperkenankan untuk tidak berpuasa. Jika ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap dirinya sendiri atau pada diri dan bayinya maka ia hanya wajib mengganti puasanya setelah bulan Ramadhan dan tidak ada kewajiban membayar fidyah. Jika ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap anak atau bayinya saja maka ia wajib meng-qadha dan membayar fidyah sekaligus.

Berapakah Besarnya Fidyah? Untuk dapat mengetahui berapa besar fidyah bagi tiap orang miskin yang harus diberi makan tersebut, dapat dilihat pada beberapa nash hadits yang digunakan sebagai rujukan:

Dalam hadits riwayat Daruquthniy dari Ali bin Abi Thalib dan dari Ayyub bin Suwaid, menyatakan perintah Rasulullah SAW kepada seorang lelaki yang melakukan jima’ atau berhubungan badan dengan istrinya di suatu siang di bulan Ramadhan untuk melaksanakan kaffarat atau denda berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Dalam hadits menyebutkan bahwa karena laki-laki tersebut tidak mampu melakukan itu maka ia harus membayar denda 1 araq (sekeranjang) berisi 15 sha’ kurma. 1 Sha’  terdiri dari 4 mud, sehingga kurma yang diterima oleh lelaki itu sebanyak 60 mud, untuk diberikan kepada 60 orang miskin (untuk menggantu puasa dua bulan). Sedangkan 1 mud sama dengan 0,6 Kg atau 3/4 Liter.

Oleh sebab itu, besamya fidyah yang biasa diberikan kepada fakir miskin sekarang ini adalah 1 mud = 0,6 Kg atau 3/4 liter beras untuk satu hari puasa.

Berbagai pendapat lain yang juga menyatakan besarnya fidyah –dengan menggunakan sebuah nash hadits sebagai rujukan– kami anggap lemah. Lantaran hadits yang digunakannya telah dinilai oleh Muhhadditsin (para penyelidik hadits) sebagai hadits dha’if. Sedangkan yang menggunakan dasar qiyas (analogi) pun, kami anggap lemah lantaran bertentangan dengan nash hadits.

Beberapa pendapat lain tentang besamya fidyah tersebut yakni; 1) pendapat yang menyatakan bahwa besarnya fidyah itu sebesar 2,8 Kg bahan makanan pokok, beras misalnya. Dimana pendapat ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Dawud dari Salmah bin Shakhr, yang menyatakan bahwa dalam peristiwa seorang lelaki berbuat jima’ pada siang hari di bulan Ramadhan, Rasulullah SAW menyuruh lelaki itu untuk memberikan 1 wasaq kurma, dimana 1 wasaq terdiri dari 60 sha, sehingga setiap orang miskin akan mendapatkan kurma sebanyak 1 sha.

2) pendapat yang menyata­kan bahwa besamya fidyah tersebut sebanyak 1/2 sha bahan makanan pokok, dengan dasar hadits riwayat Ahmad dari Abu Zaid Al Madany, yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kepada seorang lelaki yang berbuat dzihar (menyamakan isteri dengan ibunya) untuk memberikan 1/2 wasaq kurma kepada 60 orang miskin, dan

3) pendapat yang menyatakan bahwa besarnya fidyah itu sama dengan fidyah atas orang yang bercukur ketika sedang ihram, yakni sebesar 1/2 sha atau 2 mud.

Tiga pendapat itu dinilai lemah. Dalil-dalil yang kuat menunjukkan besarnya fidyah yang biasa diberikan kepada fakir miskin sekarang ini adalah 1 mud atau 0,6 Kg atau 3/4 liter beras untuk satu hari puasa.