Kesultanan Mughal atau Kekaisaran Mughal (bahasa Persia: شاهان مغول Shāhān-e Moġul; sebutan diri: گوركانى - Gūrkānī; juga disebut Mogul atau Moghul) adalah sebuah negara yang pada masa jayanya memerintah Afganistan, Balochistan, dan sebagian besar wilayah India, antara 1526 dan 1857. Kata mughal adalah versi Indo-Aryan dari Mongol, karena leluhurnya merupakan Dinasti Timuriyah yang berasal dari Asia Tengah. Agama resmi rakyat Mughal adalah Islam, dengan mayoritas penduduknya beragama Hindu. Selama sekitar dua abad, kesultanan membentang dari pinggiran luar lembah Indus di barat, Afghanistan utara di barat laut, Kashmir di utara, hingga dataran tinggi Assam, Bangladesh masa kini di timur, dan dataran tinggi Dekkan di India Selatan. Pada puncak kekuasaan terbesarnya, merupakan salah satu monarki terbesar dalam sejarah Asia Selatan. Dan menyatukan kembali hampir seluruh wilayah di anak benua India setelah Kekaisaran Maurya, 16 abad yang lalu. Nama lain untuk bentuk kekaisaran adalah Hindustan, seperti yang tampak pada penggunaan gelar penguasa Badhishah-i-Hindustani.[3] Kekaisaran Mughal گورکانیان
Alam
Segel Kekaisaran Peta Globe Kekaisaran Mughal pada tahun 1707 Wilayah terluas Kekaisaran Mughal, pada 1700-an M. StatusKekaisaranIbu kotaAgra(1526–1540; 1555–1571;1598–1648) Kabul (1526–1681) Fatehpur Sikri (1571–1585) Lahore (1540–1555;1585–1598) Shahjahanabad, Delhi (1648–1857)Bahasa yang umum digunakanPersia (bahasa pengadilan dan resmi)[1] Turki Chagatai (hanya inisial) Urdu (periode akhir) ArabAgama Din-i-Ilahi (1582–1605)PemerintahanMonarki absolut, negara kesatuan dengan struktur federalKaisar (Badshah)[2] • 1526–1530 Babur (pertama)• 1837–1857 Bahadur Shah II (terakhir) Era SejarahPeriode modern awal• Pertempuran Panipat Pertama 21 April 1526• Kekaisaran diinterupsi oleh Sur 1540-1555• Kematian Aurangzeb 3 Maret 1707• Invasi Nader Shah 1738–1740• Perang Karnatik 1746–1763• Pertempuran Plassey 1757• Pertempuran Bengal 1756-1765• Pemberontakan di India 1857 • 1700 150000000 Mata uangRupee
Bangladesh India Nepal Pakistan Kesultanan Myosore, Negara Hyderabad, Nawab Arcot, Negara Awadh, Nawab Bengal, Nawab Sind, Nawab Bhopal, dan Nawab Bhawalpur yang setelah memisahkan diri namun tetap menjadi bawahan dari Mughal. Kesultanan ini didirikan oleh Babur pemimpin Mongol dari cabang Dinasti Timuriyah pada tahun 1526, ketika dia mengalahkan Ibrahim Lodi, Sultan Delhi terakhir dalam Pertempuran Panipat I. Kesultanan ini sebagian besar sempat ditaklukkan oleh Sher Shah pada masa Humayun, namun bisa direbut kembali. Di bawah Akbar yang agung, Kesultanan ini tumbuh pesat, dan terus berkembang sampai akhir pemerintahan Aurangzeb. Jahangir, anak Akbar, memerintah kesultanan ini antara 1605-1627. Pada Oktober 1627 Shah Jahan, anak dari Jahangir mewariskan tahta dan kerajaan yang luas dan kaya di India. Pada abad tersebut, kesultanan ini mungkin merupakan negara monarki terbesar di dunia. Kaisar Mughal Shah Jahan, memerintahkan pembangunan Taj Mahal antara 1630-1653 di Agra, India. Pada masa kejayaannya sebagai salah satu Negeri Mesiu Islam dan juga memiliki pengaruh yang kuat di wilayah Asia Selatan.[4] Setelah kematian Aurangzeb pada tahun 1707, kesultanan ini mulai mengalami kemunduran, meskipun tetap berkuasa selama 150 tahun berikutnya. Mughal harus menghadapi perlawanan dari kaum Sikh dan Maratha. Disusul usaha bangsa Eropa untuk menguasai wilayah pesisir Mughal. Pada 1739 dikalahkan oleh pasukan dari Persia dalam Invasi dipimpin oleh Nadir Shah. Pada 1756 pasukan Ahmad Shah merampok Delhi lagi. Negara Eropa telah mendirikan persaingan Kongsi dagang dan mulai kuat membentuk koloni, seperti EIC, Prancis, Belanda dan Portugal, hingga Kerajaan Britania akhirnya membubarkannya dan Mengakhiri Kesultanan Mughal pada 1857 setelah pemberontakan sepoy di India.[5] Selama pendiriannya, Mughal memilki beberapa ibu kota pemerintahan yang berpindah-pindah. Seperti kota Agra, Delhi, Fatehpur Sikri dan Lahore. Kota-kota tertentu juga berfungsi sebagai ibu kota provinsi jangka pendek, seperti halnya dengan pergeseran Aurangzeb ke Aurangabad di Dekkan.[6] Setelah Aurangzeb, ibu kota Mughal secara definitif menjadi kota bertembok Shahjahanabad (sekarang Old Delhi).[7] Pembagian wilayahSubah ( Urdu : صوبہ) adalah istilah untuk provinsi di Kekaisaran Mughal. Kata ini berasal dari bahasa Arab. Gubernur Subah dikenal sebagai subahdar (kadang-kadang juga disebut sebagai "Subah"),[8] yang kemudian menjadi subedar untuk merujuk kepada seorang perwira di Angkatan Darat. Subah didirikan oleh badshah (kaisar) Akbar selama reformasi administrasi 1572-1580; awalnya berjumlah 12, setelah penaklukannya menambah jumlah subah menjadi 15 sampai akhir masa pemerintahannya. Subah dibagi menjadi Sarkar, atau distrik. Sarkar kemudian dibagi lagi menjadi Parganas atau Mahals. Penggantinya, terutama Aurangzeb, memperluas jumlah subah lebih jauh melalui penaklukan mereka. Ketika kekaisaran mulai bubar pada awal abad ke-18, banyak subah secara efektif merdeka, atau ditaklukkan oleh Kemaharajaan Maratha atau Inggris. Dua belas subah asli dibuat sebagai hasil reformasi administrasi oleh Akbar:
Kesultanan Mughal di India adalah salah satu dari tiga Negeri mesiu Islam, bersama dengan Kesultanan Utsmaniyah dan Safawiyah Iran. Pada abad keenam belas, Akbar adalah penguasa pertama yang memulai dan menggunakan roket silinder logam yang dikenal sebagai bans, untuk melawan gajah perang. Pada 1657, Tentara Mughal menggunakan roket selama Pengepungan Bidar. Pada abad ke-17, orang India memproduksi beragam jenis senjata api; senjata besar khususnya, terlihat di Tanjore, Dacca, Bijapur dan Murshidabad.[9] Angkatan laut Mughal memelihara kapal perang, namun jumlah mereka relatif kecil. Armada juga terdiri dari kapal pengangkut. Tugas utama Angkatan Laut adalah mengendalikan pembajakan, tetapi kadang kala mereka juga digunakan dalam perang untuk jangkauan wilayah kecil di Samudra Hindia dan Teluk Benggala.[10] Senjata MughalSenjata Mughal berkembang secara signifikan selama periode pemerintahan Babur, Akbar, Aurangzeb dan Tipu Sultan dari Mysore. Selama penaklukan berabad-abad, militer dari Mughal menggunakan berbagai senjata termasuk pedang, busur dan panah, juga kendaraan perang seperti kuda, unta, gajah, lalu beberapa meriam besar dan berat, senapan dan flintlock bedil hingga roket. Perekonomian India berkembang pesat dan makmur di bawah Kesultanan Mughal.[11] Selama era ini, produk domestik bruto (PDB) India pada tahun 1600 diperkirakan mencapai 22% dari ekonomi dunia, terbesar kedua di dunia, setelah Dinasti Ming di Tiongkok tetapi lebih besar dari Eropa. Pada tahun 1700, PDB Mughal India telah meningkat menjadi 24% dari ekonomi dunia, dengan subah Bengal sebagai provinsi terkaya. Menjadi yang terbesar di dunia, lebih besar dari Dinasti Qing di Tiongkok maupun negara-negara Eropa Barat.[12] Kesultanan Mughal memproduksi sekitar 25% dari hasil industri dunia hingga abad ke-18. Pertumbuhan PDB India meningkat pesat di bawah Kesultanan Mughal dibandingkan 1.500 tahun sebelum era Mughal. Perekonomian Mughal India telah digambarkan sebagai bentuk proto-industrialisasi, seperti di Eropa Barat abad ke-18 sebelum Revolusi Industri.[13] Para penguasa Mughal menggunakan gelar Padisyah atau Badisyah (dengan dialek Persia) yang setara dengan Kaisar atau Maharajadiraja, untuk membedakan status yang lebih tinggi dari sultan yang berkuasa di tanah India. Beberapa penguasa di era awal memilki nama anumerta yang berkaitan dengan ranah surgawi, yang sangat identik digunakan oleh bangsa asia timur. Beberapa penguasa juga menegaskan gelar kaisar dalam titelnya, seperti Akbar, Jahangir, Shah Jahan, dan Aurangzeb. Mereka menggunakan titular Shahenshah-e-Sultanat Al-Hindiyyah wa Al-Mughaliyyah (شَاهَنْشَاهِ سُلْطَنَاتُ ٱلْهِنْدِيَّه وَٱلْمُغَالِيَّه) yang bermakna Kaisar dari Sultan India dan Mughal.[14]
Kesultanan Mughal adalah periode awal modern dalam sejarah Asia Selatan, dengan warisannya di India, Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan terlihat dalam kontribusi budaya seperti:
|