Berdasarkan data diatas yang tergolong ke dalam pengawetan fisika suhu tinggi adalah

Berdasarkan data diatas yang tergolong ke dalam pengawetan fisika suhu tinggi adalah
Ilustrasi makanan kaleng. Shutterstock ©2021 Merdeka.com

TRENDING | 18 September 2021 10:11 Reporter : Kurnia Azizah

Merdeka.com - Pengawetan makanan telah dilakukan selama ribuan tahun. Sebagai proses yang diterapkan agar makanan tetap aman dan stabil. Terdapat dua cara utama pengawetan makanan, yakni pengawetan kimia dan pengawetan fisik.

Pengawetan makanan secara kimia melibatkan penambahan bahan-bahan tertentu ke dalam makanan. Lalu disimpan dalam kemasan yang memungkinkan makanan tetap aman dan segar. Sejumlah pengawetan makanan yang terkenal, seperti yogurt, kimchi dan asinan.

Apalagi mengingat bahwa mengurangi limbah makanan menjadi bagian penting. Pengawetan makanan ini sebagai eksplorasi cara limbah tersebut. Mencegah makanan rusak dan teroksidasi, serta menjaga kesegarannya dalam sistem pasokan makanan global.

Pengawetan makanan ini juga penting dalam proses produsen grosir untuk mendistribusikan makanan ke seluruh negeri. Tanpa memengaruhi keamanan atau kualitas makanan.

Dalam pengawetan makanan pun perlu diperhatikan jenis dan bahan makanan itu sendiri. Lantaran tidak semua makanan bisa diawetkan dengan cara yang sama. Semisal ada yang bisa awet meski hanya menggunakan garam, ada yang harus dibekukan, dan masih banyak lagi.

Lebih jelasnya, simak pengawetan makanan secara kimia dan fisik berikut ini, seperti dihimpun dari berbagai sumber, Jumat (17/9).

2 dari 4 halaman

Berdasarkan data diatas yang tergolong ke dalam pengawetan fisika suhu tinggi adalah

Shutterstock/HandmadePictures

Pengawetan makanan adalah bahan dan proses yang diterapkan pada makanan, supaya aman serta kualitas stabil. Terdapat dua teknik pengawetan makanan seperti dilansir dari Michigan State University, yaitu:

Pengawetan Makanan Secara Kimia

Pengawetan kimia melibatkan penambahan bahan-bahan tertentu ke dalam makanan. Baru disimpan dalam kemasan yang memungkinkan makanan tetap aman dan segar.

Manusia telah menggunakan pengawetan kimia selama ribuan tahun dan produk makanan yang sudah dikenal seperti yogurt, asinan kubis, dan kimchi.

Penggunaan bahan kimia sebagai pengawet diatur secara ketat oleh pemerintah. Meski memiliki fungsi pengawetan makanan, keamanannya tetap harus dibuktikan sebelum digunakan pada produk makanan.

Pengawetan Makanan Secara Fisik

Pengawetan fisik melibatkan berbagai teknik seperti pengawetan garam, pendinginan, pengasapan, pengeringan, dan banyak lagi untuk melindungi kualitas makanan.

Seperti halnya pengawetan kimia, manusia telah menggunakan cara fisik ini untuk pengawetan makanan sejak zaman kuno. Salah satu contohnya adalah mengeringkan dan mengasapi daging, sayuran, dan banyak lagi.

Teknik pengawetan makanan ini seringkali perlu menggunakan pendekatan pengawetan kimia dan fisik bersamaan. Makanan kaleng adalah contoh yang mudah dijumpai. Karena pengawetan makanan dengan dikalengkan harus memastikan hal berikut:

- Isi makanan mencapai tingkat keasaman tertentu. Biasanya memerlukan penambahan bahan kimia seperti asam askorbat (contoh Vitamin C) atau garam.

- Stoples dan wadah tertutup atau kaleng steril. Melibatkan merebus toples atau proses sterilisasi fisik lainnya.

- Wadah kedap udara. Membatasi oksigen yang dibutuhkan organisme mikroba untuk hidup, serta mencegah mikroba yang tidak diinginkan mencemari makanan. Langkah ini memerlukan teknik pengawetan makanan secara fisik.

3 dari 4 halaman

Berdasarkan data diatas yang tergolong ke dalam pengawetan fisika suhu tinggi adalah
ilustrasi Garam, Shutterstock

Kontaminasi mikroba seperti bakteri dan jamur, menjadi jenis utama mikroorganisme yang menyebabkan pembusukan makanan. Bahkan membawa penyakit tertentu bila terkonsumsi.
Makanan dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme saat masa penyimpanan, pengolahan, distribusi, hingga penanganan.

Melansir dari Britannica, sumber utama kontaminasi mikroba ialah tanah, udara, pakan ternak, kulit dan usus hewan, permukaan tanaman, limbah, bahkan mesin atau peralatan saat mengolah makanan.

Metode yang paling umum digunakan untuk membunuh atau mengurangi pertumbuhan mikroorganisme adalah:

  • panas
  • penghilangan air
  • penurunan suhu selama penyimpanan
  • penurunan pH
  • kontrol konsentrasi oksigen dan karbon dioksida
  • menghilangkan dari nutrisi yang dibutuhkan mikroba untuk pertumbuhan.

Cara Pengawetan Makanan Secara Fisik

Terdapat sejumlah cara dalam pengawetan makanan, di antaranya:

1. Kemasan Anti Induksi Cahaya

Cahaya memengaruhi sejumlah reaksi kimia yang menyebabkan pembusukan makanan. Reaksi-reaksi yang diinduksi cahaya ini termasuk menghancurkan kandungan klorofil, mengakibatkan sayuran tertentu memutih. Lalu perubahan warna daging segar, penghancuran riboflavin dalam susu, serta oksidasi vitamin C dan pigmen karotenoid.

Pengawetan makanan dengan kemasan yang mencegah paparan cahaya adalah salah satu yang efektif untuk mencegah pembusukan.

2. Pendinginan

Cara pengawetan makanan yang paling umum selanjutnya ialah pendinginan. Makanan yang biasanya didinginkan termasuk buah-buahan dan sayuran segar, telur, produk susu, dan daging. Umumnya akan lebih tahan lama dengan penyimpanan pada suhu di bawah 4° Celcius.

Meski begitu, pendinginan tidak dapat meningkatkan kualitas makanan. Ini hanya dapat memperlambat kerusakan.

3. Pembekuan

Penyimpanan beku menyediakan cara yang sangat baik untuk menjaga kualitas gizi makanan. Pada suhu di bawah titik beku, maka proses kehilangan nutrisi sangat lambat selama periode penyimpanan.

4. Pengasapan dan Pengeringan

Pengasapan adalah salah satu metode tertua untuk pengawetan makanan. Bahan makanan akan dikeringkan dengan asap.

Selain memberikan rasa pada makanan (biasanya daging), asap ini akan membantu menjauhkan bakteri pembawa serangga selama proses pengeringan.

4 dari 4 halaman

Berdasarkan data diatas yang tergolong ke dalam pengawetan fisika suhu tinggi adalah
Shutterstock/grynold

Pengawet antimikroba umum digunakan untuk mengurangi pembusukan makanan dengan menghambat pertumbuhan bakteri, ragi, dan jamur. Berikut ini beberapa produk makanan yang biasanya diawetkan secara kimia:

- Asam sorbat, natrium sorbat, sorbat: keju, anggur, makanan yang dipanggang, roti, kue, daging, dan masih banyak lagi.

- Asam benzoat, natrium benzoat, benzoat: selai, saus salad, jus, acar, minuman berkarbonasi, kecap.

- Sulfur dioksida, sulfit: buah-buahan, anggur, dan sebagainya.

- Nitrit, nitrat: daging.

- Asam laktat: yogurt, kefir, keju cottage, dan masih banyak lagi.

- Asam propionat, natrium propionat: makanan yang dipanggang.

- Belerang dioksida, sulfit: minuman, anggur

- Tokoferol (Vitamin E): minyak, sereal, dan banyak lagi.

Sedangkan beberapa cara umum pengawetan makanan secara alami di antaranya, dengan mencampurkan makanan dengan bahan berikut:

  • Cuka
  • Kluwak
  • Gula
  • Garam
  • Kayu Manis
  • Daun Gambir
  • Bawang putih
(mdk/kur)

Metode pengawetan pangan konvensional yang dikenal selama ini menggunakan proses pengolahan dengan suhu tinggi, misalnya saja dalam proses sterilisasi, pasteurisasi, dan pengalengan. Penggunaan suhu tinggi ini dapatmenyebabkan terjadinya denaturasi nutrisi-nutrisi penting yang terkandung dalam bahan pangan. Selain itu juga dapat menyebabkan perubahan kualitas organoleptik pada bahan pangan, seperti timbulnya perubahan warna, rasa, dan aroma. Kelemahan proses yang melibatkan suhu tinggi ini dapat diatasi dengan proses pengawetan nontermal. Salah satu metode pengawetan nontermal yang dapat digunakan adalah metode iradiasi pangan. Iradiasi merupakan suatu proses alternatif untuk mengurangi kerusakan bahan pangan akibat pemaparan terhadap suhu tinggi dalam usaha pengawetan. Iradiasi pangan ini sudah banyak diterapkan untuk mengawetkan produk rempah-rempah, biji-bijian, dan ikan kering dengan dosis maksimal sebesar 10 kGy. Proses iradiasi dilakukan dengan mengekspos bahan pangan baik yang dikemas maupun yang tidak terhadap sejumlah radiasi ionisasi yang terkontrol dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Iradiasi merupakan salah satu jenis pengolahan bahan pangan yang menerapkan gelombang elektromagnetik. Prinsip pengolahan, dosis, teknik dan peralatan, persyaratan keselamatan dan pengaruh iradiasi terhadap pangan harus diperhatikan Inovasi untuk menggunakan dosis iradiasi yang lebih tinggi dilakukan untuk menghasilkan produk yang bebas dari bakteri patogen dan bakteri berspora, sehingga dapat menghasilkan produk yang steril dan berkualitas serta tanpa mengurangi cita rasanya. Produk pangan yang akan diiradiasi dengan dosis tinggi dikemas di dalam kantung laminasi PET/Al-foil/LLDPE dalam kondisi vakum 80%, kemudian disterilkan dengan radiasi pengion pada dosis 45 kGy dalam kondisi beku (-79ºC), selanjutnya disimpan pada suhu 28-30oC. Produk steril tersebut dapat bertahan selama 1.5 tahun tanpa mengalami penurunan kualitas dan nilai gizi yang berarti. Salah satu pangan yang diiradiasi dengan metode ini adalah ikan pepes. Ikan pepes ini dapat langsung dikonsumsi karena steril dan tetap bergizi. Akan tetapi belum diketahui efek secara kimia dan biologi terhadap tubuh, sehingga perlu adanya kajian toksikologi sebelum teknologi ini dapat diterapkan secara komersial. Salah satu metode uji yang dapat digunakan adalah dengan melihat pengaruh produk terhadap perubahan pada sel manusia. Pengaruh tersebut dapat diamati dengan uji terhadap sel eritrosit. Apabila produk memicu terjadinya hemolisis eritrosit maka kemungkinannya produk tersebut memiliki efek negatif terhadap tubuh. Selain itu juga dapat dilakukan uji untuk melihat pengaruh produk terhadap sistem imun manusia. Pada uji dilakukan pengamatan efek produk terhadap proliferasi limfosit manusia karena limfosit merupakan bagian dari sistem imun. Pada umumnya, bagian ikan yang dikonsumsi adalah bagian dagingnya saja dan tulang tidak dimakan. Akan tetapi bagian tulang pada produk ikan tulang lunak menjadi bagian yang dapat dimakan, oleh karena itu perlu dilakukan uji pada tulang. Senyawa-senyawa radikal yang labil dan terbentuk karena proses iradiasi dapat menjadi stabil pada tulang dan daging. Senyawa-senyawa radikal inilah yang dapat membuat kerusakan pada sel tubuh atau perubahan pada sistem imun karena sifatnya yang sangat reaktif. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari tulang ikan iradiasi dosis tinggi terhadap hemolisis eritrosit dan proliferasi limfosit manusia.

1.      Apa Pengertian pengolahan pangan dengan suhu tinggi?

2.      Apa saja Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengolahan pangan dengan suhu tinggi?

3.      Apa Macam-macam dan beserta proses-proses yang ada dalam pengolahan pangan dengan suhu tinngi?

1.      Untuk biasa mengetahui pengertian pengolahan pangan dengan suhu tinggi.

2.      Untuk mengetahui faktor-faktor dalam proses pengolahan pangan dengan suhu tinggi.

3.      Untuk mengetahui macam-macam dan beserta proses-proses yang ada dalam pengolahan pangan dengan suhu tinggi.



2.1 Pengolahan Pangan Dengan Suhu Tingi.

Pengolahan pangan dengan suhu tinggi ialah pengolahan pangan yang menggunakan panas diatas suhu normal (suhu ruang). Yang dimaksud dengan suhu ruang adalah suhu dalam keadaan ruang yaitu berkisar 27C hingga 30C. Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan pangan. Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara pengolahan yang menggunakan panas. Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih lunak, lebih enak, dan lebih awet. Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan menginaktifkan enzim. Selain itu makanan menjadi lebih aman karena racun-racun tertentu rusak karena pemanasan, misalnya racun dari bakteri Clostridium botulinum. Adanya mikroba dan kegiatan enzim dapat merusak bahan makanan, meskipun disimpan dalam wadah tertutup. Lamanya pemberian panas dan tingginya suhu pemanasan ditentukan oleh sifat dan jenis bahan makanan serta tujuan dari prosesnya. Setiap jenis pangan memerlukan pemanasan yang berbeda untuk mematikan mikroba yang terdapat di dalamnya. Misalnya untuk susu dilakukan pasteurisasi yaitu pemanasan sekitar 62 oC selama 30 menit.

Pemanasan mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba. Efek yang ditimbulkannya tergantung dari intensitas panas dan lamanya pemanasan. Makin tinggi suhu yang digunakan, makin singkat waktu pemanasan yang digunakan untuk mematikan mikroba. Pada umumnya pengawetan dengan suhu tinggi tidak mencakup pemasakan, penggorengan, maupun pemanggangan. Yang dimaksud dengan pengawetan menggunakan suhu tinggi adalah proses-proses komersial dimana penggunaan panas terkendali dengan baik, antara lain sterilisasi, pasteurisasi , dan blansing.

Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :

1.      Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus dimatikan,

2.      Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan,

3.      Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.

2.2    Proses pengolahan pangan dengan suhu tinggi.

Pengolahan pangan dengan suhu tinggi memiliki beberapa macam proses diantaranya adalah:

Blanching merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dri 100 o C selama beberapa menit, dengan menggunakan air panas atau uap. Biasanya suhu yang digunakan sekitar 82 – 93 oC selama 3 – 5 menit. Contoh blansing misalnya mencelupkan sayuran atau buah dalam air mendidih selama 3 – 5 menit atau mengukusnya selama 3 – 5 menit. Tujuan utama blansing ialah menginaktifan enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini paling tahan terhadap panas,. Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan.

Blanching biasanya digunakan sebagai perlakuan pendahuluan suatu proses pengolahan. Proses pengolahan pangan yang menggunakan perlakuan pemanasan pendahuluan dengan blanching, antara lain adalah pembekuan, pengeringan dan pengalengan. Sebagai medium blanching biasa digunakan air, uap air atau udara panas dengan suhu sesuai yang diinginkan. Suhu dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pemanasan tergantung pada bahan dan tujuan blanching. Umumnya blanching dilakukan pada suhu kurang dari 100C selama beberapa menit. Kebanyakan bahan pangan, biasanya blanchingdilakukan pada suhu 80C.

Berdasarkan atas proses yang akan dilakukan selanjutnya maka blanching dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a.       Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pembekuan dan pengeringan.

b.      Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pengalengan

Adapun tujuan blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk masing-masing berbeda. Tujuan blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pembekuan dan pengeringan adalah:

a.       Mengurangi jumlah mikroba pada permukaan bahan pangan.

b.      Menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan penurunan kualitas bahan pangan.

c.       Menghilangkan beberapa substansi pada bahan pangan yang dapat menyebabkan adanya off flavor (flavor yang tidak diinginkan).

d.      Mempertahankan warna alami dari bahan pangan.

Cara melakukan blansing ialah dengan merendam dalam air panas (merebus) atau dengan uap air (mengukus atau dinamakan juga “steam blanching”). Merebus yaitu memasukkan bahan ke dalam panci yang berisi air mendidih.Sayur-sayuran atau buahbuahan yang akan diblansing dimasukkan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam panci dengan suhu blansing biasanya mncapai 82 – 83 oC selama 3 – 5 menit. Setelah blansing cukup walktunya, kemudian keranjang kawat diangkat dari panci dan cepat-cepat didinginkan dengan air. Pengukusan tidak dianjurkan untuk sayur-sayuran hijau, karena warna bahan akan menjadi kusam. Caranya ialah dengan mengisikan bahan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam dandang yang berisi air mendidih. Dandang ditutup dan langkah selanjutnya sama dengan cara perebusan.

Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari l00C, tetapi dengan waktu yang bervariasi dari beberapa detik sampai beberapa menit tergantung pada tingginya suhu yang digunakan. Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat waktu yang dibutuhkan untuk pemanasannya. Tujuan utama dari proses pasteurisasi adalah untuk menginaktifkan sel-sel vegetatif mikroba patogen, mikroba pembentuk toksin maupun mikroba pembusuk atau penyebab penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan penyakit perut lainnya. Pemanasan dalam proses pasteurisasi dapat dilakukan dengan menggunakan uap air, air panas atau udara panas. Tinggi suhu dan lamanya waktu pemanasan yang dibutuhkan dalam proses pasteurisasi tergantung dari ketahanan mikroba terhadap panas. Namun perlu diperhatikan juga sensitivitas bahan pangan yang bersangkutan terhadap panas. Pada prinsipnya, pasteurisasi memadukan antara suhu dan lamanya waktu pemanasan yang terbaik untuk suatu bahan pangan. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode l) Low Temperature Long Time atau disingkat LTLT dan 2) High Temperature Short Time yang disingkat HTST. Metode LTLT dilakukan pada suhu 62,8C selama 30 menit, sedangkan HTST dilakukan pada suhu 7I,7C selama 15 detik.

Tujuan pasteurisasi yaitu :

1.      Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan pangan bakteribakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat,

2.      Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri dan menginaktifkan enzim.

Mikroba terutama mikroba non patogen dan pembusuk masih ada pada bahan yang dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya tahan simpannya tidak lama. Contohnya : susu yang sudah dipasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya akan tahan 1 – 2 hari, sedangkan bila disimpan dalam lemari es tahan kira-kira seminggu. Karena itu untuk tujuan pengawetan, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara pengawetan lainnya, misalnya dengan pendinginan.

Pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu, juga pada saribuah dan suhu yang digunakan di bawah 100 oC. Contohnya :

·         Pasterurisasi susu dilakukan pada suhu 61 - 63 oC selama 30 menit

·         Pasteurisasi saribuah dilakukan pada suhu 63 – 74 oC selama 15 – 30 menit.

Pasteurisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :

1.      Pasteurisasi lama atau LTLT (Long Temperature Long Time) yaitu pemanasan dilakukan pada suhu yang tidak begitu tinggi dengan waktu relatif lebih lama. Suhu yang digunakan yaitu sekitar 63ºC selama 30 menit.

2.      Pasteurisasi singkat atau HTST (High Temperature Short Time) yaitu pemanasan dilakukan pada suhu tinggi dengan waktu yang relatif singkat. Suhu yang digunakan yaitu sekitar 72ºC selama 15 detik.

3.      Pateurisasi dengan UHT (Ultra High Temperature) yaitu proses sterilisasi yang banyak diaplikasikan pada pengolahan bahan pangan (contoh aplikasi : Susu UHT Ultra), memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan proses sterilisasi yang biasa dilakukan pada proses pengalengan. Suhu yangdigunakan yaitu sekitar 134-150ºC selama 2-5 detik. Tujuannya membunuh semua mikroba patogen dan pembusuk sehingga masa simpannya sangat panjang.

Sterilisasi merupakan salah satu cara pengolahan bahan pangan yang bersifat mengawetkan. Sterilisasi juga merupakan istilah untuk setiap proses yang menghasilkan kondisi steril dalam bahan pangan. Jadi, sterilisasi adalah cara atau langkah atau usaha yang dilakukan untuk membunuh semua mikroba yang dapat hidup dalam bahan pangan. Apabila dilihat dari kata steril maka tujuan utama dari proses sterilisasi adalah membunuh semua mikroba yang dapat hidup dalam bahan pangan. Dengan terbebasnya bahan pangan dari kehidupan semua mikroba maka diharapkan bahan pangan dapat disimpan dalam waktu yang lama. Biasanya daya tahan simpan makanan yang steril komersial adalah kira-kira 2 tahun. Kerusakan-kerusakan yang terjadi biasanya bukan akibat pertumbuhan mikroba, tetapi karerna terjadi kerusakan pada sifat-sifat organoleptiknya akibat reaksi-reaksi kimia.

Perkataan steril mengandung pengertian :

2. Bebas dari bakteri patogen

3. Bebas dari organisme pembusuk

4. Tidak terdapat kegiatan mikroba dalam keadaan normal.

Dalam pengolahan bahan pangan yang lazim dinamakan pengalengan, tidak mungkin dilakukan sterilisasi dengan pengertian yang mutlak. Pemanasan dilakukan sedemikian rupa sehingga mikroba yang berbahaya mati, tetapi sifat-sifat bahan pangan tidak banyak mengalami peruba han sehingga tetap bernilai gizi tinggi. Sehubungan dengan hal ini dikenal 2 macam istilah, yaitu :

o   Sterilisasi biologis yaitu suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan musnahnya segala macam kehidupan yang ada pada bahan yang dipanaskan,

o   Sterilisasi komersial yaitu suatu tingkat pemanasan, dimana semua mikroba yang bersifat patogen dan pembentuk racun telah mati.

Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya tidak asam atau bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan ini adalah bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur, dan ikan serta beberapa jenis sayuran seperti buncis dan jagung. Bahan pangan berasam rendah mempunyai risiko untuk mengandung bakteri Clostridium botulinum, yang dapat menghasilkan racun yang mematikan jika tumbuh dalam makanan kaleng. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu 121,1 oC selama 15 menit dengan menggunakan uap air bertekanan, dilakukan dalam autoklaf.

Tujuan sterilisasi komersial terutama untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk spora bakteri C. Botulinum. Produk yang sudah diproses dengan sterilisasi komersial sebaiknya disimpan pada kondisi penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu kamar. Harus dihindari penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 50 oC), karena bukan tidak mungkin jika ada spora dari bakteri yang sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh dan berkembang biak di dalamnya dan menyebabkan kebusukan, misalnya bakteri Bacillus stearothermophillus.

Pemanasan bahan pangan selain dengan blanching, pasteurisasi dan sterilisasi dapat juga dilakukan dengan cara pemasakan. Pemanasan dengan cara pemasakan ini bertujuan untuk meningkatkan cita rasa atau kelezatan produk pangan. Pemasakan dapat juga dianggap sebagai salah satu cara pengawetan bahan pangan, sebab bahan pangan yang dimasak dapat ditahan dan disimpan lebih lama dari pada bahan mentahnya.

Apabila dilihat dari cara dan bentuk pemasakan, maka dapat dibedakan menjadi 3 macam cara pemasakan, yaitu:

Ø  Pemasakan dengan menggunakan cara keying pada suhu 100C atau lebih.

Ø  Pemasakan dengan menggunakan media air panas atau uap air pada suhu 100C atau lebih.

Ø  Pemasakan dengan menggunakan media minyak panas pada suhu 100C atau lebih, biasa dikenal dengan istilah penggorengan.

Panas merupakan suatu bentuk enersi, diartikan sebagai pertukaran enersi diantara dua macam benda yang berbeda suhunya. Perambatan panas atau pemindahan panas dapat terjadi secara :

Konduksi terjadi jika enersi berpindah dengan jalan sentuhan antar molekul atau perambatan panas terjadi dimana panas dialirkan dari satu partikel ke partikel lainnya tanpa adanya gerakan atau sirkulasi. Perambatan panas secara konduksi berlangsung secara lambat. Umumnya konduksi terjadi pada bahan berbentuk padat, seperti daging, ikan, sayur- sayuran, buah-buahan, dll.

Konveksi terjadi jika enersi berpindah melalui aliran dalam media cair atau perambatan panas dimana panas dialirkan dengan cara pergerakan atau sirkulasi molekul dari zat yang satu ke zat yang lainnya. Pemanasan secara konveksi berlangsung secara cepat. Umumnya konveksi terjadi pada bahan berbentuk cair seperti saribuah, sirup, air, dll.

2.3  Alat-alat dalam Proses Pengolahan Pangan dengan suhu tinggi.

Alat-Alat Yang Digunakan Pada Pengolahan/pengawetan Pangan Dengan Menggunakan Suhu Tinggi. : perebusan, penggorengan, penyangraian, pengasapan, penjemuran di bawah sinar matari.

Dalam proses pongolahan pangan ataupun pengawetan dengan cara perebusa, memerlukan wadah yang akan di gunakan selama proses perebusan itu perlangsung. Alan yang sering di gunakan dalam hal ini yaitu sebagai berikut: tungku  ataupun kompor, wajan, belanga.contoh bahan pangan yang di olah/diawetkan dengan cara perebusan yaitu ; daging, ikan, pembuatan kueseperti onde – onde, dan lain – lain.

Alat yang biasanya di gunakan untuk menggoreng yaitu :tungku ataupun kompor, wajan,kuali besi, sendok, peniris minyak Loyang ataupun wadah lainnya tempat bahan pangan yang akan di goring.contoh bahan pangan yang biasanya di olah/ametkan dengan cara penggorengan seperti kripik pisang, kripik ubi, abon ikan, dan lain – lain.

Pada proses ini, alat yang sering di gunakan sama dengan pada proses pengolahan pangan dengan cara penggorengan, perbedaannya hanya pada bahan tambahan lainnya yang di pakai dalam mengolah suatu bahan pangan.contoh bahan pangan yang sering diolah/awetkan dengan cara penyangraian yaitu ; kopi,

Alat yang sering di gunakan antara lain : tungku, para – para, ataupun tempat pembakaran.contoh bahan pangan yang diolah/awetkan dengan cara pengasapan yaitu ; ikan, daging.

Dalam hal ini alat yang sering di gunakan sama dengan alat yang sering di gunakan pada proses pengasapan. Contoh bahan pangan yang diolah/awetkan dengan cara pembakaran seperti daging, ikan, roti bakar,

6.      Penjemuran di bawah sinar matahari

Pada proses penjemuran di bawah sinar matahari, biasanya menggunakan alat berupa tapis, tarpal ukuran kecil (kapasitas sedikit) ukuran besar (kapasitas banyak), mie kering, kerupuk ubi, ikan kering, buah kakao,dan lain – lain.

Alat yang digunakan dalam proses pemanasan; Alat-alat pemanas yang umum digunakan antara lain ketel pasteurisasi dan ketel sterilisasi. Alat-alat pemanas sederhana yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari di rumah tangga misalnya alat pamasak nasi (dandang atau kukusan) dan panci tekan (pressure cooker), sedangkan di pabrik pengolahan digunakan otoklaf.

Dandang atau kukusan dapat dipakai untuk keperluan pasteurisasi dan sterilisasi. Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi dengan alat ini lebih lama dibandingkan dengan alat-alat yang lebih modern. Hal ini disebabkan suhu yang dapat dicapai dalam alat-alat sederhana hanya sekitar 100 – 105 oC



Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan pangan. Memasak, menggoreng, membakar dan lain-lain adalah cara-cara pengolahan pangan yang menggunakan panas. Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih lunak, lebih enak dan lebih awet karena panas juga akan mematikan sebagian dari mikroorganisme dan menonaktifkan enzim-enzim, serta dapat membuat makanan menjadi lebih aman karena toksin-toksin tertentu rusak oleh pengaruh panas. Pengawetan suhu tinggi adalah proses-proses komersial pada penggunaan panas terkontrol dengan baik.

Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :

1.      Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus dimatikan,

2.      Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan,

3.      Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.

Pengolahan pangan dengan suhu tinggi memiliki beberapa macam proses diantaranya adalah:

Pemanasan pendahuluan yang biasanya diperlakukan pada sayur dan buah-buahan yang akan disimpan pada suhu beku,menonaktifkan enzim (Lipoksigenase,perosidase,polifenoksidase,poligalakturonase,klorofilnase,dan katalase).

Proses ternal yang memastikan semua mikroorganisme beserta spora-sporanya (pada umumnya dilakukan pada suhu 121 0c selama 15 menit).

Perlakuan pemanasan yang lebih ringan dari sterilisasi dan biasanya suhu yang digunakan di bawah 100 oc.

Pada pemakaian suhu tinggi,ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan;

1.      Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus dimatikan.

2.      Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan.

3.      Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus di perhatikan.



Effendi, Supli. 2009. TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN PANGAN. Bandung :

Fitri Rahmawati, MP “PENGANTAR PENGAWETAN MAKANAN “Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana FT UNY

Mawaddah Atin, 2012. “Teknologi pengolahan pangan”.

 https://farelsumigar.blogspot.co.id/