Bentuk negara Indonesia yang diakui kemerdekaannya oleh Belanda sesuai dengan kesepakatan KMB adalah

Liputan6.com, Den Haag - Tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sejak itu, Indonesia mulai merdeka. Namun ketika itu Belanda belum mengakuinya.

Belanda baru mulai mengakui kedaulatan Indonesia dalam akhir kesepakatan Konferensi Meja Bundar di Kota Den Haag, 2 November 1949.Konferensi Meja Bundar atau KMB diselenggarakan menyusul kecaman dunia terhadap Belanda yang berusaha meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan. Akhirnya, ditempuh jalur perundingan diplomatik, mulai dari perundingan Linggarjati, perjanjian Renville, perjanjian Roem-Royen. Yang paling menentukan adalah perundingan terakhir bertajuk Konferensi Meja Bundar.

KMB yang dimulai dari 23 Agustus 1949 hingga 2 November 1949 ini dihadiri oleh delegasi dari pihak-pihak terkait. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mohammad Hatta, delegasi Belanda dipimpin oleh JH van Maarseveen, delegasi BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) atau Badan Musyawarah Negara-negara Federal dipimpin Sultan Hamid II, dan United Nations Security Council (Dewan Keamanan PBB) diwakili oleh Chritchley.

  • Bola Ganjil: Nama Langganan di Timnas Hindia Belanda Ciptakan Rekor

Bentuk negara Indonesia yang diakui kemerdekaannya oleh Belanda sesuai dengan kesepakatan KMB adalah

Konferensi Meja Bundar menghasilkan beberapa kesepakatan, terutama terkait kedaulatan Indonesia.

Adapun isi lengkapnya, yakni: "Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang sepenuhnja kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland. Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 Desember 1949."

Pada akhirnya, Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan pada 27 Desember 1949. Pemerintahan sementara negara pun dilantik dengan Soekarno menjadi Presiden dan Hatta sebagai Perdana Menteri, yang membentuk Kabinet Republik Indonesia Serikat.

Indonesia Serikat dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara bagian dan merupakan persekutuan dengan Kerajaan Belanda. Hingga pada akhirnya, Indonesia kembali berubah menjadi Republik Indonesia (RI).

Tanggal 27 Desember 1949 merupakan tanggal yang diakui oleh Belanda sebagai hari kemerdekaan Indonesia. Kemudian, baru 60 tahun kemudian, tepatnya pada 15 Agustus 2005, pemerintah Belanda secara resmi mengakui bahwa kemerdekaan Indonesia secara de facto bermula pada 17 Agustus 1945.

Dalam sebuah konferensi di Jakarta, Perdana Menteri Belanda Ben Bot mengungkapkan penyesalan sedalam-dalamnya atas semua penderitaan yang dialami rakyat Indonesia selama 4 tahun Revolusi Nasional, meski ia tidak secara resmi menyampaikan permohonan maaf.Menanggapi hal tersebut, Menteri Luar Negeri RI saat itu, Nur Hassan Wirajuda mengatakan bahwa setelah pengakuan ini, akan lebih mudah untuk maju dan memperkuat hubungan bilateral antara 2 negara.

Sejarah juga mencatat pada tanggal yang sama, 2 November 1949, rupiah ditetapkan sebagai mata uang Indonesia. (Ans/Nda)*

Liputan6.com, Jakarta Konferensi Meja Bundar (KMB) atau De Ronde Tafel Conferentie (RTC) merupakan pertemuan antara pihak Belanda, Indonesia, dan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) atau negara federal bentukan Belanda di Indonesia. Momen penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia ini dilakukan pada 23 Agustus sampai 2 November 1949.

KMB yang digelar di Den Haag, Belanda itu bertujuan untuk menyelesaikan masalah antara Indonesia dan Belanda yang sudah sekian lama terjadi. Seperti diketahui, Belanda pernah menjajah wilayah Indonesia selama ratusan tahun. Sejak 1942, Belanda menyerah kepada Jepang sehingga wilayah Indonesia diambil-alih oleh Dai Nippon.

Indonesia akhirnya merdeka pada 17 Agustus 1945 setelah Jepang kalah dari Sekutu di Perang Dunia II. Namun, Belanda kemudian datang kembali ke Indonesia dengan membonceng Sekutu. Pada 18 Desember 1948, Belanda melakukan Agresi Militer II terhadap Indonesia dan melanggar Perjanjian Renville yang telah disepakati.

Sebelumnya, Belanda juga pernah melancarkan Agresi Militer I sebagai bentuk pelanggaran Perjanjian Linggarjati. Agresi Militer II membuat Belanda mendapat kecaman dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan dunia internasional.

Terlebih, Belanda menangkap beberapa pemimpin Republik Indonesia termasuk Ir. Sukarno, Mohammad Hatta, Haji Agus Salim, dan beberapa menteri kabinet yang saat itu bertugas di ibu kota sementara, Yogyakarta.

Kendati begitu, Indonesia masih eksis karena kekuasaan pemerintahan sempat dialihkan ke Sumatera Barat dan dijalankan oleh Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di bawah pimpinan Syafruddin Prawiranegara dan kawan-kawan.

Penangkapan terhadap para pemimpin RI yang dilakukan Belanda membuat PBB dan beberapa negara memberikan dukungan kepada Indonesia. Pada 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB memberi teguran terhadap Belanda dan menuntut dikembalikannya seluruh petinggi RI serta pemulihan pemerintahannya.

Tanggal 4 April 1949, digelar Perundingan Roem-Royen antara Belanda dan Indonesia. Perundingan ini berakhir pada 7 Mei 1949 dan menghasilkan beberapa kesepakatan, di antaranya persetujuan diadakannya KMB di Den Haag, kembalinya pemerintahan Republik ke Yogyakarta pada 6 Juli 1949, dan penerapan gencatan senjata.

Setelah itu, perundingan antara pihak RI dan BFO dilakukan. Pertemuan ini disebut sebagai Konferensi Inter-Indonesia, dilaksanakan pada 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta dan 31 Juli-3 Agustus di Jakarta. BFO atau Majelis Permusyawaratan Federal adalah sebuah komite yang terdiri dari 15 pemimpin negara bagian dan daerah otonom di dalam Republik Indonesia Serikat (RIS).

Presiden Sukarno memerintahkan gencatan senjata di Jawa sejak 11 Agustus 1949. Sedangkan untuk Sumatera perintah tersebut dimulai pada 15 Agustus 1949. Perintah ini merupakan bagian dari persiapan sebelum digelarnya KMB.

Indonesia membentuk delegasi pada 11 Agustus 1949 yang akan turut dalam perundingan KMB di Den Haag, Belanda. Selain Mohammad Hatta sebagai ketua delegasi, beberapa tokoh juga dilibatkan. Mereka adalah Mohammad Roem, Mr. Supomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda, Sukiman, Mr. Sujono Hadinoto, Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, dan Mr. Muwardi.

Sementara delegasi dari BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) yaitu negara federal bentukan Belanda di Indonesia adalah Sultan Hamid II.

Sedangkan Delegasi Belanda dalam KMB yakni Johannes Henricus van Maarseveen, Willem Dress, dan J. A. Sassen.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

tirto.id - Meskipun proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sudah dinyatakan sejak 17 Agustus 1945, namun Belanda justru ingin berkuasa lagi. Sejarah pengakuan kedaulatan Indonesia baru terjadi beberapa tahun kemudian, itu pun setelah melalui jalan berliku, baik lewat konfrontasi maupun melalui meja diplomasi.

Tanggal 27 Desember 1949, pukul 10.17 pagi waktu setempat, Ratu Juliana selaku penguasa Kerajaan Belanda menyerahkan akta pengakuan kedaulatan terhadap Indonesia. Momen ini terjadi dalam sebuah upacara di Istana Dam, Amsterdam.

Seperti diketahui, Belanda telah menjajah Indonesia selama berabad-abad sampai akhirnya menyerah kepada Jepang pada 1942 dalam Perang Dunia Kedua. Setelah Jepang kalah dari Sekutu, bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Namun, usai itu, Belanda dengan topeng NICA membonceng Sekutu masuk ke wilayah Indonesia dan ingin berkuasa kembali. Rangkaian perundingan maupun kontak senjata pun terjadi sebelum akhirnya mencapai kata sepakat.

Baca juga:

  • Sejarah Perjanjian Kalijati: Latar Belakang, Isi, & Tokoh Delegasi
  • Sejarah BPUPKI dan Kaitannya dengan Dasar Negara Pancasila
  • Peristiwa Rengasdengklok: Sejarah, Latar Belakang, & Kronologi

Latar Belakang

Usai Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan pada akhir 1948, titik terang perundingan Indonesia dan Belanda mulai terlihat. Hal ini dikarenakan Belanda mendapat kecaman dan reaksi keras dari dunia internasional, termasuk ultimatum dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Hendrikus Puji Rakhmat dalam penelitian bertajuk "Proses Penyelesaian Konflik Antara Republik Indonesia dengan Belanda 1947-1949" (1998), Dewan Keamanan PBB menggelar sidang di Paris, Perancis, pada 22 Desember 1948.

Forum yang tercetus berkat inisiatif Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Dr. Philip C. Jessup, ini menghasilkan resolusi PBB. Intinya, PBB meminta kepada Belanda dan Indonesia untuk segera menghentikan konflik.

Selain itu, PBB juga mendesak Belanda agar melepaskan para pemimpin atau orang-orang Indonesia yang ditahan. Saat itu, Belanda masih enggan memenuhi tuntutan tersebut sehingga pembicaraan panjang terus dilakukan.

Baca juga:

  • Sejarah Agresi Militer Belanda I
  • Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949
  • Sejarah Agresi Militer Belanda II

Di tengah upaya tersebut, terjadilah Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta yang dilakukan oleh angkatan perang Republik Indonesia. Serangan massal selama 6 jam itu adalah bukti bahwa Indonesia masih eksis.

Serangan Umum 1 Maret 1949 sontak menjadi pembicaraan di forum internasional dan memaksa Belanda agar bersedia duduk bersama dengan pihak Indonesia.

Tanggal 14 April 1949, terjadi pertemuan di Jakarta antara Mr. Mohammad Roem selaku wakil Indonesia dengan Dr. J.H. van Roijen dari Belanda untuk membahas kelanjutan perundingan yang sempat tersendat.

Dari pertemuan tersebut, pada 7 Mei 1949 dihasilkan kesepakatan yang dikenal sebagai Perjanjian Roem-Roijen. Secara garis besar, hasil perundingan ini merupakan bentuk kemenangan politik Indonesia atas Belanda.

Hasil Perjanjian Roem-Roijen juga membuka jalan bagi Indonesia untuk menyelesaikan perselisihan dengan Belanda melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) yang akan dilaksanakan di Den Haag, Belanda.

Baca juga:

  • Sejarah Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, Tokoh Delegasi
  • Sejarah Konferensi Meja Bundar: Latar Belakang, Tokoh, Hasil
  • Sejarah Perundingan Renville: Latar Belakang, Isi, Tokoh, & Dampak

KMB dan Penyerahan Kedaulatan

Dikutip dari buku Pernyataan Roem-Van Roijen (1995) karya Ide Anak Agung Gede Agung, Indonesia berharap perundingan yang akan dilanjutkan dengan KMB dapat menghasilkan kemenangan yang telah lama dicita-citakan.

KMB pun dimulai pada 23 Agustus 1949 di Gedung Ridderzal, Den Haag. Pada 1 November 1949 dihasilkan kesepakatan yang berisi 3 poin, yaitu:

  1. Piagam penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia
  2. Peraturan dasar Uni Indonesia-Belanda
  3. Lampiran status Uni Indonesia-Belanda
Tanggal 21 Desember 1949, Presiden Sukarno membentuk dua delegasi untuk menerima penyerahan kedaulatan dan satu delegasi menerima penggabungan RI ke Republik Indonesia Serikat (RIS).

Baca juga:

  • Fakta & Sejarah Bapak Pramuka Indonesia: Sultan HB IX
  • Sejarah Pemberontakan DI-TII Kartosoewirjo di Jawa Barat
  • Sejarah Peristiwa PKI Madiun 1948: Latar Belakang & Tujuan Musso

Mohammad Hatta ditunjuk sebagai delegasi untuk menerima penyerahan kedaulatan di Belanda, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai delegasi menerima penyerahan kedaulatan di Jakarta, dan Dr. Abu Hanifah sebagai delegasi menerima penggabungan RI ke RIS.

Akhirnya kedaulatan Indonesia diakui oleh Belanda pada 27 Desember 1949 di Istana, Dam, Amsterdam. Dalam penyerahan kedaulatan ini dilakukan penandatangan 3 dokumen yang telah disepakati pada 1 November 1949.

Dengan penandatanganan tersebut, maka secara resmi Indonesia telah diakui oleh Belanda sebagai negara merdeka dan berdaulat penuh serta menjadi bagian dari tatanan dunia internasional.

Baca juga:

  • Sejarah Perang Aceh: Kapan, Penyebab, Proses, Tokoh, & Akhir
  • Sejarah Kabupaten Tuban Bermula dari Ronggolawe vs Majapahit
  • Pemberontakan Lembu Sora dalam Sejarah Kerajaan Majapahit

Baca juga artikel terkait PENGAKUAN KEDAULATAN atau tulisan menarik lainnya Alhidayath Parinduri
(tirto.id - hdy/isw)


Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Alhidayath Parinduri

Subscribe for updates Unsubscribe from updates