Bentuk lakon yang isinya mengupas kelemahan manusia yang dipadukan dalam sebuah cerita lucu disebut

Pernahkah kalian menonton atau bahkan memerankan pentas teater? Banyak peranan yang harus dijalani oleh tiap aktor atau aktris dalam menjalankan perannya di tiap teater yang di pentaskan. Peranan itulah yang kerap disebut lakon.

Secara umum, pengertian lakon merupakan peristiwa atau karangan yang perlu diolah secara seksama, dari teks menjadi wujud pertunjukan melalui perantara hidup atau manusia atau perantara lain seperti boneka dan pewayangan.

Kedudukan lakon dalam pementasan teater merupakan nyawa, nafas atau ruh dalam menjalanin hubungan atau menjalani hubungan atau membangun susunan (struktur) cerita melalui penokohan atau peran yang dibawah seorang atau lebih pemeran.

Lakon dibangun oleh peristiwa di dalam adegan, dimana adegan merupakan bagian dari babak yang ditandai dengan keluar masuknya tokoh, perupaan atau musik dalam seni pementasan. Dengan demikian dalam satu babak bisa terjadi lebih dari satu adegan.

Disamping itu, dalam pementasan seni teater maupun seni drama terdapat empat jenis atau bentuk pada suatu lakon yaitu lakon tragedi, lakon komedi, lakon melodrama, serta lakon dagelan.

Di dalam lakon dengan bentuk tragedi biasanya mengandung unsur sejarah perjuangan, memiliki pola penceritaan kejayaan dan keruntuhan, serta ciri-ciri lain bahwa peran utama mengalami irama tragis, poima atau itikad peran utama.

Mathema atau peran utama mengalami hambatan, pathema atau klimaks peran utama yang berujung tragis salah satu mengalami kecacatan baik fisik maupun psikis hingga berujung pada kematian. Contohnya tragedi Bandung lautan api, tragedi marsinah dan masih banyak lainnya.

Jenis lakon yang kedua adalah lakon komedi. Bentuk dari lakon ini biasanya di dalamnya terdapat pola cerita yang diulang-ulang menjadi bahan tertawaan. Dimana bersifat menghibut dan penuh dengan bahasa satir atau sindiran-sindiran dan berujung pada peran utama yang mengalami kebahagiaan atau tragis akibat perbuatannya sendiri.

(Baca juga: Dari Sandiwara hingga Tablo, Yuk Kenali Istilah Drama Ini!)

Adapun beberapa contoh cerita dari lakon komedi antara lain; si Kabayan, Warkop Dono, Kasino, dan Indro, dan masih banyak lainnya.

Pada umumnya bentuk dari lakon melodrama ini biasanya mengangkat dan terdiri dari tema keluarga, percintaan maupun kisah-kisan dua sejoli yang berujung dalam memadu kasih dan berujung dengan kebahagiaan atau happy ending. Adapun contohnya antara lain Dilan, Si Doel Anak Sekolah, Romeo and Juliet dan masih banyak cerita lainnya.

Lakon dagelan adalah sebuah adegan yang menimbulkan kelucuan. Dagelan termasuk dalam salah satu seni rakyat yang sifatnya spontan, dimana pementasan seni ini tidak terikat pada naskah atau teks yang memberi alur cerita.

Spontanitas ini merupakan improvisasi percakapan yang dilakukan oleh pemain. Maka dagelan didasari sebuah lakon singkat yang kemudian dikembangkan sendiri oleh pemainnya ketika pementasan dagelan berlangsung. Kelucuan diusahakan dari gerak gerik, cara bicara, dan isi pembicaraan pemain dan sifat dari dagelan adalah parodi maka efek realitas dihindari. Contoh dari lakon dagelan adalah pertunjukan ludruk.

Drama berasal dari kata Yunani Kuno, draomai yang berarti bertindak atau berbuat (mengacu pada salah satu jenis pertunjukan) dan drame yang berasal dari kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah. Dalam istilah yang lebih ketat berarti lakon serius yang

menggarap satu masalah yang punya arti penting tapi tidak bertujuan mengagungkan tragika atau kematian (Bakdi Soemanto, 2001). William Froug (1993) mendefinisikan drama sebagai lakon serius yang memiliki segala rangkaian peristiwa yang nampak hidup, mengandung emosi, konflik, daya tarik memikat serta akhir yang mencolok dan tidak diakhiri oleh kematian tokoh utamanya.

Drama juga bisa diartikan sebagai suatu kualitas komunikasi, situasi, aksi dan segala apa saja yang terlihat dalam pentas baik secara objektif maupun secara subjektif, nyata atau khayalan yang menimbulkan kehebatan, keterenyuhan dan ketegangan perasaan para pendengar atau penonton. Bisa juga diartikan sebagai suatu bentuk cerita konflik sikap dan sifat manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan gerak di hadapan pendengar maupun penonton.

Dengan mengacu pada definisi di atas dapat disimpulkan bahwa drama adalah salah satu jenis lakon serius dan berisi kisah kehidupan manusia yang memiliki konflik yang rumit dan penuh daya emosi tetapi tidak mengagungkan sifat tragedi. Contoh lakon-lakon drama adalah Hedda Gabler, Musuh Masyarakat, Brand, Boneka Mainan, Tiang-Tiang Masyarakat, Hantu-Hantu (Henrik Ibsen), Domba-domba Revolusi (B. Sularto), Titik-titik Hitam (Nasjah Djamin).

Tragedi berasal dari kata tragoidia (bahasa Yunani), tragedy (bahasa Ingggris), tragedie (bahasa Perancis) yaitu penggabungan kata tragos yang berarti kambing dan kata aeidein yang berarti nyanyian. Jadi tragedi adalah nyanyian yang dinyanyikan untuk mengiringi kambing sebelum dibaringkan di atas altar untuk dikorbankan. Pengorbanan kambing dilakukan pada saat upacara untuk menghormati dewa Dionysos yang dianggap sebagai dewa kesuburan. Bisa juga kata tersebut berarti untuk menyebut kostum kambing yang dikenakan oleh aktor ketika memainkan lakon satir.

Lakon tragedi menurut Aristoteles adalah lakon yang meniru sebuah aksi yang sempurna dari seorang tokoh besar dengan menggunakan bahasa yang menyenangkan supaya para penonton merasa belas kasihan dan ngeri, sehingga penonton mengalami pencucian jiwa atau mencapai katarsis. Kalau dikaji lebih lanjut tentang definisi tragedi menurut Aristoteles ini adalah sebagai berikut. Lakon tragedi memerlukan aksi yang sempurna. Dengan aksi yang sempurna diharapkan mempunyai daya pikat yang tinggi, padat, kompleks, dan sublim. Dengan aksi yang sempurna diharapkan penonton mencapai katarsis (penyucian jiwa). Tokoh yang besar diharapkan mampu menghadirkan efek tragis yang besar. Jadi lakon tragedi sebenarnya bukan lakon yang bercerita duka cita dan kesedihan tetapi lakon yang bertujuan untuk mengoncang jjiwa penonton sehingga lemas, tergetar, merasa ngeri tetapi sekaligus juga merasa belas kasihan. Pendeknya penonton merasa menyadari betapa kecil dan rapuhnya jiwa manusia di depan kedahsyatan suratan takdir (Rendra, 1993).

Tujuan utama lakon tragedi ini adalah membuat kita mengalami pengalaman emosi melalui identifikasi para tokoh dan untuk menguatkan kembali kepercayaan pada diri sendiri sebagai bagian dari manusia. Tokoh dalam lakon tragedi ini biasanya tokoh terpandang, raja, kesatria, atau tokoh yang memiliki pengaruh di masyarakat sehingga identifikasi penonton terhadap tokoh tersebut merasa betul-betul kasihan. Tokoh utama dalam lakon tragedi di akhir cerita biasanya mengalami kesengsaraan dan kematian yang tragis. Jalan yang ditempuh biasanya sangat berat, sulit dan membuatnya menderita, tetapi sikap ini justru membuatnya tampak mulia dan berkeprimanusiaan. Sebenarnya bukan masalah kematian tokoh utama yang menjadi penting pada lakon tragedi tetapi tentang apa yang dikatakan dalam lakon tentang kehidupanlah yang penting.

Lakon-lakon tragedi Yunani Kuno mengajak manusia untuk merenungkan hakikat kehidupan dipandang dari sisi yang menyedihkan karena kehidupan pada prinsipnya selalu kalah dengan takdir ilahi. Dalam lakon tragedi tokoh utama menghadapi konsekuensi yang tidak bisa ditolak, tetapi mereka yakin bahwa kehidupan ini bisa ditaklukkan dan dikalahkan meskipun pada akhirnya juga kalah dengan takdir. Lakon tragedi seperti roman yang mengungkapkan pencarian manusia terhadap rahasia kehidupan abadi dan pertahanan terhadap kekuatan jahat untuk mendapatkan identitas sekaligus semangat hidup, meskipun

untuk mendapatkannya melalui berbagai pengorbanan. Misalnya lakon Oedipus karya Sophocles menceritakan kedukaan manusia yang tidak berdaya dihadapan takdir dewa bahwa Oedipus akan mengawini ibunya dan membunuh bapaknya serta menjalani kehidupannya dengan kesengsaraan.

Menurut Aristoteles ada enam elemen yang ada dalam lakon tragedi sebagai berikut:

  • Plot adalah susunan kejadian atau insiden. Lakon tragedi adalah imitasi perbuatan manusia, dan perbuatan ini akan menghasilkan aksi-aksi atau insiden yang membuat tragedi ada.

  • Watak atau karakter adalah ciri khas tokoh yang terlibat dalam kejadian atau insiden. Melalui watak atau karakter inilah penonton mengidentifikasikan dirinya dalam lakon tragedi.

  • Pikiran-pikiran merupakan kemampuan untuk mengekspresikan apa yang perlu dan cocok untuk situasi. Dalam lakon harus ada pembicaraan-pembicaraan yang mengandung pemikiranpemikiran yang masuk akan dan universal.

  • Diksi adalah gaya atau cara dalam menyusun dan menampilkan kata-kata sebagai upaya untuk mengekspresikan maksud penulis lakon. Dalam lakon tragedi kata-kata disusun dan diucapkan dengan cara puitis.

  • Musik, dalam lakon tragedi fungsi musik adalah untukmemberikan rasa kesenangan dan mengarahkan emosi-emosi penonton.

  • Spektakel (mise en scene) elemen ini merupakan elemen non personal tetapi lebih pada elemen pendukung pementasan dari lakon tragedi. Elemen ini berfungsi untuk mengarahkan emosi penonton pada suasana tragis.

Para penulis lakon tragedi adalah sebagai berikut.

Sophocles      : Oedipus Sang Raja, Oedipus di Kolonus, Antigone (trilogi Oedipus)

Aeschylus      : Agamemnon, The Llibatian Beavers, The Furies (trilogi Oresteia)

Euripides       : Medea, Hyppolitus, Ion and Electra, The Troyan Woman, Cyclops

Shakespeare : Hamlet, Macbeth, Romeo and Juliet, Antony  and Cleopatra, King Lear, Julius Caesar, Othello

Henrik Ibsen : Mrs. Alving, A Doll’s House

Arthur Miller  : The Crucible, All My Sons, Death of a Salesman

Seneca         : Phaedra

Komedi berasal dari kata comoedia (bahasa Latin), commedia (bahasa Italia) berarti lakon yang berakhir dengan kebahagiaan. Lakon komedi seperti halnya lakon tragedi merupakan bagian dari upacara penghormatan terhadap dewa Pallus. Upacara penghormatan ini dilakukan dengan cara melakukan arak-arakan dan memakai kostum setengah manusia dan setengah kambing. Arak-arakan ini menyanyi dan melontarkan kata-kata kasar untuk memancing tertawaan penonton.

Menurut Aristoteles lakon komedi merupakan tiruan dari tingkah laku manusia biasa atau rakyat jelata. Tingkah laku yang lebih merupakan perwujudan keburukan manusia ketika menjalankan kehidupan sehingga mampu menumbuhkan tertawaan dan cemoohan sampai terjadi katarsis atau penyucian jiwa (Yudiaryani, 2002).

Penciptaan lakon komedi bertitik tolak dari perasaan manusia yang memiliki kekuatan, namun manusia tidak sadar bahwa dirinya memiliki daya hidup yang dikelilingi alam semesta. Manusia harus mempertahankan kekuatan dan vitalitas secara utuh terus menerus bahkan harus menumbuhkembangkan untuk mengatasi perubahan alam, politik, budaya maupun ekonomi (Yudiaryani, 2002). Perasaan lemah dalam diri manusia akan mengakibatkan tidak bisa bertahan terhadap segala perubahan dan tantangan. Untuk menguatkan perasaan itu manusia membutuhkan semacam cermin diri agar tidak ditertawakan oleh yang lain.

Lakon komedi adalah lakon yang mengungkapkan cacat dan kelemahan sifat manusia dengan cara yang lucu, sehingga para penonton bisa lebih menghayati kenyataan hidupnya. Jadi lakon komedi bukan hanya sekedar lawakan kosong tetapi harus mampu membukakan mata penonton kepada kenyataan kehidupan sehari-hari yang lebih dalam (Rendra, 1983). Tokoh dalam lakon komedi ini biasanya adalah orang-orang yang lemah, tertindas, bodoh, dan lugu sehingga identifikasi penonton terhadap tokoh tersebut bisa ditertawakan dan dicemoohkan.

Peristiwa mentertawakan tokoh yang dilihat ini sebenarnya mentertawakan kelemahan dan kekurangan yang ada dalam dirinya. Perkembangan lakon komedi bisa dikategorikan dalam berbagai tipe lakon komedi berdasarkan pada sumber humornya, metode penyampaiannya dan bagaimana lakon komedi itu disampaikan.

Berikut ini adalah tipe lakon komedi berdasarkan alirannya.

  • Black Comedy (komedi gelap) adalah lakon komedi yang merujuk pada hal-hal yang meresahkan, misalnya kematian, teror, pemerkosaan, dan perang. Beberapa aliran komedi ini hampir mirip dengan film horor.

  • Character Comedy (komedi karakter) adalah lakon komedi yang mengambil humor dari sebuah pribadi yang dicipakan atau dibuat oleh pemeran. Beberapa lakon komedi ini berasal dari hal-hal yang klise.

  • Improvisational Comedy (komedi improvisasi) adalah lakon komedi yang tidak terencana dalam pementasannya.

  • Observational Comedy (komedi pengamatan) adalah lakon komedi yang bersumber pada lelucon hidup keseharian dan melebih-lebihkan hal yang sepele menjadi hal yang sangat penting atau mengamati kebodohan, kekonyolan yang ada dalam masyarakat dan berharap itu diterima sebagai sesuatu yang wajar.

  • Physical Comedy (komedi fisik) adalah lakon komedi yang hampir mirip dengan slaptis, dagelan atau lelucon yang kasar. Komedi lebih mengutamakan pergerakan fisik atau gestur.

Lakon komedi sering terpengaruh oleh badut.

  • Prop Comedy (komedi dengan peralatan) adalah lakon komedi ini mengandalkan peralatan yang tidak masuk akal.

  • Surreal Comedy (komedi surealis) adalah lakon komedi yang berdasarkan pada hal-hal yang ganjil, situasi yang absur, dan logika yang tidak mungkin.

  • Topical Comedy (komedi topik/satir) adalah lakon komedi yang mengandalkan pada berita utama dan skandal-skandal yang terpenting dan terpilih. Durasi waktu pementasan komedi ini sangat cepat tetapi komedi ini sangat populer. Misalnya talkshow tengah malam.

  • Wit atau Word Play (komedi intelektual) adalah lakon komedi yang berdasarkan pada kepintaran, dan kecerdasan. Komedi ini seringkali memanipulasi kehalusan bahasa sebagai bahan leluconnya.

Para penulis lakon komedi adalah sebagai berikut.

Aristophanes : The Archanians, The Knights, Lysistrata, The Wasps, The Clouds, The Frogs, The Birds

Manander : Dyscolus, Aspis, Georgo”, Dis exapaton, Epitrepontes, Colax, misumenos, Perikeiromene, Samia, Sicyonios, Heros, Theophoroumene, Kitharistes, Phasma, Orge

Shakespeare : A Midsummer Night’s Dream, The Comedy Of Errors

4. Satir

Satir berasal dari kata satura (bahasa Latin), satyros (bahasa Yunani), satire (bahasa Inggris) yang berarti sindiran. Lakon satir adalah lakon yang mengemas kebodohan, perlakuan kejam, kelemahan seseorang untuk mengecam, mengejek bahkan menertawakan suatu keadaan dengan maksud membawa sebuah perbaikan. Tujuan drama satir tidak hanya semata-mata sebagai humor biasa, tetapi lebih sebagai sebuah kritik terhadap seseorang, atau kelompok masyarakat dengan cara yang sangat cerdik. Lakon satir hampir sama dengan komedi tetapi ejekan dan sindiran dalam satir lebih agresif dan terselubung. Sasaran dari lakon satir adalah orang, ide, sebuah institusi atau lembaga maupun masalah sosial yang menyimpang.

Lakon satir sudah dimainkan sejak abad ke-5 sebelum masehi di teater Atena. Lakon satir awalnya digunakan untuk melengkapi lakon tragedi Yunani pada waktu upacara penghormatan dewa Dionysos, pertunjukannya berupa adegan yang singkat dan bersifat menyenangkan penonton. Tetapi perkembangan lakon satir mengalami kemunduran dan lama kelamaan menghilang dari teater Yunani.

Penulis lakon satir yang paling terkenal adalah Euripides yang menulis lakon The Cyclops yang menceritakan pertemuan Odysseus dengan makluk Cyclops. Sebelum Euripides, ada penulis lakon satir yang mendahuluinya yaitu Sophocles yang menulis lakon The Trackers yang menceritakan keinginan Apollo untuk menyembuhkan sekawanan ternak miliknya yang dicuri oleh Hermes. Para penulis satir pada jaman Yunani biasanya mengambil sasaran dewa sebagai bahan ejekan, karena pada waktu itu dewa memiliki kelebihan dan senang memainkan manusia.

5. Melodrama

Melodrama adalah lakon yang isinya mengupas suka duka kehidupan dengan cara yang menimbulkan rasa haru kepada penonton. Menurut Herman J. Waluyo (2001) melodrama adalah lakon yang sangat sentimental, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan perasaan penonton. Pementasan lakon-lakon melodrama sangat berbeda dengan jenis-jenis lakon lainnya, pementasannya seolaholahdilebih-lebihkan sehingga kurang menyakinkan penonton. Tokohtokoh dalam melodrama adalah tokoh biasa dan tidak ternama (berbeda dengan tokoh dalam lakon tragedi yang harus menggunakan tokoh yang besar), serta bersifat steriotipe. Jadi kalau tokoh tersebut jahat maka seterusnya tokoh tersebut jahat dan tidak ada sisi baiknya, sedangkan kalau tokoh tersebut adalah tokoh pahlawan maka tokoh tersebut menjadi tokoh pujaan yang luput dari kekurangan dan kesalahan serta luput dari tindak kejahatan. Tokoh hero dalam lakon melodrama selalu

memenangkan peperangan.

Jenis drama ini berkembang pada permulaan abad kesembilan belas. Istilah melodrama berasal dari bagian sebuah opera yang menggambarkan suasana sedih atau romantis dengan iringan musik (melos diturunkan dari kata melody atau lagu). Kesan suasana inilah yang kemudian berkembang menjadi jenis drama tersendiri.

Ciri-ciri melodrama sebagai berikut:

  • Berpegang kepada keadilan moralitas yang keras; yang baik akan mendapatkan ganjaran pahala, dan yang jahat akan mendapat hukuman.

  • Membangkitkan simpati dan keharuan penonton dengan memperlihatkan penderitaan tokoh baik, dan sebaliknya membangkitkan rasa benci dan marah kepada tokoh jahat.

  • Cerita dalam melodrama diramu dengan unsur-unsur ketegangan (suspense).

  • Plot dijalin dengan kejadian-kejadian yang mendadak dan di luar dugaan, kejadian-kejadian yang tokoh utama-nya selalu nyaris lolos dari bahaya besar.

  • Karakter tetap yang selalu muncul dalam melodrama adalah pahlawan (lelaki atau wanita), tokoh lucu (komik), dan penjahat.

  • Dalam pementasannya selalu diiringi musik seperti layaknya seni film sekarang. Kata melodrama sendiri berasal dari kata melo (melodi) dan drama. Musik dalam lakon jenis ini berfungsi untuk membangun suasana dan membangkitkan emosi penonton.

  • Tema-tema melodrama berkisar tentang dengan sejarah, dan peristiwa rumahtangga.


Page 2