Bagaimana upaya meningkatkan SDM dalam hal kesehatan

PRESIDEN Jokowi menyatakan bahwa prioritas pembangunan nasional dalam lima tahun ke depan adalah pembangunan sumber daya manusia (SDM). Sebab, SDM merupakan kunci masa depan Indonesia. Tujuannya, menghasilkan manusia yang unggul dan maju.

Selama ini, kemajuan pembangunan SDM umumnya ditakar dengan human development index (HDI) atau indeks pembangunan manusia (IPM). Akan tetapi, saat ini dilakukan pendekatan baru untuk melihat prospek modal manusia tersebut dengan human capital index (HCI) atau indeks modal manusia. HCI menggambarkan tingkatan modal manusia yang akan dimiliki seseorang anak yang lahir hari ini pada saat dia menyelesaikan tingkat pendidikan menengah atas (usia 18 tahun), mengingat tingkat risiko masalah kesehatan dan pendidikan di negara mana dia dilahirkan.

Pada 2017, HDI Indonesia sesuai rilis UNDP berada di urutan ke-116 dari 189 negara. Indonesia juga masih berada di bawah beberapa negara ASEAN.

Di Indonesia, kondisi modal manusia saat ini (tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kesehatan) perlu mendapat perhatian yang besar. Bank Dunia memublikasikan, skor HCI Indonesia pada 2018 adalah 0,53. Artinya, rata-rata seorang pekerja Indonesia pada generasi mendatang hanya akan mempunyai produktivitas 53 persen dari potensi penuhnya bila dia menyelesaikan pendidikan dan mendapat keterampilan serta pemenuhan kebutuhan kesehatan. Rata-rata HCI juga bervariasi. Di Jawa-Bali 0,60; Kalimantan 0,60; Maluku 0,46; Nusa Tenggara 0,51; Papua 0,48; Sulawesi 0,50; dan Sumatera 0,54.

Modal Manusia

Sejarah membuktikan adanya keterkaitan antara modal manusia dan pertumbuhan ekonomi. Pada awalnya, fokus pembangunan modal manusia adalah keterkaitan antara ketercapaian pendidikan/pengetahuan dan pertumbuhan ekonomi.

Akan tetapi, kemudian yang tidak dapat dinafikan adalah keterkaitan antara status kesehatan dan produktivitas ekonomi. Pencapaian pendidikan diukur dengan berapa lama masa pendidikan sekolah telah diselesaikan serta seberapa banyak siswa belajar mata pelajaran pengetahuan sains dan matematika. Status kesehatan fungsional adalah seberapa sehat kondisi tenaga kerja. Semua hal itu, yakni pengetahuan, keterampilan, dan kesehatan, adalah pembentuk modal manusia yang memungkinkan potensi yang dapat dikembangkan sebagai SDM produktif.

Hari-hari ini seorang anak Indonesia diharapkan dapat menyelesaikan pendidikan (dasar hingga menengah) selama 12 tahun 4 bulan sampai berusia 18 tahun. Itu terjadi karena belum meratanya akses dan mutu pendidikan. Demikian pula, hampir sepertiga anak masih mengalami stunting. Artinya, mereka mempunyai risiko gangguan kognitif dan keterbatasan fisik yang dapat berlangsung sepanjang hayat mereka.

Dengan demikian, tiga modal utama penyusun modal manusia generasi mendatang adalah (1) keberlangsungan hidup (survival), apakah anak yang lahir saat ini dapat bertahan hidup sampai usia sekolah; (2) sekolah (quality adjusted school), berapa tahun bersekolah yang diselesaikan dan seberapa banyak mereka belajar; serta (3) kesehatan, apakah anak menyelesaikan sekolah dengan kesehatan yang baik dan siap untuk tingkat pendidikan selanjutnya bekerja.

Pengaruh Kesehatan

Pembangunan modal manusia dari perspektif kesehatan meletakkan tiga indikator penting. Yakni, angka kelangsungan hidup di bawah 5 tahun, stunting, dan tingkat kelangsungan hidup dewasa yang terkait dengan kesakitan atau kematian dini karena penyakit.

Berbagai masalah kesehatan tersebut, antara lain, status kesehatan ibu dan anak serta kesehatan reproduksi yang belum menggembirakan. Juga masalah gizi, terutama stunting; masih tingginya penyakit menular dan tidak menular; serta belum meratanya akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Kebijakan pembangunan kesehatan 2020–2024 telah berada di arah yang tepat dan memberi harapan akan peningkatan modal manusia. Sebab, kebijakan itu memperkuat peningkatan mutu pelayanan menuju cakupan kesehatan semesta dengan penekanan kepada penguatan pelayanan kesehatan primer untuk peningkatan upaya promotif dan preventif. Fokusnya pada pentingnya peningkatan pelayanan kesehatan ibu, anak, dan KB maupun peningkatan kesehatan reproduksi. Penyelenggaraan program kesehatan juga perlu didukung alokasi sumber pendanaan yang cukup.

Gambaran konteks makro pembiayaan kesehatan Indonesia seperti health expenditure as a percentage of GDP (2016) yang sebesar 3,8 persen pada 2016 dan health expenditure per capita (2015) sebesar USD 137,7 yang relatif rendah apabila dibandingkan dengan berbagai negara di kawasan ini memberi pesan bahwa dukungan alokasi sumber pendanaan kesehatan perlu terus diperjuangkan. Bank Dunia dalam publikasi health financing system assessment (HFSA, 2017) memberi pesan kunci bahwa Indonesia perlu meningkatkan belanja kesehatan.

Intervensi program kesehatan yang meletakkan pelayanan kesehatan primer yang kuat sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan dengan mengedepankan upaya-upaya promotif dan preventif harus lebih ditingkatkan. Hal itu sesuai dengan deklarasi Astana (global conference on primary health care, Oktober 2018) yang mendorong peningkatan komitmen negara-negara untuk membangun pelayanan kesehatan primer yang kuat dan berkelanjutan.

Penguatan pelayanan kesehatan primer di Indonesia beberapa tahun terakhir digalakkan melalui Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Program itu memosisikan peran strategis puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan.

Dengan PIS-PK, puskesmas tidak hanya menyelenggarakan pelayanan di dalam gedung. Tetapi juga mengunjungi setiap keluarga, mengidentifikasi masalah kesehatan individu, dan mengintervensi sesuai dengan tingkat kemajuan sebuah keluarga menurut 12 indikator keluarga sehat (IKS). Sedangkan penguatan sistem kesehatan dan pengawasan merupakan bagian penting untuk memastikan bahwa pelayanan dan penguatan promotif serta preventif dapat berjalan baik. Analisis kemajuan cakupan dan perubahan keluarga sehat memberi keyakinan bahwa intervensi dengan pendekatan PIS-PK sudah berada di arah yang tepat. Apabila pada kurun September 2018–Februari 2019 terjadi peningkatan status keluarga sehat dengan perubahan positif pada 50,0 persen kabupaten/kota, hasil analisis pada kurun September 2018–Juni 2019 memperlihatkan kemajuan dengan perubahan positif pada 62,3 persen kabupaten/kota.

Percepatan pertumbuhan ekonomi suatu negara bisa diraih apabila modal (sumber daya) manusia diperbaiki. Karena kesehatan merupakan indikator penting dalam pembangunan modal manusia, penting bagi pemerintah di semua tingkatan menanamkan pendanaan (investasi) yang cukup pada bidang kesehatan, meskipun hasilnya tidak bisa segera dilihat karena sifatnya jangka panjang. Program kesehatan harus tetap diprioritaskan pada kegiatan yang bertujuan meningkatkan modal manusia melalui upaya perbaikan status gizi, akses, dan mutu pelayanan kesehatan melalui penguatan pelayanan kesehatan primer dengan pendekatan keluarga.

Mempersempit kesenjangan modal manusia mempunyai pengertian bahwa semakin banyak bayi yang lahir sehat, siap untuk mengikuti pendidikan dan pembelajaran di sekolah serta memaksimalkan kapasitas apa yang mereka pelajari sehingga mereka akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan tetap sehat sepanjang hidup. Dengan cara ini. Indonesia akan dapat mengejar ketertinggalannya dari negara-negara ASEAN dalam pembangunan modal manusia. (*)

*) Nila F. Moeloek, Menteri Kesehatan

Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengatakan revolusi industri 4.0 tidak ditentukan oleh kekayaan sumber daya alam tapi ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu memanfaatkan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi.

Menurut Hanif ada tiga cara untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia agar berkualitas dan berdaya saing. Antara lain melalui jalur pendidikan, pelatihan, dan pengembangan karier.

"Peningkatan kualitas tenaga kerja dapat dilakukan melalui tiga jalur utama. Pertama melalui jalur pendidikan, kedua melalui jalur pelatihan kerja, dan ketiga melalui jalur pengembangan karier di tempat kerja," kata Hanif dalam sambutan yang dibacakan oleh Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing Wisnu Pramono pada seminar tentang "Pekerjaan Masa Depan: Dampaknya Bagi Kaum Muda dan K3" di Jakarta, Kamis (28/2/2019).

Jalur pendidikan fokusnya membangun pondasi yang kokoh untuk pengembangan kualitas tenaga kerja. Oleh karena itu, lanjut Hanif, walaupun secara umum misinya mencerdaskan kehidupan bangsa, tapi secara khusus juga dapat membangun kerangka dasar kompetensi.

"Jika jalur pendidikan fokusnya membangun pondasi kompetensi dasar tenaga kerja, maka jalur pelatihan kerja berfokus pada pembangunan dan pengembangan pilar-pilar kompetensi kerjanya yang nantinya akan dimantapkan di tempat kerja melalui pengembangan karier dan profesionalisme tenaga kerja," ungkap Hanif.

Dengan demikian, pendidikan, pelatihan kerja, dan pengembangan karier di tempat kerja merupakan suatu estafet proses pengambangan kualitas sumber daya manusia dan tenaga kerja.

Sementara itu, Direktur ILO Jakarta, Michiko Miyamoto, menuturkan revolusi industri 4.0 tidak hanya menghilangkan pekerjaan lama dan menciptakan pekerjaan baru, tapi juga mengubah mekanisme sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

"Perkembangan teknologi telah menciptakan peralatan canggih di bidang konstruksi yang bisa meminimalisir risiko pekerjaan. Namun, hal terpenting adalah bagaimana kita bisa melibatkan generasi muda dalam membangun budaya K3 sejak dini," kata Michiko.

Oleh: Wenang Budi Aryo

Meski rencana sudah matang dengan berbagai program yang dipersiapkan serta dilaksanakan dengan baik, pembangunan manusia Indonesia akan percuma tanpa adanya kerja bersama.

         Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia adalah bagian dari proses dan tujuan dalam pembangunan nasional Indonesia. Oleh karena itu, pikiran-pikiran pembangunan yang berkembang di Indonesia dewasa ini sangat dipengaruhi oleh kesadaran yang makin kuat akan tidak terhindarnya keikutsertaan bangsa Indonesia dalam proses global yang sedang berlangsung itu. Diharapkan proses ini membawa keuntungan dan mendorong proses pembangunan nasional.

Pada waktu yang bersamaan, bangsa Indonesia juga menghadapi tantangan untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain yang telah lebih dahulu maju. Oleh karena itu, pembangunan bangsa yang maju dan mandiri, untuk mewujudkan kesejahteraan, mengharuskan dikembangkannya konsep pembangunan yang bertumpu pada manusia dan masyrakatnya. Atas dasar itu, untuk mencapai tujuan pembangunan yang demikian, titik berat pembangunan diletakkan pada bidang ekonomi dengan kualitas sumber daya manusia.

Konsep indikator pembangunan manusia sebagai ukuran pembangunan yang sejajar dengan indikator pendapatan per kapita dan laju pertumbuhan.  Semuanya terkait dengan proses pergolakan sosial yang berlangsung dalam tiga dasawarsa terakhir sejak tahun 60 an. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya mencakup pembangunan manusia, sebagai insan memberikan tekanan pada harkatmartabathak, dan kewajiban manusia yang tercermin dalam nilai-nilai yang terkandung dalam diri manusia baik segi etikaestetika, maupun logika yang meliputi nilai-nilai rohaniah kepribadian dan kejuangan.

Dalam konteks pembangunan nasional, pembangunan manusia yang seutuhnya, kemampuan profesional dan kematangan kepribadian saling memperkuat satu sama lain. Profesionalisme dapat turut membentuk sikap dan perilaku serta kepribadian yang tangguh, sementara kepribadian yang tangguh merupakan prasyarat dalam membentuk profesionalisme. Minimal ada empat kebijakan pokok dalam upaya peningkatan SDM yaitu: Peningkatan kualitas hidup yang meliputi baik kualitas manusianya seperti jasmani dan rohani, serta kualitas kehidupannya seperti perumahan dan pemukiman yang sehat; Peningkatan kualitas SDM yang produktif dan upaya pemerataan penyebarannya; Peningkatan kualitas SDM yang berkemampuan dalam memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai IPTEK yang berwawasan lingkungan; serta Pengembangan pranata yang meliputi kelembagaan dan peran hukum yang mendukung upaya peningkatan kualitas SDM.

                Peningkatan kapasitas dan kualitas suatu bangsa melalui pembangunan SDM yang unggul merupakan tugas bersama dalam menciptakan bangsa yang kuat dan negara yang makmur. Melalui SDM yang unggul, tangguh dan berkualitas baik secara fisik dan mental akan berdampak positif tidak hanya terhadap peningkatan daya saing dan kemandirian bangsa, namun juga dalam mendukung pembangunan nasional. Dalam kaitan ini, terdapat beberapa hal yang harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan kualitas SDM antara lain, pertama, adalah sistem pendidikan yang baik dan bermutu. Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan penataan terhadap sistem pendidikan secara menyeluruh, terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Pemerintah dalam hal ini memiliki peran penting dalam penyelenggaraan sistem pendidikan yang efektif dan efisien, berorientasikan pada penguasaan IPTEK serta merata di seluruh pelosok tanah air.

Kedua adalah penguatan peran agama dalam kehidupan sosial bermasyarakat dalam rangka memperkokoh jati diri dan kepribadian bangsa (character building). Ketiga adalah peningkatan kapasitas SDM melalui berbagai Diklat, kompetensi, pembinaan dan lain-lain. Tenaga kerja profesional dan terampil sesuai tuntutan/kebutuhan pasar merupakan faktor keunggulan suatu bangsa dalam menghadapi persaingan global.

Pemerintah memegang peranan penting dalam menyiapkan program-program strategis guna menghasilkan SDM berkualitas dan siap memasuki pasar kerja. Terakhir, adalah pembinaan dan pengembangan masyarakat terutama generasi muda. Sebagai penopang utama dalam roda pembangunan, pemberdayaan generasi muda diharapkan dapat menciptakan generasi yang kreatif, inovatif dan berdaya saing tinggi. Karakteristik generasi muda seperti inilah yang diharapkan mampu berkonstribusi dan memenangkan persaingan global.

Mempertimbangkan peran strategis SDM bagi akselerasi pembangunan negara, kebijakan dan langkah strategis program kerja yang komperehensif mestiterwujud agar dapat mencetak banyak SDM Indonesia yang unggul dan mampu bersaing di tingkat global. Sinergi kebijakan antar pemangku kepentingan pada sektor terkait dan lintas sektor juga mutlak diperlukan guna menyatukan sumber daya dan potensi yang ada bagi percepatan pembangunan SDM Indonesia.

                Upaya tersebut tentu saja membutuhkan kerjasama dari semua pihak khususnya keluarga dalam hal pemberian pendidikan dan keahlian sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Kesadaran serta semangat untuk terus meningkatkan kualitas diri dan daya saing juga diperlukan dari generasi muda yang merupakan agen pembangunan bagi bangsa ini. Selain itu, diperlukan pengawasan dan evaluasi untuk memastikan program-program yang ada berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan memberikan dampak yang signifikan dalam meningkatkan produktifitas tenaga kerja khususnya generasi muda. Dengan SDM yang berkualitas, target dalam pembangunan Indonesia akan lebih mudah tercapai