Bagaimana sistem pengelolaan dana asuransi syariah

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisa’ [4]: 9)

“Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong- menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…” (QS. Al-Maidah [5]: 2)

Allah  SWT  berkehendak  setiap  manusia  berpikir  visioner  serta menyempurnakan ikhtiar untuk mempersiapkan hari esok. Asuransi merupakan wujud ikhtiar manusia sebagai upaya preventif dalam rangka mengantisipasi risiko keuangan atas kemungkinan musibah di masa mendatang.

Konsep tolong menolong mendasari prinsip kerja Takaful Keluarga. Perusahaan menyediakan wadah bagi peserta untuk saling melindungi dan bersama-sama menanggung risiko keuangan bilamana musibah menimpa. Bermula dari konsep tersebut, Takaful Keluarga berupaya menghadirkan solusi pengelolaan keuangan dan usaha meminimalisir risiko sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang bebas dari unsur gharar (ketidakjelasan), maisir (perjudian), riba (sistem bunga), dan zhulm (ketidakadilan).

Takaful Keluarga menerapkan pengelolaan risiko berdasarkan prinsip sharing of risk di antara peserta. Prinsip sharing of risk terwujud melalui penghimpunan dana tabarru’  dari seluruh peserta yang ditujukan dan dimanfaatkan sebagai dana tolong-menolong jika terjadi musibah di antara peserta. Takaful Keluarga percaya bahwa sharing of risk   mampu memupuk solidaritas, menciptakan hubungan saling melindungi, serta menjalin tali persaudaraan di antara peserta.

Takaful Keluarga menerapkan pemisahan entitas dana kelolaan menjadi tiga akun yakni dana tabarru’, dana investasi peserta, serta dana perusahaan. Pembayaran klaim dialokasikan dari pos dana tabarru’ yang sejak awal diniatkan untuk kepentingan tolong-menolong di antara peserta jika terjadi musibah. Dalam kondisi pos dana tabarru’ mengalami defisit, menjadi kewajiban bagi perusahaan untuk menalanginya menggunakan dana  perusahaan.  Sementara  pos  dana  peserta selamanya  menjadi  hak  peserta  yang  menjadi tanggung jawab Takaful Keluarga untuk mengelolanya melalui instrumen investasi yang disepakati bersama.

Takaful Keluarga menggunakan akad tabarru’ dan akad tijari guna menjaga keabsahan transaksi sesuai kaidah  syariah.  Melalui  akad  tabarru’,  peser ta menghibahkan  sejumlah  dana  untuk  dikelola perusahaan sebagai dana tolong-menolong jika terjadi musibah di antara peserta (non-profit oriented). Sementara akad tijari menjadi landasan atas transaksi pengelolaan dana investasi peserta oleh perusahaan agar dapat memberikan hasil yang optimal bagi peserta (profit oriented).

Takaful Keluarga mengelola dana investasi peserta berdasarkan akad tijari yang bebas dari unsur gharar (ketidakjelasan), maisir (perjudian), riba (sistem bunga), dan zhulm (ketidakadilan). Dana peserta diinvestasikan pada berbagai instrumen investasi berbasis syariah meliputi tetapi tidak terbatas pada reksadana syariah, saham syariah, serta obligasi syariah (sukuk) sehingga dapat menggerakkan perekonomian demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat luas.

Takaful Keluarga memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang bertugas mengawasi sistem operasional, pengembangan produk, pengembangan sumber daya manusia, dan termasuk kebijakan investasi agar senantiasa selaras dengan prinsip serta nilai-nilai syariah. Keberadaan DPS memastikan gerak dan langkah perusahaan selalu berada dalam koridor syariah.

Prioritas Takaful Keluarga adalah merancang dan mengembangkan berbagai produk selaras dengan kebutuhan peserta (customer-driven). Perubahan dan perkembangan kebutuhan peserta dari waktu ke waktu mendorong Takaful Keluarga untuk terus berinovasi guna menghadirkan solusi perencanaan keuangan sesuai syariah yang benar-benar memenuhi ekspektasi serta kebutuhan peserta.

Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 11/2011 tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah, perusahaan asuransi syariah diwajibkan menghitung solvabilitas dana perusahaan serta solvabilitas  dana  tabarru’ .  Perusahaan  diwajibkan menjaga  tingkat  solvabilitas  dana  tabarru ’  paling rendah 30% dari dana yang diperlukan untuk mengantisipasi risiko kerugian yang dapat timbul akibat deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan/atau kewajiban. Rasio pencapaian solvabilitas (RBC) dana tabarru’ Takaful Keluarga adalah sebesar 173,04% (per 31 Desember 2016).

Perbedaan paling utama antara asuransi syariah dan asuransi konvensional (Non Sayriah) adalah dari konsep pengelolaannya. Proteksi Syariah memiliki konsep pengelolaan Sharing Risk sedangkan Asuransi Konvensional (Non Syariah) Transfer Risk.

Konsep pengelolaan asuransi konvensional berupa Transfer Risk adalah perlindungan dalam bentuk pengalihan risiko ekonomis atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan ke perusahaan asuransi sebagai penanggung risiko. Atau dengan kata lain Peserta dengan membeli atau bergabung sebagai peserta asuransi konvensional akan ditanggung risiko ekonomisnya oleh perusahaan asuransi.

Sedangkan Sharing Risk yang merupakan pengelolaan asuransi syariah adalah konsep di mana para peserta memiliki tujuan yang sama yakni tolong menolong, yakni melalui investasi aset atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu menggunakan akad yang sesuai dengan syariah yang diwakilkan pengelolaannya ke Perusahaan Asuransi Syariah dengan imbalan Ujrah.

Di samping perbedaan mendasar tersebut, ada beberapa perbedaan praktis antara proteksi syariah dan konvesional yang perlu diketahui:

Kontrak/Akad pada asuransi syariah adalah akad hibah (jenis akad tabbarru’) sebagai bentuk ta’awwun (tolong menolong/saling menanggung risiko di antara peserta) sesuai dengan syariat Islam. Sedangkan kontrak pada asuransi konvensional yaitu kontrak pertanggungang oleh perusahaan asuransi kepada peserta asuransi sebagai tertanggung.

Proteksi Syariah menerapkan kepemilikan dana bersama (dana kolektif para peserta). Jika ada peserta yang mengalami musibah maka peserta lain akan membantu (memberikan santunan) melalui kumpulan dana tabarru’. Ini adalah bagian dari prinsip sharing of risk. Sharing of risk ini tidak berlaku pada asuransi konvensional, di mana perusahaan asuransi yang mengelola dan menentukan dana perlindungan nasabah yang berasal dari pembayaran premi per bulan.

Surplus Underwriting adalah selisih lebih (positif) dari pengelolaan risiko underwriting dana Tabarru yang telah dikurangi oleh pembayaran santunan, reasuransi, dan cadangan teknis, yang dikalkulasi dalam satu periode tertentu.

Proteksi Syariah membagikan Surplus Underwriting ke para peserta sesuai dengan regulasi yang ada dan fitur produk yang telah disepakati sebelumnya. Sedangkan untuk produk konvensional tidak mengenal surplus underwriting atau dengan kata lain keuntungan underwriting asuransi konvensional menjadi pihak perusaahan asuransi dan tidak ada pembagian kepada peserta asuransi.

  • Memiliki Dewan Pengawas Syariah

Berbeda dengan konvensional, untuk memastikan prinsip syariah maka, perusahaan asuransi syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah yang melakukan fungsi pengawasan terhadap pemenuhan prinsip syariah pada kegiatan usaha lembaga keuangan syariah, termasuk proteksi syariah

  • Tidak Melakukan Transaksi yang Dilarang Dalam Keuangan Syariah 

Transaksi pada Asuransi Syariah harus terhindar dari unsur Maysir (Untung-untungan), Gharar (ketidakjelasan), Riba & Risywah (suap). 

Investasi berbentuk Tabarru’ dilakukan sesuai syariat Islam, sehingga portofolio investasi hanya akan melibatkan instrumen yang halal saja.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA