Bagaimana menentukan masalah dalam penelitian kuantitatif?

Penemuan Masalah Penelitian - Sesudah seorang peneliti menetapkan problem area atau bidang penelitian yang akan diamati, maka kegiatan selanjutnya yaitu menemukan masalah (problem generation atau problem finding). Penemuan permasalahan penelitian adalah salah satu tahap yang penting dalam sebuah penelitian. Keadaannya jelas: apabila masalah tidak ditemui, maka sebuah penelitian tidak perlu untuk dilakukan. Penemuan masalah dalam penelitian merupakan hal penting juga dinyatakan dalam ungkapan: “Keberhasilan perumusan permasalahan adalah setengah dari kegiatan penelitian”.

Ditemukannya permasalah dalam sebuah penelitian juga bisa dibilang sebagai tes dalam suatu bidang ilmu, seperti yang disebutkan dalam  dalam : Buckley dkk., 1976, 14 oleh Mario Bunge: “Kriteria paling baik untuk menjajagi suatu disiplin ilmu apakah masih hidup ataukah tidak yaitu dengan cara memastikan apakah dalam bidang ilmu itu masih dapat menghasilkan suatu masalah. Tiada satupun maslah yang tercetus dalam bidang ilmu yang telah mati”. Selanjutnya permasalahan yang ditemukan dirumuskan ke dalam sebuah pernyataan atau problem statement. Dengan begitu, maka dalam pembahasan ini dibagi menjadi 2 bagian yang pertama yaitu penemuan masalah  dalam artikel ini dan yang kedua perumusan masalah yang akan kami bahas dalam artikel selanjutnya.


Biasanya kegiatan penemuan masalah  penelitian didukung adanya survai ke perpustakaan untuk mengukur perkembangan pengetahuan pada bidang yang akan dijadikan penelitian, terlebih yang terduga mengandung suatu permasalahan. Dalam hal ini, perlu untuk dimengerti kalau publikasi dalam bentuk buku tidaklah informasi yang paling baru sebab penerbitan buku adalah sebuah proses yang memerlukan wakt yang lumayan lama, sehingga buku yang diterbitkan, contohnya pada hari ini, ditulis sekitar setahun atau malahan 2 tahun yang telah berlalu. Biasanya perkembangan suatu pengetahuan terakhir dipublikasikan sebagai sebuah artikel dalam majalah ilmiah, dengan begitu sebuah usulan penelitian lebih baik kalau mengandung banyak pembahasan mengenai artikel-artikel terbaru yang bersumber dari majalah-majalah atau jurnal ilmiah pada bidang yang sedang diteliti.

Seperti yang telah disinggung di atas bahwa kegiatan penemuan permasalahan penelitian didukung adanya survai ke perpustakaan untuk lebih mengenal perkembangan bidang yang akan diteliti. Dalam usulan penelitian, pengenalan tersebut akan dijadikan sebagai bahan utama deskripsi yang menjadi “latar belakang permasalahan”.


Bagaimana menentukan masalah dalam penelitian kuantitatif?

Dalam penelitian sebuah permasalahan bisa diidentifikasikan sebagai sebuah kesenjangan antara harapan dengan fakta, antara keinginan perkembangan dengan tren perkembangan, antara ide dengan kenyataan. Oleh Sutrisno Hadi (1986, 3) mengidentifikasikan kalau sebuah permasalahan sebagai perwujudan dari “kelangkaan, ketiadaan, ketertinggalan, ketimpangan, kemrosotan, ketidak serasian, kejanggalan, dan sejenisnya”. Seorang peneliti yang mempunyai banyak pengalaman akan lebih mudah untuk menemukan suatu permasalahan penelitian dalam bidang yang ditekuninnya. Peneliti tersebut seringkali merumuskan permasalahan secara naluriah, serta tidak bisa menjelaskan bagaiaman cara untuk menemukananya.

Cara untuk menemukan permasalahan ini, sudah diamati Buckley dkk. (1976) yang memberitahukan kalau penemuan permasalahan bisa dilakukan secara “formal” dan bisa juga secara “informal”. Penemuan permasalahan secara formal dapat melibatkan prosedur yang menuruti metodoligi penelitan tertentu, dan bila penemuan masalah secara informal akan bersifat subjektif serta tidak rutin. Sehingga, cara formal kualitasnya lebih baik jika dibandingkan dengan cara informal. Cara-cara yang telah diusulkan oleh Buckley dkk dalam sebuah kelompok formal dan informal rinciannya seperti yang terlihat dalam gambar berikut ini.

Bagaimana menentukan masalah dalam penelitian kuantitatif?


Menurut Bukley dkk., (1976:16-27) telah dijelaskan cara-cara penemuan masalah penelitian baik itu secara formal maupun secara informal seperti yang diuraikan dalam uraian berikut ini. Sesudah penemuan permasalahan, setelah itu dilakuan evaluasi atau pengecekan pada permasalahan tersebut sebelum melakukan perumusan permasalahan.


Menurut metodologi penelitian cara-cara formal dalam menemukan masalah penelitian bisa dilakukan melalui alternatif-alternatif sebagai berikut:

  • Cara penemuan masalah penelitian rekomendasikan dari suatu riset. Biasanya sebuah laporan penelitian di bab terakhir dimuat kesimpulan dan juga saran. Umumnya Saran direkomendasikan menunjukan kemungkinan penelitian lebih lanjut atau penelitian yang lain yang berhubungan dengan kesimpulan yang diperoleh. Bisa dikaji kalau saran ini sebagai arahan untuk menemukan permasalahan.
  • Cara penemuan permasalahan penelitian secara analogi. Yaitu penemuan masalah penelitian dengan cara “mengambil” pengetahuan yang berasal dari bidang ilmu lain kemudian diterapkan pada bidang yang sedang diteliti. Pada hal ini, disyaratkan kalau kedua bidang itu harus sesuai pada setiap hal-hal yang penting. Sebagai contoh dalam permasalahan yang telah ditemukan melalui cara analogi ini, Misalkan: “Apakah proses dari perancangan software komputer bisa diterapkan dalam proses perancangan arsitektural” (seperti yang telah diketahui kalau perencanaan perusahaan serta perencanaan arsitektural memiliki tingkat kesamaan dalam hal pembuatan keputusan.
  • Cara penemuan masalah penelitian dengan cara renovasi. Cara renovasi bisa digunakan untuk mengganti komponen yang tidak cocok lagi dari sebuah teori. Cara ini tujuannya yaitu untuk memperbaiki serta meningkatkan kemantapan sebuah teori. Sebagai contoh sebauah teori mengungkapkan “ Secara signifikan ada korelasi arah pengembangan bangunan rumah tipe tertentu padda perumahan sub – dengan tipe bangunan rumah asal penghuninya”  bisa direnovasi menjadi permasalahan “seberapa korelasi antara arah pengembangan bangunan rumah tipe tertentu pada perumahan sub – inti dengan tipe bangunan rumah asal penghuninya dengan tingkat pendidikan penghuninya yang berbeda. Pada contoh tersebut, kondisi “umum” diubah dengan kondisi yang spesifik yaitu tingkat pendidikan yang tidak sama.
  • Penemuan masalah penelitian dengan cara dialetik. Dalam hal ini dialetik berarti sanggahan atau tandingan. Melalui cara dialetik, peneliti bisa mengusulkan untuk dapat menghasilkan sebuah teori yang menjadi sanggahan atau tandingan terhadap teori yang telah ada.
  • Penemuan masalah dengan cara Ekstrapolasi yaitu menemukan masalah dengan membuat tren permasalahan yang dihadapi atau tren sebuah teori.
  • Penemuan masalah penelitian dengan cara morfologi. Morfologi itu maksudnya sebuah cara yang dapat digunakan untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan kombinasi yang terkandung pada sebuah permasalahan yang kompleks dan rumit.
  • Penemuan masalah penelitian dengan cara dekomposisi adalah cara pemerincian atau penjabaran sebuah permasalahan ke dalam komponen-komponennya.
  • Penemuan masalah penelitian dengan cara agregasi. Melalui cara agregasi ini peneliti bisa mengambil teori dari beberapa bidang penelitian atau dari hasil-hasil penelitian serta “mengumpulkannya” untuk membentuk sebuah permasalahan yang lebih kompleks dan rumit.


Penemuan masalah penelitian dapat dilakukan secara informal (subyektif) dengan alternatif-alternatif sebagai berikut.

  • Penemuan masalah penelitian ditemukan secara Konjektur (naluriah). Yaitu penemuan masalah penelitian tanpa adanya dasar-dasar secara jelas. Jika selanjutnya, latar belakang atau dasar- dasar permasalahan tersebut bisa dijelaskan, maka penelitian secara ilmiah bisa diteruskan. Perlu diketahui kalau naluri adalah fakta apresiasi individu kepada lingkungannya.  Menurut Buckley, dkk., (1976, 19) naluri adalah alat yang berguna untuk memproses penemuan permasalahan.
  • Penemuan masalah penelitian dengan cara fenomenologi. Suatu permasalahan baru dalam peneltitian bisa ditemukan berhubungan dengan fenomena (perkembangan, kejadian) yang bisa diamati. Contoh: fenomena penggunaan komputer sebagai alat bantu analisis bisa dihubungkan untuk menemukan permasalahan. Misalkan: Dalam proses perancangan arsitektural, seperti apakah pola dasar pendeknya penggunaan komputer.
  • Penemuan masalah penelitian secara konsensus. Sebagai contoh adanya konsensus kalau kemiskinan tidaklah  menjadi masalah untuk Indonesia, namun kualitas lingkungan yang menjadi masalah yang butuh untuk diatasi. (Hal seperti ini adalah sebuah konsensus nasional).
  • Penemuan masalah penelitian dari pengalaman.  Tidak perlu  diragukanlagi, karena pengalaman adalah sumber untuk menemukan permasalahan. Dari adanya pengalaman kegagalan maka akan terdorong untuk menemukan masalah penyebab kegagalan tersebut. Selain itu pengalaman dari kesuksesan atau keberhasilan akan memberikan dorongan dalam studi perumusan sebab-sebab dari keberhasilan tersebut.  Misalkan, umpan balik dari klien, penelitian akan mendorong  untuk merumuskan komunikasi yang lebih baik antara arsitek dengan klien.
Itulah sedikit yang dapat kami terangkan tentang Penemuan Masalah Penelitian, semoga bisa menambah pengetahuan kita tentang penelitian.


Page 2

BAB II

PEMBAHASAN

  1. A.    Masalah dan Penelitian

Menurut Arikunto (1992; 22), dalam bukunya Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, dikatakan bahwa masalah itu mesti merupakan bagian dari “kebutuhan” seseorang untuk dipecahkan. Penyebab orang ingin mengadakan penelitian adalah karena ia ingin mendapatkan jawaban dari masalah yang dihadapi.

Sementara itu Sedarmayanti dan Hidayat (2011), dalam bukunya Metodologi Penelitian, mengatakan bahwa  masalah adalah peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Sedangkan apa yang disebut dengan permasalahan penelitian adalah suatu pembatasan fokus perhatian pada ruang lingkupnya sampai menimbulkan pertanyaan dalam diri orang-orang yang mencari permasalahan.

Pendapat lain mengatakan bahwa masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara 2 faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda tanya dan dengan sendirinya memerlukan upaya untuk mencari sesuatu jawaban[1].

Dari ketiga pendapat mengenai definisi masalah di atas, maka kami menyimpulkan bahwa masalah adalah rangkaian peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang menimbulkan pertanyaan dalam setiap individu manusia, serta secara otomatis membutuhkan upaya untuk mencari suatu jawaban atas masalah yang dihadapi tersebut.

Masalah adalah titik tolak terpenting dalam melakukan sebuah penelitian. Karena tanpa adanya masalah, maka penelitian tidak akan terjadi atau pun berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, langkah pertama yang mesti dilakukan dalam rangka mengadakan sebuah penelitian adalah mencari atau memilih sebuah masalah untuk diteliti.

Baik penelitian kualitatif maupun kuantitatif sepakat bahwa hal pertama yang harus dilakukan dalam penelitian adalah menentukan sebuah masalah. Adapun beberapa langkah, khususnya dalam melakukan penelitian kuantitatif, secara umum dapat dilihat pada bagan berikut

4) Merumuskan Anggapan Dasar

6. b) Menentukan Sumber Data

Langkah-langkah Penelitian Kuantitatif

7) Menentukan dan Menyusun Instrumen

Sumber: Arikunto, Suharismi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992) (Gambar ada pada setiap BAB)

Perumusan masalah adalah pernyataan rinci dan lengkap mengenai ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah.[2]  Karena masalah itu, sewaktu akan mulai memikirkan suatu penelitian, sudah harus dipikirkan dan dirumuskan secara jelas, sederhana dan tuntas. Hal itu disebabkan oleh seluruh unsur penelitian lainnya yang berpangkal pada perumusan masalah tersebut.[3] Namun terdapat beberapa perbedaan antara perumusan masalah dalam penelitian kualitatif dengan perumusan masalah pada penelitian kuantitatif. Akan tetapi sebelum membahas permasalahan dalam penelitian kualitatif maupun kuantitatif, terlebih dahulu kita akan membahas mengenai menentukan masalah dan kiat-kiat memilih masalah untuk penelitian.

  1. 1.      Mencari dan Menentukan Masalah

Sukandarumidi (2006) dalam bukunya Metodologi Penelitian : Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula, mengatakan bahwa dalam menemukan masalah untuk diteliti, maka seorang peneliti yang bersangkutan harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti Apa, Siapa, Bilamana, Dimana, Mengapa, dan Bagaimana, apabila ia sudah menemukan masalah yang akan ia teliti. Contohnya seorang peneliti akan mengangkat suatu masalah mengenai suatu kasus tentang Penghapusan Diskriminasi Ras. Maka peneliti tersebut harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut :

  1. Apa itu Diskriminasi Ras?
  2. Siapakah Pelaku dan Korban Diskriminasi Ras itu?
  3. Bilamana kasus Diskriminasi Ras itu terjadi?
  4. Dimanakah tempat terjadinya diskriminasi Ras?
  5. Mengapa kasus Diskriminasi Ras dapat terjadi?
  6. Bagaimanakah caranya untuk mengatasi Diskriminasi Ras?

Namun seringkali terjadi, khususnya bagi para peneliti pemula, yang menemukan kesulitan dalam mendapatkan masalah untuk diteliti dan darimanakah masalah untuk penelitian tersebut dicari. Maka muncullah pertanyaan, “Darimanakah sumber-sumber masalah untuk diteliti itu?”

Sebenarnya masalah itu dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya mengenai definisi masalah bahwa masalah itu merupakan rangkaian dari peristiwa sehari-hari yang selalu kita jumpai. Kita dapat mendapatkan masalah dari berbagai fenomena yang kita lihat dalam kehidupan keseharian kita. Namun, selain dari fenomena-fenomena yang nampak dan kita saksikan, kita juga dapat menemukan masalah dari membaca buku, atau pun masalah yang didapatkan karena diberi oleh orang lain, dan juga masalah yang malah datang dari diri kita sendiri.

Sedarmayanti dan Hidayat (2011; 42), dalam bukunya Metodologi Penelitian, mengatakan bahwa sumber-sumber masalah penelitian adalah sebagai berikut :

–          Diri sendiri, yaitu mengukur masalah dengan minat, dapat dilaksanakan atau tidak, punya waktu, tenaga, dan dana.

–          Orang lain, yaitu mengukur masalah dengan mudahnya data diperoleh, dan perijinan (ijin dari pihak yang punya masalah maupun pihak berwenang akibat pengaturan administrasi).

–          Karya ilmiah, yakni mengukur masalah dengan kemanfaatan karya ilmiah tersebut.

Sedangkan Faisal (1999; 45), dalam bukunya Format-format Penelitian Sosial menyebutkan beberapa sumber-sumber masalah secara umum, diantaranya adalah sebagai berikut:

–          Pengalaman di lingkungan pekerjaan atau profesi masing-masing peneliti.

–          Deduksi dari suatu teori.

–          Laporan Penelitian, dan

–          Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh suatu instansi, lembaga atau organisasi.

Namun terlepas dari itu semua, alangkah baiknya jika masalah itu datang dari diri sendiri sesuai dengan minat sang peneliti. Sehingga ketika menjalankan kegiatan penelitian, peneliti benar-benar menghayati masalah yang sedang ia teliti tersebut. Lebih jauh lagi, penelitian akan berjalan sebaik-baiknya jika peneliti menghayati masalah. Karena peneliti tentu akan lebih senang menggarap masalah yang dihayati daripada yang tidak.(Arikunto, 1992; 23)

Perlu diperhatikan bahwa untuk mengangkat suatu  masalah, seorang peneliti juga harus menguasai bidang ilmunya. Maka Sukandarumidi (2006) memberikan kriteria bahwa seorang peneliti harus :

–          Menguasai ilmunya

–          Mengetahui metodenya

–          Mengetahui masalahnya, dan

–          Mempunyai rasa ingin tahu yang satu sama lain saling berkaitan dan melengkapi

Itulah mengapa alangkah baiknya jika masalah yang akan diteliti tersebut memang menarik perhatian si peneliti. Selain itu, masalah menarik yang didapatkan juga tentu akan berpengaruh dalam menentukan judul penelitian. Akan tetapi, sekedar menarik saja tidak cukup. Alasan menarik saja tidak menjamin akan terlaksananya sebuah penelitian. Ada kalanya ketika peneliti ingin menjawab suatu masalah yang sangat diminatinya, namun ada faktor-faktor lain yang tidak mendukung terjadinya penelitian atas pemecahan masalah tersebut. Faktor-faktor tersebut bersumber dari diri sendiri (intern) dan dari luar (ekstern). Secara singkat, Arikunto (1992) mengemukakan faktor-faktor pendukung yang harus dipenuhi bagi terpilihnya masalah atau judul penelitian, yaitu:

  1. Penelitian harus sesuai dengan minat peneliti.
  2. Penelitian dapat dilaksanakan. Ada 4 hal sebagai pertimbangan penelitian dapat dilaksanakan atau tidak ditinjau dari diri peneliti yaitu:
    1. Peneliti menguasai dan punya kemampuan untuk memecahkan masalah yang akan ditelitinya, baik dalam hal teori maupun metoenya.
    2. Peneliti mempunyai waktu yang cukup sehingga tidak melakukannya asal selesai.
    3. Peneliti mempunyai tenaga untuk melaksanakan, dalam arti cukup kuat fisiknya untuk merencana, menyusun alat pengumpul data, mengumpulkan data dan menyusun laporannya.
    4. Peneliti memiliki dana yang cukup untuk penelitiannya.
    5. Tersedia faktor pendukung, faktor ini berasal dari luar diri peneliti:
      1. Tersedianya data-data sehingga pertanyaan penelitian dapat dijawab. Misalnya, peneliti ingin mengetahui bagaimanakah rasanya hidup di dalam tanah, sedangkan untuk mencobanya seolah-olah tidak mungkin.
      2. Ada izin dari yang berwenang, karena banyak hal yang menarik untuk diteliti namun peneliti dibatasi oleh peraturan-peraturan, misalnya menyangkut masalah politik, keamanan, ketertiban umum, dan lain sebagainya.
    6. Hasil penelitian bermanfaat. Poin keempat ini adalah poin terpenting dalam penelitian. Karena salah satu tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk menyumbangkan hasilnya bagi kemajuan ilmu pengetahuan, meningkatkan efektivitas kerja atau pun mengembangkan sesuatu.
    7. 2.      Jenis-jenis Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian sering pula disebut dengan istilah problema atau problematik. Secara garis besar, peneliti mempermasalahkan fenomena atau gejala atas 3 jenis:

  1. Problema untuk mengetahui status dan mendeskripsikan fenomena. Sehubungan dengan jenis permasalahan ini terjadilah penelitian deskriptif (termasuk di dalamnya survei), penelitian historis dan filosofis.
  2. Problema untuk  membandingkan dua fenomena atau lebih (problema komparasi). Dalam penelitian ini peneliti berusaha mencari persamaan dan perbedaan fenomena, selanjutnya mencari arti atau manfaat dari adanya persamaan dan perbedaan yang ada.
  3. Problema untuk mencari hubungan antara dua fenomena (problema korelasi). Ada 2 macam problema korelasi, yaitu:
    1. Korelasi sejajar, misalnya korelasi antara kemampuan berbahasa inggris dan kesetiaan ingatan.
    2. Korelasi sebab-akibat, misalnya korelasi antara teriknya sinar matahari dan larisnya es mambo.

Jenis-jenis penelitian tersebut yang biasanya dijadikan dasar dalam merumuskan judul penelitian. (Arikunto, 1992; 25)

3.  Merumuskan Judul

Dalam hal penulisan atau pun menentukan judul, khususnya pada penelitian kualitatif, maka usahakan judul penelitian tidak diawali dengan kata penelitian, studi, atau pun kajian. Buatlah judul penelitian bersifat umum, belum terfokus, sehingga memberi kemungkinan untuk berkembang sesuai dengan kondisi yang dihadapi di lapangan, dan tidak menggambarkan variabel-variabel[4] secara eksplisit.[5]

Lain halnya dengan perumusan judul pada penelitian kuantitatif. Arikunto, (1992; 28), mengatakan bahwa judul penelitian yang lengkap diharapkan mencakup:

–          Sifat dan jenis penelitian

–          Obyek yang diteliti

–          Subyek penelitian

–          Lokasi/ daerah penelitian

–          Tahun/waktu terjadinya peristiwa.

Contoh:

Studi Komparasi antara metode induktif dan metode deduktif untuk menghafal rumus-rumus Ilmu Pasti pelajar SMA di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1979.

–          Studi komparasi                            : Sifat atau jenis problema.

–          Metode Induktif dan                    )

deduktif untuk menghafal           ) Obyek Penelitian

rumus Ilmu Pasti                          )

–          Pelajar SMA                                  : Subyek Penelitian

–          Daerah Istimewa Yogyakarta       : Lokasi Penelitian

–          Tahun 1979                                   : Tahun terjadinya peristiwa.

Apabila judul penelitian ditulis singkat, maka perlu ditambahkan dengan jelas penegasan judul dan batasan masalah. Penegasan ini ditulis dalam bagian pendahuluan, laporan, penelitian, dan juga diberi penjelasan pada waktu penyusunan desain penelitian. Inilah rumusan judul pada penelitian kuantitatif secara umum.

  1. 4.      Perumusan Masalah
  2. a.      Perumusan Masalah dalam Penelitian Kuantitatif

Perumusan masalah dalam penelitian kuantitatif mencakup latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian. Namun kami menngutip dari Sedarmayanti dan Hidayat (2011; 36) dalam bukunya Metodologi Penelitian, bahwa perumusan masalah itu meliputi beberapa hal berikut:

  1. Latar belakang masalah
  2. Identifikasi masalah
  3. Pembatasan masalah/ruang lingkup, dan
  4. Rumusan masalah

Adapun penjelasan per poinnya adalah sebagai berikut:

  1. 1.      Latar Belakang Masalah

Faisal (1999) menyatakan bahwa istilah Latar Belakang masalah kadang-kadang dinyatakan dengan beberapa istilah lain (yang kesemuanya mempunyai arti yang sama), seperti “Latar Belakang Penelitian”, “Latar Belakang Pemilihan Masalah Penelitian”, “Alasan Pemilihan Judul Penelitian”, dan “Alasan  Pemilihan Masalah Penelitian”. Semua istilah tersebut memiliki makna yang sama, namun yang lebih umum digunakan adalah “Latar Belakang Masalah”.

Masalah yang diteliti tentunya dimunculkan melalui serangkaian proses penalaran tertentu dari sumber-sumber tertentu; jadi ada “konteks” tertentu, yang dari situ (dengan bantuan kemampuan penalaran) kita dapat merumuskan “masalah penelitian”; yakni masalah yang kita pilih dan kita usulkan untuk diteliti. Uraian dan penjelasan yang demikian itulah yang mesti dipaparkan dalam “Latar Belakang Masalah”. Sesuatu yang belum jelas, sesuatu yang masih tanda Tanya, sesuatu yang belum terketahui secara pasti, dan jawabannya terletak atau bergantung pada kenyataan empiris, itulah yang (dalam penelitian kuantitatif) disebut dan dimunculkan sebagai “masalah penelitian”. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah: “Mengapa ia dinilai dan dimunculkan sebagai “masalah”? apa yang melatarbelakanginya sehingga ia disebut dan dimunculkan sebagai “masalah”? dalam konteks seperti itulah, “Istilah Latar Belakang Masalah” kita gunakan di dalam menyusun usulan/rancangan penelitian (Faisal, 1999; 96-97).

Lebih jauh lagi, Sukandarumidi (2006) menambahkan bahwa cakupan latar belakang meliputi uraian berikut:

Perumusan masalah berisikan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam usul penelitian ini menarik, penting dan perlu diteliti ditinjau dari berbagai aspek misalnya ditinjau dari aspek ilmu pengetahuan, teknologi, sosial dan budaya masyarakat.

Keaslian penelitian memuat pernyataan bahwa masalah yang dihadapi/diteliti ini belum pernah dipecahkan oleh para peneliti terdahulu, atau pun dinyatakan dengan tegas mengenai perbedaan penelitian milik kita dengan penelitian yang sudah pernah dilaksanakan oleh para peneliti lain. Nah, uraian yang tersebut terakhir ini harus merujuk dari pustaka yang dipakai.

Latar belakang juga harus memuat penjelasan mengenai  faedah (manfaat) penelitian untuk pembangunan masyarakat luas baik untuk masayarakat akademi maupun non akademi.[6]

Namun, jika kita masih juga merasa bingung dalam menetapkan suatu masalah atau bertanya-tanya mengenai apa yang menyebabkan timbulnya masalah, maka dalam hal ini pada umumnya ada 4 kriteria yang dijadikan pertimbangan dalam menetapkan suatu masalah sebagai realitas yang muncul di lapangan, contohnya:

  1. Adanya kesenjangan antara yang seharusnya (das sollen) dengan apa yang ada (das sein).
  2. Apabila kita mempunyai sesuatu hal yang diketahui, tetapi pengetahuan mengenai hal tersebut tidak lengkap.
  3. Apabila diketemukan kontradiksi antara kedua hal yang berbeda.
  4. Suatu proses yang sedang berjalan dan tiba-tiba berhenti. [7]

Ideentifikasi artinya adalah memerinci masalah sehingga dapat diketahui dengan jelas. Identifikasi masalah sebaiknya disertai dengan data yang mendukungnya.[8] Dari berbagai gejala yang memperlihatkan adanya masalah menimbulkan pertanyaan yang dapat memunculkan masalah baru dan dapat dihimpun sebagai masalah alternatif, meskipun masih memperlihatkan adanya atau luasnya permasalahan. Dalam hal ini kita perlu melakukan identifikasi masalah.

Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:

  1. Membaca literatur sebanyak-banyaknya.
  2. Menghadiri berbagai seminar yang terkait.
  3. Mengadakan pengamatan dari dekat.
  4. Mengadakan penelitian kecil dan mencatat hasilnya.
  5. Menyusun penelitian dengan penekanan pada isi dan metodologinya.
  6. Mengunjungi berbagai perpustakaan, dll.

Dengan luasnya permasalahan yang timbul dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul, maka diadakan kemungkinan untuk mempersempit  lingkup pada fokus perhatian sang peneliti.

Dalam membuat rancangan penelitian, diharuskan bagi peneliti untuk menegaskan dan merumuskan masalah yang sedang diteliti secara jelas dan tegas. Hal itu dilakukan dengan maksud agar keseluruhan proses penelitian bisa benar-benar terarah dan terfokus pada tujuan yang jelas. Jikalah diajukan rumusan umum yang mencerminkan pokok permasalahan yang diteliti, maka ia perlu dirinci ke dalam rumusan-rumusan yang lebih spesifik dan operasional. Rumusan masalah yang spesifik dan operasional itulah yang hendaknya disejalankan dengan “wujud jawaban” yang bakal disajikan dan disimpulkan dalam laporan hasil penelitian.

Setalah memfokuskan perhatian pada masalah yang lebih spesifik, maka langkah selanjutnya adalah menentukan pertanyaan mengenai masalah tersebut. Pertanyaan tersebut dapat berupa: apakah, bagaimana, mengapa, dimana, dll.

Contoh:

Bagaimanakah gambaran jumlah pasangan usia subur yang menjadi akseptor KB dan yang tidak menjadi akseptor KB, menurut tingkat pendidikan suami, pekerjaan suami, lama usia perkawinan, dan jumlah anak kandung yang mereka miliki?

Contoh di atas cukup menunjukkan bahwa rumusan penelitian hendaknya bisa sekaligus memberikan “bayangan” tentang bagaimana masalah tersebut akan dijawab dalam penyajian hasil penelitian nantinya; hal itu merupakan salah satu ukuran dari jelas atau tidaknya suatu rumusan masalah penelitian; juga baru bisa dikatakan perumusan yang jelas dan tegas, ketika dapat menjadi “penuntun” yang jelas untuk keperluan penyusunan instrument pengumpulan data.[9]

  1. b.      Perumusan Masalah dalam Penelitian Kualitatif
    1. 1.      Merumuskan masalah penelitian melalui fokus

Perlu diketahui bahwa dalam penelitian kualitatif masalah itu bertumpu pada suatu fokus. Fokus disini dalam penelitian kualitatif itu berarti pembatasan masalah itu sendiri yaitu suatu usaha pembatasan dalam sebuah penelitian yang bertujuan agar mengetahui secara jelas tentang batasan-batasan mana saja atau untuk mengetahui ruang lingkup yang akan diteliti supaya sasaran penelitian tidak terlalu luas.

Sebenarnya ada dua maksud yang ingin dicapai dengan merumuskan masalah penelitian melalui fokus. Pertama, penetapan fokus itu dapat membantu dalam membatasi penyelidakan atau penelitian, artinya jika fokus itu sudah ditentukan, maka secara pasti kita sudah mendapatkan batasan-batasan tentang yang akan diteliti, dan yang lainya kita sudah tidak perlu lagi menelitinya. Kedua, penetapan fokus dapat membantu dalam mengidentifikasi data-data mana yang dibutuhkan dan mana yang tidak dibutuhkan atau sudah memenuhi bidang inklusi-ekslusi atau kriteria masuk-keluar informasi yang baru didapatkan, maksudnya peneliti sudah mengetahui data-data mana yang relevan bagi penelitiannya dengan adanya penetapan fokus tersebut.

Untuk menetapkan fokus penelitian, terdapat empat alternatif yang mana dikemukakan oleh Spradley (Faisal, 1998 dan Sugiyono, 2007) dalam Andi Prastowo (2011: 137).

  1. Menetapkan fokus pada permasalahan yang disarankan oleh informan.
  2. Menetapkan fokus berdasarkan domain-domain tertentu organizing domain.
  3. Menetapkan fokus yang memiliki nilai temuan untuk pengembangan iptek.
  4. Menetapkan fokus berdasarkan permasalahan yang terkait dengan teori-teori yang ada.

Terdapat lima kriteria lain dalam menentukan fokus dalam penelitian kualitatif yang mana diungkapkan oleh Bungin (2008: 64-65) dalam Andi Prastowo (2011: 137) yakni.

  1. Interesting. Artinya tentukanlah fokus masalah yang akan diteliti yang menarik baik bagi peneliti ataupun bagi masyarakat, agar bisa menarik semua kalangan.
  2. Aktual. Maksudnya fokus masalah yang kita pilih itu bersifat kekinian, atau yang terjadi sekarang atau saat ini. Agar penelitian bisa memberikan solusi bagi permasalahan yang sedang dihadapi.
  3. Monumental. Yaitu masalah yang bisa selalu bisa diingat oleh masyarakat. Seperti masalah tentang sosial, agama dan sebagainya.
  4. Spektakuler. Maksudnya masalah yang dipilih itu masalah yang menakjubkan yang mana akan menarik perhatian banyak kalangan.
  5. Fokus pada tema tertentu. Yaitu fokus masalah itu pada tema tertentu saja agar tidak melebar dan meluas sehingga menyulitkan bagi peneliti untuk meneliti tentang apa yang mau diteliti.

Pada akhirnya penetapan fokus masalah dalam penelitian kualitatif itu akan ditetapkan ketika sudah berada di lapangan penelitian. Maksudnya kepastianya akan ditentukan di lapangan penelitian, walaupun rumusan masalah telah dilakukan dengan baik namun mungkin saja terjadi bahwa peneliti tidak bisa meneliti tentang fokus itu ketika sudah di lapangan penelitian. Contoh; peneliti pada awalnya ingin meneliti tentang pengaruh filsafat Rene Descartes di universitas A, karena universitas A tersebut terdapat jurusan filsafat barat dan peneliti sudah melakukan studi kepustakaan bahwa Descartes itu mempunyai pengaruh besar terhadap dunia. Namun setelah peneliti sudah terjun ke universitas A, ternyata mahasiswa-mahasiswa di universitas A itu justru terpengaruh oleh filsafatnya David Hume. Maka dengan ini, peneliti harus mengganti fokus masalahnya.

Dalam penelitian kualitatif, perumusan masalah melalui fokus itu bersifat tentatif dan ini sudah jelas jika melihat dari contoh diatas. Terdapat tiga kemungkinan dalam penelitian kualitatif tentang masalah yang akan kita teliti yang mana ini dikemukakan oleh Sugiyono (2007: 30) dalam Andi Prastowo (2011: 112).

  1. Masalah tetap. Yaitu masalah yang kita teliti itu tetap dan tidak berubah karena apa yang mau kita teliti itu ada atau sesuai dengan di latar penelitian. Dengan demikian masalahnya akan tetap dan tidak berubah. Contoh: dari awal memang kita akan meneliti tentang pengaruh metode dialektika dalam metode belajar-mengajar di universitas A. setelah diselidiki atau setelah peneliti mengetahui keadaan dilapangan bahwa memang universitas A itu menggunkan metode dialektika dalam metode belajar-mengajar, maka peneliti tidak usah mengganti fokus masalahnya.
  2. Masalah berkembang. yaitu masalah bisa berkembang jika ketika kita telah di latar penelitian ternyata ada hal-hal atau data-data baru yang sebelumnya tidak kita duga atau justru kita menduga ada ternyata tidak ada. Contoh: kita sudah menentukan tentang apa yang mau kita teliti yaitu metode dialektika dalam metode belajar-mengajar di universitas A. ternyata ketika sudah mengetahui situasi lapangan, universitas A tidak hanya menggunakan metode dialektika tetapi juga menggunakan metode yang lainya. berarti masalah bisa berkembang misalnya menjadi metode dalam belajar-mengajar di universitas A.
  3. Masalah berubah total. Masalah bisa berubah total jika si peneliti sudah mengetahui kenyataan dilapangan yang bertentang atau tidak sesuai dengan fokus masalahnya. Contoh: kita mau meneliti tentang metode dialektika dalam metode belajar-mengajar di universitas A. ternyata setelah mengetahui kenyataan dilapangan yang bertentangan bahwa universitas A sama sekali tidak menggunakan metode dialektika dalam metode belajar-mengajar, maka fokus masalah tentu akan berubah secara total.
  1. 2.      Prinsip-prinsip perumusan masalah Kualitatif

Dalam merumuskan masalah itu terdapat prinsip-prinsip yang dijadikan pegangan atau patokan bagi para peneliti. Prinsip-prinsip ini ditarik dari hasil pengkajian perumusan masalah dan bertujuan agar bisa dijadikan pegangan dan patokan bagi para peneliti. Dalam Moleong (2010: 112-119) Terdapat Sembilan prinsip dalam perumusan masalah yang mana sebagai berikut:

  1. Prinsip yang berkaitan dengan Teori dari-dasar

Dalam prinsip ini peneliti hendaknya menyadari bahwa perumusan masalah dalam penelitiannya itu didasarkan pada upaya menemukan teori dari-dasar sebagai acuan utama. Dengan demikian, masalah yang sebenarnya itu berada ditengah-tengah kenyataan. Jadi, perumusan masalah ini adalah sekedar arahan, pembimbing, atau acuan pada usaha menemukan masalah yang sebenarnya. Masalah yang sebenarnya akan dapat dirumuskan jika peneliti sudah berada dan bahkan mulai mengumpulkan data. Sedangkan bagi kita, perumusan masalah itu merupakan aplikasi dari asumsi bahwa suatu penelitian itu tidak mungkin dimulai dari sesuatu yang kosong.

  1. Prinsip yang berkaitan dengan maksud perumusan masalah

Pada dasarnya penelitian kualitatif adalah upaya penemuan dan penyusunan teori baru lebih dari sekedar menguji, mengkonfirmasi, atau verifikasi suatu teori yang berlaku. Dengan demikian perumusan masalah disini dimaksudkan untuk menunjang upaya penemuan dan penyusunan teori substantif yaitu teori yang bersumber dari data. Namun, tetap saja prinsip ini tidak membatasi kita jika ingin menguji suatu teori yang berlaku karena ada pandangan bahwa penemuan teori yang baru lebih dari sekedar menguji teori yang sedang berlaku.

Perumusan masalah yang bersifat tentative ini yang kemudian diubah, dimodifikasi, dan disempurnakan pada latar penelitian akan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dalam dunia ilmu.  Dengan demikian perumusan masalah mungkin bisa terjadi dua kali, atau lebih mengalami perubahan dan penyempurnaan. Inilah salah satu cirri khas penelitian kualitatif  yang memang luwes, longgar dan terbuka.

Fokus sebagai sumber masalah penelitian adalah rumusan yang terdiri dari dua atau lebih factor yang menghasilkan tanda Tanya atau kebingungan. Faktor itu bisa berupa konsep, peristiwa, pengalaman, atau fenomena. Maka dengan pengertian itu mengarahkan kita untuk memperhatikan tiga pertimbangan. Pertama, terdapat dua faktor atau lebih, kedua, faktor-faktor itu dihubungan secara logis atau bermakna, ketiga, hasil penghubungan tadi berupa suatu keadaan yang menimbulkan tanda tanya atau hal yang membingungkan yang memerlukan upaya untuk menjawabnya yang mana itu biasa dinamakan tujuan penelitian. Hal yang perlu diperhatikan disini yaitu dalam perumusan masalah ketiga aturan itu terpenuhi.

  1. Fokus sebagai wahana untuk membatasi studi

Seorang peneliti biasanya memiliki pandangan atau paradigma tertentu yang mana mungkin berasal dari pengalaman atau pengetahuan sebelumnya. Penelitian kualitatif bersifat terbuka dan tidak mengharuskan peneliti harus menganut suatu paradigma tertentu. Namun apabila peneliti telah menetapkan masalah dan tujuan penelitianya misalkan untuk menemukan dan menyusun teori baru yang berasal dari data, maka berarti ia harus benar-benar memegang posisi paradigma alamiahnya.

Jika hal itu terjadi, maka perumusan masalah bagi peneliti akan mengarahkan dan membimbingnya pada situasi lapangan bagaimanakah yang akan dipilih dari berbagai latar yang sangat banyak tersedia.

  1. Prinsip yang berkaitan dengan kriteria inklusi dan eksklusi

Ketika peneliti sudah terjun kelapangan penelitian, maka ia akan banyak mendapatkan data-data baik melalui pengamatan, wawancara, analisis dokumen, dan sebagainya. Perumusan fokus yang baik yang dilakukan sebelum melakukan penelitian dilapangan  dan yang mungkin disempurnakan pada saat ia sudah terjun kelapangan akan membatasi peneliti guna memilih mana data yang relevan dan mana yang tidak.

  1. Prinsip yang berkaitan dengan bentuk dan cara perumusan masalah

Ada tiga bentuk perumusan masalah. Pertama, secara diskusi, cara penyajianya adalah dalam bentuk pernyataan secara deskriptif namun perlu diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian.k Kedua, secara proporsional, yaitu secara langsung menghubungkan faktor-faktor dalam hubungan logis dan bermakna; dalam hal ini ada yang disajikan dalam bentuk uraian atau deskriptif dan ada pula yang langsung dikemukakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian. Ketiga, secara gabungan, yakni terlebih dahulu disajikan dalam bentuk diskusi kemudian ditegaskan dalam bentuk proporsional.

  1. Prinsip sehubungan dengan posisi perumusan masalah

Yang dimaksud posisi disini yaitu kedudukan untuk rumusan masalah diantara unsure-unsur lainya. unsure-unsur lainya yaitu latar belakang masalah, tujuan, dan acuan teori dan metode penelitian. Prinsip posisi menghendaki agar rumusan masalah latar belakang penelitian didahulukan karena latar belakanglah yang memberikan ancang-ancang dan alasan diadakanya penelitian. Prinsip lainya ialah hendaknya rumusan masalah disusun terlebih dahulu baru tujuan penelitian karena tujuan penelitian yang akan menjawab dan menyelesaikan masalah penelitian.

  1. Prinsip yang berhubungan dengan hasil penelaahan kepustakaan

Pada dasarnya perumusan masalah itu tidak bisa dipisahkan dengan hasil penelaahan kepustakaan yang berkaitan. Hal tersebut diperlukan untuk mempertajam rumusan masalah walaupu masalah yang sebenarnya bersumber dari data. Penelaahan kepustakaan mengarahkan serta membingbing kita untuk membentuk kategori substantif walaupun  perlu diingat bahwa kategori substantif seharusnya bersumber dari data.

  1. Prinsip yang berkaitan dengan penggunaan bahasa

Pada waktu menulis laporan atau artikel hasil penelitian, ketika merumuskan masalah, hendaknya peneliti mempertimbangkan ragam pembacanya sehingga rumusan masalah yang diajukan dapat disesuaikan dengan tingkat kemampuan para pembacanya. Jika disajikan dalam forum ilmiah mestinya berbeda dengan yang disajikan pada Koran yang dibaca oleh orang awam.

  1. 3.      Langkah-langkah perumusan masalah kualitatif

Ada beberapa langkah-langkah dalam perumusan masalah yang mana sebagai berikut: pertama, tentukan fokus penelitian, kedua, cari berbagai kemungkinan faktor yang ada kaitanya dengan fokus tersebut dalam hal ini dinamakan subfokus, ketiga, diantara faktor-faktor yang terkait adakan pengkajian tentang mana yang sangat menarik untuk ditelaah kemudian tetapkan mana yang mau dipilih, keempat, kaitkan secara logis faktor-faktor subfokus yang dipilih dengan fokus penelitian.

5.  Tujuan Penelitian

Dalam hal merumuskan tujuan penelitian, maka tentunya tujuan itu harus sejalan dan konsisten dengan rumusan penelitian. Karena apa yang dinyatakan dalam rumusan masalah penelitian juga perlu dinyatakan sebagai tujuan dari sesuatu penelitian; hanya saja formulasinya bisa berbeda. Dalam rumusan tujuan misalnya dikatakan seperti ini: “ Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, mengolah, dan menganalisi data tentang: 1…, 2…, 3… dan seterusnya”.

Disamping itu, khusus untuk penelitian yang tergolong decision oriented inquiry (seperti halnya studi atau penelitian evaluasi), produk/hasil penelitian yang berupa rekomendasi (rekomendasi tentang apa dan untuk siapa) juga perlu dinyatakan di dalam rumusan tujuan penelitian; bila lahirnya rekomendasi juga menjadi tujuan sejak semula (sebagai produk yang “dinantikan” oleh pemesan atau sponsor penelitian), maka hal tersebut juga perlu dinyatakan dalam tujuan penelitian (Faisal, 1999; 101-102).

Lebih jauh lagi, Arikunto (1992;48) menambahkan bahwa, apabila problematik (hal yang dipertanyakan) penelitian dikemukakan dalam kalimat pertanyaan, maka tujuan penelitian dirumuskan dalam kalimat pertanyaan juga. Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai.

Sebenarnya apabila ditilik dari isinya sesuatu yang ingin dicapai, yang merupakan tujuan penelitian, sama dengan jawaban yang dikehendaki dalam problematik penelitian. sama halnya dengan yang dikatakan oleh Faisal (1999) sebelumnya, bahwa perbedaannya hanya terletak pada rumusannya.

Apabila dikaitkan antara problematik, tujuan penelitian dan kesimpulan, maka akan terlihat sebagai berikut,

Problematik (Hal Yang dipertanyakan)

Tujuan Penelitian (Jawaban yang ingin dicari)

Kesimpulan ( Jawaban Yang diperoleh)

Antara ketiga hal tersebut haruslah sinkron. Misalnya, jika pada problematik terdapat 3 hal yang dipertanyakan maka ada 3 hal yang menjadi tujuan atau ada 3 jawaban yang diharapkan, dan setelah selesai penelitian, aka nada 3 jawaban dalam kesimpulan.

6. Manfaat Penelitian

Rumusan tentang kegunaan hasil penelitian adalah kelanjutan dari tujuan penelitian. Meskipun sebenarnya penjelasan mengenai kegunaan penelitian hasil penelitian ini tidak mutlak harus ada. Apabila peneliti telah selesai mengadakan penelitian dan memperoleh hasil, ia diharapkan dapat menyumbangkan hasil itu kepada Negara, atau khususnya kepada bidang yang sedang diteliti.

Namun pembicaraan mengenai kegunaan hasil penelitian ini menjadi penting setelah beberapa peneliti tidak dapat mengatakan sebenarnya apa hasil apa yang diharapkan, dan sejauh mana sumbangannya terhadap kemajuan ilmu pengetahuan (Arikunto, 1992; 50).

  1. C.    Kriteria Masalah Penelitian yang Baik

Sedarmayanti dan Hidayat (2011; 41-42) dalam Metodologi Penelitian menyebutkan beberapa ciri-ciri dari masalah penelitian yang baik, diantaranya adalah sebagai berikut :

–          Mencerminkan kebutuhan yang dirasakan

–          Merupakan fakta

–          Menyarankan hipotesis (dapat diuji), dan

–          Dapat dikuasai oleh peneliti.

Sedangkan beberapa pakar lain mengatakan bahwa sifat masalah penelitian yang baik adalah :

–          Menarik

–          Bermanfaat

–          Ada rancangan yang lebih kompleks

–          Dapat diselesaikan sesuai waktu yang diinginkan, dan

–          Tidak bertentangan dengan moral, yaitu mematuhi etika penelitian. Dalam hal ini, etika penelitian memberikan patokan apa yang sah dikerjakan dan apa yang dilarang dilakukan serta nilai-nilai moral yang harus dipatuhi oleh seorang peneliti dalam melakukan pelaksanaan proses penelitian. Karena dalam nelakukan penelitian, peneliti harus menjunjung nilai-nilai moral dengan kejujuran metodologi, prosedur harus dijelaskan kepada objek penelitian, tidak melanggar privacy, dan kebenaran dalam pengumpulan data dan pengolahan data.[10]

Dan beberapa kelompok ahli mengatakan bahwa syarat-syarat rumusan masalah yang baik adalah:

–          Feasible, yaitu masalah tersebut harus mampu dipecahkan oleh peneliti dengan tidak banyak menghabiskan dana, tenaga dan waktu.

–          Signifikan, artinya harus penting dipecahkan dan dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan dan pemecahan masalah.

–          Jelas, yakni semua orang memberikan persepsi yang sama terhadap masalah yang kita pilih tersebut.

–          Bersifat etis, yakni tidak berkenaan dengan hal yang bersifat etika, moral, atau keyakinan-keyakinan agama yang dapat meresahkan masyarakat.

Adapun, selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi masalah penelitian adalah sebagai berikut :

–          Paradigma

–          Nilai

–          Kebersaksian

–          Metodologi

–          Satuan analisis

–          Waktu

BAB III

PENUTUP

Terkadang beberapa peneliti, khususnya para pemula, menganggap remeh soal pembuatan perumusan masalah dalam sebuah penelitian. Akibatnya, terjadi banyak kasus seputar beberapa hasil penelitian yang kurang sempurna disebabkan oleh lemahnya perumusan masalah yang mereka buat. Kasus ini dapat terjadi baik pada penelitian kualitatif maupun kuantitatif. Dalam hal inilah, maka langkah utama yang harus dilakukan pertama kali dalam penelitian adalah justru merumuskan perumusan masalah dengan benar, agar tujuan dari penelitian yang dilakukan berjalan beriringan atau sesuai dengan rumusan masalah yang dibuat.

Adapun perlu kita ketahui bahwa terdapat perbedaan antara perumusan masalah pada penelitian kualitatif dan perumusan masalah pada penelitian kuantitatif. Karena masalah yang diambil pada penelitian kuantitatif dilakukan dengan mengontrol variabel dan validitasnya. Sedangkan masalah yang diangkat dalam penelitian kualitatif pada prosesnya memakan waktu yang cukup lama dengan prosedur yang tidak baku dan reabilitas keabsahan data.

Memang terdapat perbedaan yang kontras antara penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Lebih jelasnya, letak perbedaan dari kedua penelitian itu adalah paradigma yang digunakan oleh masing-masing penelitian. Guba dan Lincoln (2009) mengatakan bahwa perbedaan paradigma itu terletak pada aspek ontologi, epistemologi dan metodologi. Dalam aspek ontologi, paradigma yang digunakan oleh penelitian kuantitatif adalah realisme naif (realitas itu nyata dan dapat dipahami), sedangkan pada penelitian kualitatif digunakan paradigma realisme krtitis (realitas itu nyata dan mungkin dapat dipahami). Dalam aspek epistemologi, penelitian kuantitatif menggunakan paradigma dualis/objektivis. Sedangkan penelitian kualitatif menggunakan paradigma dualis objektivis yang dimodifikasi. Sedangkan dalam aspek metodologi, penelitian kuantitatif menggunakan paradigma eksperimental dan verifikasi hipotesis terutama pada metode-metode kuantitatif. Sedangkan paradigma yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah eksperimental yang dimodifikasi, keragaman kritis, dan falsifikasi hipotesis yang bisa jadi meliputi metode-metode kualitatif. [11] Namun dari perbedaan paradigma yang kontras ini, tidak mengakibatkan metode penelitian kualitatif maupun kuantitatif sejatinya selalu bertentangan. Karena banyak para peneliti yang kini mencoba menggabungkan kedua pendekatan itu (kualitatif dan kuantitatif).

Ada hubungan simbiosis mutualisme antara pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Terkadang peneliti kuantitatif merasa tidak puas dengan hasil analisis statistik yang hasil dari analisis tersebut  ternyata tidak memuaskan karena tidak ada hubungan dengan variabel yang diteliti. Akhirnya peneliti meragukan hasilnya karena hipotesisnya tidak teruji. Untuk itu, maka ia melakukan wawancara yang mendalam untuk melengkapi penelitiannya. Dengan kata lain, peneliti kuantitatif tersebut menggunakan secara bersama-sama kedua penellitian tersebut, namun dengan pendekatan kuantitatif sebagai pegangan utama.

Di pihak lain, pun peneliti kualitatif sering menggunakan data kuantitatif untuk melengkapi data dalam penelitiannya. Namun yang sering terjadi pada umumnya, penelitian kualitatif tidak menggunakan analisis kuantitatif bersama-sama. Jadi, dapat dikatakan bahwa kedua pendekatan tersebut dapat digunakan apabila desainnya adalah memanfaatkan satu paradigma sedangkan paradigma lainnya hanya sebagai pelengkap saja. Namun hal sebelumnya yang lebih penting dari itu semua adalah merumuskan masalah dan tujuan penelitian terlebih dahulu, agar terjadi kesinambungan yang pasti antara hasil akhir dari penelitian dengan perumusan masalah dan tujuan yang sudah dirumuskan sebelumnya. Karena kita baru akan memilih sebuah pendekatan jika kita sudah menetapkan suatu masalah. Tanpa masalah, maka kita tidak akan bisa melakukan suatu penelitian.

[1] Guba Lincoln (1981;88) dalam Molleong, J. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2008). Hal. 93

[2]  Sedarmayanti dan Hidayat .2011. Metodologi Penelitian. Bandung: CV Mandar Maju. Hal. 36.

[3] Moleong, Lexy. J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 92.

[4] Variabel adalah gejala yang bervariasi, yang menjadi obyek penelitian. variabel dibedakan atas kuantitatif dan kualitatif. Contoh variabel kuantitatif misalnya luas kota, umur, banyaknya jam dalam sehari, dll. Sedangkan contoh variabel kualitatif misalnya kemakmuran, kepandaian, dan lain sebagainya.

[5] Efianingrum. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Pdf. Hal.5

[6] Lihat  Sukandarumidi (2006). Metodologi Penelitian : Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula. Hal. 125

[7] Sedarmayanti dan Hidayat. Metodologi Penelitian.( Bandung : CV Mandar Maju,2011). Hal. 36

[8] Noor. Metodologi Penelitian. (Jakarta: Kencana, 2011). Hal. 28

[9] Faisal, Sanapiah. Format-format Penelitian Sosial. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999) Hal. 99-100

[10] Lihat Noor. Metodologi Penelitian. (Jakarta: Kencana, 2011). Hal. 28, dalam poin ke enam mengenai etika penelitian.

[11] Denzin dan Lincoln. Handbook of Qualitative Research. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) hal. 135