Bagaimana hukum bank dalam islam jelaskan

Bagaimana hukum bank dalam islam jelaskan

Para ulama kontemporer berbeda pendapat tentang hukum bunga bank. Para ulama kontemporer berbeda pendapat tentang hukum bunga bank.

Akhir-akhir ini, permasalahan hukum bunga bank kembali mengemuka di masyarakat dan menjadi viral. Bahkan, ada seorang profesor yang di-bully habis-habisan karena ‘dianggap’ menghalalkan riba. Padahal sesungguhnya beliau hanya menyebutkan adanya perbedaan pendapat ulama apakah bunga bank termasuk riba atau bukan.

 

Riba secara bahasa berarti tumbuh dan tambah. Sedangkan secara istilah, Abdurrahman Al-Jaziri dalam kitab Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah mengartikannya sebagai “bertambahnya salah satu dari dua penukaran yang sejenis tanpa adanya imbalan untuk tambahan ini”. Misalnya, menukarkan 10 kilogram beras ketan dengan 12 kilogram beras ketan, atau si A bersedia meminjamkan uang sebesar Rp300 ribu kepada si B, asalkan si B bersedia mengembalikannya sebesar Rp325 ribu.

 

Para ulama, baik ulama salaf (mazhab empat) maupun ulama kontemporer, semua sepakat akan keharaman riba. Bahkan ulama yang membolehkan bunga bank, juga mengharamkan riba. (Lihat: Al-Mabsut juz 14 halaman 36, Al-Syarh al-Kabir juz 3 halaman 226, Nihayatul Muhtaj juz 4 halaman 230, Al-Mughni juz 4 halaman 240, Al-Tafsir al-Wasit juz 1 halaman 513).

 

Dengan demikian dapat dipahami bahwa perbedaan pendapat ulama bukan soal hukum keharaman riba, melainkan soal hukum bunga bank. Ulama yang mengharamkan bunga bank menganggap bahwa bunga bank termasuk riba, sedangkan ulama yang membolehkannya meyakini bahwa ia tidak termasuk riba.

 

Dalam kegiatan bank konvensional, terdapat dua macam bunga: Pertama, bunga simpanan, yaitu bunga yang diberikan oleh bank sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank, seperti jasa giro, bunga tabungan, atau bunga deposito. Bagi pihak bank, bunga simpanan merupakan harga beli. Kedua, bunga pinjaman, yaitu bunga yang dibebankan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh peminjam kepada bank, seperti bunga kredit. Bagi pihak bank, bunga pinjaman merupakan harga jual.

 

Bunga simpanan dan bunga pinjaman merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah, sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah. Selisih dari bunga pinjaman dikurangi bunga simpanan merupakan laba atau keuntungan yang diterima oleh pihak bank. (Lihat: Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Jakarta: Amzah, halaman 503-504).

 

Para ulama kontemporer berbeda pendapat tentang hukum bunga bank. Pertama, sebagian ulama, seperti Yusuf Qaradhawi, Mutawalli Sya’rawi, Abu Zahrah, dan Muhammad al-Ghazali, menyatakan bahwa bunga bank hukumnya haram, karena termasuk riba. Pendapat ini juga merupakan pendapat forum ulama Islam, meliputi: Majma’ al-Fiqh al-Islamy, Majma’ Fiqh Rabithah al-‘Alam al-Islamy, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). 

 

Adapun dalil diharamkannya riba adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surat al-Baqarah ayat 275:

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Dan hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah:

 

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ  

Dari Jabir, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikan, menuliskan, dan dua orang yang menyaksikannya.” Ia berkata: “Mereka berstatus hukum sama.” (HR. Muslim, nomor 2994). (Lihat: Yusuf Qaradhawi, Fawa’id al-Bunuk Hiya al-Riba al-Haram, Kairo: Dar al-Shahwah, halaman 5-11; Fatwa MUI Nomor 1 tahun 2004 tentang bunga).   

 

Kedua, sebagian ulama kontemporer lainnya, seperti Syekh Ali Jum’ah, Muhammad Abduh, Muhammad Sayyid Thanthawi, Abdul Wahab Khalaf, dan Mahmud Syaltut, menegaskan bahwa bunga bank hukumnya boleh dan tidak termasuk riba. Pendapat ini sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah tanggal 23 Ramadhan 1423 H, bertepatan tanggal 28 November 2002 M.

 

Mereka berpegangan pada firman Allah subhanahu wata’ala Surat an-Nisa’ ayat 29:

 

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”

 

Pada ayat di atas, Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara yang batil, seperti mencuri, menggasab, dan dengan cara riba. Sebaliknya, Allah menghalalkan hal itu jika dilakukan dengan perniagaan yang berjalan dengan saling ridha. Karenanya, keridhaan kedua belah pihak yang bertransaksi untuk menentukan besaran keuntungan di awal, sebagaimana yang terjadi di bank, dibenarkan dalam Islam.

 

Di samping itu, mereka juga beralasan bahwa jika bunga bank itu haram maka tambahan atas pokok pinjaman itu juga haram, sekalipun tambahan itu tidak disyaratkan ketika akad. Akan tetapi, tambahan dimaksud hukumnya boleh, maka bunga bank juga boleh, karena tidak ada beda antara bunga bank dan tambahan atas pokok pinjaman tersebut.

 

Di dalam fatwa Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah disebutkan:

 

إِنَّ اسْتِثْمَارَ الْأَمْوَالِ لَدَى الْبُنُوْكِ الَّتِيْ تُحَدِّدُ الرِّبْحَ أَوِ العَائِدَ مُقَدَّمًا حَلَالٌ شَرْعًا وَلَا بَأْسَ بِهِ

 

Pada Munas ‘Alim Ulama NU di Bandar Lampung tahun 1992, terdapat tiga pendapat tentang hukum bunga bank: Pertama, pendapat yang mempersamakan antara bunga bank dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya adalah haram. Kedua, pendapat yang tidak mempersamakan bunga bank dengan riba, sehingga hukumnya adalah boleh. Ketiga, pendapat yang mengatakan bunga bank hukumya syubhat. Meski begitu, Munas memandang perlu untuk mencari jalan keluar menentukan sistem perbankan yang sesuai dengan hukum Islam.

 

Dari paparan di atas, dapat dipahami bahwa hukum bunga bank merupakan masalah khilafiyah. Ada ulama yang mengharamkannya karena termasuk riba, dan ada ulama yang membolehkannya, karena tidak menganggapnya sebagai riba. Tetapi mereka semua sepakat bahwa riba hukumnya haram. 

 

Terhadap masalah khilafiyah seperti ini, prinsip saling toleransi dan saling menghormati harus dikedepankan. Sebab, masing-masing kelompok ulama telah mencurahkan tenaga dalam berijtihad menemukan hukum masalah tersebut, dan pada akhirnya pendapat mereka tetap berbeda.

 

Karenanya, seorang Muslim diberi kebebasan untuk memilih pendapat sesuai dengan kemantapan hatinya. Jika hatinya mantap mengatakan bunga bank itu boleh maka ia bisa mengikuti pendapat ulama yang membolehkannya. Sedangkan jika hatinya ragu-ragu, ia bisa mengikuti pendapat ulama yang mengharamkannya. Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

البِرُّ مَا اطْمَأَنَّ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ، وَالْإِثْمُ مَاحَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتُوْكَ

"Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan." (HR. Ahmad)

  

Husnul Haq, Dosen IAIN Tulungagung dan Pengurus LDNU Jombang

Kumpulan Khutbah Jumat Bulan Safar

Tim | CNN Indonesia

Selasa, 12 Mei 2020 04:03 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Selama bulan Ramadan 2020, CNNIndonesia.com menghadirkan tanya jawab seputar Islam. Kali ini, tanya jawab seputar Islam berbicara soal perbedaan pendapat mengenai riba dan bunga bank konvensional.

Tanya

Bank konvensional kerap dituding riba. Lantas, apakah umat Muslim hanya diperbolehkan menggunakan bank syariah?

Jawab


Narasumber: Wakil Ketua Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPT NU), Dr. Phil. Syafiq Hasyim, MA

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ass. Wr. Wb.Apakah seorang Muslim harus bertransaksi melalui bank syariat? Atau, apakah kita masih diperbolehkan melakukan transaksi melalui bank konvensional?Persoalan ini memang sudah lama diperdebatkan dalam Islam. Kalangan sarjana Islam dan sejumlah ulama berbeda pendapat tentang masalah ini.Perbedaan pendapat itu muncul di sekitar apakah bunga bank bisa disamakan dengan riba? Atau, apakah riba itu sesuatu yang berbeda dengan bunga?Sebagian ulama berpendapat bahwa bunga bank konvensional termasuk dalam kategori riba. Karena itu, sebagai seorang Muslim, kita tidak diperbolehkan bertransaksi menyimpan uang di bank konvensional. Kita harus menyimpan uang di bank syariat.Namun, sebagian ulama berpendapat lain bahwa bunga bank konvensional itu tidak sama dengan riba. Menyimpan uang di bank konvensional diperbolehkan karena bunga tidak masuk dalam kategori riba.Nahdlatul Ulama (NU) memiliki tiga pendapat tentang bunga bank konvensional dan riba. Pertama, NU menganggap antara bunga bank dan riba itu sama. Kedua, pendapat mengatakan bahwa bunga bank berbeda dengan riba. Karena itu menyimpan uang di bank konvensional diperbolehkan. Ketiga, bunga bank konvensional berkedudukan syubhat yang berarti ada di di antara halal dan haram.Apa yang bisa kita ambil dari sini adalah bahwa persoalan bunga bank dan riba menjadi bagian dari perbedaan pendapat antara satu ulama dengan ulama lainnya.Wass. Wr. Wb.

[Gambas:Video CNN]

(asr)

LIVE REPORT

LIHAT SELENGKAPNYA