Lihat Foto KOMPAS.com - Bangsa Indonesia disebut sebagai masyarakat multikultural. Tahukah kamu apa pengertian masyarakat multikultural? Pengertian masyarakat multikulturalDikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, istilah masyarakat multikultural terdiri dari tiga kata yaitu masyarakat, multi, dan kultural. Masyarakat artinya adalah satu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat istiadat tertentu yang bersifat terus menerus dan terikat oleh perasaan bersama. Multi berarti banyak atau beranekaragam. Sedangkan kultural berarti budaya. Jadi, masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri atas banyak struktur kebudayaan. Akar dari multikulturalisme adalah kebudayaan. Banyaknya struktur kebudayaan ini disebabkan banyaknya suku bangsa yang mempunyai struktur budaya sendiri, yang berbeda dengan budaya suku bangsa lain. Pada hakikatnya, konsep masyarakat multikultural adalah masyarakat yang mempunyai banyak suku bangsa dan budaya dengan beragam adat istiadat. Dalam kerangka hidup bersama berdampingan satu sama lain yang sederajat dan saling berinterseksi dalam suatu tatanan kesatuan sosial politik. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat multikultural. Ini dibuktikan dengan banyaknya suku dan kebudayaan.
Masyarakat Multikultural dan Multikulturalisme Secara sederhana masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas beragam kelompok sosial dengan sistem norma dan kebudayaan yang berbeda-beda. Masyarakat multikultural merupakan bentuk dari masyarakat modern yang terdiri dari berbagai golongan, suku, etnis (suku bangsa), ras, agama, dan budaya. Mereka hidup bersama dalam suatu wilayah lokal maupun nasional. Keanekaragaman dalam masyarakat multikultural memiliki beberapa karakteristik. menurut Pierre L. Van den Berg karakteristik keberagaman tersebut adalah sebagai berikut:
Multikuturalisme tidak hanya bermakna kergaman tapi bermakna kesederajatan antar perbedaan yang ada. Tak ada norma dan budaya yang lebih tinggi daripada yang lain. Jadi, masyarakat majemuk lebih menitikberatkan pada keanekaragaman suku dan budaya sementara masyarakat multikultural merujuk pada kesetaraan, kesederajatan kebudayaan yang ada dalam sebuah masyarakat. Multikutural menuntut masyrakat untuk hidup penuh toleransi, saling pengertian antar budaya dan antar bangsa dalam membina suatu dunia baru. Dengan demikian, multikulturalisme dapat menyumbangkan rasa cinta terhadao sesama dan sebagai alat untuk membina dunia yang aman dan sejahtera. Faktor yang Memengaruhi Perlunya Masyarakat Multikultural Menurut Tilaar, sekurang-kurangnya ada tiga hal yang mendorong berkembang pesatnya pemikiran multikulturalisme, yaitu:
Ketiga hal itu diibaratkan sebagai segitiga sama sisi yang tidak dapat dipisah-pisahkan. HAM merujuk pada pengakuan setiap manusia it sama. Masyarakat dan negara pun harus menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara. Namun dalam kenyataannya, idealisme masyarakat multikultural menghadai berbagai hambatan. Berikut ini beberapa hambatan tersebut:
Realitas Masyarakat Indonesia Pengelompokan Masyarakat Indonesia Menurut Hildred Geertz bahwa Indonesia memiliki 300 suku bangsa yang berbeda-beda. Menurut STA memperkirakan ada 200-250 suku bangsa, menurut Skinere ada lebih dari 35 suku bangsa. Selain suku bangsa masyarakat juga terdiri atas bahasa dan agama yang berbeda-beda, juga kelas sosial juga banyaknya pendatang. Ada beberapa faktor yang mendorong keberagaman masyarakat Indonesia
Realitas sosial dan budaya di Indonesia menghasilkan karakter-karakter masyarakat yang berbeda-beda. Ada masyarakat yang terbuka. Berdasarkan kondisi tersebut, kita dapat membedakan masyarakat Indonesia dalam beberapa kategori
Dari kenyataan tersebut, kita katakan bahwa bangsa Indonesia adalah sebuah masyarakat yang nasionalnya mempersatuikan beraneka ragam masyarakat dan kebudayaan dalam sebuah bangsa dalam warga negara.
Sejara perkembangan masyarakat Indonesia menunjukkan bahwa potensi konflik antar berbagai kelompok masyarakat di Indonesia cukuplah besar, Bahkan di berbagai daerah, potensi itu muncul dalam berbagai bentuk kekerasan yang berakibat pada kerusakan harta benda dan hilangnya nyawa manusia. Konflik tersebut karena harga diri dari kebanggan kelompok terusik; perbedaan pendirian atau sikap; perbedaan kebudayaan, setiap etnis, benturan kepentingan (politik, ekonomi, kekuasaan) perubahan yang terjadi terlalu cepat sehingga keseimbangan terganggu.
Menurut Bales, ada tiga tahap pemecahan masalah, yaitu:
Interseksi adalah titik perporotongan atau pertemuan atau persilangan antara dua garis atau dua ara, interseksi merupakan persialngan atau pertemuan keanggotaan kelompok sosial dari berbagai sektor baik berupa suku, agama, jenis kelamin, kelas sosial dan lain-lain dalam masyarakat majemuk Konsolidasi merupakan penguatan atau peneguhan anggota individu atau beberapa kelompok yang berbeda dalam suatu kelompok sosial melalui tumpang tindih keanggotaan. Tumpang tindih terjadi misalnya antar suku dan agama, suku dan pekerjaan, suku dengan kelas sosial sebagai identitas suku bangsa tertentu dengan pekerjaan tertentu. Struktur sosial yang terkonsolidasi berfungsi menghambat terjadinya penguatan identitas dalam batas-batas tertentu yang akan mempertajam prasangka antara ras, suku, agama yang berbeda. Prasanga semakin tajam dengan perbedaan peluang dalam kesempatan ekonomi dan politik Mutual akulturasi didahului dengan interseksi yang berjalan terus menerus hingga timbul rasa menyukai secara sadar dan tidak hingga individu masyaraat tersebut mengikuti dan menggunakan perwujudan kebudayaan lain. Contohnya: model pakaian, gaya bangunan, pergaulan sehari-hari, dan sebagainya. Adalah suatu pandangan atau paham yang memegang teguh hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat, kepercayaan dibawa sejak kecil baik mengenal tradisi, adat, kepercayaan maupun segala sesuatu yang ada dalam lingkungan pertama-nya sehingga membentuk sikap tertentu. Faktor-faktor penyebab primordialisme:
manusia baik secara individu maupun kelompok sosialnya memiliki kecenderungan untuk mengidentifikasikan dirinya dengan suku bangsa tertentu. Hal ini menimbulkan perasaan subjektif di mana gambaran itu terkadang lebih bersifat ke arah negatif daripada positif.
Konsep sektarian ini pertama kali dikemukakan Clifford Geertz (1964) dalam kajiannya di Mojokauto, Pare, Jawa Timur ada tiga golongan masyarakat yaitu priyayi, santri dan abangan, Dari pemikiran Geertz ini, Herbert Feith (1980) kemudian menjabarkan ada lima politik aliran politik di Indonesia yaitu:
Proses awal perkembangan nasionalisme di Indonesia dilihat dengan munculnya gerakan emansipasi wanita, Kongres pemuda pertama, Budi Utomo, Gerakan Jawa Muda, gerakan pribumi, kongres kebudayaan dan sumpah pemuda Page 2 |