Apakah yang dimaksud dengan pendekatan dalam dalam pembelajaran bahasa Indonesia?

BAB IPENDAHULUANA.   Latar belakang masalahDalam beberapa dasawarsa ini, telah terjadi beberapa kali perubahan pendekatan dalam dunia pembelajaran, termasuk didalamnya pembelajaran bahasa. Salah satu perkembangan yang terjadi dalam pembelajaran bahasa ialah munculnya pendekatan yang dilakukan oleh filsafat pendidikan bahasa terpadu. Dengan munculnya pendekatan tersebut, maka bertambahlah khasanah dalam dunia pendidikan khususnya dalam permasalahan pembelajaran bahasa. Hal seperti terjadi dalam ranah bidang studi bahasa Indonesia sehingga kita mengenal beberapa pendekatan seperti Pendekatan Tujuan, Pendekatan Komunikatif, Pendekatan Ketrampilan Proses, Pendekatan Struktural, Pendekatan Whole Language, Pendekatan Kontekstual, Pendekatan Pragmatif, Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), Pendekatan Spiral dan Pendekatan Lintas Materi.Dari latar belakang tersebut, maka didalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai arti pendekatan, jenis-jenis pendekatan pembelajaran bahasa dan langkah - langkah menetapkan pendekatan dalam pembelajaran bahasa indonesia.B.   Rumusan masalah1.  Apa yang dimaksud dengan Pendekatan Pembelajaran?2.  Apa saja  jenis-jenis pendekatan pembelajaran bahasa?3. Bagaimana langkah menetapkan pendekatan dalam pembelajaran bahasa indonesia?C.   Tujuan penulisan makalah1. Mengetahui apa arti pendekatan pembelajaran.2. Mengetahui jenis-jenis pendekatan pembelajaran bahasa.3. Mengetahui langkah menetapkan pendekatan dalam pembelajaran bahasa.Download and Full Post Klik Disini ( Menurut Sanjaya, 2008:127 ) , Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif .Pada pembelajaran bahasa Indonesia, ada tujuh macam pendekatan yang bisa dipakai yaitu :

1.      Pendekatan Tujuan

A. Pengertian Pendekatan Tujuan

Pendekatan tujuan adalah suatu pendekatan belajar-mengajar yang menetapkan bahwa setelah siswa belajar sesuatu, ia akan memperoleh pengetahuan sesuai tujuan belajar. Setiap kegiatan belajar mengajar harus dipikirkan dan ditetapkan terlebih dahulu tujuan yang akan dicapai, dengan menetapkan tujuan dapat ditentukan metode mana yang akan digunakan dan teknik pengajaran seperti apa yang diterapkan, agar tujuan pembelajaran dapat dicapai. Karena berorientasi pada tujuan maka pembelajarannya pun penekanannya pada tercapainya tujuan.

B. Implementasi pada Pembelajaran Bahasa Indonesia

Contohnya pada pokok bahasan menulis, tujuan pembelajaran yang ditetapkan ialah “Siswa mampu membuat karangan/cerita berdasarkan pengalaman”. Dengan menggunakan pendekatan tujuan, maka yang terpenting ialah tercapainya tujuan tersebut, yakni siswa memiliki kemampuan mengarang, dalam pendekatan tujuan ini yang dipentingkan adalah hasil belajar, tetapi tidak memperhatikan cara anak memperoleh hasil belajar tersebut.

Guru kurang memperhatikan proses penguasaan materi yang diberikan, sehingga terkadang siswa mengetahui jawabannya tetapi tidak tahu bagaimana proses memperolehnya. Pendekatan tujuan sering dikaitkan dengan “cara belajar tuntas”. Dengan “cara belajar tuntas” berarti suatu kegiatan belajar mengajar dianggap berhasil, apabila sedikitnya 85% dari jumlah siswa yang mengikuti pelajaran itu menguasai minimal 75% dari bahan ajar yang diberikan oleh guru. Penentuan keberhasilan didasarkan hasil tes sumatif, jika sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa dapat mengerjakan atau dapat menjawab dengan benar minimal 75% dari soal yang diberikan oleh guru, maka pembelajaran dapat dianggap berhasil.

2.      Pendekatan Struktural

A. Pengertian Pendekatan Struktural

Pembelajaran yang  menekankan pada kemampuan memahami tata atau struktur daripada kompetensi penggunaannya.

·         Kelebihan dan kekurangan pendekatan struktural :

Kelebihan : siswa mengetahui tata dan struktur kebahasaan

Kekurangan : siswa kurang memahami penggunaan struktur kebahasaan itu dalam kehidupan sehari-hari ( tidak mengetahui pengimplementasiannya dalam kehidupan )

B. Langkah-Langkah Pendekatan Struktural

Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan struktural :

·         Tahap persiapan : guru menguasai materi yang akan diajarkannya, terutama mengenai pengetahuannya daripada penggunaanya dalam kehidupan.

·         Tahap pelaksanaan : guru menyajikan materi sesuai dengan struktur atau kaidah pengetahuannya.

·         Tahap evaluasi : guru mengevaluasi hasil kerja siswa hanya berdasarkan taraf pengetahuannya atau berdasarkan strukturnya saja.





C. Implementasi pada Pembelajaran Bahasa Indonesia

Contoh :

Kapan penggunaan tanda bahasa dipakai dalam sebuah konteks kebahasaan, seperti titik, koma, tanda seru, dan lain sebagainya. Guru menjelaskan materi mengenai kaidah penulisan yang baik. Kemudian guru meminta siswa untuk menuliskan sebuah cerpen ,kemudian siswa menuliskan sebuah cerpen dengan kaidah penulisan yang baku. Guru melakukan penilaian terhadap tanda baca yang digunakan siswa. Kata-kata yang digunakan baku atau tidak, dan apakah morfemnya sudah benar.

3.      Pendekatan Keterampilan Proses

A. Pengertian Keterampilan Proses

            Pendekatan keterampilan proses merupakan kemampuan siswa untuk mengelola (memperoleh) yang didapat dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) yang memberikan kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk mengamati, menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian, mengkomunikasikan hasil perolehan tersebut (Azhar, 1993: 7)

Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan- keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan- kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri siswa (DEPDIKBUD, dalam Moedjiono, 1992/ 1993 : 14)

Dimyati dan Mudjiono (Sumantri, 1998/1999: 113) mengungkapkan bahwa pendekatan keterampilan proses bukanlah tindakan instruksional yang berada diluar jangkauan kemampuan peserta didik. Pendekatan ini justru bermaksud mengembangkan kemampuan- kamapuan yang dimiliki peserta didik.





B. Langkah – langkah Keterampilan Proses

Menurut semiawan (1985:19) kelangkah-langkah keterampilan proses yaitu:

1.      Observasi atau pengamatan

Keterampilan mengamati merupakan proses IPA yang memdasar, mengamati merupakan suatu kemampuan menggunakan semua indra yang harus dimiliki semua orang pada saat melakukan pengamatan fakta-fakta yang dilihat dipisah-pisahkan, mana yang berhubungan dan mana yang tidak berhubungan dengan tujuan pengmatan.

2.      Penghitungan

Keterampilan anak dalam menghitung biasanya dapat dilihat dalam mata pelajaran matematika, maupun peljaran IPA, ilmu-ilmu sosial. Hasil dan perhitungan dapat dikomunikasikan dengan cara membuat label grafik atau histogram.

3.      Pengukuran

Keterampilan mengukur sangat penting dalam kerja ilmiah dasar dan pengukuran adalah perbandingan. Pertama-tama diarahkan untuk membanding-bandingkan satu benda dengan benda yang lainnya. Lama-kelamaan diperkenalkan dengan satuan hitung centimeter, kilometer, liter.

4.      Klasifikasi

Dalam membuat klasifikasi perlu diperhatikan dasar klasifikasi, misalnya menurut ciri khusus, tujuan atau kepentingan tertentu.

5.      Hubungan ruang dan waktu

Salah satu keterampilan penting dalam kerja ilmiah yaitu adalah mencari hubungan ruang dan waktu. Guru dapat melatih anak-anak supaya terampil melihat hubungan ruang.

6.      Kemampuan membuat hipotesis

Kemampuan membuat hipotesis  adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan satu kejadian atau pengamatan tertentu, penyusuunan hipotesis adalah salah satu kunci pembuka tabir penemu berbagai hal baru.


7.      Perencanaan dan penelitian

Dalam melaksanakan eksperimen atau penelitian sederhana guru perlu melatih siswa merencanakan penelitian atau eksperimen, karena tanpa rencana biasa terjadi pemborosan waktu.

8.      Pengamatan variabel

Yang terpling adalah bagaimana guru menggunakan kesempatan yang tersedia untuk melatih anakm mengontrol dan memberlakukan variabel. Variabel adalah faktor yang berpengaruh

9.      Interpretasi data

Data yang dikumpulkan melalui observasi, perhitungan, pengukuran, eksperimen tau penelitian sederhana dapat dicatat atau disajikan dalam bentuk seperti tabel, histogram, atau diagram. Data yang disajikan dapatlah di interpretasikan atau ditafsirkan

10.  Peramalan

Para guru dapat melatih anak-anak dalam membuat ramalan kejadian-kejadian yang akan datang berdasarkan pengetahuan, pengalaman, atau data yang dikumpulka.

11.  Penerapan

Para guru dapat melatih anak-anak dalam menerapkan konsep yang telah dikuasai untuk memecahkan masalah tertentu atau menjelasakan suatu peristiwa baru dengan mengumumkan konsep yang telah dimiliki

13. komunikasi

Para guru dapat perlu melatih komunikasi misalnya dengan membuat alat peraga model, table, grafik atau histogram dengan membuat karangan , dengan menceritakan pengalamannya dalam observasi dan lain lain. (Upi, 2011)




4.      Pendekatan Whole Language

A. Pengertian Pendekatan Whole Language

Whole language adalah satu pendekatan pengajaran bahasa yang menyajikan pengajaran bahasa secara utuh, tidak terpisah - pisah (Edelsky, 1991; Froese, 1990; Goodman, 1986; Weaver, 1992).

Para ahli whole language berkeyakinan bahwa bahasa merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisah- pisahkan (Rigg, 1991).

Oleh karena itu pengajaran keterampilan berbahasa dan  komponen bahasa seperti tata bahasa dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan  dalam situasi nyata atau otentik. Pengajaran tentang penggunaan tanda baca seperti koma, semikolon, dan kolon misalnya, diajarkan sehubungan dengan pelajaran menulis. Jangan mengajarkan penggunaan tanda baca tersebut hanya karena materi itu tertera dalam kurikulum.

Pendekatan whole language didasari oleh paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa anak / siswa membentuk sendiri pengetahuannya melalui peran aktifnya dalam belajar secara utuh (whole) dan terpadu (integrated) (Roberts, 1996). Anak termotivasi untuk belajar jika mereka melihat bahwa yang dipelajarinya itu diperlukan oleh mereka.

B. Komponen Whole Language

Menurut, Teuku Alamsyah (2007: 14-17) menjelaskan bahwa ada delapan komponen whole language, yaitu:

(1)   reading aloud (membaca bersuara),

(2)   journal writing (menulis jurnal),

(3)   sustained silent reading ( membaca dalam hati),

(4)   shared reading (membaca bersama),

(5)   guided writing (menulis dengan panduan),

(6)   guided reading,(membaca dengan panduan)

(7)   independent reading (membaca bebas), dan 

(8)   independent writing (membaca dengan meningkatkan kemampuan menulis)..

C. Ciri Khusus Pendekatan Whole Languange

Setiap pendekatan pembelajaran memiliki karakter atau ciri khusus yang terjadi dan tampak di kelas. Ciri khusus Pendekatan Whole Language sebagai berikut :

      Belajar bahasa akan berlangsung dengan mudah karena sifatnya padu, nyata, relevan,

      bermakna, dan berfungsi dalam konteks berbahasa yang sebenarnya.

      Para siswa akan mempelajari unsur kebahasaan secara simultan atau serempak saat pembelajaran keterampilan berbahasa berlangsung dalam konteks pemakaian bahasa yang sebenarnya.

      Para siswa mempelajari bahasa sama dengan membangun makna sesuai dengan konteks.

      Perkembangan bahasa siswa merupakan suatu proses pembentukan kemampuan personal sosial. (Depdikbud, 2004: 14)

D.Langkah-langkah Pembelajaran dengan penggunaan Pendekatan Whole Language

  1. Tahap Persiapan

Guru harus mengetahui konsep pembelajaran dan langkah-langkah pembelajarannya. Guru juga harus mempersiapkan bahan dan materi pembelajarannya.

  1. Tahap Pelaksanaan

Guru melaksanakan pembelajaran dengan memadukan keterampilan bahasa sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang telah dipersiapkan.

  1. Tahap Evaluasi

Guru melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap hasil kerja siswa.





E. Implementasi pada Pembelajaran Bahsa Indonesia

  1. Tahap Persiapan

Guru harus mengetahui konsep pembelajaran dan langkah-langkah pembelajarannya. Guru juga harus mempersiapkan bahan dan materi pembelajarannya. Guru harus benar benar mengetahui konsep pembelajaran yang akan dilakukan.

Misalnya :

Guru akan mengajarkan puisi pada peserta didik, dalam hal ini guru harus menguasai konsep mengenai puisi, menyiapkan bahan dan materi yang akan diajarkan.

  1. Tahap Pelaksanaan

Guru melaksanakan pembelajaran dengan memadukan keterampilan bahasa sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang telah dipersiapkan.

Misalnya :

      Setelah menguasai konsep puisi, guru memulai pembelajaran yang diawali dengan membacakan sebuah puisi, hal ini melatih keterampilan mendengar atau menyimak pada peserta didik.

      Kemudian guru meminta peserta didik untuk membacakan sebuah puisi yang suldah dipersiapkan oleh guru, hal ini melatih keterampilan membaca pada peserta didik.

      Setelah itu, guru mengajak siswa untuk melakukan observasi keluar kelas agar anak dapat membuat dan menulis puisi berdasarkan pengamatan mereka.

c. Tahap Evaluasi

Guru melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap hasil kerja siswa.  Tahap evaluasi yang dimaksud adalah guru menggunakan penilaian autentik dengan menggunakan rubrik penilaian 4 keterampilan bahasa, yaitu menyimak, membaca, menulis dan berbicara.



F. Kelemahan dan Kelebihan Pendekatan Whole Language

1)  Kelemahan Pendekatan Whole Language

      Perubahan menjadi kelas whole language memerlukan waktu yang cukup lama karena perubahan harus dilakukan dengan hati-hati dan perlahan agar menghasilkan kelas whole language yang diinginkan (Anderson 2007:21).

      Dalam penerapan whole language guru harus memahami dulu komponen-komponen whole languange agar pembelajaran dapat dilakukan secara maksimal (Puji Santoso. 2008:2.16).

2)   Kelebihan Pendekatan Whole Language

      Pengajaran keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata bahasa dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi nyata atau otentik (Rigg dalam Puji Santoso 2008: 2.3).

      Dalam kelas whole language siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Guru tidak perlu berdiri lagi di depan kelas menyampaikan materi. Sebagai fasilitator, guru berkeliling kelas mengamati dan mencatat kegiatan siswa. Dalam hal ini guru menilai siswa secara informal (Teuku Alamsyah.2007:23).

      Pendekatan whole language secara spesifik mengarah pada pembelajaran bahasa Indonesia. Namun, tidak tertutup kemungkinan untuk diterapkan dalam pembelajaran pelajaran-pelajaran yang lain, semisal IPS, karena pada dasarnya setiap mata pelajaran memiliki keterkaitan dan saling melengkapi (Teuku Alamsyah 2007:13)

5.      Pendekatan Terpadu

A. Pengertian Pendekatan Terpadu

Pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu siswa akan memeroleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Bermakna di sini memberikan arti bahwa pada pembelajaran terpadu siswa akan dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan nyata yang menghubungkan antar konsep dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran.

Beberapa pengertian dari pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh beberapa orang pakar pembelajaran terpadu diantaranya :

(1) menurut Cohen dan Manion (1992) dan Brand (1991), terdapat tiga kemungkinan variasi pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning). Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center core / center of interest);

(2) Menurut Prabowo (2000 : 2), pembelajaran terpadu adalah suatu proses pembelajaran dengan melibatkan / mengkaitkan berbagai bidang studi. Dan ada dua pengertian yang perlu dikemukakan untuk menghilangkan kerancuan dari pengertian pembelajaran terpadu di atas, yaitu konsep pembelajaran terpadu dan IPA terpadu.

Menurut Prabowo (2000:2), pembelajaran terpadu merupakan pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi. Pendekatan belajar mengajar seperti ini diharapkan akan dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak didik kita. Arti bermakna disini dikarenakan dalam pembelajaran terpadu diharapkan anak akan memperoleh pemahaman terhadap konsep-konsep yang mereka pelajari dengan melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami.

Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan belajar mengajar yang memperhatikan dan menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak didik (Developmentally Appropriate Practical). Pendekatan yang berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill-system sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak

Pembelajaran IPA secara terpadu harus menggunakan tema yang relevan dan berkaitan. Materi yang dipadukan masih dalam lingkup bidang kajian IPA.


B. Karakteristik Pembelajaran Terpadu

    Sebagai suatu proses, pembelajaran terpadu memiliki karakteristik sebagai berikut.

1.      Pembelajaran berpusat pada anak.

Pembelajaran terpadu dikatakan sebagai pembelajaran yang berpusat pada anak karena pada dasarnya pembelajaran terpadu merupakan suatu system pembelajaran yang memberikan keleluasaan pada siswa, baik secara individu maupun kelompok. Siswa dapat aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang harus dikuasainya sesuai dengan perkembangannya.

2.      Menekankan pembentukan pemahaman dan kebermaknaan.

Pembelajaran terpadu mengkaji suatu fenomena dari berbagaimacam aspek yang membentuk semacam jalinan antar skemata yang dimiliki siswa,sehingga akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari siswa. Hasil yang nyata di dapat dari segala konsep yang diperoleh dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lain yang dipelajari dan mengakibatkan kegiatan belajar menjadi lebih bermakna. Hal ini diharapkan akan berakibat pada kemampuan siswa untuk dapat menerapkan perolehan belajarnya pada pemecahan masalah-masalah yang nyata dalam kehidupannya.

3.      Belajar Melalui Pengalaman Langsung

Siswa akan memahami hasil belajarnya sesuai dengan fakta dan peristiwa yang mereka alami,bukan sekedar informasi dari gurunya. Guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator dan katalisator yang membimbing ke arah tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan siswa sebagai aktor pencari fakta dan informasi untuk mengembangkan pengetahuannya.

4.      Lebih memperhatikan proses daripada hasil semata.

Pada pembelajaran terpadu dikembangkan pendekatan discovery inquri (penemuan terbimbing) yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai proses evaluasi. Pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan melihat hasrat, minat, dan kemampuan siswa, sehingga memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar terus menerus.

5.      Sarat dengan muatan keterkaitan

Pembelajaran terpadu memusatkan perhatian pada pengamatan dan pengkajian suatu gejala atau peristiwa dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. Sehingga memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena pembelajaran dari segala sisi, yang pada gilirannya nanti akan membuat siswa lebih arif dan bijak dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada.


C. Model-model Pembelajaran Terpadu


TABEL RAGAM MODEL PEMBELAJARAN TERPADU

Nama Model

Deskripsi

Kelebihan

Kelemahan

Terpisah (Fragmented )


Berbagai disiplin ilmu yang berbeda dan saling terpisah

Adanya kejelasan dan pandangan yang terpisah dalam suatu mata pelajaran

Keterhubungan menjadi tidak jelas; lebih sedikit transfer pembelajaran

Keterkaitan /
Keterhubungan
( Connected )


Topik-topik dalam satu disiplin ilmu berhubungan satu sama lain.

Konsep–konsep utama saling terhubung, mengarah pada pengulangan ( review ), rekonseptualisasi, dan asimilasi gagasan-gagasan dalam suatu disiplin

Disiplin-disiplin ilmu tidak berkaitan; kontent tetap terfokus pada satu disiplin ilmu

Berbentuk Sarang/
kumpulan ( Nested )


Keterampilan-keterampilan sosial, berpikir, dan kontent (c ontents skill ) dicapai di dalam satu mata pelajaran (subject area )

Memberi perhatian pada berbagai mata pelajaran yang berbeda dalam waktu yang bersamaan, memperkaya dan memperluas pembelajaran

Pelajar dapat menjadi bingung dan kehilangan arah mengenai konsep-konsep utama dari suatu kegiatan atau pelajaran

Dalam satu rangkaian
( Sequence )


Persamaan-persamaan yang ada diajarkan secara bersamaan, meskipun termasuk ke dalam mata pelajaran yang berbeda

Memfasilitasi transfer pembelajaran melintasi beberapa mata pelajaran

Membutuhkan kolaborasi yang terus menerus dan kelenturan (fleksibilitas) yang tinggi karena guru-guru memilki lebih sedikit otonomi untuk mengurutkan (merancang) kurikula

Terbagi ( Shared )

Perencanaan tim dan atau pengajaran yang melibatkan dua disiplin difokuskan pada konsep, keterampilan, dan sikap-sikap (attitudes ) yang sama

Terdapat pengalaman-pengalaman instruksional bersama; dengan dua orang guru di dalam satu tim, akan lebih mudah untuk berkolaborasi

Membutuhkan waktu, kelenturan, komitmen, dan kompromi

Bentuk jaring laba-laba
( Webbed )


Pengajaran tematis, menggunakan suatu tema sebagai dasar pembelajaran dalam berbagai disiplin mata pelajaran

Dapat memotivasi murid-murid: membantu murid-murid untuk melihat keterhubungan antar gagasan

Tema yang digunakan harus dipilih baik-baik secara selektif agar menjadi berarti, juga relevan dengan kontent


Dalam satu alur
( Threaded )


Keterampilan-keterampilan sosial, berpikir, berbagai jenis kecerdasan, dan keterampilan belajar ‘direntangkan' melalui berbagai disiplin

Murid-murid mempelajari cara mereka belajar; memfasilitas transfer pembelajaran selanjutnya

Disiplin-disiplin ilmu yang bersangkutan tetap terpisah satu sama lain

Terpadu ( Integrated)


Dalam berbagai prioritas yang saling tumpang tindih dalam berbagai disiplin ilmu, dicari keterampilan, konsep, dan sikap-sikap yang sama

Mendorong murid-murid untuk melihat keterkaitan dan kesalingterhubungan di antara disiplin-disiplin ilmu; murid-murid termotivasi dengan melihat berbagai keterkaitan tersebut

Membutuhkan tim antar departemen yang memiliki perencanaan dan waktu pengajaran yang sama

Immersed



Pelajar memadukan apa yang dipelajari dengan cara memandang seluruh pengajaran melalui perspektif bidang yang disukai ( area of interest )

Keterpaduan berlangsung di dalam pelajar itu sendiri

Dapat mempersempit fokus pelajar tersebut

Membentuk jejaring
( Networked )


Pelajar melakukan proses pemaduan topik yang dipelajari melalui pemilihan jejaring pakar dan sumber daya

Bersifat proaktif; pelajar terstimulasi oleh informasi, keterampilan, atau konsep-konsep baru

Dapat memecah perhatian pelajar; upaya-upaya menjadi tidak efektif


Menurut Fogarty (1991) bila di tinjau dari sifat materi dan cara memadukan konsep, keterampilan dan unit tematisnya ada 10 model pembelajaran terpadu. Dari kesepuluh model pembelajaran yang dikemukakan oleh Fogarty tersebut, hanya 3 model yang digunakan pada kurikulum PGSD yaitu connected model, webbed model, dan integrated model..


D. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Terpadu

Dari gambaran tersebut, akan menunjukkan adanya beberapa sisi positif mengapa kita menggunakan pendekatan pembelajaran terpadu atau pendekatan tematik.

Kelebihan tersebut didasari oleh beberapa alasan.

1.      Materi pelajaran menjadi dekat dengan kehidupan anak sehingga anak dengan mudah memahami sekaligus melakukannya.

2.      Siswa juga dengan mudah dapat mengaitkan hubungan materi pelajaran di mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya.

3.      Dengan bekerja dalam kelompok, siswa juga dapat mengembangkan kemampuan belajarnya dalam aspek afektif dan psikomotorik, selain aspek kognitif.

4.      Pembelajaran terpadu mengakomodir jenis kecerdasan siswa.

5.      Dengan pendekatan pembelajaran terpadu guru dapat dengan mudah menggunakan belajar siswa aktif sebagai metode pembelajaran.


Kekurangan


1.      Aspek Guru:

Guru harus berwawasan luas,  memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal,  rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan  yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran terpadu akan sulit terwujud.

2.      Aspek peserta didik:

Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan), kemampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali). Bila kondisi ini tidak dimiliki, maka penerapan model pembelajaran terpadu ini sangat sulit dilaksanakan.

3.      Aspek sarana dan sumber pembelajaran:

Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu juga akan terhambat.

4.      Aspek kurikulum:

Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik.

5.      Aspek penilaian: 

Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini, guru selain dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaan penilaian dan pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk berkoordinasi dengan guru lain, bila materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda.

6.      Suasana pembelajaran:

Pembelajaran terpadu berkecenderungan mengutamakan salah satu bidang kajian dan ‘tenggelam’nya bidang kajian lain. Dengan kata lain, pada saat mengajarkan sebuah TEMA, maka guru berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan guru itu sendiri.


6.      Pendekatan Kontekstual

A. Pengertiann Pendekatan Kontekstual

Pendekatan konstektual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi anak untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya.

Anthony (dalam Ramelan, 1982) mengatakan bahwa pendekatan mengacu pada seperangkat asumsi yang saling berkaitan dengan sifat bahasa, serta penga-jaran bahasa. Pendekatan merupakan dasar teoritis untuk suatu metode. Asumsi tentang bahasa bermacam-macam, antara lain asumsi menganggap bahasa sebagai kebiasaan, ada pula yang menganggap bahasa sebagai suatu sistem komunikasi yang pada dasarnya dilisankan , dan ada lagi yang menganggap bahasa sebagai seperangkat kaidah

B. Ciri – ciri Pendekatan Kontekstual

The Northwest Regional Educarion Laboratory USA mengidentifi-kasikan adanya enam ciri pembelajaran kontekstual, sebagai berikut:

1)  Pembelajaran bermakna;

pemahaman, dan penalaran pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa dalam mempelajari isi materi pelajaran.

2)  Penerapan pengetahuan;

adalah kemampuan siswa untuk memahami apa yang dipelajari dan diterapkan dalam tataran kehidupan da fungsi dimasa sekarang atau dimasa yang akan datang.

3)  Berfikir tingkat tinggi;

siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berfikir kreatif-nya dalam pengumpulan data, pemahaman suatu isu dan pemecahan suatu masalah.

4)  Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar;

isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, provinsi, nasional, perkembangan iptek serta dunia kerja.

5)  Responsif terhadap budaya;

guru harus memahami dan menghargai nilai, ke-percayaan, dan kebiasaan siswa, teman, pendidik dan masyarakat tempat ia mendidik

6)  Penilaian autentik;

penggunaan berbagai strategi penalarannya yang akan merefleksikan hasil belajar sesungguhnya.

C. Jenis Pendekatan Kontekstual

      Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa didalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peranan guru. Sehubungan dengan itu maka pendekatan pengajaran kontekstual harus menekankan pada hal-hal berikut:

·         Belajar berbasis masalah (problem based learning), yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran

·         Pengajaran autentik (authentic intruction) yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna

·          Belajar berbasis inquiri (inquiry based learning) yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna

·         Belajar berbasis proyek/tugas (project based learning) yang membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif dimana lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya.

·         Belajar kooperatif (cooperative learning) yang memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa intuk bekerja sama dalam mencapai tujuan belajar.


7.      Pendekatan Komunikatif


A.           Pengertian Pendekatan Komunikatif

Pendekatan komunikatif (communicative approach) adalah istilah umum tentang pendekatan yang bertujuan untuk melatih kompetensi komunikatif. Kompetensi komunikatif merupakan konsep yang dikemukakan oleh Dell Hymes seorang sosiolinguis Amerika yaitu kemampuan untuk berkomunikasi dengan tepat secara sosial tidak hanya membuat kalimat-kalimat yang benar secara gramatikal. Dengan kata lain, kompetensi komunikatif merupakan kemampuan yang berhubungan dengan pemakaian bahasa; kapan, di mana, kepada siapa, dan bagaimana bahasa itu dipakai (Fumiya, 1990:122).

Definisi lain dari pendekatan komunikatif adalah pendekatan yang berlandaskan pada pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa. Pendekatan komunikatif berorientasi pada proses belajar – mengajar bahasa berdasarkan tugas dan fungsi berkomunikasi. Dalam pendekatan komunikatif, yang menjadi acuan adalah kebutuhan peserta didik dan fungsi bahasa. Pendekatan komunikatif berusaha membuat peserta didik memiliki kecakapan berbahasa. Dengan sendirinya, acuan pokok setiap unit pelajaran adalah fungsi bahasa, bukan tata bahasa. Dengan kata lain, tata bahasa disajikan bukan sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai sarana untuk melaksanakan tujuan komunikasi.



B.            Ciri-ciri Pendekatan Komunikatif

Terdapat beberapa ciri-ciri pendekatan komunikatif di antaranya sebagai berikut.

a.         Tujuan pembelajaran bahasa adalah mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi secara langsung dengan menggunakan bahasa target dalam konteks komunikasi yang sesungguhnya atau dalam situasi kehidupan yang nyata (real). Tujuan pendekatan komunikatif ini tidak diarahkan pada penguasaan gramatikal atau kemampuan membuat kalimat gramatikal yang bersifat pasif-teoretik saja, melainkan pada kemampuan memproduksi ucapan yang sesuai dengan konteks.

b.        Hal yang mendasar dari pendekatan komunikatif adalah kebermaknaan dari setiap bentuk bahasa yang dipelajari dan keterkaitan bentuk, ragam, dan makna bahasa dengan situasi dan konteks berbahasa itu.

c.         Dalam proses belajar-mengajar peserta didik bertindak sebagai komunikator yang berperan aktif dalam aktivitas komunikasi yang sesungguhnya. Sedangkan guru memprakarsai dan merancang berbagai pola interaksi antarpeserta didik, dan berperan sebagai fasilitator.

d.        Aktivitas di dalam kelas diwarnai secara nyata dan dominan oleh kegiatan-kegiatan komunikasi, bukan latihan-latihan manipulatif dan peniruan-peniruan tanpa makna.

e.         Materi yang disajikan bervariasi, tidak hanya mengandalkan buku teks, tetapi lebih ditekankan pada bahan-bahan otentik (berita koran, iklan, dan sebagainya). Dari bahan-bahan tersebut, pemerolehan bahasa peserta didik diharapkan meliputi bentuk, makna, fungsi, dan konteks sosial.

f.         Penggunaan bahasa pertama di dalam kelas tidak dilarang sama sekali, tetapi alangkah baiknya dikurangi.

g.        Dalam pendekatan komunikatif, kesiapan peserta didik ditoleransi untuk mendorong keberanian berkomunikasi.

h.        Evaluasi dalam pendekatan komunikatif ditekankan pada kemampuan menggunakan bahasa dalam kehidupan nyata, bukan pada penguasaan struktur bahasa atau gramatikal.







C.           Tujuan Pendekatan Komunikatif

Pendekatan komunikatif ditujukan agar peserta didik pada akhirnya dapat mencerna seluruh komunikasi tanpa menganalisis bahasa menjadi satuan-satuan gramatikal atau unsur-unsur kebahasaan seperti pola kalimat, kosakata, dan sebagainya. Sehingga di dalam proses pembelajarannya pun peserta didik lebih banyak diberi pengayaan dalam pengalaman-pengalaman berkomunikasi.

Pendekatan komunikatif berbeda dengan pendekatan audio lingual. Di dalam pendekatan komunikatif, komunikasilah yang diutamakan. Artinya, harus dilatih semua kemampuan yang penting di dalam komunikasi, termasuk di antaranya unsur-unsur kebahasaan. Lain halnya dengan pendekatan komunikatif, di dalam pendekatan audio lingual yang lebih dulu diajarkan adalah unsur-unsur kebahasaan seperti gramatikal, pola kalimat, kosakata, dan sebagainya. Setelah itu semua, barulah diajarkan bagaimana menggunakan unsur-unsur kebahasaan tersebut di dalam suasana komunikasi.


D.           Implementasi Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Berkenaan dengan prosedur pembelajaran dalam kelas bahasa berdasarkan pendekatan komunikatif, Finochiarodan Brumfit (dalam Tarigan, 1989:294)  menawarkan garis besar kegiatan pembelajaran sebagai berikut.

1.        Penyajian Dialog Singkat

Guru memulai proses pembelajaran dengan memberi motivasi terlebih dahulu kepada peserta didik dengan menghubungkan situasi dialog dengan pengalaman pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Guru bertanya kepada peserta didik tentang prosa (cerita) yang paling digemari. Guru menunjuk satu per satu peserta didik untuk menyebutkan judul ceritanya. Peserta didik menyebutkan judul ceritanya, tokoh cerita, alur cerita, dan lain-lain. Guru menunjuk peserta didik untuk menceritakan kembali cerita yang digemarinya secara singkat dan jelas. Selain menceritakan, peserta didik diminta untuk memperagakan atau menirukan tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita tersebut.

2.        Pelatihan Lisan Dialog yang Disajikan

Guru memberikan satu contoh cerita yang ada di buku yang akan dipelajari saat pelajaran berlangsung. Guru membacakan cerita, dan  meminta peserta didik untuk menyimak cerita tersebut. Guru meminta salah satu peserta didik untuk membaca ulang cerita tersebut. Saat berlangsungnya pembacaan ulang cerita, peserta didik yang lain diminta untuk menyimak dan mencatat poin-poin penting yang berupa unsur intrinsik dan ekstrinsik yang ada di cerita tersebut. Selanjutnya, guru meminta peserta didik yang telah mencatat untuk menceritakan kembali tanpa melihat catatannya.

3.        Tanya Jawab

Guru menunjuk peserta didik yang lain secara bergiliran dan acak untuk menjawab setiap pertanyaan yang diberikan. Guru memberikan pertanyaan yang sesuai dengan cerita yang telah dibacakan. Dimulai dari tokoh, watak, latar, alur, sudut pandang, dan lain sebagainya, guru melontarkan berbagai macam pertanyaan kepada peserta didik.

4.        Pengkajian

Guru membagi peserta didik menjadi 5 kelompok, setiap kelompok terdiri atas 6-7 orang. Guru meminta masing-masing kelompok untuk memilih 6-7 adegan atau ungkapan dari dialog yang ada di dalam cerita tersebut. Guru meminta peserta didik untuk menuliskan adegan atau ungkapan beserta maknanya, dan alasan mengapa memilih ungkapan tersebut. Setelah tugas kelompoknya selesai, guru meminta perwakilan dari setiap kelompok untuk membacakan hasil diskusinya di depan teman-temannya. Guru meminta peserta didik bekerja sama dengan kelompoknya untuk mencari ungkapan lain yang fungsi komunikatifnya sama.

5.        Penarikan Simpulan

Guru meminta peserta didik untuk membuat simpulan tentang kaidah tata bahasa yang ada di dalam dialog. Peserta didik diarahkan untuk membuat simpulan tentang kaidah tata bahasa yang terkandung dalam dialog tersebut. Guru sebagai fasilitator – memberi bantuan (mengarahkan) dalam pembuatan simpulan.

6.        Aktivitas Interpretatif

Masing-masing kelompok diarahkan untuk menafsirkan beberapa dialog yang dilisankan. Guru berkeliling melihat kerja sama antaranggota di setiap kelompok. Guru memberi bantuan kepada peserta didik dalam menafsirkan beberapa dialog tersebut.

7.        Aktivitas Produksi Lisan

Guru meminta setiap kelompok bergiliran untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan teman-temannya. Guru membimbing peserta didik dalam mempresentasikan hasil diskusinya. Setelah dua kelompok mempresentasikan dan dirasakan cukup pandai mengondisikan kelasnya, guru meminta peserta didik untuk mencoba mempresentasikannya sendiri tanpa bimbingan guru.

8.        Pemberian Tugas

Guru memberikan tugas tertulis sebagai pekerjaan rumah. Guru meminta peserta didik mencari prosa (cerita) lain, di mana setiap peserta didik mencari satu judul cerita. Guru meminta peserta didik menulis sinopsis atau rangkuman singkat dari cerita yang telah dipilihnya. Guru juga meminta peserta didik menuliskan unsur-unsur pembangun cerita yang terdiri dari unsur instrinsik dan ekstrinsik, kemudian menuliskannya di kertas folio.


8.      Pendekatan Saintifik

A. Pengertian Pendekatan Saintifik

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang terdiri atas kegiatan mengamati (untuk mengidentifikasi hal-hal yang ingin diketahui), merumuskan pertanyaan (dan merumuskan hipotesis), mencoba/mengumpulkan data (informasi) dengan berbagai teknik, mengasosiasi/ menganalisis/mengolah data (informasi) dan menarik kesimpulan serta mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari kesimpulan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Langkah-langkah tersebut dapat dilanjutkan dengan kegiatan mencipta.


http://2.bp.blogspot.com/-Nxv2RSDTu9s/U6jJtmjRtPI/AAAAAAAAEKw/XZYEfad4R2M/s1600/Hasil+Pembelajaran.jpg


Kurikulum 2013 mengembangkan sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. (Permendikbud Nomor 54/2013) Bagaimana Kurikulum 2013 memfasilitasi peserta didik memperoleh nilai-nilai, pengetahuan, dan keterampilan secara berimbang?, bagaimana proses pembelajaran dilaksanakan?




B. Prinsip-prinsip kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik kurikulum 2013

·      peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu;

·         peserta didik belajar dari berbagai sumber belajar;

·         proses pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah;

·         pembelajaran berbasis kompetensi;

·         pembelajaran terpadu;

·         pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen yang memiliki kebenaran multi dimensi;

·          pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif;

·         peningkatan keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara hard-skills dan soft-skills;

·         pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;

·         pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (Ing Ngarso Sung Tulodo), membangun kemauan (Ing Madyo Mangun Karso), danmengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (Tut Wuri Handayani);

·         pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat;

·         pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran;

·         pengakuan atas perbedaan individualdan latar belakang budaya peserta didik; dan

·         suasana belajar menyenangkan dan menantang.

C. Implementasi Pendekatan Saintifik pada Pembelajaran

·         Mengamati: membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat) untuk mengidentifikasi hal-hal yang ingin diketahui - Mengamati dengan indra (membaca, mendengar, menyimak, melihat, menonton, dan sebagainya) dengan atau tanpa alat.

·         Menanya: mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati - Membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi tentang informasi yang belum dipahami, informasi tambahan yang ingin diketahui, atau sebagai klarifikasi.

·         Mencoba/mengumpulkan data (informasi): melakukan eksperimen, membaca sumber lain dan buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas, wawancara dengan narasumber - Mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru bentuk/gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber melalui angket, wawancara, dan memodifikasi/ menambahi/mengembangkan.

·         Mengasosiasikan/mengolah informasi: SISWA mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen mau pun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi - mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, mengasosiasi atau  menghubungkan fenomena/informasi yang terkait dalam rangka menemukan suatu pola, dan menyimpulkan.

·         Mengkomunikasikan: SISWA menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya - menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, atau grafik; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan.

·           (Dapat dilanjutkan dengan) Mencipta: Siswa menginovasi, mencipta, mendisain model, rancangan, produk (karya) berdasarkan pengetahuan yang dipelajari.


9.      Pendekatan PAIKEM

A. Pengertian Pendekatan PAIKEM

PAIKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Selanjutnya, PAIKEM dapat didefinisikan sebagai: pendekatan mengajar (approach to teaching) yang digunakan bersama metode tertentu dan pelbagai media pengajaran yang disertai penataan lingkungan sedemikian rupa agar proses pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dengan demikian, para siswa merasa tertarik dan mudah menyerap pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan. Selain itu, PAIKEM juga memungkinkan siwa melakukan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan sikap, pemahaman, dan keterampilannya sendiri dalam arti tidak semata-mata “disuapi” guru. Di antara metode-metode mengajar yang amat mungkin digunakan untuk mengimple- mentasikan PAIKEM, ialah: 1) metode ceramah plus, 2) metode diskusi; 3) metode demonstrasi; 4) metode role-play; dan 5) metode simulasi.


B. Karakteristik PAIKEM

·         Berpusat pada siswa (student-centered )

·         Belajar yang menyenangkan (joyfull learning)

·         Belajar yang berorientasi pada tercapainya kemampuan tertentu (competency-based learning);

·         Belajar secara tuntas (mastery learning);

·         Belajar secara berkesinambungan (continuous learning);

·         Belajar sesuai dengan ke-kini-an dan ke-disinian (contextual learning).


Sementara itu, pembelajaran saat ini masih lebih cenderung berpusat pada guru.


Arti Penting PAIKEM 

Mengapa pendekatan PAIKEM perlu diterapkan? Sekurang-kurangnya ada dua alasan perlunya pendekatan PAIKEM diterapkan di sekolah/madrasah kita, yakni: 

  • PAIKEM lebih memungkinkan perserta didik dan guru sama-sama aktif terlibat dalam pembelajaran. Selama ini kita lebih banyak mengenal pendekatan pembelajaran konvensional. Hanya guru yang aktif (monologis), sementara para siswanya pasif, sehingga pembelajaran menjemukan, tidak menarik, tidak menyenangkan, bahkan kadang-kadang menakutkan siswa.
  • PAIKEM lebih memungkinkan guru dan siswa berbuat kreatif bersama. Guru mengupayakan segala cara secara kreatif untuk melibatkan semua siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu, peserta didik juga didorong agar kreatif dalam berinteraksi dengan sesama teman, guru, materi pelajaran dan segala alat bantu belajar, sehingga hasil pembelajaran dapat meningkat.


PAIKEM dilandasi oleh falsafah konstruktivisme yang menekankan agar peserta didik mampu mengintegrasikan gagasan baru dengan gagasan atau pengetahuan awal yang telah dimilikinya, sehingga mereka mampu membangun makna bagi fenomena yang berbeda. Falsafah pragmatisme yang berorientasi pada tercapainya tujuan secara mudah dan langsung juga menjadi landasan PAIKEM, sehingga dalam pembelajaran peserta didik selalu menjadi subjek aktif sedangkan guru menjadi fasilitator dan pembimbing belajar mereka.


C. Implementasi Pendekatan PAIKEM

Dalam melaksanakan PAIKEM, guru perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: 

·         Memahami sifat yang dimiliki siswa

Pada dasarnya anak memiliki imajinasi dan sifat ingin tahu. Semua anak terlahir dengan membawa dua potensi ini. Keduanya merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/pikiran kritis dan kreatif. Oleh karenanya, kegiatan pembelajaran perlu dijadikan lahan yang kita olah agar menjadi tempat yang subur bagi perkembangan kedua potensi anugerah Tuhan itu. Suasana pembelajaran yang diiringi dengan pujian guru terhadap hasil karya siswa, yang disertai pertanyaan guru yang menantang dan dorongan agar siswa melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang baik untuk mengembangkan potensi siswa. 

·         Memahami perkembangan kecerdasan siswa

Menurut Jean Piaget dalam Syah (2008: 29-33), perkembangan kecerdasan akal/perkembangan kognitif manusia berlangsung dalam empat tahap, yakni: Sensory-motor (Sensori-motor/0-2 tahun) Pre-operational (Pra-operasional / 2-7 tahun) Concrete-operational (Konkret-operasional / 7-11tahun) Formal-operational (Formal- operasional / 11 tahun ke atas). Selama kurun waktu pendidikan dasar dan menengah, siswa mengalami tahap Concrete-operational dan Formal-operational.

·         Mengenal siswa secara perorangan

Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAIKEM perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tecermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua siswa dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Siswa yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah dengan cara ”tutor sebaya”. Dengan mengenal kemampuan siswa, apabila ia mendapat kesulitan kita dapat membantunya sehingga belajar siswa tersebut menjadi optimal.





·         Memanfaatkan perilaku siswa dalam pengorganisasian belajar

Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, siswa dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, siswa akan menyelesaikan tugas dengan baik apabila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, siswa perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.


10.  Pendekatan Discovery Learning

A. Pengertian Discovery Learning

Model Discovery Learning adalah didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.

Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).

Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry). Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada kedua istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian.


B. Kelebihan dan Kelemahan Discovery Learning

1) Kelebihan Penerapan Discovery Learning.

  • Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
  • Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
  • Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
  • Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
  • Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
  • Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
  • Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
  • Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
  • Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
  • Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.
  • Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
  • Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
  • Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
  • Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
  • Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.
  • Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
  • Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
  • Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

2) Kelemahan Penerapan Discovery Learning.

  • Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
  • Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
  • Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
  • Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
  • Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
  • Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

C. Implementasi Discovery Learning

Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan Discovery Learning di kelas,ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum antara lain sebagai berikut :

1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di samping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.




2) Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.

Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. 

3) Data Collection (Pengumpulan Data)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.

Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

4) Data Processing (Pengolahan Data)

Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.






5) Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.















DAFTAR PUSTAKA


·        Sumardi, Mulyanto. 1992. Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra: Struktur, Humanistik, Komunikatif, Pragmatik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

·         Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP – UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu. Bandung: Imperial Bhakti Utama.

Apakah yang dimaksud dengan pendekatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia?

Pendekatan dalam pembelajaran bahasa dapat dikatakan sebagai seperangkat kegiatan yang saling berkaitan dan berhubungan dengan sifat bahasa serta pengajaran bahasa. Berbagai pendekatan yang telah lama diterapkan dalam pembelajaran bahasa antara lain adalah pendekatan tujuan dan pendekatan struktral.

Apa yang dimaksud dengan pendekatan dalam bahasa Indonesia?

1. Pendekatan merupakan seperangkat asumsi yang aksiomatik tentang hakikat bahasa, pengajaran dan belajar bahasa yang dipergunakan sebagai landasan dalam merancang, melaksanakan dan menilai proses belajar-mengajar bahasa.

Apa saja pendekatan pembelajaran dalam bahasa Indonesia di SD?

Pendekatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) dipandang sesuai dengan seperangkat asumsi yang saling berkaitan, yakni pendekatan tujuan, pendekatan komunikatif, dan pendekatan tematik.

Pendekatan dalam pembelajaran itu apa saja?

Pendekatan pembelajaran memiliki dua klasifikasi umum, yakni Student centered approach merupakan pendekatan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik dan Teacher centered approach yaitu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pendidik.