Apakah yang diberikan orang tua kepada anaknya yang melakukan kesalahan

Saat melakukan kesalahan kepada anak, sebagai orang tua mungkin saja merasa gengsi atau malu untuk meminta maaf kepada anak. Status sebagai orang tua bisa saja membuat berpikir lebih baik membiarkan saja anak melupakan kesalahan tanpa perlu meminta maaf.

Padahal orang tua seharusnya memberi contoh yang baik kepada anak dengan meminta maaf setelah melakukan kesalahan. Bukanlah hal yang buruk kalau orang tua meminta maaf meskipun lebih tua. Justru itu contoh yang baik.

Meminta maaf kepada anak ketika orang tua berbuat kesalahan akan mempererat hubungan antar orang tua dan anak. Meminta maaf kepada anak saat melakukan kesalahan juga memiliki beberapa manfaat lainnya.

1. Memberi contoh bagaimana seharusnya bersikap
Anak adalah peniru yang ulung. Mereka cepat belajar dari apa yang mereka lihat sehari-hari. Emosi-emosi negatif dapat terserap dengan lebih mudah. Contohnya mengingkari janji, perilaku abusif, atau kekerasan fisik akan membekas di dalam ingatan anak.

Oleh karena itu, orang tua harus memberikan contoh yang baik untuk membentuk karakter anak. Jika orang tua mau meminta maaf pada anak atas kesalahan yang mereka buat, anak akan meniru hal tersebut. Anak akan mengerti jika melakukan kesalahan, yang harus diperbuat adalah meminta maaf terlebih dahulu dan tidak mengulanginya lagi.

2. Mengajarkan untuk bertanggung jawab
Saat orang tua menyadari kesalahan dan meminta maaf, hal ini akan terekam dengan baik oleh anak. Pesan yang mereka terima adalah tidak ada orang yang sempurna dan semua orang bisa melakukan kesalahan. Mereka akan belajar bahwa mengakui kesalahan dan bertanggung jawab atas yang sudah dilakukan adalah hal yang benar.

3. Menanamkan nilai kejujuran
Tidak meminta maaf atas kesalahan sama dengan menyembunyikan kesalahan. Hal itu sama buruknya dengan berbohong. Ketika orang tua meminta maaf pada anak, mereka akan belajar mengenai pentingnya mengatakan hal yang sebenarnya. Orang tua juga akan membantu anak untuk memahami pentingnya mengakui kesalahan.

BACA JUGA: Tips Parenting untuk Orang Tua Baru Agar Bebas dari Panik

4. Menunjukkan rasa saling menghormati
Dengan meminta maaf, anak akan merasa dihormati dan tidak dianggap remeh keberadaannya. Anak akan melihat orang tua sebagai sosok yang berjiwa besar dan hal ini bisa menjadi dasar dari hubungan yang sehat antar orang tua dan anak.

5. Kesempatan untuk belajar bersama-sama
Anak bisa belajar membedakan apa yang benar dan apa yang salah dari permintaan maaf yang diberikan oleh orang tua. Kesempatan ini bisa diambil untuk mengajarkan bagaimana seharusnya anak bersikap dalam berbagai kesempatan dan membantu anak untuk dapat tumbuh menjadi individu yang baik.

Setelah melakukan kesalahan kepada anak, akan lebih baik jika orang tua menjelaskan mengapa melakukan kesalahan tersebut. Misalnya, ketika tidak sengaja membuang kertas gambar hasil karya anak, orang tua bisa memberikan klarifikasi bahwa tindakan tersebut tidak disengaja.

Jangan lupa untuk meminta maaf dengan tulus dan tatap mata anak. Anak-anak memiliki perasaan yang sensitif sehingga mereka bisa membedakan permintaan maaf yang tulus dan yang tidak.

Setelah meminta maaf, usahakan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Anak juga akan belajar melakukan kesalahan bisa dimaafkan, tetapi yang berbuat salah juga tidak boleh mengulangi lagi perbuatannya.

Kemudian, jika anak meminta maaf setelah melakukan kesalahan, orang tua harus menerima permintaan maafnya. Biarkan anak tahu bahwa kamu bangga dirinya berjiwa besar dan mampu mengakui kesalahan. Pujilah sikapnya tersebut.

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?

Fimela Reporter07 Feb 2022, 18:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Sebagai orangtua pastinya wajib untuk mengajarkan hal-hal baik kepada anak termasuk memberinya pujian atas perbuatan baiknya atau memberi hukuman jika si anak berbuat nakal. Namun, ternyata banyak kesalahan yang dilakukan oleh orangtua saat menghukum anak. Kesalahan tersebut dapat melukai hati anak, juga bisa menjadi penghambat perilaku baik di masa depan. Apakah sahabat fimela yang sudah menjadi orangtua merasa ada kesalahan dalam memberikan hukuman kepada si anak? Kira-kira seperti apa ya kesalahannya? Simak infonya dibawah ini!

1. Marah besar

Jika kamu para orangtua merasa emosi akan kelakukan anak, berusahalah untuk menenangkan diri terlebih dahulu ya. Setelah itu, barulah berbicara pada anak. Dengan cara ini barulah mereka akan lebih bisa memahami pendekatan yang dilakukan dengan tenang dan masuk akal daripada apa yang diteriakan.

2. Hukuman fisik

Bukan tidak mungkin nantinya anak akan menganggap setiap masalah dapat diselesaikan dengan cara kekerasan. Untuk itu, lebih baik para orangtua mencari bentuk hukuman lain yang bisa mendidik.

3. Tidak konsisten

Setiap orangtua yang tidak konsisten dalam bersikap tentunya akan membuat anak kebingungan dan tidak tahu apa yang boleh dan tidak boleh. Artinya menjadi konsisten itu penting supaya anak dapat memahami perilaku yang benar. Untuk itu kamu sebagai orangtua perlu membuat aturan dan pemahaman yang jelas soal apa akibat yang akan diterima jika seseorang anak melakukan perbuatan tertentu.

Memberi imbalan atau hadiah pada anak / copyright shutterstock

Jangan sesekali melakukan hal ini yaa sahabat fimela. Sebab memberi imbalan pada anak agar dia berperilaku sesuai harapan para orang tuanya hanya akan mengajarkan bahwa untuk mendapatkan hadiah mereka harus melakukan kenakalan terlebih dahulu. Padahal, kamu bisa mengajak anak untuk berbuat suportif dengan cara memancing dan mendukung anak untuk berbuat baik tanpa melakukan imbalan apapun.

5. Tidak mau mendengar

Memarahi anak secara satu arah tidak akan membuat anak tersebut belajar. Baiknya, kamu para orangtua melakukan dialog untuk mencari kenapa anak itu melakukan tindakan yang tidak benar. Caranya adalah dengan mengajak si kecil berdiskusi dua arah agar anak merasa aman dan nyaman dalam mendengarkan semua perkataan orang tuanya.

Nah, itu dia beberapa kesalahan dalam mendidik anak. Jika sahabat fimela yang sudah menjadi orangtua merasa melakukan kesalahan dalam mendidik anaknya, segeralah untuk diperbaiki. Agar anak mampu mendengarkan dan menurut apa yang dikatakan oleh orang tuanya.

Ditulis: Adjeng Dwi Fitriani

TERKAIT: Mengenal Happy Parenting, Rahasia Bahagia Menjadi Orangtua

Anak adalah amanah Allah Swt. yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, bagaikan sehelai kain putih yang siap diberi corak dan warna. Setiap orang tua tentu menginginkan anak-anaknya kelak mempunyai perilaku yang baik, taat beribadah, menjadi anak kebanggaan, dan berguna untuk orang banyak. 

Peran orang tua sangat menentukan perkembangan dan pertumbuhan anak di masa depan. Sebagai sumber referensi dan cermin perilaku bagi anak, sebaiknya kita mulai membiasakan diri untuk berpikir dahulu sebelum bertindak. Tanpa disadari, beberapa perilaku orang tua bisa menjadi pendorong terbentuknya kebiasaan buruk pada diri anak. Jangan berharap anak menjadi baik kalau kita sendiri belum melakukannya. 

Lantas, perilaku orang tua apa saja yang bisa mendorong terbentuknya kebiasaan buruk pada anak? Berikut beberapa di antaranya.

Ancaman Kosong

Yang dimaksud ancaman kosong adalah menakut-nakuti anak dengan hukuman tapi tidak pernah melakukan hukuman itu. Kebiasaan ini dapat memicu anak melakukan hal yang sama karena merasa hukuman yang diterima hanya sekedar omong kosong. 

Memberi Predikat Buruk

Contohnya, ucapan “Kamu anak nakal, rumah jadi berantakan lagi.” Hal ini akan berdampak buruk secara psikologis. Anak menjadi merasa bodoh, benci pada diri sendiri, minder, dan tidak percaya diri. Jika anak melakukan kesalahan, ajak duduk bersama, tanyakan pemicunya. Jadilah pendengar yang baik, setelah mengajukan pertanyaan dan mendengarkan, lalu carilah solusi bersama-sama.

Hukuman Fisik

Hukuman fisik bukan solusi yang baik untuk kesalahan atau kenakalan anak. Anak yang suka menerima hukuman fisik biasanya lebih sulit menghilangkan kenakalannya karena anak lebih memilih menahan sakit hukuman daripada merubah kebiasaannya.

Memaksakan Cita-Cita Orang Tua

Setiap orang tua menginginkan anak-anak lebih sukses dari dirinya sehingga sering memaksakan cita-cita kepada anak. Walaupun tujuannya baik, hal ini dapat menimbulkan tekanan besar terhadap perkembangan psikologis anak yang membuat anak cenderung berbohong. Sebaiknya, serahkan cita-cita kepada anak. Kita hanya mendukung dan berdoa agar anak mampu dalam menggapai harapannya.

Tidak Konsisten

Sikap yang tidak konsisten setelah membuat keputusan akan menumbuhkan rasa tidak percaya kepada aturan yang telah dibuat. Jika hal ini berlanjut, anak akan menjadi seorang yang tidak disiplin. 

Kerap Memegang Gawai 

Ketika Anda sedang bersama anak, sebaiknya simpan gawai. Fokuslah bermain bersama anak. Kerap memegang gawai akan membentuk pola pikir anak bahwa kegiatan bermain di luar rumah bersama teman sebaya bukan hal yang penting. Gawai adalah teman bermain yang menyenangkan.

Membiarkan Kebiasaan Buruk Anak

Sekecil apa pun kebiasaan buruk yang dilakukan anak, orang tua harus segera menghentikanya dengan mengajaknya bicara tanpa merasa dinasihati. Jika dibiarkan, anak akan terbiasa menyepelekan kesalahan-kesalahan kecil.

Membenarkan Kesalahan Anak

Orang tua, terlebih ibu, biasanya lebih menoleransi kesalahan anak dengan segala alasan. Namun, terlalu sering mencari alasan untuk pembenaran dapat mendorong anak menjadi pribadi yang tidak bertanggung jawab. Contohnya adalah anak tidak dibiasakan membereskan mainannya setelah bermain, dengan alasan anak masih kecil. Padahal, pembentukan karakter dimulai sejak usia dini. Tetaplah ingatkan anak untuk membereskan kembali mainannya.

Menyuruh dengan Berteriak

Menyuruh dengan berteriak tidak berarti anak akan menghiraukan. Mungkin anak lebih fokus kepada teriakan daripada perintahnya. Seringnya, teriakan akan merusak hubungan orang tua dengan anak dan membentuk anak berkepribadian sulit diatur. Gunakan kata ajaib agar anak lebih merasa dihargai, yaitu tolong, maaf, dan terima kasih.

Adakah perilaku di atas yang masih kita lakukan? Tidak ada kata terlambat untuk memperbaikinya. Marilah kita hentikan perilaku tersebut dan mulai membiasakan diri berkomunikasi secara positif dan berpikir sebelum bertindak. Dengan begitu, anak merasa lebih nyaman sehingga terbentuk kepribadian anak yang lebih baik. (AH)

image source: https://www.flickr.com/photos/mindaugasdanys/3766009204