Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.[1] Terkait dengan rahasia bank ini, Pasal 40 ayat (1) UU 10/1998 telah mengatur bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam hal sebagai berikut:
Pengecualian ini juga dipertegas dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (4) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank (“PBI 2/19/2000”). Selengkapnya mengenai rahasia bank, baca artikel Bolehkah Rahasia Bank “Dibocorkan” kepada Ahli Waris Nasabah? Dugaan pelanggaran yang Anda maksud di Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) UU 10/1998 berbunyi sebagai berikut: Pasal 47 UU 10/1998
Melihat pasal di atas, dugaan pelanggaran yang Anda maksud adalah terkait dengan permintaan rahasia bank oleh orang yang memaksa pihak bank atau pihak afiliasi untuk kepentingan perpajakan, piutang bank, dan kepentingan pengadilan untuk perkara pidana. Orang yang memaksa tersebut tidak memiliki Perintah tertulis atau izin dari pimpinan Bank Indonesia (“BI”). Juga dugaan terhadap dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan pun dapat dikenakan sanksi. Pada Pasal 3 ayat (1) PBI 2/19/2000 menegaskan bahwa pelaksanaan ketentuan permintaan rahasia bank terkait masalah di atas, wajib terlebih dahulu memperoleh perintah atau izin tertulis untuk membuka rahasia bank dari pimpinan BI. Terdapat tiga hal yang akan dibahas di bawah ini, yaitu:
Pada perkembangannya, sudah tidak memerlukan izin dari pimpinan BI dalam mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Hal ini terkait dengan Pasal 8 angka 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (“Perppu 1/2017”) yang mana aturan ini mencabut keberlakuan Pasal 40 dan Pasal 41 UU Perbankan sepanjang berkaitan dengan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Mempertegas hal di atas, bahwa dalam hal lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain terikat oleh kewajiban merahasiakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, kewajiban merahasiakan tersebut tidak berlaku dalam melaksanakan Perppu 1/2017.[8] Kemudian Pasal 2 ayat (2) Perpu 1/2017 menyatakan bahwa lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak:
Lalu mengenai apakah ada perlindungan hukum bagi orang yang memenuhi kewajiban penyampaian laporan, dalam Pasal 6 Perppu 1/2017 diatur sebagai berikut:
Pimpinan BI memberikan izin tertulis kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur.[9] Izin tertulis dari pimpinan BI diberikan berdasarkan permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia Urusan Piutang Negara yang menyebutkan:[10]
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan BI dapat memberikan izin tertulis kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.[11] Izin tertulis dari pimpinan BI diberikan atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia atau Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.[12] Tindak Lanjut Izin Bank Indonesia untuk Memberikan Rahasia Bank Pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan oleh Gubernur BI, Deputi Gubernur Senior BI, atau salah satu Deputi Gubernur BI dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah surat permintaan diterima secara lengkap oleh Direktorat Hukum BI.[13] Jika terkait tindak pidana korupsi maka pemberian izin diberikan dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak surat permintaan diterima secara lengkap oleh Direktorat Hukum BI.[14] Terhadap hal diatas, bank wajib melaksanakan perintah atau izin tertulis dari BI untuk penyelesaian piutang bank, dan perkara pidana, dengan memberikan keterangan baik lisan maupun tertulis, memperlihatkan bukti-bukti tertulis, surat-surat, dan hasil cetak data elektronis, tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan yang disebutkan dalam perintah atau izin tertulis tersebut.[15] Bank juga dilarang memberikan keterangan tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan selain yang disebutkan dalam perintah atau izin tertulis dari BI.[16] Tanpa mengesampingkan sanksi pidana, BI dapat mengenakan sanksi administratif terhadap Bank yang tidak melaksanakan perintah atau izin tertulis dari BI atau memberikan keterangan di luar apa yang diperintahkan.[17] Adapun Gubernur BI, Deputi Gubernur Senior BI, atau salah satu Deputi Gubernur BI dapat menolak untuk memberikan perintah atau izin tertulis membuka Rahasia Bank apabila surat permintaan tidak memenuhi persyaratan.[18] Ketentuan Pidana Terkait dugaan pelanggaran Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) UU 10/1998 sebagaimana yang Anda tanyakan, perbuatan orang yang memaksa meminta rahasia bank tanpa memiliki perintah tertulis dan izin dari pimpinan BI, dan Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan, adalah merupakan tindakan pidana yang dilarang oleh UU Perbankan dan perubahannya. Menurut kami, ada dua tindakan pidana yang dilakukan, sehingga dapat dikenakan sanksi pidana yang berbeda terhadap masing-masing tindakan tersebut. Oleh karena itu, disini berlaku Pasal 108 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), bunyi pasal tersebut adalah: Pasal 108 KUHAP
Dugaan yang Anda maksudkan pada UU Perbankan dan perubahannya dapat dilaporkan ke kepolisian.[19] Selanjutnya kepolisian yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan atau penyidikan yang diperlukan.[20] Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: [1] Pasal 1 angka 28 UU 10/1998 [2] Pasal 41 ayat (1) UU 10/1998 [5] Pasal 43 UU Perbankan [6] Pasal 44 UU Perbankan [8] Pasal 2 ayat (8) Perppu 1/2017 [9] Pasal 5 ayat (1) PBI 2/19/2000 [10] Pasal 5 ayat (2) dan (3) PBI 2/19/2000 [11] Pasal 6 ayat (1) PBI 2/19/2000 [12] Pasal 6 ayat (2) PBI 2/19/2000 [13] Pasal 10 ayat (1) jo. 11 ayat (1) PBI 2/19/2000 [14] Pasal 10 ayat (2) jo. 11 ayat (1) PBI 2/19/2000 [15] Pasal 7 ayat (1) dan (2) PBI 2/19/2000 [16] Pasal 8 PBI 2/19/2000 [17] Pasal 13 PBI 2/19/2000 [18] Pasal 10 ayat (3) jo. Pasal 11 ayat (2) PBI 2/19/2000 [19] Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 4 dan Pasal 7 ayat (1) jo. Pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP [20] Pasal 102 ayat (1) jo. Pasal 106 KUHAP |