05 Jan 2022, 19:15 WIB - Oleh:
Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom menilai niat pemerintah memutuskan untuk memberikan subsidi guna menjamin harga minyak goreng terjangkau bagi masyarakat berpotensi tidak tepat sasaran. Pemerintah menyiapkan anggaran Rp3,6 triliun untuk penyediaan 1,2 miliar liter minyak goreng selama 6 bulan. Minyak goreng pun ditetapkan sebesar Rp14.000 per liter di tingkat konsumen. Direktur Eksekutif Center of Law and Economic Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan bahwa keputusan pemerintah untuk memberikan subsidi minyak goreng patut diapresiasi, namun solusi ini lebih sifatnya temporer. Dia menilai, meski subsidi yang diberikan lebih baik di minyak goreng kemasan daripada minyak goreng curah, tapi ada kekhawatiran penyaluran subsidi tidak tepat sasaran. “Rumah tangga kelas atas bisa membeli harga minyak goreng kemasan murah, ini artinya terjadi migrasi dari kemasan yang mahal ke kemasan yang lebih rendah harganya,” katanya kepada Bisnis, Rabu (5/1/2022). Di samping itu, Bhima mengatakan substitusi ini juga berisiko jika dimanfaatkan oleh pelaku usaha makanan minuman skala besar untuk membeli minyak goreng subsidi. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan kelompok konsumen menengah ke bawah agar mendapatkan hak minyak goreng dengan harga subsidi. “Selain pengawasan, belum dipastikan juga apakah subsidi ini berlaku sampai akhir tahun, mengingat kemampuan BPDP KS [Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit] juga terbatas,” jelasnya. Bhima mengatakan, sejauh ini, permasalahan utama yang menyebabkan mahalnya harga minyak goreng ada di hulu, yaitu bahan baku CPO yang meningkat signifikan dalam setahun terakhir. Karenanya, imbuh dia, solusi kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) CPO jauh lebih tepat dibandingkan subsidi minyak goreng di hilir. “Dengan DMO, ada kepastian pasokan dan harga bagi produsen minyak goreng, khususnya perusahaan yang tidak terintegrasi dengan perkebunan sawit,” kata Bhima. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini : bahan pokok, minyak goreng, harga bahan pokok Simak Video Pilihan di Bawah Ini :
Editor: Feni Freycinetia Fitriani
PEMBERIAN subsidi BBM saat ini dinilai tidak tepat sasaran, lantaran diberikan dalam bentuk barang atau komoditas. Dengan model pemberian subsidi tersebut semua orang, baik yang mampu maupun yang tidak mampu akan mudah untuk mengaksesnya. Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof FX Sugiyanto mengatakan, dengan penerapan subsidi BBM seperti saat ini, maka subsidi dalam APBN akan terus membengkak. Apalagi, penyaluran subsidi sejauh ini tidak ada pengaturan yang jelas. "Pemerintah harus tegas dan segera menerapkan pengaturan pembatasan BBM Jika pembatasan BBM subsidi tidak segera dilakukan, lanjutnya, beban APBN akan semakin berat. Padahal, sejauh ini anggaran untuk subsidi BBM telah mencapai Rp500 triliun lebih atau sekitar 18% dari total APBN. "Subsidi BBM di APBN ini sudah sangat berat, bisa jadi nanti batasan FX Sugiyanto menambahkan, pemerintah bisa mengambil langkah dengan "Kalau mau mengamankan APBN supaya tidak jebol, ya harus menaikkan harga BBM," tegasnya. Dewan setuju Sekretaris Komisi B DPRD Jawa Tengah, Muhammad Ngainirrichadl mengaku, setuju jika pemberian subsidi harus diberikan kepada orang yang berhak. Namun demikian, sebelumnya harus dilakukan perbaikan data, serta pengawasan dan evaluasi, agar tidak terjadi penyimpangan dalam pemberian subsidi. "Selama ini kan sering terjadi, dari data yang ada, orang yang berhak dapat subsidi malah tidak dapat. Tapi sebaliknya, yang tidak berhak malah dapat bantuan. Untuk itu, perlu ada pengawasan dan evaluasi," tukas Richard. Dia setuju dengan pembatasan pembelian Pertalite bagi mobil mewah, "Yang paling tepat menurut saya pembatasan dengan menggunakan kapasitas Senada, Ketua Ombudsman Jawa Tengah, Siti Farida mengatakan, pengawasan dalam penerapan pemberian subsidi sangat penting, agar tidak terjadi penyimpangan. Selama ini belum semua instansi mau menerima dan terbuka menerima pengawasan dari Ombudsman dan rekomendasinya. "Pihak yang mendapatkan mandat nantinya untuk memberikan subsidi harus Siti Farida menuturkan, baik subsidi dengan mekanisme melalui barang maupun orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jika subsidi diberikan kepada barang seperti saat ini, maka tidak terlalu prosedural, namun rawan terjadi spekulasi dan tidak tepat sasaran. Sementara jika subsidi diberikan ke orang, maka harus ada verifikasi, ada indikator-indikator. Untuk itu, Siti Farida meminta masyarakat juga terlibat aktif dalam melakukan pengawasan penyaluran BBM bersubsidi di lapangan. Hal ini mengingat keterbatasan Ombudsman dalam melihat langsung implementasi sebuah kebijakan. "Karena jangkauan kami cukup luas. Kami bisa menindaklanjuti dengan
Senin, 11 Juli 2011 - Dibaca 2847 kali JAKARTA - Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, Jarman mengungkapkan, subsidi listrik bagi masyarakat yang selama ini diberikan pemerintah sudah tepat sasaran karena menurut Jarman, tahun 2010, Rp 29,17 triliun (52%) subsidi listrik diterima 88% pelanggan PLN dari kelompok rumah tangga tidak mampu."Subsidi yang terbesar sudah tepat sasaran. Pelanggan Rumah Tangga Kecil ('tidak mampu') merupakan pelanggan dominan (88%) PT.PLN dan berkontribusi 25,6% terhadap pendapatan PT.PLN, mereka merupakan penerima subsidi listrik terbesar (50,2%)," ujar Jarman dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Jumat (8/7/2011).Dijelaskannya, total subsidi listrik tahun 2010 adalah Rp 58,11 triliun, subsidi pelanggan rumah tangga Rp 33,21 T (57,1%) dan subsidi pelanggan rumah tangga yang tidak mampu (golongan pelanggan 450-1300 VA) Rp 29,17 T (50,2%).Total pelanggan golongan rumah tangga PLN adalah sebanyak 42,18 juta dengan perincian pelanggan rumah tangga 39,10 JUTA (92,7%), dan pelanggan rumah tangga tidak mampu (golongan pelanggan 450-1300 VA) 37,12 JUTA (88,0%). Total pendapatan tahun 2010 adalah Rp. 101,26 trilun dengan perincian, pendapatan dari pelanggan rumah tangga Rp. 36,08 trilun (35,6%), pendapatan dari pelanggan rumah tangga yang tidak mampu adalah Rp. 25,93 T (25,6% ).Pemerintah bersama Komisi VII DPR-RI menyepakati penetapan subsidi listrik untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2011 sebesar 66,33 Triliun meningkat dari sebelumnya (APBN 2011) Rp 40,71 triliun. (SF) Bagikan Ini! |