Apakah saudara tiri termasuk mahram

Suara.com - Bagaimana hukum menikahi saudara tiri dalam Islam dan apakah itu boleh dilakukan? Ternyata persoalan hukum menikahi saudara tiri ingin diketahui oleh banyak orang.

Islam mengajarkan berbagai aspek kehidupan umat manusia dan itu tidak terlepas dari perilaku manusia. Salah satu diantaranya adalah hukum menikahi saudara tiri.

Sebagai gambaran seorang laki-laki duda memiliki anak laki-laki dan menikah dengan seorang janda yang memiliki anak perempuan. Namun setelah sekian lama tinggal bersama karena ikut dengan orang tua mereka, timbul rasa cinta di antara keduanya dan ingin membawa perasaan ke dalam hubungan serius.

Allah SWT menjelaskan siapa saja perempuan yang tidak boleh dinikahi oleh laki-laki sebagaimana dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 23 yang berbunyi sebagai berikut.

Baca Juga: Hukum Menikahi Sepupu Sendiri Dalam Islam, Bolehkah?

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu…” (QS. An-Nisa: 23).

Dari 11 perempuan yang tidak boleh dinikahi karena menjadi mahram, tidak ada saudara tiri yang disebutkan di dalam dalil di atas. Lantas bagaimana hukum menikah dengan saudara tiri menurut fiqih Islam? 

Dikutip dari NU Online, Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmu menjelaskan yang artinya: “Apabila seorang laki-laki (suami) yang punya anak laki-laki menikah dengan seorang perempuan (istri) yang punya anak perempuan, maka anak laki-laki suami tersebut boleh menikah dengan anak perempuan si istri (saudara tirinya).” (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majm’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo, Darul Hadis: 2010], juz XVI, halaman 495).

Dari penjelasan tersebut, kesimpulannya adalah tidak ada halangan bagi sesama anak tiri untuk menikah menjadi suami - istri meskipun kedua orang tuanya sudah dalam ikatan pernikahan. Menurut Imam an-Nawawi, bolehnya menikahi saudara tiri dikarenakan tidak adanya hubungan nasab dan persusuan di antara keduanya.

Itulah hukum menikahi saudara tiri dalam fiqih Islam yang dapat kamu ketahui. Semoga informasi di atas dapat menambah wawasan kamu terhadap hukum menikahi saudara tiri.

Baca Juga: Ini Hukum Menikahi Saudara Sendiri Menurut Islam dan Risiko Kesehatan yang Mengancam

Sebab seseorang masuk kategori mahram (haram dinikahi) ada tiga: sebab nasab atau hubungan darah, pernikahan (bil mushâharah), dan hubungan sepersusuan. 

Dalam ayat Al-Qur'an, yang secara eksplisit dikatakan sebagai mahram dalam pertalian hubungan tiri adalah anak perempuan tiri yang ibunya sudah disetubuhi oleh suaminya yang baru sebagaimana dalam ayat berikut:

وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ

Artinya:“(Diantara wanita yang tidak boleh kalian nikahi) adalah para wanita yang berada di asuhan kalian, putri dari istri kalian, yang kalian telah melakukan hubungan dengannya. Jika kalian belum melakukan hubungan dengan istri kalian (dan sudah kalian ceraikan) maka tidak mengapa kalian menikahi wanita asuhan itu.” (QS. An-Nisa: 23)

Baca: Hukum Bersentuhan dengan Anak Tiri

Kemudian, apakah saudari tiri itu termasuk orang yang haram dinikah? 

Sebagai penjabaran, semua ulama seperti Imam Nawawi (w. 676 H) dalam kitabnya Raudlatuth Thâlibîn, Syekh Zainudin al-Malibari (w. 972 H) dalam Fathul Mu'în, Syekh Sulaiman bin Muhammad dalam al-Bujairimî dan lain sebagainya mengatakan, saudari tiri merupakan orang lain (ajnabiyyah) yakni bukan mahram. Artinya saudari tiri baik dari jalur ayah maupun ibu masing-masing boleh dinikahi karena pertalian pernikahan dalam hubungan tiri tersebut hanya terbatas pada anak tiri kepada ibunya tiri serta sebaliknya pula.

وَعُلِمَ مِمَّا ذُكِرَ أَنَّهَا لَا تَحْرُمُ بِنْتُ زَوْجِ الْأُمِّ وَلَا أُمُّهُ وَلَا بِنْتُ زَوْجِ الْبِنْتِ وَلَا أُمُّهُ وَلَا أُمُّ زَوْجَةِ الْأَبِ وَلَا بِنْتُهَا وَلَا أُمُّ زَوْجَةِ الِابْنِ وَلَا بِنْتُهَا وَلَا زَوْجَةُ الرَّبِيبِ، لِخُرُوجِهِنَّ عَنْ الْمَذْكُورَاتِ

Artinya: "Dan telah diketahui dari uraian tentang hubungan pernikahan tersebut, sesungguhnya tidak haram (laki-laki) menikahi saudari tiri ayah, nenek dari ayah tiri, menikahi cucu tiri dari menantu laki-laki, besan dari menantu laki-laki, nenek dari ibu tiri, saudari tiri dari ibu, besan dari menantu perempuan, cucu tiri dari menantu perempuan dan menantu tiri. Karena mereka keluar dari mahram-mahram yang disebut dalam Al-Quran." (Syekh Sulaiman bin Muhammad, al Bujairimî ala al-Khâtib, Dârul Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, cetakan 1, 1996, juz 4, halaman 174).

Kesimpulannya, menikahi saudari tiri hukumnya sah-sah saja. Namun, sebagai konsekuensinya, karena ia halal dinikah, berarti bersentuhan kulit atau bersalaman dengan saudari tiri hukumnya haram. (Ahmad Mundzir)

Apakah saudara tiri boleh melihat aurat?

Mereka yang boleh melihat rambut wanita adalah suami, ayah, ayah mertua, putra kandung, putra dari suaminya (tiri), saudara laki-laki (baik abang mau pun adik), keponakan, sesama wanita dan anak-anak yang belum paham soal aurat.

Anak tiri mahram apa bukan?

Begitupun anak yang dimiliki baik dari pihak istri maupun suami. Dengan menikahnya laki-laki dan wanita, apabila mereka memiliki anak dari pasangan sebelumnya, dalam Islam status anak yang dibawa secara otomatis menjadi mahram bagi ayah atau ibu tirinya.

Saudara tiri itu seperti apa?

Saudara tiri tidak berhubungan darah sama sekali (dalam bahasa Inggris disebut step-siblings), berarti anak-anak yang tidak memiliki pertalian darah sama sekali, dan hanya memiliki hubungan keluarga karena ayah salah satu anak menikah dengan ibu anak lainnya.

Apa hukum menikah dengan saudara tiri?

Pada intinya, hukum menikahi saudara tiri tidak haram alias diperbolehkan. Menurut Imam An-Nawawi, hal ini dikarenakan antara saudara tiri tidak ada hubungan nasab persusuan. Meskipun di Indonesia menikahi dengan saudara tiri dirasa tidak lazim, namun dalam Islam hal itu tidak dilarang.