Apakah regulasi selamanya akan membawa dampak positif bagi pelaku bisnis

Ilustrasi industri kertas

Jakarta - Hasil survei Persepsi dan Efektivitas Paket Kebijakan Ekonomi yang dilakukan terhadap 300 responden perusahaan menyebutkan, 15 ketentuan yang dikeluarkan pemerintah dan dianggap paling relevan terhadap kegiatan usaha, dinilai telah berdampak positif terhadap dunia usaha. Dampak positif tersebut terutama menyangkut aspek penjualan, kepastian usaha, biaya produksi, investasi, dan daya saing.

Kendati demikian, belum semua paket kebijakan ekonomi dipahami responden yang mayoritas dari sektor industri pengolahan. Hal tersebut mengemuka dalam Rapat Koordinasi Paripurna Satuan Tugas (Satgas) Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi yang dipimpin Sekretaris Wakil Presiden Sofjan Wanandi di Jakarta, Selasa (11/10).

Memperhatikan hal tersebut, Sofyan menyatakan, Tim Pokja I (kampanye dan diseminasi) harus menyelaraskan kampanye dan diseminasi dengan juga menyasar pada pemerintah daerah (pemda). “Pokja I sebaiknya juga melakukan pertemuan dengan para gubernur. Mereka (gubernur) juga perlu menjadi sasaran sosialisi karena masalah di daerah akan berkaitan dengan permasalahan di pusat,” kata dia.

Sofyan mengungkapkan, paket yang secara luas diketahui responden (hingga 91,3%) adalah terkait peraturan pengupahan, penilaian kembali aktiva tetap (revaluasi aset), UMP (upah minimun propinsi), dan perubahan modal minimum paket pendanaan. “Sementara yang masih minim, misalnya pengusahan sumber daya air. Ini hanya 47% yang tau. KUR orientasi ekspor 40,3% saja. Ini akan diteruskan informasinya ke pokja,” tandas dia.

Sementara dari sisi percepatan dan penuntasan regulasi, Pokja II melaporkan hasil evaluasi tim serta masukan dari Asosiasi dan Konsultan Hukum, per tanggal 11Oktober 2016. Ketua pokja II Satya Bhakti menyatakan timnya telah melakukan Uji Substansi terhadap 126 Peraturan, dengan rincian, 94 peraturan sudah selesai, 31 peraturan diubah, dan 1 peraturan dicabut.

“Regulasi-regulasi yang ada dalam Paket Kebijakan ini memang dirumuskan untuk menyempurnakan regulasi sebelumnya. Ada kemungkinan regulasi ini mencabut regulasi yang ada dan mengganti regulasi-regulasi yang menghambat tujuan pemerintah dalam memajukan perekonomian,” kata dia.

Ketua Pokja III Mirza Adityaswara mencatat, survei persepsi dan efektivitas tersebut menunjukkan regulasi mengenai pengupahan, revaluasi aset, dan diskon tarif listrik oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN menjadi yang paling banyak diketahui oleh dunia usaha. Selain itu, beberapa regulasi perlu mendapat perhatian agar berdampak positif pada beberapa aspek bisnis, salah satunya ketenagakerjaan. Sedangkan pada aspek daya saing, regulasi yang perlu diperhatikan salah satunya adalah penetapan harga gas bumi.

“Kami juga melakukan survei persepsi dunia usaha terhadap PKE (paket kebijakan ekonomi) yang telah diimplementasikan. Paket mana yang dipahami dunia usaha dan yang minim dipahami, termasuk juga evaluasi dan pengkajian. Kami kaji kondisi dunia industri di negara kita khususnya manufaktur. Kami kaji dan bandingkan dengan negara kompetitor, bagaimana industri manufaktur kita tertinggal termasuk dengan Vietnam. Kami kaji negara mana yang net trade-nya sudah surplus,” kata Mirza.

Sekretaris Pokja IV Carlo Tewu menyatakan, dalam laporan Pokja IV, dari total 92 kasus yang masuk, telah dibahas 55 kasus. Secara umum, dunia usaha banyak mengadu tentang kepastian usaha, baik dari kenyamanan, keamanan, dan percepatan pelayanan. “Satgas mendapat apresiasi dari pelaku usaha karena mereka merasakan dengan adanya Satgas ini bisa menyelesaikan persoalan di lapangan secara langsung. Ke depan, dengan semakin banyak kasus yang diselesaikan, maka iklim usaha akan semakin baik,” kata dia.

Menyinergikan
Kepala BKPM yang juga merupakan Wakil Ketua Pokja I, Thomas Lembong menyatakan, pihaknya akan menyinergikan antara BKPM dan Pokja IV. Karena sebagai instansi yang menangani hubungan dengan investor, ada persoalan-persoalan yang lebih baik dikoordinasikan.

“Kami akan melakukan hal yang sama dengan dubes RI di mancanegera dengan atase-atase perdagangan kita di mancanegara dan kelompok Kadin di mancanegera. Seperti diungkap Pak Sofyan, besok lusa dan Jumat ada trade expo 2016. Banyak dubes kita, atase dagang kita, bahkan BKPM semua perwakilan IICP lagi promosi di Jakarta. Kami manfaatkan event ini untuk sosialisasikan reformasi ekonomi. Kemudian, hemat saya Satgas reformasi ekonomi sudah jadi premier forum,” kata Thomas.

Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Wakil Ketua Unit Pendukung Edy Putra Irawady menambahkan, kegiatan tim Unit Pendukung dalam membantu kinerja Satgas. Baik dalam melakukan investigasi lapangan, monitoring, dan evaluasi penyelesaian kasus.

Adapun total Regulasi Pokok yang dideregulasi pada Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I – XIII sebanyak 204 regulasi. Pokja II melaporkan sampai dengan 4 Oktober 2016, sebanyak 202 regulasi telah selesai dideregulasi. Sedangkan untuk regulasi turunan/teknis telah rampung 24 dari 26 regulasi.

Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini

Sumber: Investor Daily


Oleh:

Antara Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong saat menjaba Menteri Perdagangan.

Bisnis.com, JAKARTA—Investasi ternyata menuntut regulasi yang memudahkan bisnis, bukan sebaliknya. Bahkan, kelonggaran regulasi dinilai perlu dilakukan untuk meningkatkan investasi di Indonesia.

Badan Koordinasi Penanaman Modal menyatakan selama ini Indonesia terlalu ‘ribet’ dalam regulasi perizinan.

“Ya seperti Pak Presiden bilang, kita terlalu banyak aturan dan regulasi perizinan, terlalu banyak barrier dalam perdagangan,” ujar Kepala BKPM Thomas Lembong di hotel Shangri La, Jumat (21/4/2017).

Baca Juga : DPR Diminta Tak Intervensi KPK

Oleh karena itu, untuk meningkatkan investasi di Indonesia, pemerintah perlu melakukan penyederhanaan regulasi dan terbuka namun tetap kompetitif.

“Kita harus turunkan barrier bukan hanya untuk perusahaan AS tetapi juga untuk semua,” imbuh Lembong.

Menurut dia, selain menghambat investasi negara asing di Indonesia, banyaknya batasan atau barrier juga berdampak buruk bagi industri lokal.

Baca Juga : Penjualan Super Car di China Melonjak

Pasalnya, hal tersebut akan menyulitkan industri lokal dalam melakukan impor untuk produksi.

“Industri lokal juga perlu impor komponen dan bahan baku,” tuturnya.

Dengan begitu, lanjutnya, industri lokal mampu untuk bersaing di pasal global dengan standar internasional.

Baca Juga : Tunggak Pajak, Aset WP Disita

Sementara itu, sehubungan dengan kunjungan Wakil Presiden AS Mike Pence, Lembong menyarakan agar Pemerintah Indonesia mulai memindahkan fokus investasi AS.

Selama ini, investasi AS di Indonesia memang cukup besar, bahkan pada 2012 hingga 2016 kemarin, Negeri Paman Sam itu berada di peringkat kelima investor terbesar di tanah air.

“Sayangnya, 90% dari investasi itu di bidang migas dan pertambangan,” tuturnya.

Oleh karena itu, akan lebih baik jika Pemerintah mengalihkan investasi dari sektor migas dan pertambangan ke sektor lainnya.

Menurutnya, masih banyak sektor yang menjadi peluang baik bagi AS adalah sektor digital, teknologi, manufaktur, sektor jasa seperti aerospace, industri pesawat, industri otomotif, dan industri alat infrastruktur.

Sebagai contoh, kedatangan Wapres AS ke Indonesia kali ini membawa investasi dan kerja sama dari perusahaan konsorsium AS.

Perusahaan tersebut menjalin kerja sama dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

“Sekarang ada kerja sama antara konsorsium perusahaan AS dengan PLN membuat meteran listrik digital. Nanti ini terhubung ke komputer dengan jaringan 3G atau 4G,” katanya.

Teknologi AS saat ini tidak hanya merambah handphone atau komputer. Digitalisasi sudah masuk ke industri seperti kelistrikan.

“Dengan jaringan ini PLN bisa memantau konsumsi listrik rumah tangga,” tutupnya.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendukung langkah pemerintah membenahi peraturan melalui RUU Cipta Kerja yang baru-baru ini telah disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera disahkan. Pasalnya, RUU Cipta Kerja ini diprediksi akan merubah wajah ketenagakerjaan, dunia usaha dan perekonomian nasional ke arah yang lebih baik.  Kadin menilai, selama ini tumpang tindih regulasi dan inefesiensi birokrasi menjadi salah satu faktor yang masih menjadi hambatan dalam berbisnis. Baca Juga: Ini strategi investasi MAMI di tengah gejolak wabah virus corona Dengan metode Omnibus Law yang memungkinkan terjadinya pemangkasan, penyederhanaan dan harmonisasi aturan diharapkan akan mampu menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya, peningkatan ekosistem investasi dan bisa membawa dampak positif bagi iklim bisnis nasional yang menjadi harapan dari pengesahan RUU Cipta kerja. “Masih banyak peraturan yang tidak harmonis, sehingga langkah omnibus law yang memungkinkan adanya pemangkasan, penyederhanaan dan penyelarasan aturan tentu sangat kami dukung karena ini akan berdampak besar bagi dunia usaha dan perekonomian nasional,” ungkap Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Energi, Minyak dan Gas, Bobby Gafur Umar, Kamis (13/2). Bobby yang juga merupakan anggota Satuan Tugas (Satgas) Omnibus Law mengatakan, para pelaku usaha memerlukan adanya jaminan kemudahan berusaha dan berinvestasi. Menurutnya, rata-rata pertumbuhan investasi harus dapat mencapai 7%, dan jika Indonesia ingin mencapai pertumbuhan sebesar 5.5% di tahun 2021, maka investasi perlu bertumbuh sebesar 13% dari nilai investasi di tahun 2019. Baca Juga: Omnibus law perpajakan berpeluang dibahas oleh Komisi XI DPR Editor: Handoyo .

Apakah regulasi selamanya akan membawa dampak positif bagi pelaku bisnis