Apa yang diterapkan oleh pemerintah Jepang sehingga menimbulkan penderitaan bagi bangsa Indonesia?

Jakarta -

Salah satu tujuan awal kedatangan bangsa barat ke Indonesia adalah untuk berdagang sebelum akhirnya melakukan penjajahan. Pada waktu itu, Indonesia terkenal dengan kekayaan alam berupa rempah yang berlimpah.

Kondisi alam Indonesia yang subur dan cocok untuk mengembangkan sektor pertanian menjadi incaran bangsa Eropa untuk datang dan berkuasa. Selain memiliki komoditi rempah yang berlimpah, Indonesia juga memiliki kekayaan di perut bumi dan dalam lautan.

Dikutip dari buku IPS Terpadu Jilid 1B oleh Sri Pujiastuti dkk, bangsa Eropa mendarat di bumi pertiwi dilatarbelakangi keinginan untuk berdagang, menyalurkan jiwa penjelajah, dan menyebarkan agama Kristen.

Keinginan untuk menjajah Indonesia muncul sejalan dengan meningkatnya kebutuhan rempah di Eropa. Mereka kemudian mengklaim daerah-daerah di Indonesia sebagai daerah kekuasaannya. Bangsa Eropa pun melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah Nusantara.

Masa Penjajahan Bangsa Eropa

Keadaan masyarakat Indonesia pada masa penjajahan Eropa harus bertahan dalam sistem monopoli dan kekuasaan lain yang diterapkan penjajah. Tak sedikit masyarakat merasa dirugikan akibat sistem yang dijalankan oleh bangsa Eropa, seperti sistem monopoli yang dijalankan Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau VOC.

Berikut gambaran kondisi Indonesia dalam masa penjajahan:

1. Sistem Monopoli VOC

VOC merupakan perusahaan dagang yang didirikan oleh pemerintah Belanda sekitar abad ke-17 akibat persediaan rempah Belanda melimpah, namun harganya turun drastis. VOC didirikan pada 20 Maret 1602 dengan modal 6,5 juta gulden. Perusahaan dagang ini lalu memonopoli perdagangan rempah di Indonesia dengan hak jual beli dimonopoli VOC.

Petani tidak boleh melakukan jual beli dan harus menjual rempah hanya pada VOC dan dengan harga yang ditentukan VOC. Selain itu, semua kebutuhan petani juga harus dibeli dari VOC dengan harga yang dipatok mereka.

2. Sistem tanam paksa

Tanam paksa adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830. Sistem ini mewajibkan setiap desa untuk menyisihkan 20% tanahnya untuk ditanam komoditi ekspor, seperti teh, tebu, kopi, dan tarum atau nila.

Dikutip dari buku Tematik Terpadu Tema 8: Lingkungan dan Sahabat Kita oleh Ristu Prastiwi dan Supriyadi, hasil tanaman tersebut akan dijual kepada bangsa Belanda dengan harga yang sudah ditetapkan. Penduduk yang tidak memiliki tanah harus bekerja 65 hari dalam setahun pada kebun milik pemerintah Belanda.

Tanam paksa menimbulkan penderitaan dan kemiskinan rakyat Indonesia. Belanda menerapkan perjanjian yang jauh merugikan pribumi, seperti tanah yang dipilih hanya tanah yang subur, tanah tetap dikenakan pajak, rakyat harus bekerja melebihi waktu yang ditentukan, hingga harus mendahulukan tanaman pemerintah dari tanaman sendiri.

3. Sistem kerja rodi

Dalam masa jabatan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, sekitar tahun 1808 hingga tahun 1811, masyarakat Indonesia harus merasakan sistem kerja rodi. Kerja rodi dilakukan guna mendukung sistem tanam paksa. Belanda membangun berbagai sarana seperti pabrik, rel kereta api, jalan raya, bendungan, hingga pelabuhan.

Pembangunan berbagai sarana tersebut menyebabkan penderitaan yang mendalam bagi rakyat Indonesia. Selama masa kerja rodi, para pekerja tidak dibayar oleh pemerintah. Kalaupun dibayar, hanya sedikit saja yang diterima. Rakyat harus bekerja dengan menahan sakit dan kelaparan.

Masa Penjajahan Jepang

Pada tahun 1942, Indonesia berada di bawah kekuasaan militer Jepang. Kebijakan yang diterapkan pemerintah Jepang ditujukan untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya, yakni dengan membentuk berbagai organisasi militer.

Dikutip dari buku Ilmu Pengetahuan Sosial 3 untuk SMP/MTs Kelas IX oleh Ratna Sukmayani dkk, tujuan utama pendudukan Jepang atas Indonesia adalah untuk menjadikan Indonesia sebagai daerah penghasil dan penyuplai bahan mentah dan bahan bakar kepentingan industri Jepang.

Selain itu, Indonesia juga dijadikan tempat pemasaran hasil Industri Jepang karena jumlah penduduk Indonesia sangat banyak. Jepang juga menjadikan Indonesia sebagai tempat untuk mendapatkan tenaga buruh yang banyak dengan upah relatif murah.

Dalam merealisasikan tujuan tersebut, rakyat Indonesia harus menjalani sistem kerja paksa seperti halnya yang pernah dilakukan oleh pemerintah Belanda. Sistem kerja paksa yang dijalankan kekuasaan Jepang disebut dengan romusha.

Secara umum, rakyat Indonesia harus merasakan berbagai macam penderitaan selama berada dalam masa penjajahan.

Simak Video "Benteng Vredeburg, Peninggalan Bersejarah di Pusat Kota Yogyakarta"



(kri/lus)

Ilustrasi Zaman Penjajahan di Indonesia foto: Wikipedia/ Tropenmuseum

Sebelum merdeka, Indonesia terlebih dulu mengalami masa penjajahan Jepang kurang lebih selama 3,5 tahun. Di bawah penjajahan Jepang, rakyat Indonesia harus mengalami kesengsaraan dan penderitaan.

Mengutip buku Sejarah Pergerakan Nasional tulisan Fajriudin Muttaqin, dkk (2015:78), kedatangan Jepang diawali oleh kekalahan Belanda. Kemudian, tentara Jepang sengaja berdiam guna menarik simpati rakyat Indonesia.

Namun setelah menduduki Tanah Air, Jepang memberlakukan sejumlah kebijakan yang menimbulkan penderitaan untuk rakyat Indonesia.

Awal Kependudukan Jepang di Indonesia

Mengutip Jurnal Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang karya Muhammad Rijal Fadli dan Dyah Kumalasari (2019:190), Jepang resmi menduduki Indonesia pada 8 Maret 1942. Kala itu, Jepang merebut kekuasaan dari tangan Belanda.

Pada awalnya, Jepang berusaha menarik simpati rakyat Indonesia dengan menyebarkan semboyan 3A, yakni:

Rakyat Indonesia pun menerima Jepang dan menganggap mereka sebagai pahlawan. Rakyat Indonesia menilai Jepang sudah membantu mereka melepaskan diri dari belenggu penjajahan Belanda.

Setelah semangat rakyat Indonesia mereda, Jepang mulai melakukan tipu muslihatnya. Mereka melarang semboyan Indonesia dan menggantinya dengan unsur-unsur Jepang. Radio pun disegel agar rakyat hanya bisa mendengarkan siaran berita resmi dari Jepang.

Ilustrasi Zaman Penjajahan di Indonesia Foto: Pinterest

Masyarakat Indonesia menaruh banyak harapan pada pemerintahan Jepang. Mereka berharap dapat membeli pangan dengan harga yang murah.

Namun yang terjadi malah sebaliknya, harga sandang justru meningkat. Persediaan pangan juga tidak ada lantaran sudah dialihkan pada tentara yang mengikuti perang suci.

Dalam bidang pertanian, para petani Indonesia dipaksa untuk meningkatkan hasil pangan seperti sayur mayur. Kemudian pada malam hari, semua hasil pangan diangkut secara diam-diam oleh Jepang.

Hal ini membuat rakyat Indonesia menderita. Tubuh sebagian besar rakyat menjadi kurus kering karena kelaparan. Bahkan, banyak di antara mereka yang meninggal dunia. Meski begitu, Jepang tetap memaksa rakyat Indonesia untuk bekerja keras.

Kebebasan berpolitik masyarakat Indonesia dibungkam erat oleh Jepang. Rakyat tidak diperbolehkan memberikan pendapat. Jepang juga menerapkan sistem pemerintahan fasisme.

Tak sampai di situ, mereka juga menyegel radio dan melarang penerbitan surat kabar. Ini dilakukan agar masyarakat Tanah Air tidak mengetahui kabar pasukan Sekutu dan hanya menerima kabar resmi dari pemerintah Jepang.

Eksploitasi Tenaga Kerja Indonesia

Tidak hanya sumber daya alam, Jepang juga mengeksploitasi tenaga kerja rakyat Indonesia secara besar-besaran. Ini dilakukan agar mereka mampu memenangkan perang melawan Sekutu.

Beberapa cara Jepang dalam mengeksploitasi tenaga kerja adalah:

  • Romusha atau kerja paksa tanpa upah.

  • Kinrohosi atau kerja paksa tanpa upah bagi tokoh masyarakat.

  • Wajib militer, yaitu Seinendan (Barisan Pemuda) untuk melawan Sekutu, Keibodan (Barisan Pembantu Polisi) untuk menjaga keamanan desa, Fujinkai (Barisan Wanita) atau wanita palang merah serta wanita penghibur, Jawa Hokokai atau Perhimpunan Kebaktian Raya Jawa, dan lainnya.