Apa yang dimaksud dengan vacuum of power di Indonesia setelah kekalahan Jepang?

Perwakilan Jepang di atas kapal USS Missouri (BB-63) selama upacara penyerahan di Teluk Tokyo, Tahun 1945. (Sumber: Galerie Bilderwelt / Getty Images)

SOLO, KOMPAS.TV- Tanggal 15 Agustus, dua hari sebelum Hari Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) banyak peristiwa penting terjadi baik di dalam negeri maupun luar negeri. 

Di Indonesia, tentu peristiwa penting pada 15 Agustus adalah seputar jelang Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. 

Sebagaimana diketahui, tanggal 15 Agustus yang jatuh pada hari ke-227 (hari ke-228 dalam tahun kabisat) dalam kalender Gregorian menyimpan banyak peristiwa sejarah. 

Berikut ini Kompas TV rangkum dari berbagai sumber 5 peristiwa penting yang terjadi pada 15 Agustus:

Baca Juga: 5 Peristiwa Penting pada 12 Agustus, Salah Satunya Fosil Tyrannosaurus Rex Ditemukan

1. Kelahiran Napoleon Bonaparte

Lukisan Napoleon Bonaparte menunggang kuda saat memimpin pasukannya. (Sumber: Shutterstock/Everett Collection via Kompas.com)

Pada 15 Agustus 1769, lahirlah Napoleon Bonaparte. 

Ia lahir di Ajaccio, Corsica, Prancis dan lantas dikenal sebagai kaisar Prancis yang memerintah dari 1804 hingga 1814 dan memerintah kembali pada 1815 selama tiga bulan. 

Napoleon Bonaparte mangkat pada 5 Mei 1821 setelah kondisi kesehatannya terus memburuk.

2. Vacuum of Power, Jepang Menyerah kepada Sekutu

Pada tanggal 15 Agustus 1945, para pemuda dari berbagai golongan mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera melaksanakan proklamasi. (Sumber: Tribun batam)

Penulis : Gading Persada Editor : Ahmad-Zuhad

Sumber : Kompas TV/berbagai sumber

Antara tanggal 15 Agustus 1945 (tanggal penyerahan Jepang) dan pendaratan Sekutu tanggal 29 September 1945 terdapat Vacuum of power (kekosongan kekuasaan). Hal itu terjadi karena Jenderal McArthur memberitahukan perintah umum bahwa pendaratan hanya dapat dilakukan setelah diadakan penandatanganan perjanjian penyerahan Jepang kepada Sekutu. Hal itu baru dapat dilakukan setelah tanggal 2 September 1945, sebab penandatanganan penyerahan Jepang kepada Sekutu baru dilakukan tanggal tersebut di Tokyo.

Dengan menyerahnya Jepang secara tiba-tiba, Sekutu belum siap dalam hal transportasi untuk pendudukan kembali Asia Tenggara. Dengan pernyataan penyerahan Jepang tanpa syarat oleh Kaisar Hirohito pada 15 Agustus 1945 di Tokyo, Belanda memperhitungkan tentara Jepang di Indonesia akan meneruskan perlawanan. Namun hal itu tidak terjadi. Andai kata Jepang bertempur terus, Belanda akan berkesempatan bersama-sama dengan tentara Sekutu melakukan pendaratan, yang berarti penguasaan terhadap Indonesia dapat lebih cepat dilakukan.

Keterlambatan pendaratan bertambah lagi dengan rencana Komando Asia Tenggara dalam penentuan jadwal pendudukan yang dimulai di Saigon, Malaya dan kemudian baru di Indonesia. Saigon didahulukan, karena terdapat markas besar tentara Jepang yang dipimpin Laksamana Terauchi. Setelah itu menyusul Malaya (termasuk Singapura) sebagai jajahan Inggris sehingga dia berkepentingan untuk segera mendudukinya. Banyak pula kapal-kapal Belanda yang dipergunakan oleh tentara Inggris ataupun tentara Australia. Walaupun sudah sering kapal-kapal itu diminta oleh Belanda untuk pendaratan tentaranya, tetapi dipergunakan oleh Inggris.

Keterlambatan itu diprotes oleh Belanda, sebab mengakibatkan vacuum of power yang berarti pemberian kesempatan yang sangat baik bagi Republik Indonesia untuk memperkuat posisinya. Belanda selalu menganggap Inggris sebagai bangsa yang oportunitis, dan ada unsur kesengajaan dari pihak Inggris. Pendapat itu timbul karena adanya persaingan dalam bidang ekonomi dan politik di Asia Tenggara. Belanda menuduh Jenderal Christison sebagai pengecut dalam menghadapi gerakan kemerdekaan Indonesia. Maka ketika Jenderal Christison diganti oleh Letnan Jenderal Sir Mortague Stopford, Belanda merasa sangat senang.

Dengan diumumkannya penyerahan tentara Jepang oleh Kaisar Hirohito, maka tentara Jepang di Indonesia mengalami tekanan mental. Mereka tidak tahu apa yang akan diperbuat, sekalipun persenjataan masih utuh. Menjelang pendaratan Sekutu, balatentara Jepang diangkat sebagai penguasa Sekutu di Indonesia untuk menjaga keamanan dan ketenteraman, tetapi karena mereka telah kehilangan semangat, mereka tak acuh terhadap gerakan kemerdekaan Indonesia. Jepang tahu adanya persiapan-persiapan dan pernyataan proklamasi bangsa Indonesia di Pegangsaan Timur, tetapi mereka enggan untuk menghalangi dan bertempur dengan bangsa Indonesia. Mereka mampu menghalang-halangi upaya proklamasi kemerdekaan itu, tetapi hal itu akan mengakibatkan pertumpahan darah di seluruh Indonesia.

Banyak di antara tentara Jepang, khususnya dari Angkatan Lautnya, yang mempermudah pemberian senjata pada penguasa Indonesia, seperti yang terjadi di Surabaya. Mengenai hal itu Belanda memprotes keras pihak Jepang. Pihak Angkatan Darat lebih kaku dalam menghadapi perjuangan kemerdekaan Indonesia dan oleh karena itu terjadi usaha-usaha perebutan senjata yang mengakibatkan timbulnya pertempuran dengan pihak Jepang. Pertempuran dengan pihak Jepang itu membuktikan juga pada dunia internasional bahwa kemerdekaan Indonesia bukanlah hasil pemberian atau hadiah dari pihak Jepang.

Di seluruh kota Jakarta bangsa Indonesia mengibarkan bendera merah-putih. Di dalam upaya menggerakan massa di Jakarta dan di seluruh Indonesia, golongan pemuda di bawah pimpinan Sudiro, Dr. Moewardi dan Chairul Saleh sangat berjasa. Golongan pemuda inilah yang membuat coretan-coretan di dinding gedung-gedung dan di gerbong-gerbong kereta api. Karena itu pula Inggris tidak berani mendaratkan tentaranya segera setelah merapat di Tanjung Priok pada 15 September 1945. Mereka baru melakukan pendaratan 14 hari kemudian yakni pada 29 September 1945.

Adanya pemogokan-pemogokan di Australia yang dilakukan oleh kaum buruh pelabuhan Australia atas desakan buruh pelabuhan Indonesia yang berada di Australia ikut memberi sumbangan positif. Pemboikotan kaum buruh terhadap kapal-kapal Belanda itu benar-benar memperlambat gerakan-gerakan membawa alat-alat persenjataan Belanda ke Indonesia. Pemogokan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun lamanya, sehingga duta besar Belanda sering memprotes pemerintah Australia.

Vacuum of power yang terjadi sebagai akibat peristiwa-peristiwa tersebut sungguh sangat menguntungkan pihak Indonesia, karena dalam masa-masa tenggang itu terbuka kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengadakan konsolidasi ke dalam, sehingga ketika tentara Sekutu mengadakan pendaratan di Indonesia, sudah terdapat administrasi sipil maupun militer yang telah mulai mampu menghadapi segala macam kemungkinan.

Para pemuda menganggap bahwa kekalahan Jepang sebagai vacuum of power karena saat itu di Indonesia tidak ada pemerintahan yang berkuasa, sebab Jepang sudah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, namun pasukan Sekutu belum datang ke Indonesia untuk mengambil alih kekuasaan.

Pembahasan:

Setelah serangkaian kekalahan Jepang dalam pertempuran Perang Dunia II yang diikuti oleh pemboman Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada 9 Agustus 1945, pemerintahan Jepang melihat bahwa mereka tidak bisa lagi menghindari kekalahan dari pasukan Sekutu.

Akhirnya, pada tanggal 15 Agustus 1945, kaisar Hirohito membacakan pernyataan bahwa Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu. Menyerahnya Jepang ini menyebabkan “”vacuum of power”atau kekosongan kekuasaan, sebab meski Jepang menyerah kepada Sekutu, pasukan Sekutu sendiri belum ada di sebagian besar wilayah Indonesia untuk mengambil alih kekuasaan.

Sutan Syahrir, yang mendengar berita ini mengambil kesimpulan bahwa Indonesia harus memproklamasikan kemerdekaanya segera, untuk menghindari, untuk menghindari “”vacuum of power”atau kekosongan kekuasaan yang lama. Ia juga melihat hal ini sebagai kesempatan untuk memerdekakan Indonesia, sebelum pasukan Sekutu datang dan mengambil alih kekuasaan.

Menurut rencana, proklamasi akan dilakukan pada tanggal 24 September 1945, sesuai dengan keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk oleh Jepang. Namun, Sutan Sjahrir berpendapat bahwa proklamasi harus dilakukan segera, agar tidak dianggap hadiah dari Jepang, karena PPKI adalah badan bentukan Jepang.

Sutan Sjahrir meminta agar Sukarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan.  Namun Sukarno dan Hatta menolak usul ini.Akhirnya, para pemuda membawa Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok (Peristiwa Regasdengklok), dan meminta Soekarno dan Hatta bersedia menyatakan Proklamasi Kemerdekaan.

Setelah Ahmad Subarjo datang dan memastikan bahwa kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan tanggal 17 Agustus 1945, maka para pemuda bersedia melepaskan Soekarno dan Hatta beserta rombongannya untuk kembali ke Jakarta.

Akhirnya, Proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat, yang saat ini dinamakan Jalan Proklamasi.Tempat ini merupakan kediaman Ir Sukarno  

----------------------------------------------------------------------------

Pelajari Lebih Lanjut

1. Tujuan para pemuda menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok  

brainly.co.id/tugas/113080  

2. Apa yang dilakukan rakyat Indonesia ketika terjadi vacum of power di Indonesia!  

brainly.co.id/tugas/21302164  

Detail Jawaban      

Kode: 11.3.5    

Kelas: XI  

Mata pelajaran: IPS / Sejarah    

Materi: Bab 5 - Proklamasi Kemerdekaan dan Berdirinya Republik Indonesia

Kata kunci: Proklamasi Kemerdekaan, Vacuum of Power, Peristiwa Rengasdengklok