Apa maksud struktur abstrak dalam cerpen?

Struktur penyusun cerpen, terdiri dari:
 

  1. Abstrak adalah struktur cerpen yang menjelaskan sebuah pemaparan awal dari cerita yang akan disampaikan. Abstrak merupakan pelengkap dari sebuah cerpen. Oleh karena itu, abstrak bisa jadi tidak ada dalam suatu cerpen.
  2. Orientasi adalah struktur cerpen yang menjelaskan tentang latar baik waktu, tempat maupun suasana yang ada di dalam sebuah cerpen.
  3. Komplikasi adalah struktur cerpen yang menjelaskan tentang pemaparan awal sebuah masalah yang dihadapi oleh tokoh. Biasanya, watak dari tokoh yang diceritakan di cerpen akan dijelaskan pada bagian ini.
  4. Evaluasi adalah struktur cerpen yang menjelaskan tentang masalah yang dipaparkan akan semakin memuncak. Puncak dari masalah tersebut ditulis dalam bagian evaluasi.
  5. Resolusi adalah struktur cerpen yang menjelaskan akhir dari permasalahan yang ada di dalam cerpen. Solusi dari permasalahan yang dialami oleh tokoh tersebut akan dijelaskan.
  6. Koda adalah struktur cerpen yang menjelaskan tentang pesan moral yang ada dalam sebuah cerpen yang disampaikan oleh penulis kepada pembaca. Penulis akan menyampaikan pesan moralnya baik secara eksplisit maupun implisit.


Sifat opsional dalam cerpen adalah unsur yang boleh dimasukkan atau tidak dimasukkan ke dalam cerpen. Dengan sifat opsional maka seseorang mendapatkan kebebasan untuk mengatakan iya atau tidak sesuai dengan kehendak dari diri masing-masing. Jadi, dalam teks cerpen, struktur yang bersifat opsional adalah abstrak dan koda.


Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah pilihan D.

Struktur Cerpen, sumber foto: https://pixabay.com/

Pengertian cerita pendek atau cerpen adalah karya sastra berupa cerita fiksi yang dikemas dalam tulisan pendek, ringkas dan jellas. Biasanya cerita pendek atau cerpen ditulis sebanyak 1000 kata dan tidak melebihi sepuluh ribu kata. Kalau dalam syarat pengiriman cerpen ke media cetak atau kumpulan cerpen, satu cerpen ditulis dalam 5 sampai 7 halaman word. Apa saja yang perlu dipahami dalam membuat satu cerpen agar menarik untuk dibaca? Perlukah membuat struktur cerpen sebelum menuliskannya?

Dari buku Rambu-rambu Menulis Cerpen, Ainun Masruroh (2017:20), dijelaskan cerita pendek atau cerpen sudah pasti memiliki struktur. Dan struktur cerpen meliputi: abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda. Bagaimana penjelasannya?

Struktur Cerpen: Fungsi dan Contohnya

Fungsi dari struktur cerpen adalah untuk menyusun elemen-elemen dasar yaitu abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi dan koda menjadi suatu cerpen. Meski cerpen hanya berupa kisah singkat, namun ketika dituliskannya harus semenarik mungkin, karena pembaca hanya membaca dengan sekali duduk atau membaca cepat.

Berikut ini penjelasan struktur cerpen yang masih dikutip dari buku Rambu-rambu Menulis Cerpen.

  • Abstrak, ringkasan atau inti dari cerita pendek yang akan dikembangkan menjadi gambaran awal cerita. Abstrak bersifat opsional, artinya dalam menuliskan cerpen, struktur ini tidak masalah jika tidak ada.

  • Orientasi, berkaitan dengan waktu, suasana dan tempat yang berkaitan dengan jalan cerita dari suatu cerpen.

  • Komplikasi adalah urutan kejadian berdasarkan sebab akibat, atau bisa disebutkan sebagai problem atau masalah dalam suatu cerpen.

  • Evaluasi, berupa struktur konflik yang terjadi, titik awal penyelesaian masalah/problem, dan sebagai awal menuju klimaks

  • Resolusi, adalah saat tokoh cerita mulai menemukan solusi untuk konfliknya

  • Koda, bisa juga disebut kesimpulan cerita atau pesan moral, hikmah yang disampaikan penulis untuk pembaca cerpennya.

sumber foto: pixabay.com

Berikut ini contoh cerita pendek atau cerpen yang berjudul Pekerja yang Hilang, yang sudah dipublikasikan di kumparan:

“Hati-hati, pintu akan ditutup...”

Tak seperti biasanya, pagi ini begitu sepi. “Kemana para pekerja ini?” batinku. Seolah tak peduli dengan keadaan, aku terus melaju, meskti tak melangkah dalam arti sebenarnya.

Di sudut ruangan, kakek bertopi golf asyik dengan Walkmannya. Setelannya cocok dengan jidat yang mulai mengkerut. Barang 3 kursi disampingnya, seorang anak tengah asyik bermain robot-robotan bersama ibunya. Dihadapannya duduk lelaki berkaus yang hampir terlelap.

Aku terus saja memperhatikan sekelilingku. Kiranya ada yang aneh, tapi aku tak sadar kalau aku pun ada dalam keanehan itu.

Ruangan yang terus melaju ini biasanya sumuk, sumpek, berdesakan tak karuan. Ekspresi muka beremosi, bahagia dan murka, ada didalamnya. Lagi-lagi, aku masih tak sadar keadaan. Seolah kakiku mematung, entah kemana raga ini akan berujung.

Ingatanku berkeliaran kala melihat wajah para penumpang. Sang anak tampak cerah, matahari bergelayut disekelilingnya. Bapak yang terlelap di hadapan anak itu terlihat keletihan. Oh, padahal ini masih pagi, loh. Awan hitam terus mengikutinya.

Hai kakek bertopi golf, sungguh, aku penasaran dengan keadaanmu sekarang. Apa rasanya menikmati hidup? Hingga kau tampak punya dunia sendiri. Wajahmu bersih seakan beban hidup terangkat. Dan terkadang akupun memikirkan masa depan.

Tiba-tiba kami berhenti. Pemberhentian yang tak direncanakan. Pemberhentian yang aku pun tak memprediksi. Tak ada dalam papan pengumuman. Oh iya, tampaknya aku terlalu lama memperhatikan sekeliling hingga aku lupa ini pemberhentian ketiga.

“Loh, kemana para pekerja itu?” pikirku lagi.

Tak ada yang masuk. Tak ada mimik terburu-buru itu. Tapi, mereka digantikan oleh beberapa orang, yang tampak sama. Mau apa mereka? Apa gerangan yang terjadi pada pekerja itu?

Semerbak keriuhan di luar mulai tercium. Bau kebisingan. Semakin dekat orang-orang yang tampak sama itu, semakin kencang derau keriuhan tadi.

Aku masih tak paham apa mau mereka.

“Kami perintahkan untuk segera keluar dari wilayah ini.”

Aku heran. Apa yang ada dalam pikiran mereka?

“Pak, saya gak bisa seenaknya memberhentikan gerbong ini. Lagian, saya juga belum sampai tujuan. Sebetulnya sebentar lagi, tapi ini bukan tujuan saya. Kenapa, sih?”

Kulihat kembali sekelilingku. Si anak dan ibunya makin memojok. Bapak yang keletihan itu melonjak, heran dan kaget. Sementara si kakek, ah siapa juga yang mau merusak dunianya?

Semakin dalam aku pandangi si kakek, semakin aku sadar. Oh, selama ini dia memakai topeng!

“Kalau kamu tak mau keluar dari wilayah ini, baiklah, ikut saja dengan mereka,” sambil menunjuk ke sumber keriuhan tadi, dengan ujung laras panjangnya.

“Hei pak. Saya bilang saya belum sampai tujuan. Bapak ini kenapa, sih?”

“Kamu lihat di sana? Semua orang menuju ke tempat itu. Barangkali 100 orang kami gagalkan untuk tidak bergabung. Riuh, ramai, bising, hampir anarkis.”

“Loh, pak. Apa bapak kira semua orang akan ke sana? Saya butuh makan pak. Saya mau kerja.”

Mendengar keluhanku, bukannya dilepaskan, sedetik kemudian tanganku telah ditali. Aku masih belum paham.

Aku masih memperhatikan sekelilingku. Anak tadi, ibunya, bapak didepannya dan si kakek...

Ambruklah aku di ruangan sebelah gerbong ini. Desir kereta kalah dengan umpatan dan keluhan. Sesekali aku mendengar, “Pak tolong lah....”

“Dik...” kata kakek itu. Terkejutlah diri ini tetiba si kakek ada di sebelahku.(IJS)