Apa maksud dari pajak yang telah dipotong dan dilunasi

Pajak Penghasilan Pasal 29 (PPh Pasal 29) merupakan PPh Kurang Bayar (KB) yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh. PPh Kurang Bayar yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi Kredit Pajak PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 dan PPh Pasal 25. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 28 UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

Apa maksud dari pajak yang telah dipotong dan dilunasi

Baca Juga : Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 : Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak

Apa maksud dari pajak yang telah dipotong dan dilunasi

Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang terutang dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa:

  1. Pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;

  2. Pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;

  3. Pemotongan pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;

  4. Pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;

  5. Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;

  6. Pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5).

Pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ataupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain, dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.

Baca Juga : Penjelasan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 25

Apa maksud dari pajak yang telah dipotong dan dilunasi

Contoh:

Pajak Penghasilan yang terutang

 

Rp 80.000.000,00

Kredit pajak:

   

Pemotongan pajak dari pekerjaan (Pasal 21)

Rp 5.000.000,00

 

Pemungutan pajak oleh pihak lain (Pasal 22)

Rp 10.000.000,00

 

Pemotongan pajak dari modal (Pasal 23)

Rp 5.000.000,00

 

Kredit pajak luar negeri (Pasal 24)

Rp 15.000.000,00

 

Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (Pasal 25)

Rp 10.000.000,00 (+)

 

Jumlah Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan

 

Rp 45.000.000 (-)

Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar

 

Rp 35.000.000

Apa maksud dari pajak yang telah dipotong dan dilunasi

Dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, diungkapkan apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun Pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.

Ketentuan ini mewajibkan Wajib Pajak untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan Undang-Undang ini sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan dan paling lambat pada batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan. Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan tersebut wajib dilunasi paling lambat 31 Maret bagi wajib pajak orang pribadi atau 30 April bagi wajib pajak badan setelah tahun pajak berakhir.

Baca Juga : Penjelasan Lengkap Pajak Penghasilan Final PPh Pasal 4 ayat 2: Definisi, Tarif, dan Waktu Pelaporan Pajak

Sedangkan jika tahun buku tidak sama dengan tahun kalender, misalnya dimulai tanggal 1 Juli sampai dengan 30 Juni, maka kekurangan pajak harus dilunasi paling lambat 30 September bagi wajib pajak orang pribadi atau 31 Oktober bagi wajib pajak badan.

Apa maksud dari pajak yang telah dipotong dan dilunasi

Berdasarkan ketentuan pasal 28 UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah mengalami perubahan menjadi UU Nomor 36 Tahun 2008 atau dikenal dengan UU PPh, berikut ini jenis-jenis kredit pajak yang berlaku: 

a. Pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UU PPh.

b. Pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 UU PPh.

c. Pemotongan pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UU PPh.

d . Pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) UU PPh.

e. Pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 UU PPh.

f. Pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU PPh.

Ketentuan Pengembalian Pajak 

Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak yang dimaksud dalam pasal 28 UU PPh, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan atau diperhitungkan dengan utang pajak lainnya. Sedangkan segala bentuk penghasilan yang sudah dikenakan pajak yang bersifat final, tidak boleh diperlakukan sebagai kredit pajak. 

Kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya. Sesuai dengan pasal 17B ayat 1 UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Direktur jenderal pajak atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk mengadakan pemeriksaan sebelum dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak. 

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum dilakukan pengembalian pajak di antaranya: 

  • Keabsahan bukti pungutan dan bukti potongan serta bukti pembayaran pajak oleh wajib pajak sendiri untuk tahun pajak bersangkutan.
  • Kebenaran materiil tentang besarnya pajak penghasilan yang terutang.

Oleh karena itu, pihak yang telah ditentukan berhak untuk mengadakan pemeriksaan atas laporan keuangan dan catatan lain yang berkaitan dengan penentuan besarnya pajak penghasilan terutang. Berdasarkan pasal 28A UU PPh, kelebihan pembayaran pajak merupakan hak wajib pajak dan harus dikembalikan kepada wajib pajak sebagai restitusi.

Sedangkan kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum SPT Pajak Penghasilan disampaikan, paling lambat pada batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.

Meskipun, dari sisi lain, sebagian orang berpendapat sistem ini dapat juga menambah beban bagi pihak pemotong/pemungut pajak karena beban administrasi yang harusnya ditanggung oleh otoritas pajak dialihkan kepada wajib pajak selaku pemotong/pemungut pajak.

Di Indonesia, pemotongan pajak penghasilan (PPh) diatur dalam Undang-Undang (UU) PPh yang tercakup dalam beberapa pasal, di antaranya Pasal 21, Pasal 23, Pasal 26, dan Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final. Selain itu, ada juga Pasal 22 yang mengatur pemungutan PPh. Selain itu, ada pula pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) menurut UU PPN.

Lantas apa perbedaan dari pemotongan dan pemungutan tersebut?

Dua istilah tersebut sekilas memiliki arti yang sama, namun ternyata berbeda dalam penggunaannya. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan di Indonesia, istilah pemotongan digunakan untuk pengenaan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26. Sedangkan pemungutan digunakan untuk pengenaan PPh Pasal 22 dan PPN.

Mesipun tidak dijelaskan secara eksplisit mengenai definisi dari pemotongan dan pemungutan, namun secara sederhana pemotongan pajak dapat diartikan sebagai kegiatan memotong sejumlah pajak yang terutang dari keseluruhan pembayaran yang dilakukan. Pemotongan tersebut dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan pembayaran terhadap penerima penghasilan. Dengan kata lain, pihak pembayar bertanggungjawab atas pemotongan dan penyetoran serta pelaporannya.

Sedangkan, pemungutan pajak merupakan kegiatan memungut sejumlah pajak yang terutang atas suatu transaksi. Pemungutan pajak akan menambah besarnya jumlah pembayaran atas perolehan barang. Pemungutan dilakukan oleh

Namun demikian, ada juga pemungutan yang dilakukan oleh pihak pembayar dengan mekanisme yang sama dengan pemotongan

Apa maksud dari pajak yang telah dipotong dan dilunasi

Dari sisi persamaannya, baik pihak yang melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sama-sama kepanjangan tangan otoritas pajak (fiskus) untuk mengambil dan menyetorkan pajak ke kas negara. Kedua istilah ini juga disebutkan dalam Pasal 20 ayat (1) UUPPh yang berbunyi sebagai berikut

“Pajak yang diperkirakan akan terutang dalam suatu tahun pajak, dilunasi oleh Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain, serta pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri.”

Untuk memahami perbedaan di atas, berikut contoh kasus pemotongan dan pemungutan pajak:

Pemotongan

PT A membayar jasa konsultasi (jasa kena pajak) kepada PT B sebesar Rp10.000.000. Atas pembayaran tersebut, PT A wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% x Rp10.000.000 = Rp200.000. Dengan demikian, pembayaransebesar Rp1.000.000 dari PT A ke PT B telah dipotong PPh sebesar Rp200.000 sehingga jumlah pembayaran yang diterima oleh PT B adalah Rp9.800.000.

Pemungutan

Dalam kasus soal yang sama, PT A dan PT B merupakan perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Oleh sebab itu, PT B harus memungut PPN sebesar 10% X 10.000.000 = Rp1.000.000. Dengan demikian, pembayaran Rp10.000.000 dari PT A ke PT B telah dipungut PPN sebesar Rp1.000.000 sehingga jumlah pembayaran yang diterima oleh PT B adalah Rp1.100.000.

Secara keseluruhan jumlah pembayaran yang dilakukan PT A kepada PT B adalah Rp10.000.000 + Rp1.000.000 (PPN) – Rp200.000 (PPh Pasal 23) = Rp10.800.000.*