Ancaman dalam membangun integrasi nasional yang terjadi di kawasan perbatasan darat Kalimantan yaitu

Ancaman dalam membangun integrasi nasional yang terjadi di kawasan perbatasan darat Kalimantan yaitu
Makalah Antropologi dan Pertahanan

Permasalahan Daerah Perbatasan Kalimantan Timur-Malaysia

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi Pertahanan

Oleh:

Tri Ekowarno  (170510140046)

Program Studi Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran
2016

Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara. Perbatasan suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, menjaga keamanan dan keutuhan wilayah. Penentuan perbatasan negara dalam banyak hal ditentukan oleh proses historis, politik, hukum nasional dan internasional. Dalam konstitusi suatu negara sering dicantumkan pula penentuan batas wilayah.

Secara umum, garis batas tidak hanya merupakan garis demarkasi yang memisahkan sistim hukum yang berlaku antar negara, tetapi juga merupakan contact point (titik singgung) struktur kekuatan teritorial nasional dari negara-negara yang berbatasan. Garis batas ini pada dasarnya memiliki dua fungsi, yaitu (1) kedalam, untuk pengaturan administrasi pemerintahan dan penerapan hukum nasional dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara; dan (2) keluar, berkaitan dengan hubungan internasional, untuk menunjukkan hak-hak dan kewajiban menyangkut perjanjian bilateral, regional maupun internasional dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara

Dengan luas wilayah daratan yang begitu luas (nomor 15 terbesar di dunia) dan luas laut yang  sangat besar (dua pertiga luas total wilayah Indonesia) serta jumlah penduduk terbesar keempat di dunia (setelah RRC, India, dan Amerika Serikat), tak pelak lagi masalah kependudukan di Indonesia begitu kompleks.

Kompleksitas ini semakin terasa bagi penduduk yang tinggal di perbatasan Indonesia dengan negara lain ataupun mereka yang tinggal di pulau-pulau terdepan Indonesia. Negara Indonesia berbatasan darat dengan tiga Negara di tiga pulau dan empat propinsi. Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur berbatasan darat dengan Malaysia di Negara bagian Serawak dan Sabah (sepanjang 2004 km). Indonesia-pun memiliki perbatasan laut yang sangat luas dan panjang apakah di sepanjang Selat Malaka, Laut China Selatan, Samudera Hindia, Laut Sulawesi, Laut Timor, Laut Banda-Kepulauan Arafuru, perairan Maluku Utara dan perairan utara Papua – Papua Barat, dan sebagainya.

Penduduk Indonesia yang tinggal di perbatasan mengalami permasalahan kehidupan yang kompleks. Disamping secara fisik mereka mereka tinggal amat jauh dan terpencil dari Ibukota negara di Jakarta, tidak jarang mereka-pun tinggal jauh dan terisolir dari ibukota propinsi mereka sendiri. Sebaliknya, mereka berjarak amat dekat dengan negara tetangga. Bahkan,  memiliki bahasa, budaya dan ciri-ciri fisik yang hampir sama dengan penduduk di negeri tetangga. Namun kesamaan ciri-ciri fisik ini tidak menjamin ada kesamaan tingkat kesejahteraan dan strata ekonomi antara warga dua negara yang berbatasan. Tidak sedikit WNI di perbatasan hidup serba kekurangan dengan akses terhadap sumber daya-sumber daya ekonomi yang sulit dan terbatas jumlanya.

Permasalahan kependudukan tersebut juga didukung dengan pengawasan pemerintah yang masih sangat kurang. Perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, serta di Propinsi Papua yang berbatasan dengan negara Papua New Guinea adalah amat panjang dan luas, namun hanya diawasi oleh pos lintas batas, pos pengawasan dan petugas yang tidak banyak serta fasilitas teknologi pengamanan perbatasan yang kurang mumpuni. Ditunjang pula dengan pergolakan politik internal yang tidak stabil di daerah perbatasan, maka kondisi keamanan di perbatasan dapat dibilang rawan. Belum lagi dengan potensi masuknya imigran gelap ke daerah Indonesia, atau dari Indonesia ke negeri tetangga secara illegal, adalah juga amat besar.

Wilayah perbatasan suatu negara memiliki nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Hal ini dapat terjadi antara lain karena wilayah perbatasan mempunyai dampak penting bagi kedaulatan negara, mempunyai faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya, mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan antar wilayah maupun antar negara, dan mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan baik dalam skala regional maupun nasional.

Menurut  Drs. M. Tarno Seman, M.Si dan dan Drs. Sumanto, M.Si  mengatakan bahwa dalam era globalisasi dewasa ini, issu pengembangan wilayah perbatasan (antar negara) khususnya di bagian utara Kalimantan Timur, semakin krusial dan perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah baik di tingkat Pusat maupun Daerah. Selama ini harus disadari bahwa pembangunan sosial ekonomi di wilayah perbatasan cenderung terabaikan, sehingga wajarlah jika kabupaten perbatasan seperti Kabupaten Malinau dan Kabupaten Kutai Barat tergolong sebagai kabupaten tertinggal di Indonesia. Kondisi ketertinggalan wilayah tadi sering memunculkan sindiran bahwa wilayah perbatasan merupakan “halaman belakang” dari negara Indonesia.

Seiring dengan mencuatnnya konflik antara Indonesia dan Malaysia tentang blok Ambalat, muncul pula kesadaran dan komitmen yang lebih baik dari jajaran pemerintah (Pusat maupun Daerah) untuk mengubah wajah perbatasan sebagai “halaman depan”. Perubahan paradigma ini jelas membutuhkan perubahan kebijakan, baik yang menyangkut prioritas penetapan program pembangunan maupun besaran anggaran yang harus dialokasikan untuk mengakselerasi pembangunan perbatasan tersebut.

Tentu saja, komitmen pemerintah untuk mengembangkan kawasan perbatasan bukanlah hal yang mudah untuk diimplementasikan. Salah satu masalah sentral dalam mewujudkan cita-cita tersebut adalah adanya inefisiensi keruangan dalam bentuk interaksi antar daerah dalam jalinan sistem perekonomian regional. Prinsip-prinsip dasar yang melandasai terjadinya interaksi antar daerah secara efisien yang meliputi transferabilitas komoditi, komplementaritas produksi dan ketiadaan penghalang antara (interverning opportunities) seringkali tidak dapat dipenuhi. Bahkan antar satu daerah dengan yang lain seringkali terjadi kesulitan dalam sirkulasi barang dan jasa karena keterbatasan infrastruktur dan sarana transportasi. Ditambah lagi dengan faktor geografis wilayah perbatasan yang belum terkelola dengan baik, maka hal ini berakibat langsung terhadap jalannya roda pemerintahan dan pembangunan berupa kesenjangan pembangunan dan aspek pemerataannya.Untuk itu, perlu dirumuskan kebijakan yang tepat tentang manajemen wilayah perbatasan.

Rumusan Masalah

Dari pemaparan di atas, ada beberapa rumusan masalah yang akan dikaji yaitu,

  1. Apa pentingnya pertahanan di wilayah perbatasan ?
  2. Apa saja permasalahan di wilayah perbatasan terutama di perbatasan Kalimantan Timur dengan Malaysia ?
  3. Bagaimana upaya penanggulangan keamanan perbatasan di Kalimantan Timur ?

Pada era otonomi daerah yang sedang  berlangsung saat ini, pemerintah daerah mempunyai kewenangan lebih untuk mengelola daerahnya masing-masing, termasuk daerah yang berbatasan dengan negara lain. Terjadinya tumpang tindih kewenangan, kurang harmonisnya hubungan kerja dan tingginya ego sektoral adalah konsekuensi dari banyaknya instansi yang terlibat.

Kalimantan Timur sebagai salah satu provinsi Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia, tentu membutuhkan suatu perhatian dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Selama ini kehidupan di daerah kawasan perbatasan identik dengan sesuatu dengan sebutan yang “terpencil, terbelakang, termiskin, dan terabaikan”. Hal ini disebabkan karena tidak dipikirkan atau hanya sebagai halaman belakang suatu kehidupan bangsa ini, masalah perbatasan akan hangat dibicarakan jika bangsa ini diusik dengan bangsa tetangga.

Karena posisinya yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, maka setiap perkembangan situasi maupun kemajuan berbagai bidang di negara tetangga akan berpengaruh terhadap masyarakat Nunukan. Perekonomian negara tetangga mengalami kemajuan lebih baik dibanding Nunukan. Hal ini terbukti dengan adanya perkembangan dan perbaikan sarana prasarana transportasi, sarana perdagangan, perbankan, pendidikan dan kesehatan di negara tetangga yang jauh lebih baik dan lebih maju.

Kondisi tersebut secara tidak langsung telah menarik minat warga Nunukan untuk memperoleh segala kebutuhan bahan pokok, yang memang tidak tersedia di wilayah sendiri meskipun harus membayar dengan mata uang ringgit. Ini membuktikan bahwa wilayah Nunukan sangat terpengaruh oleh negara tetangga, selain karena faktor kedekatan lokasi dan negara tetangga lebih maju, juga disebabkan karena kemudahan akses untuk mencapai wilayah negara tetangga tersebut.

Permasalahan yang sering terjadi antara Nunukan dan Sabah, yaitu pelintas batas illegal sebagai pintu masuk dan keluar manusia dan barang,  serta perdagangan senjata illegal, masalah fasilitas kesehatan dan pendidikan yang kurang,illegal fishing, women and child trades ( human trafficking), TKI illegal, peredaran narkotika, penyelundupan bahan bakar minyak, pengambilan bahan tambang, serta konflik sosial dan politik, yang mana kesemuanya ini sangat merugikan kedua belah pihak serta dapat mengakibatkan konflik yang berkepanjangan. Permasalahan tersebut adalah bukti beratnya hidup secara normal di perbatasan, belum lagi ditambah dengan minimnya sarana dan prasarana umum penunjang dan keterisolasian wilayah serta. masalah keamanan yang menyebabkan makin menurunnya taraf hidup masyarakat yang berdiam di wilayah perbatasan.

Ketahanan nasional adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk  dapat menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara, ancaman dan kerawanan merupakan sebuah keadaan  yang  dapat membahayakan keamanan nasional dan keduanya saling berhubungan erat serta berhubungan dengan keamanan baik nasional maupun internasional.

Untuk menangkal hal ini adalah dengan membuat sebuah kebijakan pengelolaan keamanan nasional yang difokuskan pada negara itu sendiri, sebagai upaya untuk meredam permasalahan keamanan dalam negeri, sekaligus dengan tidak melupakan  kebijakan luar negeri untuk mengurangi ancaman dari luar.

Permasalahan di Wilayah Perbatasan Klimantan Timur

 Secara umum, Kalimantan Timur masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang cukup berat, diantaranya meliputi:

  1. Kualitas SDM belum memadai, pelayanan kesehatan dan pendidikan masih terbatas, sehingga penduduk setempat tidak kompetitif dengan para pendatang yang umumnya memiliki keterampilan.
  2. Tingkat pengangguran di Kalimantan Timur telah mencapai 7% dari total angkatan kerja (1.155.770 orang). Pengangguran tersebar di 6 Kabupaten/Kota. Tertinggi terdapat di 4 Kota masing-masing Balikpapan, Samarinda, Tarakan dan Bontang.
  3. Di Kalimantan Timur juga masih terdapat penduduk miskin sebanyak 328.597 orang atau 12,15% dari total penduduk tahun 2003.
  4. Terbatasnya pelayanan jasa transportasi yang disebabkan oleh terbatasnya infrastruktur jalan, sarana dan prasarana perhubungan darat, laut, dan udara, serta sarana dan prasarana permukiman.
  5. Kerusakan lingkungan hidup, akibat penebangan hutan yang tidak terkendali, kegiatan pertambangan dan industri yang kurang memperhatikan dampak lingkungan, kesadaran masyarakat yang kurang peduli terhadap kelestarian lingkungan, serta lemahnya penegakan hukum terhadap penyebab pencemaran dan kerusakan lingkungan.
  6. Kesenjangan pembangunan daerah perbatasan dengan Malaysia, menimbulkan kerawanan-kerawanan di bidang sosial ekonomi, keamanan, dan kedaulatan negara oleh karena terdapat perbedaan yang menyolok dengan daerah perbatasan wilayah Negara Malaysia. Demikian pula pembangunan daerah pedalaman yang relatif tertinggal dibandingkan daerah pesisir menimbulkan kesenjangan antar wilayah.

Sedangkan khusus yang menyangkut kondisi obyektif wilayah perbatasan, permasalahan yang dihadapi oleh Propinsi Kalimantan Timur antara lain:

  1. Rendahnya tingkat ekonomi masyarakat yang berdampak pada tingginya tingkat kesenjangan wilayah dibandingkan dengan kawasan perbatasan Negara Tetangga.
  2. Terbatasnya sarana dan prasarana dasar, transportasi dan telekomunikasi yang berdampak pada rendahnya tingkat aksesibilitas serta keterisolasian dari wilayah sekitarnya.
  3. Globalisasi ekonomi dan sistem perdagangan bebas menyebabkan produk-produk lokal kurang mampu bersaing dengan produk-produk wilayah lainnya.
  4. Derajat kesehatan, pendidikan dan keterampilan penduduk umumnya masih rendah.
  5. Pemekaran wilayah belum diikuti dengan dukungan sarana dan prasarana serta aparatnya.
  6. Rawan terhadap disintegrasi bangsa dan pencurian sumberdaya alam yang berdampak pada kerusakan ekosistem alam dan hilangnya keanekaragaman hayati.
  7. Terancam akan berkurangnya luas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  8. Dampak eksodus Tenaga Kerja Indonesia yang terusir dari Sabah Malaysia yang tidak tertangani secara tuntas dapat menimbulkan kerawanan masalah-masalah sosial.

Dari perkembangan kondisi aktual yang ada di lapangan, paling tidak terdapat 3 (tiga) issu yang paling menonjol, yakni:

  1. Konflik Perbatasan,
  2. Illegal Logging, dan
  3. Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

Pertama : Konflik Perbatasan

Sebagaimana diketahui bahwa saat ini telah diberitakan konflik penetapan konsesi eksplorasi minyak antara Malaysia dan Indonesia. Oleh Malaysia konsesi tersebut diberikan kepada Perusahaan Pertambangan Minyak Inggris/ Belanda, yaitu Shell yang ditetapkan sebagai Blok ND7 dan ND yang merupakan bagian dari Blok XYZ. Sementara indonesia menetapkan sebagai Blok Bukat (1998) dan Blok Ambalat (1999) yang konsesinya diberikan kepada ENI (Italia) dan kemudian Blok East Ambalat (2004) kepada Unocal (Amerika Serikat). Untuk memantapkan batas pengelolaan laut, Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur telah bekerjasama dengan Bakosurtanal untuk membuat Peta Batas Pengelolaan Laut oleh Daerah berdasarkan UU Nomor 32 tahun 2004, namun belum mencantumkan garis batas ZEE.

Kedua : Illegal Logging

Sampai saat ini pencurian kayu (Illegal Logging) dan Perdagangan Kayu Ilegal masih marak dan belum dapat diberantas secara tuntas, walaupun berbagai upaya telah dilakukan, seperti melalui kegiatan: TKK (Tim Khusus Kehutanan), TPHT (Tim Pengamanan Hutan Terpadu), Operasi Wana Laga, Operasi Wana Bahari, Operasi Hutan Lestari I, Operasi Fungsional Jajaran Kehutanan, serta Operasi POLRI. Dari hasil operasi POLRI, temuan dan kayu yang disita pada tahun 2002 sebanyak 84 kasus dengan volume 31.680,33 m3; tahun 2003 sebanyak 108 kasus, 107.299 m3; dan tahun 2004 dengan 103 kasus dengan 109.327,13 m3 (termasuk hasil operasi hutan lestari I sejumlah 101.416,00 m3). Sedangkan temuan Kayu Illegal Logging yang berasal dari operasi Dinas Kehutanan, masing-masing tahun 2002 sebanyak 48.053,98 m3; tahun 2003 sebanyak 1.981,39 m3; tahun 2004 sebanyak 41,84 m3.

Sementara itu dilihat dari faktor pendorongnya, penyebab illegal logging lebih banyak disebabkan karena:

  1. Kesenjangan antara penawaran dan permintaan. Dari Kuota produksi kayu sebesar 1,5 juta m3, belum dapat dipenuhi kebutuhan industri pengolahan kayu sebesar 5 juta m3 per tahun.
  2. Lemahnya penegakan hukum.
  3. Kurangnya koordinasi antara instansi terkait.
  4. Terbatasnya dana untuk pengawasan dan patroli serta sarana dan prasarana transportasi.

Ketiga : Tenaga Kerja Indonesia (TKI) 

Terkait dengan pelaksanaan pengiriman dan pemulangan TKI ke daerah asal, dapat dilaporkan sebagai berikut: 1. Terdapat 34 cabang PJTKI yang beroperasi di daerah ini, sedangkan kantornya berada di Jakarta, sehingga menyulitkan proses pengadministrasian TKI. 2. Berdasarkan data terakhir jumlah TKI yang pulang dari Malaysia melalui Kabupaten Nunukan sejak Oktober 2004 sampai saat ini sebanyak 74.702 orang.Selanjutnya dari 74.702 orang TKI, sebanyak 25.390 orang telah kembali bekerja di Malaysia, berada dipenampungan PJTKI sampai saat ini 6.455 orang dan yang ada di Barak Satgas Mambunut sebanyak 620 orang. Sedangkan sisanya 42.237 dipulangkan ke masing-masing daerah asal.

Konsep Penanggulangan Keamanan di Wilayah Perbatasan

Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara geografis dan demografis berbatasan langsung dengan negara tetangga dan atau laut lepas. Kawasan perbatasan terdiri dari kawasan perbatasan darat dan laut, yang tersebar secara luas dengan tipologi yang beragam, mulai dari pedalaman hingga pulau-pulau kecil terdepan (terluar).

Permasalahan utama yang masih terus dialami hingga saat ini oleh daerah di perbatasan Kalimantan Timur, antara lain: keterisolasian wilayah, infrastuktur dasar, kesejahteraan ekonomi masyarakat. Daerah perbatasan Indonesia umumnya merupakan daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dengan aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang spesifik. Daerah perbatasan yang sangat terpencil dan sulit terjangkau serta aksesibilitas perhubungan yang belum memadai, menyebabkan keterisolasian wilayah.

Permasalahan-permasalan ini tentu saja menjadi faktor yang menghambat laju pembangunan daerah perbatasan seperti kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Nunukan. Selain persoalan di atas, tingkat kesejahteraan masyarakat perbatasan juga menjadi permasalahan utama di kawasan perbatasan Indonesia. Tingginya keluarga miskin di kawasan perbatasan adalah implikasi dari rendahnya kualitas sumber daya manusia, minimnya infrastruktur sosial ekonomi, rendahnya produktivitas masyarakat dan belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam. Landasan hukum menjadi dasar dari berbagai kebijakan dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pertahanan di wilayah perbatasan darat, laut dan udara, sehingga dapat terwujudnya eksistensi suatu negara yang ditandai dengan terlindunginya kedaulatan penduduk dan wilayah dari berbagai jenis ancaman, dan masyarakat mampu mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapinya.

Upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia

Berikut Merupakan Upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia Dalam Menangani Keamanan di Perbatasan Nunukan.

  1. Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Nunukan Tahun 2005-2025

Arah pengembangan kawasan strategis ekonomi dalam RPJMN 2005-2025 adalah mendorong pembangunan kawasan strategis dan kawasan cepat tumbuh lainnya sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki skala aktivitas ekonomi yang berorientasi pada daya saing nasional dan internasional sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu „sistem wilayah pengembangan ekonomi‟ yang sinergis melalui keterkaitan mata-rantai proses industri dan distribusi.

Pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang sebagai beranda depan negara dan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin pertahanan keamanan nasional.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 memiliki rumusan yang cukup memadai berkaitan dengan pengelolaan perbatasan. Di dalam Undang-Undang itu ditegaskan bahwa pemerintah memiliki orientasi pengembangan wilayah perbatasan dari cara pandang yang berorientasi ke dalam menjadi cara pandang yang berorientasi ke luar sebagai pintu gerbang ekonomi dan perdagangan. Hal itu tertuang dalam Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, Bab IV.1.5, Mewujudkan Pembangunan yang Lebih Merata dan Berkeadilan, butir (4) berbunyi: Wilayah-wilayah perbatasan dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi ke dalam menjadi berorientasi ke luar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan. Perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulau-pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian.

  1. Pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), sebagai tindak lanjut dari UU No. 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara merupakan komitmen pemerintah yang kuat untuk membangun wilayah perbatasan. Pembentukan BNPP diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang ada di wilayah-wilayah perbatasan agar supaya masyarakat di wilayah tersebut bisa ikut menikmati pembangunan.

Pembentukan BNPP yang diajukan oleh DPR RI pada bulan Februari 2007 ini bertugas melaksanakan wewenang sebagai berikut :

  • BNPP menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan dan mengkoordinasikan pelaksanaannya, serta melaksanakan evaluasi dan pengawasan terhadap pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan.
  • BNPP juga menyusun dan menetapkan rencana induk dan rencana aksi pembangunan, mengkoordinasikan penetapan kebijakan dan pelaksanaan pembangunannya, mengelola dan memanfaatkan, mengelola dan memfasilitasi penegasan, pemeliharaan dan pengamanan, menginventarisasi potensi sumber daya dan rekomendasi penetapan zona pengembangan ekonomi, pertahanan, sosial budaya, lingkungan hidup dan zona lainnya, menyusun program dan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana perhubungan dan sarana lainnya, menyusun anggaran pembangunan dan pengelolaan, melaksanakan, mengendalikan dan mengawasi serta evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan.

Disamping itu, pemerintah membentuk badan-badan perbatasan di setiap provinsi/kabupaten/kota yang berbatasan dengan negara lain, sebagaimana diatur oleh Permendagri Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembentukan BPP di Daerah. Tujuannya, untuk melaksanakan kebijakan pemerintah dan menetapkan kebijakan lainnya dalam rangka otonomi daerah dan tugas pembantuan, melakukan koordinasi pembangunan di kawasan perbatasan, melakukan pembangunan kawasan perbatasan antar-pemerintah daerah dan/atau antara pemerintah daerah dan pihak ketiga.

Pengembangan kawasan perbatasan merupakan upaya untuk mewujudkan hak kedaulatan NKRI sebagai sebuah negara yang merdeka. Oleh karena itu, ruang lingkup pengembangan kawasan perbatasan terkait erat dengan persoalan penyelesaian batas wilayah negara Indonesia dengan negara-negara tetangga yang amat strategis bagi Indonesia dari segi geo-politik dan geo-strategis.

Penyelesaian persoalan perbatasan secara damai dan upaya pengembangan kawasan perbatasan berikut penanganan masalahnya akan memperkuat efektivitas pelaksanaan politik luar negeri dan diplomasi untuk mencapai tujuannya sebagaimana yang ditetapkan dalam pembukaan UUD 1945.

Pengembangan kawasan perbatasan juga diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan, yang karena lokasinya yang terpencil dan jauh dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal ini juga sangat penting ditinjau dari aspek ketahanan bangsa. Aspek keamanan itu sendiri tidak semata-mata membicarakan aspek keamanan secara sempit yang melibatkan ancaman konvensional seperti invasi militer negara lain namun secara lebih kompleks, yakni keamanan manusia (human security) secara nasional yang meliputi aspek sosial, ekonomi, bahkan politik.

Saran 

Melalui upaya pengembangan kawasan perbatasan ini, diharapkan berbagai bentuk pencurian kekayaan sumber daya alam dan budaya Indonesia tidak akan terjadi. Hal ini memerlukan kerjasama yang erat dari semua pihak secara sinergis, baik antar instansi di tingkat pusat maupun antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Masing-masing pihak mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda satu sama lain, namun secara bersama-sama semuanya menyatu pada upaya membangun wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kuat, berdaulat dan sejahtera. Kesan kurangnya perhatian dari Pemerintah terhadap kawasan perbatasan selalu dikaitkan dengan pendekatan pembangunan yang digunakan dimasa lampau, yang lebih menekankan pada keamanan (security) dibanding dengan peningkatan kesejahteraan (prosperity).

Kawasan perbatasan merupakan kawasan yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara, kebijakan pembangunan jangka menengah diarahkan pada upaya untuk pengembangan kawasan perbatasan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking. Orientasi outward looking dimaknai kedalam upaya-upaya untuk memanfaatkan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Adapun pendekatan pembangunan yang dilakukan selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan, termasuk pendekatan lingkungan.

Sumber Referensi

Direktorat Analisis Dampak Kependudukan BKKBN. Kesejahteraan dan Keamanan Penduduk di Wilayah Perbatasan Indonesia. http://www. bkkbn.go.id/kependudukan /DITDAMDUK /Policy%20Brief/ (keamanan%20perbatasan)_opt.pdf (di akses pada17 Mei 2016 pukul 14:15:05 WIB)

Octavia Ervina. H. 2013. Upaya Pemerintah Indonesia Dalam Menangani Masalah Keamanan di Perbatasan Indonesia-MalaysiA. dalam http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2013/10/eJournal%20(10-31-13-05-47-55).pdf (di akses pada17 Mei 2016 pukul 14:15:05 WIB)

Drs. M. Tarno Seman, M.Si.2 dan Drs. Sumanto, M.Si. 2014. Permasalahan dan Rencana Pengembangan Kawasan Perbatasan Di Provinsi Kalimantan Timur. Dalam  http://download.portalgaruda.org/article.php?article=250669&val=6702& (di akses pada 22 Mei 2016 pukul 21:12:10 WIB)

File PPT : Antropologi dan Pertahanan