3 jelaskan kelemahan dan kelebihan masing masing teori masuknya hindu budha tersebut

tirto.id - Teori Brahmana merupakan salah satu teori tentang sejarah masuknya agama Hindu-Buddha ke Nusantara atau Indonesia, selain Teori Ksatria, Teori Waisya, Teori Sudra, dan Teori Arus Balik. Lantas, apa bukti sejarah Teori Brahmana, kelebihan dan kelemahan, serta siapa saja tokohnya?

Agama Hindu dan Buddha masuk ke Nusantara dari India sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam modul pembelajaran Sejarah Indonesia (2020) yang disusun Mariana diungkapkan, secara garis besar, masuknya Hindu-Buddha terjadi melalui dua cara.

Pertama, orang-orang Nusantara atau Indonesia berperan pasif, sementara yang berperan aktif adalah orang-orang dari India. Teori Brahmana, Teori Waisya, Teori Ksatria, dan Teori Sudra mendukung cara pertama ini.

Kedua, justru orang-orang Nusantara yang berperan aktif dalam menyebarkan agama Hindu dan Buddha di tanah air. Mereka pergi ke India lalu kembali ke Nusantara dengan membawa ajaran dua agama tersebut. Teori ini disebut sebagai Teori Arus Balik.

Yang akan menjadi pembahasan kali ini adalah Teori Brahmana. Bagaimana ajaran Hindu-Buddha masuk ke Nusantara, siapa saja tokohnya, adakah bukti sejarahnya, serta apa saja kelemahan dan kelebihan teori ini?

Baca juga:

  • Penjelasan Teori Ksatria: Sejarah dan Tokoh Pencetusnya
  • Mengenal Teori Arus Balik, Sejarah, dan Tokoh Pencetusnya
  • Teori Masuknya Agama Hindu Budha ke Indonesia: Brahmana-Ksatria

Bukti Sejarah dan Tokoh Teori Brahmana

Di Nusantara atau Indonesia terdapat berbagai peninggalan sejarah agama dan budaya agama Hindu-Buddha, seperti candi-candi, prasasti, artefak, kuil, patung, gapura, sisa-sisa bangunan serta masih banyak yang lainnya.

Salah satu tokoh pendukung Teori Brahmana terkait masuknya agama Hindu-Buddha ke Nusantara adalah J.C. van Leur. Peneliti asal Belanda ini tidak sepakat dengan Teori Ksatria maupun Teori Waisya. Van Leur meyakini bahwa agama Hindu-Buddha tidak datang ke Indonesia melalui peperangan, kolonisasi, maupun perdagangan.

Menurut Van Leur, catatan dan sumber sejarah di India atau di Indonesia tidak ada yang menunjukkan keberhasilan proses penaklukan terhadap wilayah Nusantara. Inilah yang membuat Teori Ksatria gugur di mata van Leur.

Sedangkan terkait Teori Waisya, Van Leur juga tidak sepakat. Menurutnya, kaum pedagang dari India yang datang ke Nusantara berstatus sosial sama dengan masyarakat pribumi. Dengan demikian, kata Van Leur, tentunya mereka tidak dapat dengan mudah bisa menyebarkan ajaran Hindu dan Buddha.

Baca juga:

  • Sejarah Kerajaan Kutai Martapura: Penyebab Runtuhnya & Daftar Raja
  • Sejarah Tarumanegara, Purnawarman & Daftar Prasasti Peninggalannya
  • Sejarah Kerajaan Sriwijaya, Lokasi, & Pusat Pengajaran Agama Buddha

Status sosial yang disandang kaum brahmana tentunya berbeda dengan masyarakat. Inilah yang diyakini oleh Van Leur bahwa golongan brahmana atau pemuka agama yang berperan paling besar dalam penyebaran agama Hindu-Buddha di Nusantara.

Selain itu, lanjut Van Leur, para penguasa atau raja-raja di Nusantara sangat menghormati kaum brahmana sehingga mereka diterima dengan baik. Bahkan, tidak jarang raja-raja tersebut mengundang para brahmana langsung dari India untuk datang ke kerajaan mereka di Nusantara.

Kaum brahmana seolah memiliki legitimasi kuat untuk memberikan restu atau mengangkat para penguasa itu sebagai ksatria. Ajaran yang dibawa oleh kaum brahmana itu kemudian dianut pula oleh raja-raja tersebut sehingga berdampak besar terhadap penyebaran agama Hindu dan Buddha.

Baca juga:

  • Kerajaan Kutai Kartanegara: Sejarah, Letak, & Daftar Raja-Sultan
  • Sikap Kepahlawanan Purnawarman Sejarah Perjuangan Raja Tarumanegara
  • Agama Kerajaan Sriwijaya: Sejarah Sistem Kepercayaan & Ekonomi

Ada satu lagi tokoh yang sependapat dengan Van Leur, yakni F.D.K. Bosch. Dikutip dari Silang Budaya Lokal dan Hindu Budha (2018) yang ditulis Nur Khosiah, kaum Brahmana yang menaikkan status sosial para penguasa pada akhirnya mendapatkan posisi terhormat di kerajaan.

Biasanya, raja-raja di Nusantara mengangkat sosok brahmana sebagai penasihat kerajaan atau pemimpin agama di kerajaan tersebut. Hal itu tidak lain karena brahmana memiliki keahlian dan pengetahuan terhadap ajaran agama atau kitab suci yang dianggap paling baik.

Posisi penting brahmana sebagai penasihat maupun pemimpin agama melahirkan pengaruh besar dalam kerajaan tersebut, dari sektor keagamaan, pemerintahan, pengadilan, perundang-undangan, dan berbagai aturan lain dibuat atas masukan kaum brahmana, bahkan tak jarang mampu mempengaruhi kebijakan raja.

Baca juga:

  • Sejarah Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara: Sebab, Peninggalan, Raja
  • Sejarah Kerajaan Kendan: Letak, Silsilah Raja, Penerus Tarumanegara
  • Sejarah Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya & Silsilah Raja-Raja

Kelemahan dan Kelebihan Teori Brahmana

Mengingat banyaknya teori terkait proses masuknya Hindu-Buddha di Indonesia, Teori Brahmana sebagai salah satunya tentu mempunyai kelemahan dan kelebihan.

Kelemahan teori ini, misalnya, belum dapat dipastikan apakah kaum brahmana yang diundang atau datang ke Nusantara hadir sebelum pelaku teori lainnya, seperti ksatria (penakluk) atau kaum pedagang.

Selain itu, dalam tradisi Hindu-Buddha, kaum Brahmana pantang menyeberang lautan, padahal antara India dan Nusantara dipisahkan oleh lautan dan harus berlayar mengarungi samudera jika ingin tiba lebih cepat. Atas alasan ini, Teori Brahmana punya titik kelemahan yang cukup kuat.

Baca juga:

  • Peninggalan Sejarah Kerajaan Majapahit: Situs Prasasti dan Candi
  • Sejarah Kerajaan Indraprahasta di Cirebon, Keruntuhan, & Raja-raja
  • Sejarah Kepercayaan Masyarakat Indonesia Sebelum Hindu-Buddha

Kendati begitu, bukan berarti Teori Brahmana tidak punya kelebihan. Salah satu kelebihan teori ini adalah bahwa terdapat unsur-unsur budaya India yang sangat mementingkan brahmana dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, kaum brahmana punya peran penting dalam proses masuknya agama Hindu-Buddha, karena dengan pengaruhnya, ajaran dua agama ini dengan cepat dapat menyebar.

Selain itu, banyak prasasti peninggalan Hindu-Buddha di Nusantara yang menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf pallawa. Bahasa dan aksara tersebut kala itu hanya dikuasai oleh kaum brahmana.

Baca juga:

  • Sejarah Singkat Kerajaan Mataram Kuno & Kehidupan Sosial-Ekonominya
  • Sejarah Kerajaan Medang: Masa Jaya & Candi Peninggalan Mataram Kuno
  • Sumber Sejarah Kerajaan Medang & Letak Mataram Kuno Era Jawa Tengah

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/isw)


Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Yuda Prinada

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Jakarta -

Proses masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara didukung oleh beragam teori. Sejumlah teori mengusung latar belakang perdagangan ke nusantara, sebagian lainnya mengemukakan latar peperangan di India sebagai faktor pendorong. Apa saja teori masuknya Hindu-Buddha ke nusantara? nusantara detik.com/tag/nusantara

Penduduk India merintis perdagangan dengan bangsa-bangsa lain di Asia sejak sebelum Masehi. Perdagangan saat itu menggunakan celah sempit di antara Pegunungan Himalaya, yang disebut celah Kaibar. Celah Kaibar juga digunakan pedagang luar India untuk keluar masuk wilayah tersebut.

Perdagangan tersebut diyakini berperan dalam perkembangan peradaban Hindu-Buddha di India, seperti Sungai Indus, Sungai Brahmaputra, hingga ke nusantara, seperti dikutip dari Kehidupan Masyarakat pada Masa Praaksara, Masa Hindu Budha, dan Masa Islam oleh Tri Worosetyaningsih.

Teori Brahmana menyatakan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha ke nusantara dibawa oleh golongan Brahmana yang diundang para penguasa di nusantara. Teori ini dikemukakan olehs orientalis J.C. Van Leur.

Teori ini menegaskan kembali bahwa penyebaran agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana. Hal ini didukung oleh beberapa prasasti di Indonesia menggunakan bahasa Sansekerta.

Bahasa dalam kitab suci Weda dan upacara keagamaan merupakan bahasa yang dikuasai oleh golongan Brahmana. Golongan kasta Brahmana juga memahami ajaran Hindu secara utuh. Di sisi lain, teori Brahmana tidak menepis kontak penguasa di nusantara dan di India terjadi berkat hubungan dagang.

Teori Ksatria

Teori Ksatria menyatakan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia dibawa orang-orang India dari kasta Ksatria. Teori yang dikemukakan Prof. Dr. J.L. Moens ini berargumen bahwa sekitar abad 4-6 M kerap terjadi peperangan sehingga kasta Ksatria, yang terdiri dari kaum bangsawan dan prajurit mengalami kekalahan.

Kekalahan sebagian kasta Ksatria dalam peperangan, menurut teori Ksatria, mendorong orang Ksatria melarikan diri dan mencari daerah baru hingga ke nusantara.

Teori Waisya

Teori Waisya menyatakan bahwa golongan Waisya yang punya peran besar dalam menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha. Orientalis Prof. Dr. N.J. Krom, pengusung teori Waisya berpendapat, golongan yang terdiri dari pedagang, petani, dan pemilik tanah tersebut sudah mengenal agama Hindu-Buddha.

Kedatangan golongan Waisya ke Indonesia, kata Krom, juga memperkenalkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha pada rakyat Indonesia di samping berdagang. Golongan ini diyakini menetap sementara waktu dan tidak jarang juga menetap permanen di nusantara, lalu menikah dengan penduduk setempat.

Teori Arus Balik

Teori Arus Balik dikemukakan oleh peneliti iF.D.K. Bosch. Teori ini menyatakan bahwa golongan Brahmana semula menyebar ke penjuru dunia melalui jalur yang digunakan pedagang. Di beberapa tempat, golongan Brahmana berupaya menjalin hubungan dengan warga lokal dan memperkenalkan ajaran agamanya.

Pada perkembangan selanjutnya, orang-orang dari nusantara sendiri yang datang ke India untuk mempelajari Hindu-Buddha. Orang-orang nusantara ini lalu kembali ke tanah air untuk menyebarkan ajaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha.

Nah, itu dia empat teori masuknya Hindu-Buddha ke nusantara. Teori mana yang kamu yakini?

Simak Video "Pesan Jokowi untuk Umat Hindu di Hari Suci Nyepi 2022"



(twu/pal)


Page 2

Jakarta -

Proses masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara didukung oleh beragam teori. Sejumlah teori mengusung latar belakang perdagangan ke nusantara, sebagian lainnya mengemukakan latar peperangan di India sebagai faktor pendorong. Apa saja teori masuknya Hindu-Buddha ke nusantara? nusantara detik.com/tag/nusantara

Penduduk India merintis perdagangan dengan bangsa-bangsa lain di Asia sejak sebelum Masehi. Perdagangan saat itu menggunakan celah sempit di antara Pegunungan Himalaya, yang disebut celah Kaibar. Celah Kaibar juga digunakan pedagang luar India untuk keluar masuk wilayah tersebut.

Perdagangan tersebut diyakini berperan dalam perkembangan peradaban Hindu-Buddha di India, seperti Sungai Indus, Sungai Brahmaputra, hingga ke nusantara, seperti dikutip dari Kehidupan Masyarakat pada Masa Praaksara, Masa Hindu Budha, dan Masa Islam oleh Tri Worosetyaningsih.

Teori Brahmana menyatakan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha ke nusantara dibawa oleh golongan Brahmana yang diundang para penguasa di nusantara. Teori ini dikemukakan olehs orientalis J.C. Van Leur.

Teori ini menegaskan kembali bahwa penyebaran agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana. Hal ini didukung oleh beberapa prasasti di Indonesia menggunakan bahasa Sansekerta.

Bahasa dalam kitab suci Weda dan upacara keagamaan merupakan bahasa yang dikuasai oleh golongan Brahmana. Golongan kasta Brahmana juga memahami ajaran Hindu secara utuh. Di sisi lain, teori Brahmana tidak menepis kontak penguasa di nusantara dan di India terjadi berkat hubungan dagang.

Teori Ksatria

Teori Ksatria menyatakan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia dibawa orang-orang India dari kasta Ksatria. Teori yang dikemukakan Prof. Dr. J.L. Moens ini berargumen bahwa sekitar abad 4-6 M kerap terjadi peperangan sehingga kasta Ksatria, yang terdiri dari kaum bangsawan dan prajurit mengalami kekalahan.

Kekalahan sebagian kasta Ksatria dalam peperangan, menurut teori Ksatria, mendorong orang Ksatria melarikan diri dan mencari daerah baru hingga ke nusantara.

Teori Waisya

Teori Waisya menyatakan bahwa golongan Waisya yang punya peran besar dalam menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha. Orientalis Prof. Dr. N.J. Krom, pengusung teori Waisya berpendapat, golongan yang terdiri dari pedagang, petani, dan pemilik tanah tersebut sudah mengenal agama Hindu-Buddha.

Kedatangan golongan Waisya ke Indonesia, kata Krom, juga memperkenalkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha pada rakyat Indonesia di samping berdagang. Golongan ini diyakini menetap sementara waktu dan tidak jarang juga menetap permanen di nusantara, lalu menikah dengan penduduk setempat.

Teori Arus Balik

Teori Arus Balik dikemukakan oleh peneliti iF.D.K. Bosch. Teori ini menyatakan bahwa golongan Brahmana semula menyebar ke penjuru dunia melalui jalur yang digunakan pedagang. Di beberapa tempat, golongan Brahmana berupaya menjalin hubungan dengan warga lokal dan memperkenalkan ajaran agamanya.

Pada perkembangan selanjutnya, orang-orang dari nusantara sendiri yang datang ke India untuk mempelajari Hindu-Buddha. Orang-orang nusantara ini lalu kembali ke tanah air untuk menyebarkan ajaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha.

Nah, itu dia empat teori masuknya Hindu-Buddha ke nusantara. Teori mana yang kamu yakini?

Simak Video "Pesan Jokowi untuk Umat Hindu di Hari Suci Nyepi 2022"


[Gambas:Video 20detik]
(twu/pal)