100 kontraktor pemerintah federal teratas 2022

100 kontraktor pemerintah federal teratas 2022

Menentukan Kerugian Dalam Kontrak Jasa Konstruksi Berdasarkan Analisis Ekonomi
Oleh: Indra Wahyu Pratama

Pendahuluan

Saat ini, secara faktual terjadi distorsi antara struktur penyedia jasa konstruksi dan struktur pasar. Secara empiris, struktur penyedia jasa konstruksi sebesar 90% adalah didominasi oleh perusahaan kecil dan menengah, sedangkan perusahaan besar hanya berjumlah kurang lebih 10%. Sebaliknya, struktur pasar konstruksi menunjukkan bahwa 60% adalah pasar kelas kecil dan menengah, sedangkan pasar kelas besar adalah 40%. Distorsi terjadi karena 60% pasar diperebutkan oleh 90% perusahaan. Kondisi ini praktis menyebabkan pelaku usaha melakukan segala macam cara untuk merebut pasar, termasuk melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN ) dengan pihak pengguna atau pemberi kerja yang memberikan proyek.  Selain KKN, alih-alih cepat mendapatkan dan menyelesaikan proyek, pelaku usaha jasa konstruksi juga mengabaikan klausul-klausul kontrak konstruksi—yang biasanya—disusun dan ditawarkan oleh pemberi kerja.

Banyak praktisi jasa konstruksi yang memandang kontrak hanya sebatas pemenuhan administrasi dan panduan transaksi saja. Bahwa dari sudut pemberi kerja, kontrak hanya digunakan untuk menakut-nakuti (frightening) pihak lawan agar mematuhi prestasi yang ada. Pandangan itu keliru. Setiap proyek konstruksi, pelaksanaan pekerjaan dan pembayaran yang dilakukan oleh para pihak —pemberi kerja, kontraktor, insinyur, dan manajer konstruksi—merupakan suatu hubungan kontraktual, dimana hubungan hukum dan komersial di antara para pihak tersebut didasarkan oleh dokumen kontrak. Kontrak jasa konstruksi itu harus memuat klausul-klausul penting seperti lingkup kerja, masa pertanggungan, hak dan kewajiban, mekanisme pembayaran, serta tanggung jawab apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi. Permasalahan pertanggungjawaban kontraktual inilah yang menjadi permasalahan dasar tulisan ini dibuat.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi  (“UU Jasa Konstruksi 2017”) hanya mengatur ketentuan bahwa Penyedia Jasa (Kontraktor) wajib menyerahkan hasil pekerjaannya secara tepat biaya, tepat mutu, dan tepat waktu sebagaimana tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi. Penyedia Jasa yang tidak menyerahkan hasil pekerjaannya secara tepat biaya, tepat mutu, dan/atau tepat waktu tersebut dapat dikenai ganti kerugian sesuai dengan kesepakatan dalam Kontrak Kerja Konstruksi. Selain pertanggungjawaban yang dibebankan kepada pihak kontraktor tersebut, UU Jasa Konstruksi 2017 juga mengatur pertanggungjawaban yang dapat diemban oleh pemberi pekerjaan (pengguna jasa) yaitu apabila pemberi pekerjaan yang tidak menjamin ketersediaan biaya dan tidak melaksanakan pembayaran atas penyerahan hasil pekerjaan secara tepat jumlah dan tepat waktu, maka pemberi pekerjaan juga dapat dikenai kerugian sesuai dengan kesepakatan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.

Namun, UU Jasa Konstruksi 2007 tidak mengatur mengenai nilai, ukuran, batasan, dan mekanisme ganti kerugian akibat wanprestasi yang dilakukan kontraktor atau pemberi pekerjaan tersebut atau akibat dari adanya kegagalan bangunan. Undang-Undang menyerahkannya pengaturan hal tersebut dalam klausul kontrak kerja konstruksi yang disepakati para pihak. Untuk mendapatkan kepastian terkait ganti kerugian yang dapat diajukan oleh pihak yang dirugikan dalam suatu kontrak, para pihak seharusnya mengatur hal tersebut dalam kontrak yang mereka buat. Berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak, para pihak dapat menentukan nilai kerugian secara spesifik dalam kontrak yang dikenal dengan klausul liquidated damages. Namun para pihak dalam kontrak harus menentukan terlebih dahulu dengan mengkalkulasikan ukuran kerugian yang ditetapkan dalam klausul liquidated damages tersebut. Lalu apabila tidak terdapat klausul liquidated damages dalam kontrak, peran hakim di pengadilan sangat dibutuhkan untuk menentukan kerugian dari pelanggaran kontrak tersebut. Oleh karena itu, bagaimana para pihak dalam kontrak dan hakim menentukan kerugian dalam kontrak kerja konstruksi? Penulisan artikel ini bertujuan untuk menganalisis kerugian yang ditetapkan dalam kontrak kerja konstruksi dengan menggunakan pendekatan analisis ekonomi terhadap hukum kontrak.

Pengaturan Kerugian Kontraktual dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia

Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan. Debitur dapat dihukum untuk mengganti biaya, kerugian, dan bunga apabila wanprestasi disebabkan oleh sesuatu yang tak terduga, adanya keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.

Mengenai ukuran kerugian, Pasal 1246 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mengatur bahwa biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya, tanpa mengurangi pengecualian dan perubahan yang disebut dalam pasal-pasal selanjutnya. Unsur-unsur yang dapat ditagihkan oleh kreditur kepada debitur berdasarkan Pasal 1246 itu adalah sebagai berikut: 

  1. Ongkos-ongkos atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan (cost), misalnya ongkos cetak, biaya meterai, biaya iklan.
  2. Kerugian karena kerusakan, kehilangan atas barang kepunyaan kreditur akibat kelalaian debitur (damages). Kerugian di sini adalah yang sungguh-sungguh diderita, misalnya hancurnya barang interior kreditur karena kegagalan bangunan yang telah dibangun debitur.
  3. Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest). Karena debitur lalai, kreditur kehilangan keutungan yang diharapkannya. Misalnya, dalam pembangunan gedung, debitur yang membangun gagal untuk menyerahkan bangunan yang dibangun sehingga debitur tidak bisa menyewakannya kepada pihak ketiga.

Purwahid Patrik lebih memperinci lagi kerugian menjadi dua unsur, yaitu: 1) Kerugian yang nyata diderita (damnum emergens) meliputi biaya dan rugi; dan (2) Keuntungan yang tidak diperoleh (lucrum cessans) meliputi bunga.

Selain itu, Pasal 1247 juga mengatur bahwa Debitur hanya diwajibkan mengganti biaya, kerugian dan bunga, yang diharap atau sedianya dapat diduga pada waktu perikatan diadakan, kecuali jika tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan oleh tipu daya yang dilakukannya. Bahkan jika tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan oleh tipu daya debitur, maka penggantian biaya, kerugian dan bunga, yang menyebabkan kreditur menderita kerugian dan kehilangan keuntungan, hanya mencakup hal-hal yang menjadi akibat langsung dari tidak dilaksanakannya perikatan itu. Bahwa berdasarkan pasal itu, dapat disimpulkan bahwa biaya, kerugian dan bunga dapat diminta kepada orang yang melakukan pelanggaran kontrak hanya sampai dengan batasan kerugian yang dapat diduga pada waktu perikatan diadakan. Namun, apabila wanprestasi itu dilakukan oleh tipu daya pihak yang melakukan wanprestasi, kerugian itu dapat mencakup kerugian yang tidak diduga pada waktu perikatan namun tetap dengan batasan merupakan kerugian langsung, bukan kerugian turutan (consequential damages).

Pasal 1248 KUH Perdata menyebutkan bahwa Jika dalam suatu perikatan ditentukan bahwa pihak yang lalai memenuhinya harus membayar suatu jumlah uang tertentu sebagai ganti kerugian, maka kepada pihak lain-lain tak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih ataupun yang kurang dari jumlah itu. Pasal 1248 membuka kesempatan para pihak untuk menetapkan sendiri nilai kerugian dalam kontrak yang mereka buat. Apabila para pihak berselisih terkait nilai kerugian akibat wanprestasi di pengadilan, mengacu pada Pasal 1248 tersebut, maka hakim harus memutuskan ketentuan kerugian berdasarkan kontrak tersebut.

Kerugian Kontraktual dalam Standar Fédération Internationale des Ingénieurs-Conseils (FIDIC)

Standar ketentuan dan kondisi dalam kontrak konstruksi modern ini telah disusun oleh salah satu lembaga yang bernama Fédération Internationale des Ingénieurs-Conseils (International Federation of Consulting Engineers) atau dikenal sebagai FIDIC. Saat ini standard prasyarat dan kondisi kontrak (contract-types of manuals) serta formulir-formulir dokumen kontrak dari FIDIC digunakan dalam proyek-proyek konstruksi secara luas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Standar ketentuan dan kondisi Kontrak FIDIC pada pokoknya mengatur hak dan kewajiban serta hubungan antar para pihak dalam kontrak konstruksi.  Pihak-pihak yang terdapat dalam pengaturan kontrak konstruksi FIDIC ini adalah Pemberi Kerja (employer) Penerima Kerja (Contractor), dan Enjinir pengatur yang bertindak atas nama pemberi kerja.

Perlu diperhatikan bahwa salah satu klausul standar Persyaratan Umum FIDIC memberikan batasan terkait pertanggungjawaban para pihak:

Tidak ada satu Pihak Pun yang bertanggung jawab kepada Pihak lain Tanggung Jawab atas kerugian akibat penggunaan Pekerjaan, kehilangan keuntungan, kerugian akibat kontrak atau kerugian atau kerusakan secara tidak langsung atau sebagai akibat, yang mungkin dialami Pihak lain dalam kaitannya dengan Kontrak, selain dari yang ditetapkan secara khusus dalam Sub-Klausula 8.7 [Denda Akibat Keterlambatan]; Sub-Klausula 11.2 [Biaya Perbaikan Cacat Mutu]; Sub-Klausula 15.4 [Pembayaran sesudah Pemutusan]; Sub Klausula 17.1 [Pemberian Ganti Rugi atas luka fisik, sakit, penyakit atau kematian, siapa pun yang timbul dan kehilangan/kerusakan harta benda] dan Sub-Klausula 17.5 [Hak Kekayaaan Intelektual dan Industrial].

Dari Pasal 17.6 paragraf 1 tersebut dapat dilihat bahwa tanggung jawab masing-masing pihak dalam kontrak (akibat tidak dilaksanakannya kontrak secara keseluruhan atau sebagian) dibatasi pada denda akibat keterlambatan, biaya cacat mutu, pembayaran sesudah pemutusan, kerugian atas luka fisik, sakit, penyakit atau kematian orang, dan kehilangan/kerusakan harta benda, dan klaim terkait dengan hak kekayaan intelektual. Klausul itu juga membatasi setiap pihak untuk menuntut pihak lainnya atas akibat penggunaan pekerjaan, kehilangan keuntungan, kerugian akibat kontrak atau kerugian atau kerusakan secara tidak langsung atau sebagai akibat, yang mungkin dialami Pihak lain dalam kaitannya dengan Kontrak, sepanjang tidak ditetapkan dalam kontrak.

Ketidaklengkapan Kontrak Berdasarkan Analisis Ekonomi Terhadap Hukum Kontrak

Dalam perspektif hukum dan ekonomi yang mengasumsikan bahwa manusia adalah mahluk berperilaku rasional dalam menghadapi kelangkaan sumber daya, maka proses pertukaran hanyalah layak dijalankan bersamaan dengan perjanjian. Bilamana ini tidak dijalankan, ada dua ancaman terhadap proses pertukaran: sifat oportunis salah satu pihak dan kejadian yang tidak terduga. Peran hukum dibutuhkan untuk memulihkan  kedua ancaman itu.

Permasalahan interpretasi dalam hukum kontrak disamakan dengan salah satu isu ekonomi ketidaklengkapan kontrak (contractual incompleteness). Topik itu menjadi salah fokus penelitian teori mikroekonomi belakang ini, Ketidaklengkapan kontrak berawal dari gagasan bahwa pada praktik kontrak yang sebenarnya, para pihak gagal untuk membuat kontrak yang tepat dan detail sebagaimana para ekonom tradisional prediksi. Para ekonom biasanya menyebut kegagalan tersebut sebagai asimetri informasi (informational asymmetry) baik antara para pihak maupun antara para pihak dengan pengadilan.

Kontrak dapat dinyatakan lengkap apabila (1) kontrak telah menentukan tindankan-tindakan  Pareto Optimal untuk setiap pihak dan untuk kemungkinan-kemungkinan  yang diperkirakan akan timbul, dan (2) pengadilan tanpa biaya dapat menegakkan itu. Sebaliknya, secara harfiah kontrak dinyatakan tidak lengkap apabila terdapat kondisi atau kemungkinan yang tidak diantisipasi di dalam kontrak, sehingga kontrak tidak dapat memberikan jalan keluar bila kondisi atau kemungkinan itu terjadi. Pada tataran praktis, para pihak yang membuat kontrak sering mengabaikan pelbagai variabel dan kemungkinan yang relevan dengan transaksi yang dilakukan. Ketidaklengkapan suatu kontrak dapat terjadi bila aspek-aspek penting dalam kontrak tidak dapat ditinjau (unobservable) oleh salah satu pihak atau semua pihak dalam kontrak (informasi asimetri), dan/atau terlalu mahal untuk ditegakan oleh pengadilan (informasi tidak dapat diverifikasi).

Ketidaklengkapan suatu kontrak tidak dapat dihindari sebagai akibat dari pertimbangan biaya transaksi yang mahal untuk membuat kontrak yang lengkap. Terkait biaya transaksi dalam pembuatan kontrak, Richard Posner mengemukakan rumus: 

C = x + p(x)[y + z + e(x, y, z)],

dimana:

c adalah keseluruhan biaya transaksi

x adalah biaya negosiasi dan biaya penyusunan,

p adalah kemungkinan litigasi

y adalah biaya perselisihan di luar pengadilan

z adalah biaya litigasi di pengadilan

e adalah biaya kesalahan (error).

Pada term pertama x pada sisi kiri-tangan mewakili tahap pertama dalam menentukan arti kontrak, di mana di tahap ini para pihak menentukan apa yang akan diatur dalam kontrak mereka. Term kedua, y, mencerminkan tahap kedua dimana adanya perselisihan hukum terkait kontrak yang diselesaikan di pengadilan. Biayanya antara lain pengeluaran (expenditure) dari para pihak dan juga pengadilan, ditambah dengan biaya yang timbul dari kemungkinan pengadilan melakukan kesalahan interpretasi (misinterpretation) kontrak. Kemungkinan perselisihan itu bukan hanya dipengaruhi oleh “investasi” para pihak dan pengadilan dalam proses litigasi, akan tetapi juga dipengaruhi oleh investasi para pihak dalam membuat perjanjian sejelas dan selengkap mungkin. Semua biaya di tahap kedua dapat berkurang apabila nilai investasi para pihak di tahap pertama lebih besar, dengan cara membuat kontrak sejelas dan selengkap mungkin.  persamaan tersebut memberikan pemahaman bahwa  semakin besar investasi para pihak di tahap pertama, lebih sedikit biaya ekspektasi di tahap kedua.

Berdasarkan analisis ekonomi, penggunaan klausul liquidated damages merupakan bentuk efisiensi di mana klausul tersebut dapat mengurangi biaya transaksi yang timbul dari adanya negosiasi kompensasi apabila ada pelanggaran kontrak atau biaya litigasi untuk meminta pengadilan memutuskan nilai kerugian tersebut.

Pengukuran Kerugian Kontrak Berdasarkan Analisis Ekonomi Terhadap Hukum Kontrak.

Para Pihak dalam kontrak terkadang mengatur secara jelas dalam kontrak terkait konsekuensi yang harus ditanggung bagi pihak yang melakukan pelanggaran atau ketidakpatuhan terhadap kontrak (parties-designed remedies). Dalam terminologi common law, klausul ganti kerugian itu dikenal dengan klausul liquidated damages. Namun di kasus yang lain, para pihak  pembuat kontrak juga banyak terlihat lalai menetapkan konsekuensi ketidakpatuhan para pihak dalam suatu kontrak sehingga membutuhkan peran pengadilan dalam menentukan ganti kerugian tersebut (court-designed remedies). Baik dalam parties-designed remedies atau court-designed remedies, ukuran ganti kerugian dapat ditentukan berdasarkan ukuran expectation damage, reliance damage, dan restitution damage.

Dalam expectation damages, hakim akan menempatkan pihak yang dirugikan pada posisi sebaik apabila kontrak dilaksanakan. Pada perkara kontrak konstruksi bangunan, apabila pengguna jasa membayar harga p untuk bangunan yang bernilai kotor v, dimana nilai v itu baru terealisasi apabila pengguna jasa melakukan r, maka pelaksanaan kontrak secara penuh meninggalkan nilai bersih dengan rumus v r p. Jika Kontraktor melakukan wanprestasi dengan gagal menyerahkan bangunan tersebut, maka berdasarkan expectation damage, kontraktor harus membayar dengan cukup sehingga membuat pengguna jasa berada pada posisi bersih sebagaimana kontrak dilaksanakan, yatu: v r p. Contoh, kontrak antara pengguna jasa dengan kontraktor menentukan bahwa pengguna jasa akan membayar senilai 75 untuk mendapatkan gedung seharga 100 dari pembangunan yang dilakukan oleh kontraktor. Kemudian, kontraktor memutuskan untuk melanggar kontrak dengan tidak membangun gedung tersebut. Berdasarkan ukuran expectation, kontraktor harus membayar kerugian sebesar 25 (apabila pengguna jasa belum membayar apapun) untuk menempatkan pengguna jasa berada pada posisi bersih sebagaimana kontrak dilaksanakan.

Contoh lain, masih dari kasus kontrak antara pengguna jasa dengan kontraktor di mana pengguna jasa akan membayar senilai 75 untuk mendapatkan gedung seharga 100. Apabila kontraktor tahu bahwa dia akan membayar kerugian 25 apabila tidak melakukan pekerjaan, dia akan memutuskan untuk melaksanakan pekerjaan apabila ongkos produksi lebih kecil dari 75 (>75) sehingga kontraktor akan mendapatkan keuntungan. Namun, apabila kontraktor tahu bahwa ongkos produksi sebesar 200, kontraktor memutuskan untuk melakukan pelanggaran kontrak karena lebih baik membayar kerugian pelanggaran sebesar 25 daripada harus menanggung biaya produksi sebesar 125 (200 – 75). Bukan hanya dari sisi kontraktor, expectation damages juga bisa digunakan apabila wanprestasi dilakukan oleh pengguna jasa. Apabila valuasi bangunan ternyata lebih rendah dari pada ongkos produksi kontraktor, maka pengguna jasa akan melakukan pelanggaran dengan membayar kerugian sebesar kontrak dipenuhi yaitu sebesar harga 75.

Lain halnya dengan reliance damage, yang mengharuskan pihak yang melakukan wanprestasi (hanya) membayar sebanding dengan tingkat kebaikan yang diterima pihak yang dirugikan apabila kontrak tidak ditandatangani. Artinya, pihak yang melakukan wanprestasi harus mengembalikan posisi pihak yang dirugikan ke titik 0 dimana kontrak tidak ditandatangani. Apabila pengguna jasa telah mengeluarkan p dan r untuk mendapatkan bangunan v, maka apabila kontraktor gagal melaksanakan kewajibannya menyerahkan bangunan kepada pengguna jasa, maka pembayaran kembali p dan r kepada pengguna jasa akan mengembalikan keadaan penggunaan jasa menjadi 0. Masih dalam kasus kontrak yang sama, asumsi bahwa telah mengeluarkan biaya sebesar 5 untuk mendapatkan bangunan seharga 100 dengan harga 75. Ongkos produksi ternyata adalah 200 dan membuat kontraktor melanggar kontrak dan hanya membayar sebatas 5 dibanding dia harus membayar 125. Contoh tersebut dalam keadaan pengguna jasa telah mengeluarkan biaya 5. Namun, apabila 0, maka kontraktor dibebaskan dari pembayaran apapun. Begitu juga sebaliknya, dari sisi pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna jasa. Apabila valuasi bangunan ternyata lebih rendah dari pada ongkos produksi kontraktor, maka pengguna jasa akan melakukan pelanggaran dengan membayar kerugian sebesar kontrak dipenuhi yaitu sebesar 5 apabila kontraktor telah mengeluarkan biaya produksi 5 atau 0 apabila kontraktor belum mengeluarkan biaya apa-apa.

Sedangkan restitution damage mengharuskan pihak yang melakukan wanprestasi (hanya) membayar sebanding dengan tingkat kebaikan yang diterima pihak yang dirugikan sebelum wanprestasi itu terjadi. Dalam kasus kontrak konstruksi dengan pembayaran bertahap, biasa ditemukan mekanisme pembayaran berdasarkan bobot prestasi dari kontraktor. Pengguna jasa telah membayarkan harga p1 untuk prestasi v1, dan p2 untuk prestasi v1 +v2.  Apabila kontraktor melakukan pelanggaran pada pemenuhan prestasi v1 +v2 setelah pengguna jasa telah melakukan pembayaran p2, maka ganti kerugian yang harus diemban kontraktor adalah mengembalikan keadaan sebelum prestasi dilanggar, yaitu: p1 = v1, dengan cara mengembalikan p2 kepada pengguna jasa.

Dari ketiga ukuran ganti kerugian tersebut, expectation damage merupakan ukuran kerugian yang dominan digunakan baik di tataran teori maupun praktis. Hukum perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Indonesia menganut ukuran kerugian expectation damage sebagaimana disebutkan di atas. Rosa Agustina juga menyebutkan bahwa:

Konsekuensi hukum dari wanprestasinya debitur adalah keharusan bagi debitur untuk membayar ganti rugi. Dengan adanya wanprestasi salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian atau pemenuhan perjanjian. Gugatan wanprestasi bertujuan menempatkan penggugat pada posisi seandainya perjanjian terlaksana (pay on time).

Kerugian berdasarkan Pasal 1246 dapat dibagi menjadi dua unsur, yaitu: 1) Kerugian yang nyata diderita (damnum emergens) meliputi biaya dan rugi; dan 2) Keuntungan yang tidak diperoleh (lucrum cessans) meliputi bunga. Artinya, para pihak yang dirugikan karena pihak lain tidak melakukan suatu penyerahan barang dapat diminta ganti kerugian yang nyata, yaitu setiap pengeluaran untuk melakukan prestasi dan keuntungan yang seharusnya didapat berdasarkan valuasi yang benar tanpa mengada-ada.

Namun, ukuran kerugian dengan expectation damage tersebut tidak diterapkan atau diatur dalam peraturan perundang-undangan sektoral termasuk sektor konstruksi.  Dari sisi pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh kontraktor, Pasal 54 UU Jasa Konstruksi mengatur:

  1. Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Penyedia Jasa dan/atau Sub Penyedia Jasa wajib menyerahkan hasil pekerjaannya secara tepat biaya, tepat mutu, dan tepat waktu sebagaimana tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
  2. Penyedia Jasa dan/atau Sub Penyedia Jasa yang tidak menyerahkan hasil pekerjaannya secara tepat biaya, tepat mutu, dan/atau tepat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai ganti kerugian sesuai dengan kesepakatan dalam Kontrak Kerja Konstruksi

Sedangkan dari sisi pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh Pengguna Jasa, Pasal 56 UU Jasa Konstruksi 2017 mengatur:

  1. Dalam hal tanggung jawab atas biaya Jasa Konstruksi dibuktikan dengan kemampuan membayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) huruf a, Pengguna Jasa wajib melaksanakan pembayaran atas penyerahan hasil pekerjaan Penyedia Jasa secara tepat jumlah dan tepat waktu.
  2. Pengguna Jasa yang tidak menjamin ketersediaan biaya dan tidak melaksanakan pembayaran atas penyerahan hasil pekerjaan Penyedia Jasa secara tepat jumlah dan tepat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai kerugian sesuai dengan kesepakatan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.

Kerugian yang dapat Jelas bahwa UU Jasa Konstruksi memberikan kewenangan terhadap pengguna jasa dan kontraktor untuk menentukan sendiri besaran kerugian yang timbul akibat dari adanya wanprestasi dari masing-masing pihak melalui klausul-klausul dalam kontrak yang mereka buat.  Kata dapat yang digunakan dalam Pasal 54 ayat (2) dan 56 ayat (2) membuktikan bahwa pembuat UU memberi kebebasan kepada para pihak dalam kontrak apakah pelanggaran yang menimbulkan kerugian dapat dikenakan ganti kerugian atau tidak sama sekali. Sehingga konsep parties-designed remedies atau liquidated damages terlihat dalam pengaturan UU Jasa Konstruksi.

Penggunaan Klausul Liquidated Damages dalam Kontrak Kerja Konstruksi

Liquidated damages merupakan suatu istilah yang digunakan untuk klausul kontrak yang mengatur besaran ganti kerugian apabila salah satu pihak melakukan pelanggaran kontrak. Dalam kontrak konstruksi, klausul tersebut digunakan untuk mengestimasi sendiri kerugian akibat penyelesaian pekerjaan yang tidak tepat waktu dan/atau tidak tepat mutu. Pasal 1249 KUHPerdata telah mengatur mengenai penentuan kerugian dalam klausul kontrak yang menjadi dasar para pihak dalam kontrak menentukan ukuran kerugian dalam transaksi mereka:

Jika dalam suatu perikatan ditentukan bahwa pihak yang lalai memenuhinya harus membayar suatu jumlah uang tertentu sebagai ganti kerugian, maka kepada pihak lain-lain tak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih ataupun yang kurang dari jumlah itu.

Jika para pihak dalam dalam kontrak yakin bahwa pengadilan akan memberikan keputusan yang sesuai dengan kehendak pihak dalam dalam menentukan ukuran kerugian yang timbul dari pelanggaran kontrak, maka para pihak tidak perlu menamakan ukuran kerugian tersebut dalam kontrak yang mereka buat. Namun, pada praktiknya, apakah pengadilan selalu dapat memberi pertimbangan berdasarkan kehendak para pihak pada saat kontrak dibuat? Tentu saja tidak. Belum lagi, pengadilan di Indonesia memiliki tingkat kredibilitas yang rendah dari dunia usaha termasuk juga dari sektor konstruksi.

Penentuan ukuran kerugian dalam liquidated damages dapat membatasi para pihak dari ketidakpastian besarnya ganti kerugian akibat melanggar kontrak. Penggunaan klausul ini juga membatasi Pengadilan untuk mengabulkan kerugian turunan (consequential damage) atau immateriil yang dapat dimintakan oleh pihak yang dirugikan kepada pihak yang melakukan wanprestasi. Contoh klausul dalam kontrak tersebut, antara lain:

Contoh klausul liquidated damages tersebut yaitu:

The total liability of X and/or the Principals in connection with the Agreement whether in contract or otherwise howsoever (including but not limited to the liabilities of X under Articles 1.3 and 1.4 of the Agreement) shall not exceed the sum of Rp 1.000,000,000 in aggregate.”

Dalam klausul tersebut secara tegas membatasi nilai atau nominal pertanggungjawaban satu pihak (X). Sehingga atas dasar klausul tersebut, X hanya dapat digugat untuk membayar kerugian tidak melebihi jumlah Rp 1.000,000,000.

Sedangkan Contoh klausul lainnya adalah berikut ini:

Seller’s total liability to Buyer for all claims of any kind, whether based upon contract, tort (regardless of the degree of fault or negligence) or otherwise for any loss or damage arising out of, connected with, or resulting from the performance or breach of these Conditions of Sale or any Purchase Order hereunder shall in no case exceed the amount of the price of the specific Product or service which gives rise to the claim.”

Klausul di atas terdapat dalam kontrak jual beli barang. Bahwa, klausul tersebut membatasi ganti kerugian yang dapat dimintakan kepada pihak penjual tidak boleh melebihi harga jual barang atau jasa yang telah disepakati. Selain itu, pembatasan tanggal jawab juga dapat dilakukan melalui klausul berikut:

Without prejudice to Article 23.4 concerning re-performing of Corrective Services and to Article 35.2, Engineer’s contractual liability shall be limited in amount to fifteen per cent (15%) of the Contract Price.

Berdasarkan klausul yang terdapat dalam kontrak konstruksi tersebut, kewajiban kontraktual yang dapat ditagihkan kepada kontraktor hanya dibatasi tidak melebihi nilai 15% dari nilai kontrak. Sedangkan klausul yang secara spesifik mengecualikan tanggung jawab turunan dapat ditemukan dalam klausul di bawah ini:

Sebatas hukum mengizinkan dan tanpa mengesampingkan ketentuan lain dari Perjanjian ini, masing-masing Pihak mengecualikan semua tanggung jawab apapun kepada Para Pihak lain untuk kerugian insidental, tidak langsung atau konsekuensial atau kerusakan jenis apa pun, kehilangan pendapatan usaha, kehilangan laba, kegagalan untuk merealisasikan laba atau tabungan yang diharapkan, biaya produksi, kehilangan reputasi baik dan muhibah dan kerugian komersial atau ekonomi jenis apa pun yang timbul dalam kontrak, perbuatan melawan hukum (termasuk kelalaian) berdasarkan undang-undang apa pun atau secara lain timbul dari atau melalui cara apapun sehubungan dengan Perjanjian ini yang disebabkan secara langsung atau tidak langsung.

Dalam praktik, pihak yang memiliki risiko untuk dirugikan lebih besar biasanya tidak menginginkan adanya klausul tersebut dalam kontrak yang dibuat. Namun, apabila para pihak tidak menentukan pembatasan tersebut, maka para pihak harus menerima konsekuensi ketidakpastian besaran ganti kerugian yang akan ditentukan oleh hakim dengan dasar interpretasi dan permintaan pihak yang dirugikan.

Apabila para pihak telah memutuskan untuk menentukan ganti kerugian terhadap kontrak yang hendak ditandatangani, lalu bagaimana seharusnya kerugian itu ditentukan? Semakin besar nilai ganti kerugian yang disepakati dalam kontrak, semakin besar juga insentif untuk tidak melakukan wanprestasi. Sebaliknya, semakin kecil nilai ganti kerugian yang ditetapkan, semakin kecil juga jaminan kontrak akan dilaksanakan. Nilai kerugian yang ditetapkan tersebut dapat mempengaruhi berbagai insentif dari masing-masing pihak untuk melaksanakan kontrak dan untuk mengambil tindakan antisipasi terhadap resiko dalam kontrak. Ukuran ganti kerugian memberikan pertukaran (trade-off) berbagai insentif yang ada, dan di banyak kasus, para pihak lebih tahu daripada pengadilan mengenai pertukaran yang terbaik dalam kontrak yang mereka buat. Sehingga penggunaan klausul liquidated damages dianggap lebih baik daripada menyerahkan penentuan ukuran ganti kerugian kepada pengadilan.

Klausul liquidated damages tidak bisa digunakan pengguna jasa untuk tujuan penghukuman atas keterlambatan pelaksanaan kontrak. Penyedia jasa harus menetapkan nilai kerugian dengan estimasi yang masuk akal (reasonable) terhadap kerugian aktual (biaya-biaya yang nantinya dikeluarkan) bila pelaksanaaan pekerjaan terlambat atau tidak diselesaikan. Harus ada iktikad baik untuk mengestimasikan kerugian tersebut dan memasuknya dalam klausul kontrak yang dibuat. Nilai yang tidak realistis akan diuji baik di pengadilan maupun di luar pengadilan. Oleh karena itu, liquidated damages berbeda dengan klausul penalti. Perbedaan utamanya terletak pada kadar estimasi kerugian yang akan dialami saat pelanggaran kontrak terjadi. Penalti adalah denda atas pelanggaran kontrak yang tidak tergantung pada besaran nilai kerugian yang terjadi dan hanya diberlakukan pada tanggal dan kondisi tertentu.

Berdasarkan prinsip-prinsip common law, liquidated damages tidak akan ditegakkan apabila lebih bertujuan untuk menghukum daripada memberikan kompensasi. Terdapat dua kondisi dimana gugatan liquidated damages dapat dikabulkan. Pertama, nilai harus didasarkan oleh estimasi kerugian aktual atau potensial yang benar, tidak mengada-ada. Kedua, kerugian merupakan konsekuensi dari pelanggaran kontrak. Dalam praktik pembuatan kontrak di Indonesia, terminologi penalty sering disamakan dengan liquidated damages. Dalam common law, klausul penalti tidak dapat ditegakkan oleh pengadilan.

Para pihak dapat menetapkan ukuran kerugian berdasarkan pendekatan ukuran kerugian expectation damages. Masih dari kasus kontrak antara pengguna jasa dengan kontraktor di mana pengguna jasa akan membayar senilai 75 untuk mendapatkan gedung seharga 100. Berdasarkan klausul kontrak, kontraktor sepakat bahwa kontraktor akan membayar kerugian 25 (nilai yang harus dipenuhi apabila kontrak dilaksanakan) apabila dia melanggar kontrak. Dalam hal itu, kontraktor akan memutuskan untuk melaksanakan pekerjaan apabila ongkos produksi lebih kecil dari 75 sehingga kontraktor akan mendapatkan keuntungan. Namun, setelah kontrak ditandatangani, kontraktor mendapati ongkos produksi naik 85, kontraktor masih memiliki insentif untuk melaksanakan kontrak, karena kerugian selisih ongkos produksi (85-75=10) yang didapat oleh kontraktor masih lebih kecil dibanding ganti kerugian yang ditetapkan yaitu 25. Apabila ongkos produksi naik mencapai lebih dari 100, maka kontraktor memiliki insentif untuk melakukan pelanggaran kontrak. Kontraktor memutuskan untuk melakukan pelanggaran kontrak karena lebih baik membayar kerugian pelanggaran sebesar 25 daripada harus menanggung biaya produksi lebih dari 25. Hal itu juga berlaku dari sisi pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh pengguna jasa.

Oleh karena itu, untuk menentukan kerugian tersebut, para pihak harus melakukan perhitungan yang tepat. Dari sudut pandang kerugian yang dialami oleh pemberi kerja, kerugian yang dapat diperhitungkan sebelumnya yaitu

  1. Kerugian yang nyata diderita, misalnya: Biaya-biaya asuransi, biaya manajemen konstruksi, biaya desain/gambar konstruksi, biaya pengalihan ke kontraktor lain, biaya material apabila sebagian material berasal dari pengguna jasa.
  2. Keuntungan yang tidak diperoleh, misalnya: keuntungan yang telah diproyeksikan dari pembangunan gedung tersebut dan intensif-intensif yang kemungkinan didapat (misalnya intensif pajak).

Sedangkan dari sudut pandang kerugian yang dialami oleh kontraktor dapat dikalkulasikan:

  1. Kerugian yang nyata diderita, misalnya: biaya-biaya asuransi, biaya material, biaya tenaga kerja.
  2. Keuntungan yang tidak diperoleh, misalnya: keuntungan dari selisih biaya pembangunan dengan harga kontrak.

Penutup

Berdasarkan analisis ekonomi terhadap hukum, ketidaklengkapan suatu kontrak dapat terjadi bila aspek-aspek penting dalam kontrak tidak dapat ditinjau (unobservable) oleh salah satu pihak atau semua pihak dalam kontrak (informasi asimetri), dan/atau terlalu mahal untuk ditegakan oleh pengadilan (informasi tidak dapat diverifikasi). Oleh karena itu, penyusunan kontrak dengan klausul selengkap dan sejelas mungkin sangat penting dilakukan. Dalam kontrak jasa konstruksi, penentuan ukuran ganti kerugian bagi pihak yang melakukan wanprestasi merupakan salah satu biaya yang harus dikeluarkan oleh para pihak. Karena untuk menentukan klausul yang disebut liquidated damages itu, para pihak membutuhkan negosiasi, waktu persetujuan, serta biaya pengacara untuk merumuskan klausul tersebut. Namun berdasarkan Analisis biaya transaksi terkait interpretasi kontrak dari Posner, semakin tinggi pengeluaran untuk biaya transaksi di tahap pertama tersebut, semakin rendah tingkat kemungkinan perselisihan yang mungkin terjadi, dan akhirnya mengurangi kemungkinan pengeluaran biaya transaksi secara keseluruhan.

Penggunaan klausul liquidated damages dalam kontrak jasa konstruksi sudah sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi yang memang menyerahkannya pengaturan hal tersebut dalam klausul-kontrak kerja konstruksi yang disepakati para pihak dalam kontrak. Pasal 1248 KUHPerdata juga menyebutkan bahwa apabila suatu kontrak telah disepakati jumlah ganti kerugian harus dibayar oleh pihak yang melakukan wanprestasi, maka tidak boleh ditagihkan jumlah yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati itu.

Dalam teori, terdapat tiga ukuran kerugian yang dapat digunakan untuk menetapkan kerugian, baik yang telah ditetapkan dalam kontrak (liquidated damages), maupun yang belum sehingga mengharuskan pengadilan untuk menetapkan itu.  Ukuran itu antara lain: expectation damages, reliance damages dan restitution damages. Kerugian kontraktual yang diatur dalam Pasal 1246 KUHPerdata berpedoman pada ukuran expectation damages dimana menempatkan pihak yang dirugikan pada posisi sebaik apabila kontrak dilaksanakan. Kerugian yang dapat dimintakan adalah kerugian yang nyata diderita meliputi biaya dan rugi; dan Keuntungan yang tidak diperoleh meliputi bunga. Oleh karena itu, untuk menentukan kerugian dalam kontrak yang dibuat, para pihak harus melakukan perhitungan yang aktual, tepat, dan tidak mengada-ada, agar kerugian tersebut dapat ditegakkan di pengadilan.

Artikel berupa opini ini ditulis oleh Indra Wahyu Pratama, Praktisi Hukum Pertambangan & Konstruksi. Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi KlikLegal.

Pustaka Acuan

Buku

Agustina, Rosa, Et.al, Hukum Perikatan (Laws of Obligations), Denpasar: Pustaka Larasan, 2012.

Bag, Sugata, Economic Analysis of Contract Law: Incomplete Contracts and Asymmetric Information. Cham: Palgrave Macmillan, 2018.

Cooter, Robert dan Thomas Ulen. Law & Economics (Sixth Edition). Massachusetts: Addison-Wesley, 2012.

Edgeton, William W. Et.al. Recommended Contract Practices For Underground Construction. Colorado: Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc, 2008.

Geest, Gerrit De, Et.al. Contract Law and Economics. Massachusetts: Edward Elgar Publishing, 2011.

Hensen, Seng, Manajemen Kontrak Konstruksi: Pedoman Praktis dalam Mengelola Proyek Konstruksi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2017.

Klee, Lukas. International Construction Contract Law, West Sussex: JohnWiley & Sons, Ltd, 2015.

Mackaay, Ejan, Law and Economics for Civil Law Systems. Massachusetts: Edward Elgar Publishing, 2013.

Muhammad,  Abdulkadir, Hukum Perikatan. Bandung: Alumni, 1998.

Patrik,  Purwahid,  Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian dan Dari Undang-Undang). Bandung: Mandar Maju,  1994.

Posner, Richard, Economic Analysis of Law  Eight Edition,  New York: Aspen Publisher, 2011.

Artikel Jurnal

Chakravarty, Surajeet and W. Bentley MacLeod, “On the Efficiency of Standard Form Contracts: The Case of Construction”, USC CLEO Research Paper No. C04-17, 2004,

Coase, Ronald. H., “The Problem of Social Cost”, dalam Journal of Law and Economics, Vol. 3 1960.

Hermalin, Benjamin E., Averyw Katz, dan Richard Craswell, “Contract Law”, dalam A. Mitchell Polinsky & Steven Shavell, Handbook of Law & Economic Volume 1, (Amsterdam: Elsevier B.V, 2007).

Johan, Arvie, “Aliran Hukum Dan Ekonomi Serta Aneka Tawarannya Yang Layak Diperhatikan”, SSRN, diunduh 24 November 2018.

Posner, Richard A., “The Law and Economics of Contract Interpretation”, dalam The Chicago Law & Economics Working Paper No. 229, 2004.s

Shavell, Steven, “Economic Analysis of Contract Law”, NBER Working Paper No. 9696.

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgelijk Wetboek], diterjemahkan oleh Soebekti. Pradnya Paramitha. 2007

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018)

Dipromosikan

100 kontraktor pemerintah federal teratas 2022

100 kontraktor pemerintah federal teratas 2022

Daftar Cookie

Cookie adalah bagian kecil dari data (file teks) yang menjadi situs web - ketika dikunjungi oleh pengguna - meminta browser Anda untuk menyimpan di perangkat Anda untuk mengingat informasi tentang Anda, seperti preferensi bahasa Anda atau informasi login. Cookie itu ditetapkan oleh kami dan disebut cookie pihak pertama. Kami juga menggunakan cookie pihak ketiga-yang merupakan cookie dari domain yang berbeda dari domain situs web yang Anda kunjungi-untuk upaya iklan dan pemasaran kami. Lebih khusus lagi, kami menggunakan cookie dan teknologi pelacakan lainnya untuk tujuan berikut:

Cookie yang sangat diperlukan

Kami tidak mengizinkan Anda untuk memilih keluar dari cookie kami yang tertentu, karena diperlukan untuk memastikan berfungsinya situs web kami (seperti mendorong spanduk cookie kami dan mengingat pilihan privasi Anda) dan/atau untuk memantau kinerja situs. Cookie ini tidak digunakan dengan cara yang merupakan "penjualan" data Anda di bawah CCPA. Anda dapat mengatur browser Anda untuk memblokir atau mengingatkan Anda tentang cookie ini, tetapi beberapa bagian situs tidak akan berfungsi sebagaimana dimaksud jika Anda melakukannya. Anda biasanya dapat menemukan pengaturan ini di menu opsi atau preferensi browser Anda. Kunjungi www.allaboutcookies.org untuk mempelajari lebih lanjut.

Cookie fungsional

Kami tidak mengizinkan Anda untuk memilih keluar dari cookie kami yang tertentu, karena diperlukan untuk memastikan berfungsinya situs web kami (seperti mendorong spanduk cookie kami dan mengingat pilihan privasi Anda) dan/atau untuk memantau kinerja situs. Cookie ini tidak digunakan dengan cara yang merupakan "penjualan" data Anda di bawah CCPA. Anda dapat mengatur browser Anda untuk memblokir atau mengingatkan Anda tentang cookie ini, tetapi beberapa bagian situs tidak akan berfungsi sebagaimana dimaksud jika Anda melakukannya. Anda biasanya dapat menemukan pengaturan ini di menu opsi atau preferensi browser Anda. Kunjungi www.allaboutcookies.org untuk mempelajari lebih lanjut.

Cookie kinerja

Kami tidak mengizinkan Anda untuk memilih keluar dari cookie kami yang tertentu, karena diperlukan untuk memastikan berfungsinya situs web kami (seperti mendorong spanduk cookie kami dan mengingat pilihan privasi Anda) dan/atau untuk memantau kinerja situs. Cookie ini tidak digunakan dengan cara yang merupakan "penjualan" data Anda di bawah CCPA. Anda dapat mengatur browser Anda untuk memblokir atau mengingatkan Anda tentang cookie ini, tetapi beberapa bagian situs tidak akan berfungsi sebagaimana dimaksud jika Anda melakukannya. Anda biasanya dapat menemukan pengaturan ini di menu opsi atau preferensi browser Anda. Kunjungi www.allaboutcookies.org untuk mempelajari lebih lanjut.

Cookie kinerja

Penjualan Data Pribadi

Kami juga menggunakan cookie untuk mempersonalisasikan pengalaman Anda di situs web kami, termasuk dengan menentukan konten dan iklan yang paling relevan untuk menunjukkan kepada Anda, dan untuk memantau lalu lintas dan kinerja situs, sehingga kami dapat meningkatkan situs web dan pengalaman Anda. Anda dapat memilih keluar dari penggunaan cookie tersebut (dan "penjualan" yang terkait dari informasi pribadi Anda) dengan menggunakan sakelar sakelar ini. Anda masih akan melihat beberapa iklan, terlepas dari pilihan Anda. Karena kami tidak melacak Anda di berbagai perangkat, browser, dan properti GEMG, pilihan Anda hanya akan berlaku di browser ini, perangkat ini dan situs web ini.

Cookie Media Sosial

Kami juga menggunakan cookie untuk mempersonalisasikan pengalaman Anda di situs web kami, termasuk dengan menentukan konten dan iklan yang paling relevan untuk menunjukkan kepada Anda, dan untuk memantau lalu lintas dan kinerja situs, sehingga kami dapat meningkatkan situs web dan pengalaman Anda. Anda dapat memilih keluar dari penggunaan cookie tersebut (dan "penjualan" yang terkait dari informasi pribadi Anda) dengan menggunakan sakelar sakelar ini. Anda masih akan melihat beberapa iklan, terlepas dari pilihan Anda. Karena kami tidak melacak Anda di berbagai perangkat, browser, dan properti GEMG, pilihan Anda hanya akan berlaku di browser ini, perangkat ini dan situs web ini.

Cookie Media Sosial

77. & nbsp; Carahsoft Technology CorporationU.S. Federal Procurement Data System– Next Generation released its annual Top 100 Federal Contractors report – Fiscal Year 2019.  The top 100 federal contractors accounted for $329 billion of the obligated dollars, up 6.8 percent compared to $306 billion in FY18.  Lockheed Martin remains the dominant contractor with $48.7 billion (8% of the obligated total), followed by Boeing with $28.1 billion (4.75% of the obligated total).

$ 762

Tahun depan, Raytheon Technologies yang baru, yang dibentuk melalui penggabungan Raytheon dan United Technologies Corp, akan mengambil posisi nomor dua atau tiga. & NBSP; Pro forma untuk FY19, operasi baru ini akan memiliki $ 25,2 miliar dalam dolar wajib, peringkatnya sebagai nomor tiga, tepat di belakang Boeing.

Berikut ini adalah daftar lengkap dari 100 kontraktor pemerintah AS teratas di FY19 yang diperingkat dengan jumlah total dana kontrak yang diberikan.

Nama Vendor Global Dolar wajib (jutaan)(millions) %Total DolarDollars
1. & nbsp; & nbsp; & nbsp; & nbsp; Lockheed Martin Corp$ 48.6668,23%
2. & nbsp; & nbsp; & nbsp; & nbsp; Perusahaan Boeing,$ 28.0894,75%
3. & nbsp; & nbsp; & nbsp; & nbsp; General Dynamics Corp$ 20.9613,55%
4. & nbsp; & nbsp; & nbsp; & nbsp; Perusahaan Raytheon$ 16.3512,77%
5. & nbsp; & nbsp; & nbsp; & nbsp; Northrop Grumman Corp$ 16.1012,72%
6. & nbsp; & nbsp; & nbsp; & nbsp; McKesson Corp$ 9.6401,63%
7. & nbsp; & nbsp; & nbsp; & nbsp; United Technologies Corp$ 8.8491,50%
8. & nbsp; & nbsp; & nbsp; & nbsp; Huntington Ingalls Industries Inc$ 7.6171,29%
9. & nbsp; & nbsp; & nbsp; & nbsp; Leidos Holdings Inc.$ 7.2721,23%
10. & nbsp; L3Harris Technologies Inc.$ 6.8781,16%
11. & nbsp; Humana Inc.$ 6.8071,15%
12. & nbsp; Honeywell International Inc.$ 6.3641,08%
13. & nbsp; Bae Systems Plc$ 6.3101,07%
14. & nbsp; Corporation Fluor$ 5.2540,89%
15. & nbsp; Booz Allen Hamilton Holding Corp$ 5.1470,87%
16. & nbsp; Aecom$ 4.5920,78%
17. & nbsp; Aplikasi Sains Internasional Corp$ 3.9360,67%
18. & nbsp; Perusahaan Listrik Umum$ 3.5280,60%
19. & nbsp; General Atomic Technologies Corp$ 3.4620,59%
20. & nbsp; Triad National Security & NBSP; LLC$ 3.3570,57%
21. & nbsp; Analytic Services Inc.$ 3.3520,57%
21. & nbsp; Analytic Services Inc.$ 3.3520,57%
21. & nbsp; Analytic Services Inc.$ 3.35222. & nbsp; Jacobs Engineering Group Inc
$ 3.34623. & nbsp; Centene Corp.22. & nbsp; Jacobs Engineering Group Inc
$ 3.34623. & nbsp; Centene Corp.$ 3.205
0,54%24. & nbsp; Pasokan menyelam Atlantik & nbsp; Inc$ 3.194
25. & nbsp; California Institute of Technology$ 3.054$ 3.194
25. & nbsp; California Institute of Technology$ 3.0540,52%
26. & nbsp; Battelle Memorial Institute Inc$ 2.9720,52%
26. & nbsp; Battelle Memorial Institute Inc$ 2.9720,50%
27. & nbsp; KBR & nbsp; Inc$ 2.96728. & nbsp; Oshkosh Corp
$ 2.8850,49%29. & nbsp; Caci International Inc.
$ 2.87230. & nbsp; Bechtel Group Inc.29. & nbsp; Caci International Inc.
$ 2.87230. & nbsp; Bechtel Group Inc.$ 2.812
0,48%31. & nbsp; Konsolidasian Keamanan Nuklir LLC$ 2.605
0,44%32. & nbsp; Perspecta Inc.$ 2.363
0,40%33. & nbsp; AmerisourceBergen Corp$ 2.363
0,40%33. & nbsp; AmerisourceBergen Corp$ 2.362
34. & nbsp; Deloitte LLP$ 2.215$ 2.362
34. & nbsp; Deloitte LLP$ 2.215$ 2.362
34. & nbsp; Deloitte LLP$ 2.2150,37%
35. & nbsp; Lawrence Livermore National Security & NBSP; LLC$ 2.1230,37%
35. & nbsp; Lawrence Livermore National Security & NBSP; LLC$ 2.1230,36%
36. & nbsp; Cerberus Capital Management LP$ 2.0260,34%
37. & nbsp; UT-BATTELLE & NBSP; LLC$ 1.98338. & nbsp; Accenture Inc.
$ 1.9210,32%39. & nbsp; United Launch Alliance & NBSP; LLC
$ 1.90840. & nbsp; Triwest Healthcare Alliance Corp39. & nbsp; United Launch Alliance & NBSP; LLC
$ 1.90840. & nbsp; Triwest Healthcare Alliance Corp39. & nbsp; United Launch Alliance & NBSP; LLC
$ 1.90840. & nbsp; Triwest Healthcare Alliance Corp$ 1.882
41. & nbsp; Bell Boeing Joint Project Office$ 1.7240,29%
42. & nbsp; Textron Inc.$ 1.71943. & nbsp; Konstruktor Lembah Barat Daya Co
$ 1.6450,28%43. & nbsp; Konstruktor Lembah Barat Daya Co
$ 1.6450,28%43. & nbsp; Konstruktor Lembah Barat Daya Co
$ 1.6450,28%43. & nbsp; Konstruktor Lembah Barat Daya Co
$ 1.6450,28%44. & nbsp; The Mitre Corporation
$ 1.6180,27%45. & nbsp; Leonardo Spa
$ 1.5210,26%46. ​​& nbsp; Chemonics International & NBSP; Inc
$ 1.5010,25%46. ​​& nbsp; Chemonics International & NBSP; Inc
$ 1.5010,25%46. ​​& nbsp; Chemonics International & NBSP; Inc
$ 1.5010,25%47. & nbsp; Sierra Nevada Corp
$ 1.49348. & nbsp; Merck & Co & nbsp; Inc47. & nbsp; Sierra Nevada Corp
$ 1.49348. & nbsp; Merck & Co & nbsp; Inc47. & nbsp; Sierra Nevada Corp
$ 1.49348. & nbsp; Merck & Co & nbsp; Inc47. & nbsp; Sierra Nevada Corp
$ 1.49348. & nbsp; Merck & Co & nbsp; Inc47. & nbsp; Sierra Nevada Corp
$ 1.49348. & nbsp; Merck & Co & nbsp; Inc47. & nbsp; Sierra Nevada Corp
$ 1.49348. & nbsp; Merck & Co & nbsp; Inc$ 1.491
49. & nbsp; Austal Ltd$ 1.4140,24%
50. & nbsp; Solusi Nuklir Sungai Savannah & NBSP; Lls$ 1.3600,24%
50. & nbsp; Solusi Nuklir Sungai Savannah & NBSP; Lls$ 1.3600,23%
51. & nbsp; Universitas Johns Hopkins$ 1.3200,23%
51. & nbsp; Universitas Johns Hopkins$ 1.3200,23%
51. & nbsp; Universitas Johns Hopkins$ 1.3200,23%
51. & nbsp; Universitas Johns Hopkins$ 1.3200,23%
51. & nbsp; Universitas Johns Hopkins$ 1.3200,22%
52. & nbsp; Sullivan Land Services Ltd$ 1.2990,22%
52. & nbsp; Sullivan Land Services Ltd$ 1.2990,22%
52. & nbsp; Sullivan Land Services Ltd$ 1.29953. & nbsp; Space Exploration Technologies Corp
$ 1.29254. & nbsp; Pae Holding Corp53. & nbsp; Space Exploration Technologies Corp
$ 1.29254. & nbsp; Pae Holding Corp$ 1.282
55. & nbsp; California, Negara Bagian$ 1.261$ 1.282
55. & nbsp; California, Negara Bagian$ 1.261$ 1.282
55. & nbsp; California, Negara Bagian$ 1.261$ 1.282
55. & nbsp; California, Negara Bagian$ 7130,12%
84. & nbsp; Nana Regional Corp NC$ 6970,12%
84. & nbsp; Nana Regional Corp NC$ 69785. & nbsp; Grup Manajemen Konsorsium & NBSP; Inc
$ 6600,11%85. & nbsp; Grup Manajemen Konsorsium & NBSP; Inc
$ 6600,11%85. & nbsp; Grup Manajemen Konsorsium & NBSP; Inc
$ 6600,11%85. & nbsp; Grup Manajemen Konsorsium & NBSP; Inc
$ 6600,11%85. & nbsp; Grup Manajemen Konsorsium & NBSP; Inc
$ 6600,11%85. & nbsp; Grup Manajemen Konsorsium & NBSP; Inc
$ 6600,11%85. & nbsp; Grup Manajemen Konsorsium & NBSP; Inc
$ 6600,11%86. & nbsp; Tetra Tech Inc.
$ 6420,11%86. & nbsp; Tetra Tech Inc.
$ 64287. & nbsp; Royal Dutch Shell Plc86. & nbsp; Tetra Tech Inc.
$ 64287. & nbsp; Royal Dutch Shell Plc86. & nbsp; Tetra Tech Inc.
$ 64287. & nbsp; Royal Dutch Shell Plc86. & nbsp; Tetra Tech Inc.
$ 64287. & nbsp; Royal Dutch Shell Plc86. & nbsp; Tetra Tech Inc.
$ 64287. & nbsp; Royal Dutch Shell Plc86. & nbsp; Tetra Tech Inc.
$ 64287. & nbsp; Royal Dutch Shell Plc86. & nbsp; Tetra Tech Inc.
$ 64287. & nbsp; Royal Dutch Shell Plc86. & nbsp; Tetra Tech Inc.

$ 642

87. & nbsp; Royal Dutch Shell Plc

$ 628

88. & nbsp; Kesehatan Kardinal & NBSP; Inc

Siapa yang memegang sebagian besar kontrak pemerintah?

Pada tahun fiskal 2021, pengeluaran federal mencapai $ 649 miliar ...
Lockheed Martin Corp. ....
Boeing Co. ....
Raytheon Technologies Corp.
General Dynamics Corp. ....
Northrop Grumman Corp. ....
Pfizer Inc. ....
McKesson Corp ..

Siapa kontraktor DoD terbesar?

Daftar Perusahaan.

Apa kontrak pemerintah termudah?

Memenangkan kontrak pertama bisa menjadi tugas yang membingungkan, tetapi ada sumber daya untuk membuatnya lebih mudah ...
Kontrak Layanan.....
Kontrak Teknologi Informasi.....
Layanan Medis, Farmasi, dan Biologi ..

Ada berapa kontraktor pemerintah di AS?

Setelah penelitian dan analisis yang luas, tim ilmu data Zippia menemukan bahwa: ada lebih dari 5.294 kontraktor pemerintah yang saat ini dipekerjakan di Amerika Serikat.45,4% dari semua kontraktor pemerintah adalah perempuan, sedangkan 54,6% adalah pria.over 5,294 government contractors currently employed in the United States. 45.4% of all government contractors are women, while 54.6% are men.