Perbedaan Perma No 2 Tahun 2015 dengan Perma No 4 Tahun 2022

Gugatan Sederhana Sebagai Salah Satu Cara Menyelesaikan Sengketa

Oleh: Clara Panggabean, S.H.

Penulis adalah Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia alumni 2018

Jakarta, Detak Jakarta

Gugatan sederhana atau disebut dengan small claim court, merupakan terobosan baru dalam hukum acara di Indonesia. pengaturan mengenai gugatan sederhana dapat dilihat dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2015, tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (untuk selanjutnya disebut PERMA No.2 Tahun 2015). Aturan tersebut merupakan salah satu jawaban bagi para pencari keadilan yang hendak mengajukan gugatan dengan penyelesaian secara cepat. Kehadiran PERMA No. 2 Tahun 2015 merupakan implementasi dari asas peradilan sederhana, cepat, biaya ringan bagi para pencari keadilan dengan sistem pembuktian yang sederhana.

Terbitnya PERMA No. 2 Tahun 2015, juga merupakan salah satu cara mengurangi volume perkara di Mahkamah Agung. Gugatan sederhana dengan gugatan perdata umum di Pengadilan adalah sama-sama berada di ranah hukum perdata. Selain itu, baik gugatan perdata umum, sama-sama dapat menyelesaikan sengketa atas dasar perbuatan melawan hukum (PMH) atau ingkar janji (Wanprestasi).

Dalam gugatan sederhana, nilai gugatan materil paling banyak Rp. 200.000.000 (pasal 1 angka 1 PERMA No. 2015). Gugatan sederhana itu, ringan sesuai dengan asasnya yaitu sederhana, cepat, biaya ringan untuk membuka akses yang luas bagi masyarakat dalam memperoleh keadilan.

Pada tingkat di Pengadilan Negeri, hakim yang memeriksa, mengadili dan memutuskan adalah Hakim tunggal (pasal 1 angka 2). Upaya keberatan: Majelis Hakim (pasal 25 ayat (1)). Sementara waktu penyelesaian di Pengadilan Negeri: 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang pertama (pasal 5 ayat (3). Keberatan: putusan terhadap permohonan keberatan diucapkan paling lama 7 hari setelah penetapan Majelis Hakim (pasal 27).

Selanjutnya, kompetensi relatif dalam gugatan sederhana yang diajukan oleh penggugat dan tergugat berdomisili di daerah hukum pengadilan yang sama. Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan sederhana. (pasal 4 ayat (2) dan (3). Sementara perdamaian dilakukan oleh Hakim dengan memperhatikan bahwa batas waktu 25 hari untuk menyelesaikan sengketa (pasal 15 ayat (1).

Proses pemeriksaan gugatan, sebagaimana pada pasal 17 PERMA No. 2 Tahun 2015 mengatakan, bahwa dalam gugatan sederhana tidak dapat diajukan tuntutan provinsi, eksepsi, rekovensi, intervensi, replik, duplik atau kesimpulan.

Maka upaya hukum dalam penyelesaian gugatan sederhana, putusan bersifat final dan banding, di mana upaya hukum yang dapat diajukan oleh para pihak yang tidak menerima putusan pengadilan, berupa upaya hukum keberatan (pasal 21—30).

Penggugat dapat mengajukan gugatn sederhana dengan tuntutan ganti rugi materil paling banyak Rp. 200.000.000. Kerugian materil paling gugatan sederhana terhadap gugatan wanprestasi berupa kerugian dari perjanjian serta biaya-biaya lain diluar yang diperjanjikan. Tuntutan ganti kerugian dalam gugatan sederhana sama saja seperti dalam gugatan umum, namun dalam gugatan sederhana diharapkan apa yang dituntut oleh penggugat dapat dibuktikan secara sederhana.

Setelah adanya putusan Pengadilan Negeri tingkat pertama, apabila salah satu pihak tidak menerima putusan, maka salah satu pihak dapat mengajukan upaya hukum keberatan. Upaya hukum keberatan yang telah disebutkan itu, yang membedakan dengan upaya hukum dalam gugatan perdata umum terdapat upaya hukum banding, kasasi dan Peninjauan Kembali (PK).

Dengan adanya upaya hukum keberatan dalam gugatan sederhana, maka tidak ada lagi upaya hukum lain yang dapat diajukan oleh para pihak dimana putusan keberatan merupakan putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Hal ini sesuai dengan pasal 30 PERMA No. 2 tahun 2015 yang menyatakan, bahwa putusan keberatan merupakan putusan akhir yang tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi atau peninjauan kembali.

Jadi, alur penyelesaian gugatan sederhana terakhir ialah di tingkat keberatan. Selanjutnya, permohonan keberatan oleh pihak yang tidak menerima putusan oleh Hakim tunggal paling lambat 7 hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan oleh jurusita dilakukan. Permohonan keberatan oleh pemohon keberatan harus disertai dengan alasan-alasan berupa memori keberatan telah melampaui batas waktu pengajuan, maka permohonan keberatan tersebut tidak dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan berdasarkan surat keterangan panitera.

Dalam pemeriksaan keberatan, Ketua Pengadilan menetapkan Majelis Hakim untuk memeriksa dan memutuskan permohonan keberatan yang telah diajukan oleh pihak yang tidak menerima putusan. Setelah ditetapkan Majelis Hakim, maka akan dilakukan pemeriksaan keberatan yang hanya menyangkut tentang: (a) putusan dan berkas gugatan sederhana, (b) permohonan keberatan dan memori keberatan, serta (c) kontra memori keberatan.

Putusan terhadap permohonan keberatan diucapkan paling lambat 7 hari setelah tanggal penetapan Majelis Hakim. Terhadap putusan keberatan tersebut, tidak ada upaya hukum lain yang diajukan, selain upaya keberatan sebagaimana dalam pasal 30 ayat berbunyi: “putusan keberatan merupakan putusan akhir yang tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi atau peninjauan kembali.”

Berdasarkan ketentuan PERMA No. 2 tahun 2015 tersebut, perkara yang masuk ke Pengadilan Negeri dengan Gugatan Sederhana harus sederhana dalam hal untuk diselesaikan mulai dari awal pemeriksaan hingga putusan yang memperoleh berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum dalam gugatan sederhana juga terbatas hanya berupa keberatan tidak seperti gugatan umum yang dapat berupa banding, kasasi bahkan hingga peninjauan kembali.

Oleh karena itu, gugatan sederhana dalam putusannya Hakim perlu mempertimbangkan secara benar dan teliti, agar tercapai tujuan hukum yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Selain itu, dalam prakteknya putusan gugatan sederhana yang telah berkekuatan hukum tetap, belum banyak dipublish dalam website Mahkamah Agung. Sehingga dari pemerintah khususnya Mahkamah Agung perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat, agar masyarakat yang berperkara dengan nominal gugatan relatif kecil dapat berperkara dengan menyelesaikan melalui gugatan sederhana.

Mulai kenaikan nilai objek gugatan maksimal Rp500 juta, dikenalnya putusan verstek, verzet, dikenalnya sita jaminan, hingga eksekusi putusan.

Bacaan 2 Menit

Sejumlah narasumber dalam Diskusi Publik bertajuk 'Penyelesaian Gugatan Sederhana: Sebagai Wujud Sistem Peradilan yang Sederhana Cepat dan Biaya Ringan' di Hotel Ayaduta Jakarta, Selasa (27/8). Foto: AID

Belum lama ini, Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 4 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perma No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Beleid yang diundangkan pada 20 Agustus 2019 ini sebagai upaya mengoptimalkan penyelesaian gugatan sederhana (small claim court) agar lebih sederhana, cepat, biaya ringan.       

Hakim Agung Syamsul Maarif menerangkan dalam Perma No. 4 Tahun 2019 ini ada beberapa perubahan yakni kenaikan nilai materil gugatan dari maksimal Rp200 juta menjadi Rp500 juta; memperluas pengajuan gugatan ketika penggugat berada di luar wilayah hukum domisili tergugat; dapat menggunakan administrasi perkara secara elektronik (e-court); mengenal putusan verstek (putusan tanpa dihadiri tergugat); mengenal verzet (perlawanan atas putusan verstek); mengenal sita jaminan; dan eksekusi.

“Perma No. 4 Tahun 2019 sebagai hasil evaluasi penerapan Perma No. 2 Tahun 2015 yang dinilai belum optimal dan efektif,” kata Syamsul dalam Diskusi Publik bertajuk “Penyelesaian Gugatan Sederhana: Sebagai Wujud Sistem Peradilan yang Sederhana Cepat dan Biaya Ringan” di Hotel Ayaduta Jakarta, Selasa (27/8/2019). Baca Juga: MA Tinjau Ulang Batas Nilai Perkara Gugatan Sederhana

Syamsul mengatakan kenaikan nilai gugatan sederhana maksimal Rp500 juta dengan mempertimbangkan perkara yang ada di luar Jakarta. “Nilai gugatan ini masih jauh lebih sedikit dibandingkan negara lain. Nilai ini hasil diskusi dengan para pimpinan MA, kemudian disepakati Rp500 juta,” ujarnya.

Dia melanjutkan Perma ini memperluas pengajuan gugatan ketika penggugat berada di luar wilayah hukum domisili tergugat. Artinya, gugatan dapat diajukan di wilayah domisili tergugat meskipun berbeda wilayah dengan menunjuk kuasa, kuasa insidentil, atau wakil yang beralamat di wilayah hukum atau domisili tergugat dengan surat tugas dari institusi penggugat sesuai bunyi Pasal 4 ayat (3a) Perma Perubahan Gugatan Sederhana.

“Dalam kasus perbankan di Malang, wilayah hukum kantor di Malang termasuk daerah lain seperti Probolinggo. Jadi, batas domisili wilayahnya tidak hanya di wilayah Pengadilan Negeri (PN) Malang, tetapi bisa di PN Probolinggo,” ujarnya mencontohkan.   

Terkait sita jaminan, Syamsul menerangkan Perma Perubahan Gugatan Sederhana ini mengenal sita jaminan, yang di Perma sebelumnya tidak dikenal sita jaminan. Dalam Perma ini, ketua pengadilan dapat mengeluarkan penetapan aanmaning (peringatan/teguran) paling lambat 7 hari setelah menerima surat permohonan eksekusi.

Page 2

Mulai kenaikan nilai objek gugatan maksimal Rp500 juta, dikenalnya putusan verstek, verzet, dikenalnya sita jaminan, hingga eksekusi putusan.

Bacaan 2 Menit

Ketua Pengadilan menetapkan tanggal pelaksanaan aanmaning paling lambat 7 hari setelah penetapan aanmaning. Dalam hal kondisi georafis tertentu, aanmaning tidak dapat dilaksanakan dalam waktu 7 hari, Ketua Pengadilan dapat menyimpangi batas waktu itu. “Jika tidak dipatuhi, (eksekusi) putusan dilaksanakan sesuai hukum acara perdata yang berlaku,” terangnya.        

Perma Perubahan Gugatan Sederhana ini juga dapat menggunakan administrasi perkara secara elektronik (e-court). Kini, MA pun tengah melakukan teroboson dengan menerapkan sistem persidangan elektronik (e-litigation). “Tentu dengan prosedur administrasi elektronik ini dapat lebih cepat dan murah dalam penyelesaian perkara gugatan sederhana,” kata dia.

Seperti diketahui, dalam Perma No. 2 Tahun 2015 tentang Gugatan Sederhana ini menetapkan jangka waktu penyelesaian maksimal 25 hari sudah diputuskan dengan hakim tunggal dan nilai objek gugatannya di bawah Rp200 juta. Seperti gugatan perdata biasa, dasar gugatan sederhana ini menetapkan kriteria perkara cidera janji (wanprestasi) dan atau perbuatan melawan hukum (PMH).

Perma ini mensyaratkan pihak penggugat dan tergugat tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama. Para pihak dengan atau tanpa kuasa hukum wajib hadir langsung di persidangan. Makanya, Perma ini tidak dapat diterapkan ketika tergugat tidak diketahui keberadaannya. Selain itu, ada dua jenis perkara yang tidak bisa diselesaikan melalui gugatan sederhana ini yakni perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus dan perkara sengketa hak atas tanah.

Sistem gugatan sederhana ini juga mengenal istilah dismissal process, dimana saat sidang pendahuluan hakim berwenang menilai dan menentukan apakah perkara tersebut masuk kriteria gugatan sederhana? Apabila hakim berpendapat perkara bukanlah gugatan sederhana, maka dikeluarkan penetapan perkara tidak berlanjut. Terkait putusan akhir, para pihak dapat mengajukan keberatan paling lambat 7 hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan. Keberatan ini diputus majelis hakim sebagai putusan akhir, sehingga tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi, atau peninjauan kembali.

Dalam kesempatan yang sama, Praktisi Hukum yang juga Pengajar STHI Jentera Ahmad Fikri Assegaf mengapresiasi terbitnya Perma No. 4 Tahun 2019 ini. Misalnya, proses pemanggilan para pihak bersengketa dapat memecahkan masalah yuridiksi (kewenangan mengadili). “Penanganan gugatan perdata biasa, biasanya menghabiskan waktu hingga 5 bulan, tapi dalam gugatan sederhana dapat diselesaikan selama 25 hari. Ini perlu diapresiasi,” kata dia.

“Tapi, persoalannya untuk memanggil orang yang berada di luar negeri masih menjadi pertanyaan disini?”

Page 3

Mulai kenaikan nilai objek gugatan maksimal Rp500 juta, dikenalnya putusan verstek, verzet, dikenalnya sita jaminan, hingga eksekusi putusan.

Bacaan 2 Menit

Mengenai sita jaminan, jangka waktu penyelesaian gugatan sederhana ditentukan selama 25 hari, kata Fikri, persoalannya berapa lama jangka untuk meletakkan sita jaminan. “Apakah sita jaminan harus ditentukan dalam putusan atau selama jangka waktu 25 hari itu? Ini harus ditentukan dan perlu kehati-hatian dalam proses peradilannya,” kata dia.

Dia menambahkan dalam kasus-kasus perselisihan di sektor jasa keuangan sudah ada yang menggunakan gugatan sederhana. Namun, masih banyak yang belum paham bagaimana menerapkan mekanisme gugatan sederhana ini. “Sepertinya, MA perlu sosialisasi dan mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar dapat menggunakan gugatan sederhana ini,” sarannya.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA