Mengapa sumber daya alam dan sumber daya manusia menentukan kemajuan suatu masyarakat?

Polhukam, Bogor – Sumber daya manusia merupakan faktor penentu dari kemajuan suatu bangsa. Karena sebaik dan sehebat apapun infrastruktur dalam negeri, jika SDM nya tidak berkompeten atau bobrok maka tidak akan bisa berkompetisi dalam persaingan global.

“Saudara bersyukur ditunjuk sebagai Direktur Sumber Daya Manusia karena tahun ini Presiden sudah memutar lagi kebijakan dari titik berat membangun infrastruktur sekarang titik berat membangun SDM dan itu benar sekali. Karena baiknya seperti apa pun infrastruktur kalau SDM nya bobrok kita tidak bisa berkompetisi dalam persaingan global yang sangat berat ini,” ujar Menko Polhukam Wiranto saat menjadi pembicara pada kegiatan Program Membangun Bangsa melalui Penguatan Sinergi dan Soliditas BUMN di Bogor, Jawa Barat, Selasa (26/3/2019).

Menurut Menko Polhukam, para pendahulu bangsa atau founding fathers sebenarnya sudah tahu jika bangsa ini tidak aman maka tidak mungkin bisa membangun, dan tanpa membangun tidak mungkin bisa menyejahterakan bangsa. Karena untuk kompetisi ke depan, bangsa yang cerdaslah yang bisa memenangkan persaiangan global.

“Sekarang persyaratan apa yang kita butuhkan supaya bangsa ini bisa sesuai dengan ramalan dunia yaitu menjadi negara besar ke 4 tahun 2045, yakni sinergi dan solid. Kita harus bersinergi dan harus solid, sayaratnya pegang teguh persatuan bangsa,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Menko menceritakan, dalam sejarah bangsa-bangsa, bangsa yang tidak bersatu pasti akan hancur dan tidak bisa membangun. Ia mencontohkan negara Vietnam. Dikatakan, pada saat tidak bersatu ada Vietnam Utara dan Selatan, perang, mereka tidak bisa berkompetisi dengan negara lain di ASEAN. Tapi begitu bersatu, akselerasinya cepat sekali, sekarang Vietnam sudah bersaing dengan Indonesia yang sejak tahun 1945 sudah merdeka.

“Ini bukti bahwa bersatu itu syarat mutlak untuk membangun. Maka Pendahulu kita mencanangkan dalam visi negara, dituangkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan dalam ideologi negara juga dicantumkan di sila ketiga dalam Pancasila,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Namun, mantan Panglima ABRI ini mengaku prihatin, karena sudah sekian tahun merdeka, memelihara persatuan saja luar biasa susahnya. Ada kelompok masyarakat yang kemudian menginginkan negara yang dipimpin dalam bentuk khilafah dan negara Pancasila bersyariah. Padahal, lanjutnya, ini merupakan bentuk pengingkaran dari persatuan yang sudah dicanangkan Pendahulu bangsa.

Baca juga:  Menko Polhukam : Keadaan di Palu Sudah Berangsur Pulih

“Ini yang membuat kita tidak bersinergi, tidak bersatu sebagai bangsa. Kita sadar bahwa persatuan tidak bisa ditawar lagi, persatuan merupakan syarat mutlak kita bisa membangun dan compete (kompetisi) dalam persaingan global,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Biro Hukum, Persidangan dan Hubungan Kelembagaan

Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan

Terkait

Indonesia merupakan negara yang kaya, dari segi jumlah penduduk maupun sumber daya alamnya. Pertama kita lihat dari SDM nya, sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam persaingan global, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan. Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40). Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.

Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas SDM. Sebagaimana buktinya secara empiris bisa kita temui pada masyarakat Jepang, Amerika Utara dan Eropa Barat, sumberdaya manusia adalah kunci bagaimana membangun bangsa ini. Namun melihat profil Indonesia yang begitu memiliki banyak kekayaan Sumber Daya Alam yang belum maksimal dimanfaatkan.

Sampai detik ini, nyaris tidak ada satu pun contoh negara yang maju berkat kekayaan alamnya. Dalam konteks ini, barangkali kita harus bisa membedakan antara “negara kaya” dan “negara maju”. Arab Saudi adalah contoh “negara kaya”; Jepang adalah sampel “negara maju”. Determinasi “kemajuan” lebih dekat kepada kualitas sumberdaya manusia, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta aplikasinya pada sektor ekonomi-industri di negaranya – yang sifatnya dinamis. Sementara “kekayaan” identik dengan sumberdaya alam – dan bersifat statis. Menurut Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan, ada beberapa negara yang ekonominya “terbang” karena saking melesatnya pendapatan per kapita masyarakatnya. Pada tahun 1960-an akhir, pendapatan per kapita masyarakat negara-negara di Asia di bawah 100 dollar AS, seperti China, Taiwan, Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, dan Thailand. Namun, 50 tahun kemudian, negara-negara tersebut jauh meninggalkan Indonesia. Dalam kurun waktu 50 tahun, pendapatan per kapita Korea Selatan melesat ke 35.000 dollar AS. Sementara itu, beberapa yang lain melesat mencapai 15.000 dollar AS.

Dari sisi ini, dan dalam lingkup negara secara “individual”, bukti empiris peran sumberdaya manusia ini nyaris tak terbantahkan. Jepang, negara yang sering dijadikan role model, memberikan satu bukti kuat bahwa SDM adalah kunci kemajuan suatu bangsa. Jepang bahkan seolah-olah tak pernah menganggap penting isu soal keterbatasan dan pengelolaan kekayaan alam mereka.

Namun, jika kita kaji lebih jauh, timbul satu pertanyaan: apa yang dibutuhkan oleh manusia-manusia Jepang, Amerika Utara dan Eropa Barat untuk membangun negaranya? Jawaban dari pertanyaan ini akan mengarah pada satu titik: bahan-bahan mentah dari alam yang mereka “sulap” menjadi produk-produk bernilai tambah tinggi!

Fakta ini mengarahkan kita pada pertanyaan selanjutnya: dari manakah bahan-bahan mentah dari alam yang mereka olah itu? Dalam lingkup global, manusia-manusia cerdas tetap membutuhkan input sumberdaya alam untuk membangun negaranya. Mereka membutuhkan suplai bijih logam, silikon, minyak dan gas bumi, batubara, mineral, sumberdaya hayati, serat alam dan bahan-bahan mentah lainnya dari negara-negara yang kaya SDA – yang umumnya adalah negara berkembang. Indonesia adalah salah satunya.

Dalam lingkup global pula, kita akan melihat gambaran besar bagaimana rantai proses industrialisasi ini berlangsung: bahan mentah berasal dari negara berkembang, lalu diolah di negara maju, kemudian dipasarkan ke seluruh dunia – termasuk ke negara berkembang tempat bahan-bahan mentah itu berasal. Dari sini jelas terlihat, bahwa negara berkembang memiliki dua peran sekaligus: sebagai sumber bahan mentah dan sekaligus pasar yang sangat potensial. Negara-negara pengolah akan menikmati keuntungan ekonomi terbesar dari seluruh rantai proses ini.

Di sisi lain, negara-negara berkembang yang kaya sumberdaya alam harus mulai mewaspadai rantai proses ini. Meskipun hal ini sudah berlangsung selama beberapa abad terakhir, tetapi saat ini dan di masa-masa mendatang, proses pengurasan sumberdaya alam ini akan semakin cepat dari sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya dua faktor: teknologi yang semakin canggih dan pertumbuhan penduduk kelas menengah – yang sangat konsumtif – di seluruh dunia. Jangan sampai kenaifan ini terjadi: kekayaan alam mereka terus dikeruk dengan sangat cepat dan rakus, untuk menyuplai proses industrialisasi di negara-negara maju. Pada saat yang sama, negara-negara berkembang itu berupaya keras membangun SDM negaranya – dengan mengabaikan fakta bahwa kekayaan alamnya saat ini terus terkuras.

Menurut Rizal mengatakan, pemerintahan Jokowi akan mulai serius mengembangkan SDM, salah satunya melalui program pelatihan vokasional. Kedua, sebuah negara bisa maju atau tidak tergantung pada cara mengelola SDA.Menurut Rizal, selama masih menggunakan paradigma lama, yakni keruk-tebang-tangkap lalu ekspor, Indonesia tidak akan masuk dalam golongan negara maju.

Lalu, bayangkan kondisi berikut:  pada saat kualitas SDM negara-negara berkembang itu membaik, dan secara kolektif mereka membutuhkan input bahan-bahan mentah untuk membangun negaranya, mereka sudah kehilangan “stok” kekayaan alam. Lalu, dari mana lagi mereka mendapatkan suplai bahan-bahan mentah? Tidakkah mereka mulai berpikir untuk mengelola sumberdaya alam mereka dengan sebaik-baiknya, melakukan konservasi, diversifikasi, dan tidak membiarkan korporasi multinasional mengeruk kekayaan alam mereka dengan rakus dan seenaknya? Karena itu, saya melihat pembangunan sumberdaya manusia kita ini penting, tetapi tidak untuk mengabaikan pentingnya pengelolaan kekayaan alam kita. Yang lebih mengenaskan: jika kekayaan SDA kita terus dikuras, sementara pembangunan SDM kita pun masih setengah hati. Ada beberapa sektor yang belum tersentuh yaitu sektor Perikanan, Pertanian. Masalah di SDM di kota memang tidak terlalu dikhawatirkan, namun bagaiman SDM di masyarakat Desa? Disini lah yang perlu kita bangun Sumber Daya Manusia nya untuk dapat mengolah Sumber Daya Alam yang ada.

Solusi sebagai Mahasiswa:

Ikut aktif dalam Program KKN untuk mengabdi masyarakat  agar dapat mendampingi serta pengarahan kepada Masyarakat untuk mengambangkan skill dan pengetahuan masyarakat.

Saran untuk Pemerintah:

  1. Membuat regulasi yang dapat menyentuh sektor pertanian, perikanan dll yang basis nya berpengaruh untuk Masyarakat Desa.
  2. Tidak hanya melakukan sosialisasi pengembangan SDM namun bertanggungjawab dalam program pelatihan keberlanjutan hingga berhasil.
  3. Melakukan program pelatihan vokasional.
  4. Pemerintah juga seharusnya meningkatkan subsidi ke bidang SDA, sebagai bentuk usaha untuk meningkatkan kualitas pengelolaan SDA di Indonesia. Mempermdah penanaman modal di bidang SDA juga dapat membantu dalam peningkatan kualitas SDA.

Daftar Pustaka:

Anggraini, Ari. Katryn Trie. 2015. Sumber Daya Alam & Sumber Daya Manusia Untuk Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Forum Ilmiah. Vol 12 Nomor 1, Januari 2015.

Sumodiningrat, Gunawan, “Responsi Pemerintah Terhadap Kesenjangan Ekonomi”, Penerbit PerPod Jakarta, Jakarta, 2001

Estu Suryowati. 2016. Rizal Ramli: Negara-negara Maju Itu Miskin SDA tetapi Kembangkan SDM. //ekonomi.kompas.com/read/2016/05/11/174400826/Rizal.Ramli.Negara-negara.Maju.Itu.Miskin.SDA.tetapi.Kembangkan.SDM. Diakses pada tanggal 10 September 2017

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA